Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Depkes RI, 2014).

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada

pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk

pelayanan farmasi klinik (Depkes, 2014).

Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan

pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian,

mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada

produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi kepada pasien

(patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care)

(Depkes, 2014).

Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk

merealisasikan perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi produk

menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara

terus-menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan.

Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak

1
diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, apoteker Indonesia dapat

berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri (Depkes, 2014).

Visite pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap baik

yang dilakukan secara mandiri maupun bersama tim dokter dan tenaga kesehatan

lainnya. Tujuannya adalah menilai rasionalitas penggunaan obat dengan evaluasi

penggunaan obat untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi,

efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.

Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka

mahasiswa calon apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja

profesi di rumah sakit. Praktik kerja profesi di rumah sakit menerapkan salah satu

praktik pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah,

dan menyelesaikan masalah terkait obat dan masalah yang berhubungan dengan

kesehatan pasien. Studi pengkajian penggunaan obat secara rasional dilaksanakan

di ruang rawat inap terpadu Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Studi

kasus yang diambil adalah tetraparesis tipe UMN ec polineuropati + stroke

iskemik + osteoarthritis di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A-4 Neurologi.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:

a. Memantau rasionalitas penggunaan obat pada pasien dengan diagnosa

tetraparesis tipe UMN ec polineuropati + stroke iskemik + osteoarthritis.

b. Memberikan rekomendasi kepada tenaga kesehatan lain di rumah sakit dalam

rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak

Gambar 2.1 Otak dan fungsinya

Otak adalah pusat sistem saraf. Otak manusia adalah struktur pusat

pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350 cc dan terdiri atas 100 juta sel

saraf atau neuron. Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan,

perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah,

keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab

terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Otak mengalami

kerusakan jika organ ini tidak mendapat pasokan oksigen lebih dari 4 sampai 5

menit atau penyaluran glukosa terputus lebih dari 10 sampai 15 menit. Penyebab

tersering terputusnya pasokan darah ke otak adalah stroke (Sherwood, 2009).

2.2 Stroke

Stroke adalah gangguan neurologik yang terjadi secara mendadak akibat

pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak.

3
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah

gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan

pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga

terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak (Price &

Wilson, 2006).

2.2.1 Klasifikasi Stroke


Menurut Goetz (2007), stroke diklasifikasikan berdasarkan kelainan

patologis sebagai berikut:


a. Stroke hemoragik
- Perdarahan intra serebral (intracranial)

- Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

- Stroke akibat trombosis serebri


- Emboli serebri
- Hipoperfusi sistemik
2.2.2 Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan

keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar

otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan

serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang

menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial

pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang

otak.

Stroke Hemoragik terbagi 2, sebagai berikut.

1) Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan dari salah satu arteri otak ke

dalam jaringan otak. Lesi ini menyebabkan gejala yang terlihat mirip dengan

4
stroke iskhemik. Diagnosis perdarahan intraserebral tergantung pada

neuroimaging yang dapat dibedakan dengan stroke iskhemik. Stroke ini lebih

umum terjadi di negara-negara berkembang daripada Negara-negara maju,

penyebabnya masih belum jelas namun variasi dalam diet, aktivitas fisik,

pengobatan hipertensi, dan predisposisi genetik dapat mempengaruhi penyakit

stroke tersebut.

2) Perdarahan ekstra serebral (Subarakhnoid)

Perdarahan subarachnoid dicirikan oleh perdarahan arteri di ruang antara

dua meningen yaitu piameter dan arachnoidea. Gejala yang terlihat jelas penderita

tiba-tiba mengalami sakit kepala yang sangat parah dan biasanya terjadi gangguan

kesadaran. Gejala yang menyerupai stroke dapat sering terjadi tetapi jarang.

Diagnosis dapat dilakukan dengan neuroimaging dan lumbal puncture.

2.2.3 Etiologi

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari

semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami rupture

sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam

jaringan otak. perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri

arteriosklerotik kecil yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah, terutama

oleh hipertensi arterial kronik. Perdarahan lazimnya besar, tunggal, dan

merupakan bencana. Penggunaan kokain atau kadang-kadang obat simptomatik

lainnya dapat menyebabkan hipertensi singkat yang parah yang menyebabkan

perdarahan. Perdarahan intraserebral akibat dari aneurisma congenital,

arteriovenosa atau kelainan vascular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infark

5
otak (infark hemoragik), primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi

berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vasculitic jarang terjadi.

Stroke hemoragik subarachnoid sering disebabkan oleh kelainan arteri

yang berada di pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan

subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%),

kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan

dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar

kemungkinannya bisa pecah. Selanjutnya 10% kasus dikaitkan dengan non

aneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak

tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya berkaitan

dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang mempengaruhi vessels,

gangguan pembuluh darah pada sumsum tulang belakang dan perdarahan berbagai

jenis tumor.

2.2.4 Faktor Risiko

Menurut Madiyono (2003), ada beberapa faktor risiko stroke yang sering

teridentifikasi pada stroke hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak

dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi.


Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan

meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir

13% berumur di bawah 45 tahun (Madiyono, 2003).


b. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria

lebih banyak menderita stroke dibanding kaum wanita (Madiyono, 2003).


c. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya

hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan

6
riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga

pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, maka hal ini

meningkatkan risiko terkena stroke (Madiyono, 2003).


Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi :
a. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu

lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai

42% (Madiyono, 2003).


b. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai

enam kali, sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya

stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan klasifikasi menurut

JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggi apabila tekanan darah lebih

tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin

besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah,

sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak

(Madiyono, 2003).

c. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,

paska operasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering

menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya

pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh

darah otak (Madiyono, 2003).


d. Diabetes mellitus (DM)
Kadar glukosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel

pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Penderita diabetes melitus

mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak

menderita diabetes mellitus (Madiyono, 2003).


e. Transient Ischemic Attack (TIA)

7
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan

singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan

tingkat penyembuhan bervariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang

dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup

mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan

mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan

terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama (Madiyono, 2003).
f. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak

bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna

klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma

sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum,

ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein yaitu kilomikron,

lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL),

dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling

tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar

protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan

kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara

langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding

pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar

kolesterol total >200 mg/dl, LDL >100 mg/dl, HDL <40 mg/dl, dan trigliserida

>150 mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung

maupun di otak (Madiyono, 2003).


g. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes

melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas

8
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya

obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam

kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara

18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah

obesitas (Madiyono, 2003).


h. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat dan

perokok pasif juga berisiko terkena stroke. Nikotin dan karbondioksida yang ada

pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu

juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses

gumpalan darah (Madiyono, 2003).


2.2.5 Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang

dikenal sebagai sel neuroglia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua

orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di

antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya

sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar

20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah

normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan

otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840

ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang

terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian

depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah

vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai

sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior

9
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus

Willisi (Mardjono, 2010).


Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-

arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum,

apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi

infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak

selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut

dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.


Menurut Price dan Wilson (2006), proses patologik yang sering mendasari

dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahai

otak diantaranya dapat berupa:

a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada

aterosklerosis dan thrombosis.


b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok

atau hiperviskositas darah.


c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal

dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Perdarahan intraserebral ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering

terjadi akibat cedera vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu

dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Stroke yang

disebabkan oleh perdarahan intraserebral paling sering terjadi pada saat pasien

terjaga dan aktif, sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain. Karena

lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna

sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke

tipe ini. Dengan mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi motorik

volunter dan bahwa semua saraf aferen dan eferen di separuh korteks mengalami

10
pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa

stroke di salah satu bagian ini diperkirakan menimbulkan defisit yang sangat

merugikan. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan

defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam

beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan

dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula

interna. Infark serebrum setelah embolus di suatu arteri otak mungkin terjadi

sebagai akibat perdarahan bukan sumbatan oleh embolus itu sendiri. Alasannya

adalah bahwa, apabila embolus lenyap atau dibersihkan dari arteri, dinding

pembuluh setelah tempat oklusi mengalami perlemahan selama beberapa hari

pertama setelah oklusi. Dengan demikian, selama waktu ini dapat terjadi

kebocoran atau perdarahan dari dinding pembuluh yang melemah ini. Karena itu,

hipertensi perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada

minggu-minggu pertama setelah stroke embolik. Perdarahan yang terjadi di ruang

supratentorium (di atas tentorium serebeli) memiliki prognosis baik apabila

volume darah sedikit. Namun perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah

pons atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya

timbul tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak. (4)

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar

permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid

lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka kematian sangat tinggi-sekitar

50% pada bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian

ini adalah bahwa empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak serta

morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah

11
perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah : 1). vasospasme reaktif

disertai infark, 2). ruptur ulang, 3). hiponatremia, dan 4). hidrosefalus. Bagi pasien

yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang

adalah penyulit paling berbahaya pada masa pascaperdarahan dini. Perdarahan

subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau

perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

2.2.6 Penatalaksanaan
Menurut pedoman standar pelayanan medik RSUP. H. Adam Malik

Medan, penatalaksanaan untuk pasien dengan diagnosa stroke hemoragik adalah:


a. Larutan IVFD Ringer.
b. Neuroprotektan
c. Antiedema otak
d. Antihipertensi

2.3 Tinjauan Obat

2.3.1 Seftriakson

Seftriakson adalah antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang memiliki

aktivitas bakterisid yang luas dengan cara menghambat sintessa dinding sel, dan

mempunyai masa kerja yang panjang. Secara in viro memiliki aktivitas luas

terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki stabilitas yang tinggi

terhadap -laktamase baik penisilase maupun sefalosporinase yang dihasilkan

bakteri gram positif dan gram negatif. Secara struktural seftriakson ditunjukkan

pada Gambar 2.15

12
Gambar 2.5 Struktur Seftriakson

Seftriakson diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri yang sensitif terhadap ceftriakson antara lain: infeksi saluran pernafasan

bawah (pneumonia), infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi,

infeksi intraabdominal, infeksi saluran kemih dan meningitis.

Seftriakson yang terikat pada protein plasma umumnya sekitar 83-96%,

waktu paruhnya sekitar 5,8-8,7 jam melalui feses. Seftriakson dapat menembus

sawar darah otak sehingga dapat mencapai kadar obat yang cukup tinggi dalam

cairan serebrospinal.

Serbuk steril seftriakson dalam vial dapat disimpan pada suhu tidak kurang

dari 30 C dan larutan seftriakson natrium disimpan pada suhu -20 C. serbuk

steril untuk injeksi dan larutan seftriakson harus dikemas dalam wadah yang gelap

dan terhindar dari cahaya matahari. Larutan dapat tahan selama 24 jam jika

disimpan pada temperatur ruang dan 5 hari jika disimpan di lemari es pada suhu

5 C dan 13 minggu jika dibekukan (McEvoy, 2005).

2.3.2 Deksametason

Deksametason merupakan pilihan pertama dalam mengobati edema

serebral karena parasit atau tumor otak, terutama pada kasus metastasis. Edema

akibat abses memberikan respons yang baik terhadap steroid. Uji klinik tidak

13
membuktikan manfaat pada edema akibat trauma atau perdarahan otak meskipun

obat ini banyak digunakan (Suherman dan Ascobat, 2007). Secara struktural

Deksametason ditunjukkan pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Struktur Kimia Deksametason

Kortikosteroid utama yang digunakan untuk mengontrol edema serebral

deksametason. Lebih dari 40 tahun yang lalu, deksametason digunakan pada

pasien dengan tumor otak, dan masih digunakan sampai sekarang. Steroid lainnya

pada dosis yang setara mungkin juga bekerja, tetapi deksametason dipilih

mengingat kemudahan klinis penggunaan dan kenyamanan (Nahaczewski, et al.,

2004).

2.3.3 Ranitidin

Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 secara selektif dan reversibel.

Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada

pemberiannya sekresi asam lambung dihambat (Dewoto,2007). Secara struktural

ranitidin ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Struktur Kimia Ranitidin

14
Ranitidin efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum, kondisi

patologis hipersekresi asam lambung dan gangguan refluks lambung-esofagus

(McEvoy, 2011).

2.3.4 Ketorolak

Ketorolak merupakan analgesik poten dengan efek antiinflamasi sedang.

Ketorolak satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk pemberian parenteral.

Absorbsi oral dan intramuskular berlangsung cepat mencapai kadar puncak dalam

30-50 menit. Bioavaibilitas oral 80% dan hampir semuanya terikat dalam protein

plasma (Wilmana dan Gan, 2007). Ketorolak IM sebagai analgetik pascabedah

memperlihatkan efektifitas sebanding dengan morfin/meperidin dosisi umum;

masa kerjanya lebih panjang dan efek sampingnya lebih ringan. (Wilmana dan

Gan, 2007). Secara struktural ketorolak ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Struktur Kimia Ketorolak

Efek samping pada pernapasan seperti bronkospame, anafilaksis, dan

udem laring; gangguan intestinal seperti mual, muntah, dan dispepsia; dermatis

seperti ruam kulit, urtikaria; urogenital seperti gagal ginjal akut dan kronis.

Ketorolak dikontraindikasikan terhadap pasien angioedema atau bronkospasme,

pasien yang menderita tukak peptik aktif, perdarahan gastrointestinal, dan pasien

yang menderita gangguan ginjal (McEvoy, 2011).

2.3.5 Parasetamol

15
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang

sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh

gugus aminobenzen. Asetamonifen di Indonesia lebih dikenal dengan nama

parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Walau demikian, laporan kerusakan

fatal hepar perlu diperhatikan. Tetapi perlu diperhatikan pemakai maupun dokter

bahwa efek anti-inflamasi parasetamol hampir tidak ada. Karena hampir tidak

mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasi dengan AINS untuk efek

analgesik (Wilmana dan Gan, 2007). Secara struktural parasetamol ditunjukkan

pada Gambar 2.9

Gambar 2.9 Struktur Kimia Parasetamol

2.3.6 Vitamin B Kompleks

Vitamin B kompleks merupakan vitamin yang larut dalam air dan tidak

dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus didapatkan dari asupan makanan yang

dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan tubuh terhadap vitamin ini. Selain itu

vitamin B kompleks juga tidak dapat disimpan secara baik didalam tubuh, maka

asupan secara reguler sangat dianjurkan agar tidak kekurangan vitamin B

kompleks. Berdasarkan penelitian, vitamin B kompleks sangat bermanfaat dalam

membantu mengatasi gejala kelelahan dan kegelisahan (stres). Kelelahan dapat

menjadi gejala dari banyak penyakit dan vitamin B kompleks dapat membantu

meringankan kelelahan/kecapaian. Kecukupan vitamin B-kompleks membantu

16
mencegah kelambatan pertumbuhan, anemia, gangguan penglihatan, kerusakan

syaraf serta gangguan jantung (Anfaz, 2008).

2.3.7 Kaptopril

Kaptopril merupakan suatu obat yang digunakan untuk

pengobatanhipertensi, gagal jantung kongestif, dan pecegahan remodelisasi

ventrikel pasca-MI.[1] Kaptopril sendiri dieliminasi dalam hati dan ginjal dalam

tubuh.[1]Bentuk sediaan kaptopril ini adalah tablet dengan dosis 12,5 mg, 25 mg,

37,5 mg, 50 mg, serta 100 mg.[1] Kaptopril bekerja dengan cara menginhibisi

enzim pengkonversi angiotensin (ACE Inhibitor).[2] Dalam pemberiannya,

kaptopril memerlukan pemberian yang lebih sering.[2] Selain itu, kaptopril dapat

menyebabkan hiperkalemia (kelebihan kalsium dalam darah) dan penurunan

fungsi ginjal yang reversibel.[2] Kaptropil merupakan obat keras, maka

penggunaan harus disertai informasi dari dokter atau apoteker.

Struktur kaptopril

Kaptopril merupakan penghambat yang kompetitif terhadap enzim

pengubahangiotensin-I menjadi angiotensin-II / angiotensin converting enzyme

(ACE). Kaptopril mencegah terjadinya perubahan dari angiotensin-I menjadi

angiotensin II. Agiotensin II merupakan salah satu senyawa yang dapat

menaikkan tekanan darah. Kaptopril dan metabolitnya diekskresi terutama

17
melalui urin. Eliminasi waktu paruh Captopril meningkat dengan menurunnya

fungsi ginjal dimana kecepatan eliminasi berhubungan dengan bersihankreatinin.

Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang berpotensi dan bertindak untuk

melepaskan aldosteron. Dengan demikian, kaptopril menurunkan tahanan

vaskular perifer dan tekanan darah dan menghambat retensi air dan garam yang

normalnya ditimbulkan oleh aldosteron. Enzim pengkonversi angiotensin juga

bertanggung jawab dalam metabolisme bradikinin. Bradikinin merupakan

vasodilator atau agen yang menyebabkan pembuluh darah

mengalami vasodilatasi. Kaptopril menyebabkan kadar bradikinin dalam jaringan

meningkat, sehingga aliran datah di otak dan tekanan intrakranial meningkat.

2.3.8 Nimodipine

Nimodipine adalah calcium channel blocker dengan efek minimum

terhadap konduksi jantung, efek utamanya adalah membuka arteri cerebral untuk

mengurangi vasopasme dan merupakan terapi untuk stroke hemorhagik yang

disertai infeksi. Nimodipine direkomendasikan untuk mengurangi resiko dan

keparahan defisit neurologik pada stroke hemoragik. Nimodipine dengan dosis

60mg setiap 4 jam harus diberikan saat diagnosis dan dilanjutkan selama 21 hari

pada seluruh pasien yang mengalami perdarahan subarachnoid. Hal yang perlu

diperhatikan sebagai parameter kritis adalah tekanan darah, fungsi neuron, kondisi

perfusi, dan suhu tubuh. (Dipiro, 2008).

18
2.3.9 Diazepam

Diazepam Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam

yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA)

sebagai mediator pada sistim syaraf pusat untuk pengobatan jangka pendek pada

gejala ansietas dan sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot

rangka karena inflamasi atau trauma; nipertdnisitairotot (kelainan motorik

serebral, paraplegia) sehingga pemberian diazepam sudah tepat indikasi

2.3.10 Asam Traneksamat

Asam traneksamat merupakan obat antifibrinolitik yang diberikan untuk

mengurangi perdarahan, dengan cara mencegah disolusi clot pembekuan darah

akibat perdarahan (Allen, 2012). Penyebab manifestasi yang buruk dari stroke

perdarahan subarakhnoid yaitu perdarahan kembali, perdarahan tersebut terjadi

dari disolusi gumpalan darah pada pembuluh darah yang pecah. Antifibrinolitik

diberikan dengan maksud mengurangi resiko kejadian perdarahan ulang (Roos

dkk., 2008).

2.3.11 Mannitol

Mannitol merupakan terapi suportif pada keadaan stroke hemorhagik

untuk menurunkan tekanan intracranial karena edema serebral. Kenaikan tekanan

intrakranial dan adanya edema serebral pada hemoragik dapat terjadi karena efek

gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma

darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan

serebrospinal ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak,

peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat

dikurangi.

19
2.3.12 Fenitoin

Fenitoin adalah suatu preparat kejang yang berguna untuk mengatasi status

epileptikus. Mekanisme kerja utama pada korteks motoris yang menghambat

penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan peningkatan

pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang

rangsang terhadap hipereksitabilitas disebabkan perangsangan yang berlebihan.

Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan

dengan terjadinya kejang.

2.3.13 Citicoline

Citicoline (cytidine diphosphocholine) adalah neuroprotektan untuk

kondisi yang berhubungan dengan gejala disfungsi neurologis. Peran pentingnya

dalam sintesis fosfolipid membran sel dan pembentukannya berdasarkan tingkat

sintesis fosfatidilkolin, peningkatan integritas struktural dan sinyal untuk

membran sel, mendukung sintesis asetilkolin, dan sintesis betaine (methyl

donor). Citicoline menyediakan sumber cholin dan cytidine bagi otak yang efisien

digunakan untuk menghasilkan fosfolipid. Hal ini juga dapat menurunkan

produksi radikal bebas pada kondisi iskemik dan merangsang sintesis glutation

dan aktivitas glutation reduktase. Selain itu tambahan studi lain telah menemukan

bahwa citicoline dapat meningkatkan pelebaran pembuluh darah pada hewan

dengan cedera otak mikrosirkulasi, secara signifikan meningkatkan aliran darah

otak. Citicoline menunjukkan efek restoratif saraf, mungkin melalui tindakan pada

sistem dopaminergik dari sistem saraf pusat (SSP). Hal ini adalah hasil dari

aktivasi tirosin hidroksilase dan penghambatan reuptake dopamin, yang

berhubungan dengan aktivitas citicoline pada jalur sintetis fosfolipid.

20
BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM

21
3.1 Identitas Pasien

Nama : KB

Nomor MR :00.65.91.58

Tanggal lahir :03 Agustus 1954

Umur : 61 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Ranto Peureulak, Aceh Timur

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 160 cm

Ruangan : Rindu A4 (Neurologi) (III.1.3)

Pembayaran : JKN

Tanggal masuk : 11 November 2015

Pukul : 22:54 WIB

3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan

3.2.1 Riwayat penyakit terdahulu

Pasien memiiki riwayat penyakit maag dan hipertensi

3.2.2 Riwayat penyakit Keluarga

Hipertensi pada sebagian besar keluarga.

3.2.3 Riwayat Sosial

Baik.

3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu

22
Tidak ada

3.3 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUP H. Adam Malik

Pasien masuk ke RSUP H. Adam Malik melalui instalasi gawat darurat

(IGD) pada tanggal 11 November 2015 tengah malam dengan keluhan utama

penurunan kesadaran sebelum masuk rumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi

secara perlahan-lahan sejak 7 hari lalu, awalnya pasien mengalami demam sejak

12 hari lalu bersifat naik turun, kemudian semakin memicu nyeri kepala sejak dua

minggu yang dirasakan di seluruh lapangan kepala kiri. Muntah menyembur

dialami pasien sejak 5 hari dengan frekuensi dua kali sehari, riwayat kejang sejak

5 hari lalu, kejang mengerikan dengan durasi 10 menit, kejang terakhir 3 hari

yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi namun keluarga tidak mengetahui

riwayat hiperkolesterol dan DM.

3.3 Pemeriksaaan Penunjang

Selama di rawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani beberapa

pemeriksaan, seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan Laboratorium Patologi

Klinik, pemeriksaan penunjang head CT-Scan, dan foto thorax.

3.3.1 Pemeriksaan Fisik

Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani

pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.1

berikut ini.

Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan fisik

23
Tanggal Sensorium TD HR RR T (oC)
Pemeriksaan (mmHg) (x/menit) (x/menit)
11/11 S 170/90 118 26 38,5
12/11 S 150/100 88 24 36,4
13/11 S 160/90 122 18 38,4
14/11 S 110/55 80 18 37,1
15/11 S 110/70 94 20 37,5
16/11 S 150/70 100 32 38,4
17/11 S 140/90 80 24 38
Keterangan: S = Sopar (tidak sadar), BP = blood preasure, HR = heart rate, RR =
respiratory rate, T = temperature.

3.3.2 Pemeriksaan Patologi Klinik

Pemeriksaan patologi klinik merupakan pemeriksaan yang penting dalam

mendiagnosa penyakit pasien. Pasien telah melakukan pemeriksaan Laboratorium

Patologi Klinik untuk memastikan diagnosa penyakit pasien.


Hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik

a. Hematologi
Jenis Satuan Tanggal dan waktu pemeriksaan Rujukan
Pemeriksaan Unit 12-11-15
Darah Lengkap
(CBC)
Hemoglobin g% 13,4 11,7-15,5
Eritrosit (RBC) 106/mm3 4,91 4,20-4,87
Leukosit (WBC) 103/mm3 18,79 4,5-11,0
Trombosit (PLT) 103/mm3 445 150-450

b. Metabolisme Karbohidrat
Jenis Satuan Tanggal dan waktu pemeriksaan Rujukan
Pemeriksaan Unit 12-11-15 13-11-15
Glukosa darah mg/dL 163 - 70-120
Puasa
Glukosa Darah 2 mg/dL 193 228,3 <200
Jam PP
HbA1c % 6,5 4,8-5,9
d. Ginjal
Jenis Satuan Tanggal dan waktu pemeriksaan Rujukan
Pemeriksaan Unit 12-11-15 13-11-15
Ureum mg/dL 71 64 <50
Kreatinin mg/dL 0,8 0,95 0,70-1,20
Asam urat mg/dL 3,3 14,5 <5,7

24
e. Elektrolit
Jenis Satuan Tanggal dan waktu pemeriksaan Rujukan
Pemeriksaan Unit 12-11-15 13-11-15
Natrium (Na) mEq/L 148 127 135-155
Kalium (K) mEq/L 5,4 4,4 3,6-5,5
Klorida (Cl) mEq/L 105 93 96-106

f. Analisa Gas Darah


Jenis Satuan Tanggal dan waktu pemeriksaan Rujukan
Pemeriksaan Unit 12-11-15 16-11-15
pH 7,44 7,45 7,35-7,45
pCO2 44 36,6 38-42
pO2 190 60,5 85-100
Bikarbonat 29,9 24,8 22-26
(HCO3)
Total CO2 31,3 25,9 19-25
Kelebihan Basa 5,1 1,0 (-2) - (+2)
(BE)
Saturasi O2 100 91,6 95-100

g. Lemak
Jenis Satuan Tanggal dan waktu pemeriksaan Rujukan
Pemeriksaan Unit 12-11-15
Kolesterol Total mg/dl 241 <200
Trigliserida mg/dl 236 40-200
Kolesterol HDL mg/dl 31 >65
Kolesterol LDL mg/dl 154 <150

g. Hati
Jenis Satuan Tanggal dan waktu pemeriksaan Rujukan
Pemeriksaan Unit 12-11-15
AST/SGOT U/L 71 <32
ALT/SGPT U/L 36 <31

h. Lain-lain
Jenis Satuan Tanggal dan waktu pemeriksaan Rujukan
Pemeriksaan Unit 12-11-15
Procalcitonin 2,57 <0,5

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Radiologi (Foto Thorax)


Tanggal Pengamatan Kesimpulan
12-11-2015 Kedua sinus costophrenicus lancip, kedua Tidak tampak
diafragma licin. kelainan pada cord
Tidak tampak infiltrat pada kedua lapangan dan pulmo.
paru. Aorta kalsifikasi.
Jantung ukuran normal CTR <50%. Aorta
kalsifikasi

25
Trakea di tengah.
Tulang-tulang dan soft tissue baik

Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan head CT-Scan


Tanggal Pengamatan Kesimpulan
17-11-2015 Tampak dilatasi ventrikel lateralis dan Hidrosefalus
ventrikel 3. ringan dapat
Tampak lesi hiperdens di fissure disebabkan
interhemisfer. obstruksi di
Tidak tampak midline shift. akuaduktus sylvii.
Intfratentorial cerebellum dan ventrikel IV Perdarahan
tampak normal subarachnoid.
Dibandingkan CT
Scan tanggal 02
November, dilatasi
ventrikel
bertambah

3.4 Terapi

Selama pasien dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien menerima obat-

obatan yang sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam formularium

nasional yang dikeluarkan oleh Menkes RI. Namun, ada 2 item obat yang

diresepkan dokter yang tidak berdasarkan formularium nasional yaitu nimodipine

dan citicolin. Pemberian terapi kepada pasien bertujuan untuk menyembuhkan

penyakit yang telah didiagnosis.. Adapun obat yang diberikan pada pasien

ditunjukkan pada Tabel berikut:

Tabel 3.10 Obat-obat yang diterima pasien


Sediaan
Tanggal Jenis obat Dosis Rute
Bentuk Kekuatan
11-11-15 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
- Deksametason Injeksi 5 mg/ ml 5 mg/6 jam IV
- Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infuse 500ml 20 tetes/menit IV

26
12-11-15 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
- Deksametason Injeksi 5 mg/ ml 5 mg/6 jam IV
- Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- Asam
traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8 jam IV
- Manitol Injeksi 20% 125mg/8jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12 jam IV
- Diazepam Injeksi 5 mg/ml 5 mg/24 jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral
13-11-14 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
- Deksametason Injeksi 10 mg/ 2 ml 5 mg/6 jam IV
- Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- Asam
traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8jam IV
- Manitol Injeksi 20% 125 mg/8 jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral
14-11-15 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
- Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- Asam
traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8jam IV
- Manitol Injeksi 20% 125 mg/8 jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral
15-11-15 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
- Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- Asam
traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8jam IV
- Manitol Injeksi 20% 125 mg/8 jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral

27
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral

16-11-15 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV


- Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- Asam
traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8jam IV
- Manitol Injeksi 20% 125 mg/8 jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral
- Antasida syrup 4x1 C Oral
Syrup
17-11-15 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 2 g/ 12 jam IV
- Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- Asam
traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8jam IV
- Manitol Injeksi 250 ml 125 mg/8 jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- Furosemid Injeksi 10mg/ml 10mg/24jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien masuk ke RSUP H. Adam Malik melalui instalasi gawat darurat

(IGD) pada tanggal 11 November 2015 tengah malam dengan keluhan utama

penurunan kesadaran sebelum masuk rumah sakit. Terjadi secara perlahan-lahan

sejak 7 hari lalu, awalnya pasien mengalami demam sejak 12 hari lalu bersifat

naik turun, kemudian semakin memicu nyeri kepala sejak dua minggun yang

dirasakan di seluruh lapangan kepala kiri. Muntah menyembur dialami pasien

sejak 5 hari dengan frekuensi dua kali sehari, riwayat kejang sejak 5 hari lalu,

kejang mengerikan dengan durasi 10 menit, kejang terakhir 3 hari yang lalu.

Pasien memiliki riwayat hipertensi namun keluarga tidak mengetahui riwayat

hiperkolkesterol dan DM.

Pemeriksaan fisik pasien adalah sebagai berikut:

- Kesadaran : tidak sadar

- Tekanan darah : 170/90 mmHg

- Nadi : 118 x/ menit

- Suhu : 38,5 OC

- Pernafasan : 26 x/ menit

- Keadaan gizi : baik

Hasil pemeriksaan, diagnosa sementara adalah stroke hemorhagik. Pasien

dimasukkan ke ruangan rawat inap dari IGD. Lalu keluarga psien mengisi biodata

di bagian informasi dan melengkapi berkas administrasi untuk mendapatkan

medical record (MR), dan untuk pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat

inap di Rindu A4 Neurologi kamar III-1 bed 3.

29
Selama dirawat, pasien mendapat terapi obat-obatan, pasien juga menjalani

pemeriksaan radiologi foto thorax pada tanggal 12 November 2015, head CT-scan

menunjukkan bahwa telah terjadi perdarahan subarachnoid.

Pemantauan terapi obat dilakukan untuk melihat apakah penggunaan obat

untuk terapi pasien diberikan secara rasional. Rasionalitas penggunaan obat

meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan waspada efek

samping obat. Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan obat

yang diberikan. Penyampaian informasi penting tentang obat disampaikan secara

langsung kepada pasien dan keluarganya untuk meningkatkan pemahaman pasien

mengenai obat, dan kepada tenaga kesehatan lainnya terkait dengan efektifitas

obat dan stabilitas obat dalam bentuk rekomendasi kepada dokter dan perawat.

4.1 Pembahasan tanggal 11 November 2015

Keadaan umum pasien dengan kondisi subjektif penurunan kesadaran dan

objektif sebagai berikut:

Tanggal Sensorium TD (mmHg) HR (x/menit) RR (x/menit) Suhu (C)


11/11 Tidak sadar 170/90 118 26 38,5

Tabel 4.1 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 11 November 2015
Sediaan
Tanggal Jenis obat Dosis Rute
Bentuk Kekuatan
11 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
November - Deksametason Injeksi 5 mg/ ml 5 mg/6 jam IV
2015 - Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Injeksi 500ml 20 tetes/menit IV

4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien

30
Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan

nama, tanggal lahir, dan no RM pasien. Obat yang diberikan kepada pasien juga

sesuai dengan nama yang tertera pada etiket.

Hasil pemeriksaan fisik, pasien menggunakan gelang berwarna merah

muda. Pasien mengalami kelemahan anggota gerak. Dokter mendiagnosa bahwa

pasien menderita stroke hemoragik

4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pemberian Ringer Solution ditujukan untuk memperbaiki kondisi pasien

dalam keadaan lemah. Ringer Solution merupakan terapi yang penting untuk

menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan terapi pemulihan untuk

mengurangi jumlah cairan yang hilang. Pemberian Ringer Solution sudah tepat

indikasi.

Seftriakson merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga dengan

spektrum luas yang diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri gram positif dan gram negatif. Berdasarkan pengkajian awal medic, pasien

menderita demam lebih dari 12 hari. Hal ini menunjukkan pasien mengalami

infeksi. Jadi penggunaan seftriakson sebagai terapi empiris untuk mengobati

infeksi.

Deksametason adalah kortikosteroid yang mempunyai aktivitas

glukokortikoid. Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan edema serebral.

Dalam tumor sistem saraf pusat, kortikosteroid telah ditemukan tidak hanya untuk

mengurangi peritumoral dan edema vasogenik otak, tetapi juga mengurangi

peningkatan tekanan intrakranial (Nahaczewski, et al., 2004). Dari hasil

31
pengkajian awal medic, pasien didiagnosa mengalami peadangan ekstra cranial

sehingga pemberian Deksametason sudah tepat indikasi.

Ranitidin adalah antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 bekerja

dengan menghambat sekresi asam lambung. Perangsangan reseptor H 2 akan

merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin sekresi

asam lambung dihambat (Dewoto, 2007). Pasien memiliki riwayat penyakit maag

dan mendapatkan terapi deksametason yang efek sampingnya adalah gangguan

saluran cerna sehingga pemberian ranitidin sebagai penghambat sekresi asam

lambung sudah tepat indikasi.

4.1.3 Pengkajian Tepat Obat

Ringer Solution adalah pilihan tepat untuk memperbaiki kondisi pasien

yang sangat lemah. Ringer Solution mengandung elektrolit yang merupakan bahan

utama dalam terapi penggantian cairan tubuh sehingga pemberian Ringer Solution

sudah tepat obat.

Seftriakson merupakan golongan sefalosporin yang diindikasikan untuk

mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif.

Akan tetapi penggunaannya masih secara empiris oleh dokter sehingga perlu

dianjurkan untuk uji kultur segera untuk mengetahui hasil kultur kuman dan

antibiotik yang resisten dan sensitif pada pasien, sehingga dapat diberikan

antibiotik yang definitif. Oleh karena itu pemberian seftriakson tidak tepat obat.

Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan edema serebral. Dari hasil

pengkajian awal medik yang dilakukan menunjukkan pasien mengalami

peradangan sehingga pemberian Deksametason sudah tepat obat.

32
Ranitidin adalah antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 bekerja

dengan menghambat sekresi asam lambung. Pemberian ranitidin ditujukan untuk

mengatasi hipersekresi asam lambung karena penyakit maag pasien dan efek

samping dari deksametason sehingga pemberian ranitidin ini telah tepat obat.

4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis

Pengkajian dosis obat yang diberikan kepada pasien dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengkajian tepat dosis pada tanggal 11 November 2015


Nama Obat Bentuk Dosis Dosis Lama Ket
Sediaan dan Lazim yang Pembe-
Kekuatan Diberika rian
n
- Seftriakson Injeksi 1 -2 g/ hari 1 g/ 12 jam 7 hari (4- Tepat
14 hari)
- Deksametason Injeksi 0,75-9mg/ 5 mg/6 jam 2 hari (2- Tepat
hari 4 hari)
- Ranitidin Injeksi 50 mg/6- 50 mg/12
8jam jam
7 hari Tidak
tepat
- IVFD R Sol Injeksi 5-7,7 20
ml/KgBB/ja tetes/menit Tepat
m (sesuai
kondisi)

4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping obat dan interaksi obat yang tidak

diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping obat dan

interaksi obat oleh Apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam

mengoptimalkan terapi pasien. Dari daftar efek samping obat-obat yang didapat

pasien, tidak ditemukan adanya efek samping yang terjadi. Efek samping dan

interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada tabel 4.15.

33
Tabel 4.15 Efek samping dan interaksi obat
No Nama Obat Efek Samping Interaksi
Obat
1 IVFD R Sol Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi Tidak ada
karena larutannya atau cara
pemberiannya, termasuk timbulnya
panas, iritasi, dan infeksi pada tempat
penyuntikan dan ekstravasasi.
2 Seftriakson Gangguan saluran cerna, reaksi
hipersensitif, sakit kepala, peningkatan
BUN, SGOT, SGPT, nyeri pada
tempat injeksi, anafilaksis,
tromboflebitis
3 Ranitidin Diare, nyeri otot, pusing, ruam kulit,
mual, konstipasi, penurunan jumlah
sel darah putih dan platelet pada
beberapa penderita
4 Dexamethasone Tukak lambung, hipersensitif,
gangguan fungsi ginjal

4.4.6 Kategori Drug Related Problems (DRPs)

Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang dialami pasien dapat dilihat

pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Kategori Drug Related Problems (DRPs) pada tanggal 11


November 2015
No Kategori DRPs Penyebab DRPs
1 Pasien memiliki indikasi Hasil pengkajian awal medik diperoleh tekanan
penyakit namun tidak darah yang tinggi (170/90), perlu mendapatkan
menerima terapi obat antihipertensi.
Pasien mengalami gangguan saraf,maka perlu
mendapatkan neuroprotektan
2 Pasien menerima terapi Pasien beresiko mengalami resistensi akibat
obat namun beresiko pemberian terapi seftriakson tanpa uji kultur
terkena efek samping
obat

4.4.7 Rekomendasi untuk dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi:

34
- Menyarankan kepada dokter untuk memberikan terapi antihipertensi dan

neuroprotektan
- Menyarankan kepada dokter untuk melakukan uji kultur untuk mengetahui

hasil kultur kuman dan antibiotik yang resisten dan sensitif pada pasien,

sehingga dapat diberikan antibiotik yang definitif.

4.4.8 Rekomendasi untuk perawat

Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk memberi

obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya kepada pasien,

mengisi lembar pemberian tepat waktu, menempatkan obat di lemari obat yang

sesuai dengan barcode pasien untuk mencegah salah pemberian obat dan menjaga

kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan.

4.4.9 Edukasi pasien

Edukasi kepada pasien oleh apoteker dimaksudkan agar pasien

menggunakan obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya dan

menjaga pola makan dan gaya hidup untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Adapun edukasi yang dilakukan meliputi:

- Menanyakan apakah pasien menerima terapi obat atau tidak.


- Memeriksa ketepatan penggunaan obat pada pasien.
- Menjelaskan indikasi dari pengobatan yang diterima pasien.
- Memantau apakah ada reaksi efek samping yang timbul dari obat yang

digunakan pasien.
- Menjelaskan tentang pola makan dan gaya hidup yang dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien.

4.2 Pembahasan tanggal 12-13 November 2015


Keadaan umum pasien dengan kondisi subjektif penurunan kesadaran dan

objektif sebagai berikut:

Tanggal Sensorium TD (mmHg) HR (x/menit) RR (x/menit) Suhu (C)


12/11 S 150/100 88 24 36,4

35
13/11 S 160/90 122 18 38,4

Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 12-13 November 2015


Sediaan
Tanggal Jenis obat Dosis Rute
Bentuk Kekuatan
12-13 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
November - Deksametason Injeksi 5 mg/ ml 5 mg/6 jam IV
2015 - Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
- Asam traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8 jam IV
- Manitol Injeksi 20% 125mg/8jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12jam IV
- Diazepam Injeksi 5 mg/ml 5 mg/24 jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral

4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien

Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan

nama, tanggal lahir, dan no RM pasien. Obat yang diberikan kepada pasien juga

sesuai dengan nama yang tertera pada etiket.

Hasil pemeriksaan fisik, pasien menggunakan gelang berwarna merah

muda. Pasien mengalami kelemahan anggota gerak. Hasil pemeriksaan

laboratorium hematologi tanggal 12 November 2014 diketahui bahwa nilai

leukosit pasien diatas normal yaitu 18,79 (rujukan 4,5-11,0) yang menunjukkan

bahwa pasien mengalami infeksi. Nilai leukosit yang tinggi juga menunjukkan

pasien mengalami peradangan. Kesimpulan diagnosa dokter bahwa pasien stroke

hemorrhagic dan Hipertensi.

4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pemberian Ringer Solution ditujukan untuk memperbaiki kondisi pasien

dalam keadaan lemah. Ringer Solution merupakan terapi yang penting untuk

36
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan terapi pemulihan untuk

mengurangi jumlah cairan yang hilang. Pemberian Ringer Solution sudah tepat

indikasi.

Seftriakson merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga dengan

spektrum luas yang diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri gram positif dan gram negatif. Berdasarkan laboratorium tanggal 12

November 2015 kadar leukosit pasien diatas normal yaitu 18,79 (Normal 4,5-

11,0). Hasil ini menunjukkan pasien mengalami infeksi. Jadi penggunaan

seftriakson sudah tepat indikasi.

Deksametason adalah kortikosteroid yang mempunyai aktivitas

glukokortikoid. Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan edema serebral.

Dalam tumor sistem saraf pusat, kortikosteroid telah ditemukan tidak hanya untuk

mengurangi peritumoral dan edema vasogenik otak, tetapi juga mengurangi

peningkatan tekanan intrakranial (Nahaczewski, et al., 2004). Dari hasil

pemeriksaan penunjang yang dilakukan, nilai leukosit pasien tinggi yang

menunjukkan pasien mengalami peradangan sehingga pemberian Deksametason

sudah tepat indikasi.

Ranitidin adalah antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 bekerja

dengan menghambat sekresi asam lambung. Perangsangan reseptor H 2 akan

merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin sekresi

asam lambung dihambat (Dewoto, 2007). Pasien memiliki riwayat penyakit maag

dan mendapatkan terapi ketorolak dan deksametason yang efek sampingnya

adalah gangguan saluran cerna sehingga pemberian ranitidin sebagai penghambat

sekresi asam lambung sudah tepat indikasi.

37
Ketorolak adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (AINS),

yang biasa digunakan untuk analgetik pada pengobatan nyeri ringan hingga berat

paska operasi termasuk pada nyeri paska bedah ortopedi, antipiretik dan anti

inflamasi (McEvoy, 2011). Hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pasien mengeluh

rasa sakit sehingga pemberian ketorolak ditujukan sebagai analgetik sudah tepat

indikasi.

Asam traneksamat merupakan obat antifibrinolitik yang diberikan untuk

mengurangi perdarahan, dengan cara mencegah disolusi clot pembekuan darah

akibat perdarahan (Allen, 2012). Penyebab manifestasi yang buruk dari stroke

perdarahan subarakhnoid yaitu perdarahan kembali, perdarahan tersebut terjadi

dari disolusi gumpalan darah pada pembuluh darah yang pecah. Antifibrinolitik

diberikan dengan maksud mengurangi resiko kejadian perdarahan ulang (Roos

dkk., 2008).

Mannitol merupakan terapi suportif pada keadaan stroke hemorhagik

untuk menurunkan tekanan intracranial karena edema serebral. Kenaikan tekanan

intrakranial dan adanya edema serebral pada hemoragik dapat terjadi karena efek

gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma

darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan

serebrospinal ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak,

peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat

dikurangi.

Nimodipine adalah calcium channel blocker dengan efek minimum

terhadap konduksi jantung, efek utamanya adalah membuka arteri cerebral untuk

mengurangi vasopasme dan merupakan terapi untuk stroke hemorhagik yang

38
disertai infeksi. Nimodipine direkomendasikan untuk mengurangi resiko dan

keparahan defisit neurologik pada stroke hemoragik. Nimodipine dengan dosis

60mg setiap 4 jam harus diberikan saat diagnosis dan dilanjutkan selama 21 hari

pada seluruh pasien yang mengalami perdarahan subarachnoid. Hal yang perlu

diperhatikan sebagai parameter kritis adalah tekanan darah, fungsi neuron, kondisi

perfusi, dan suhu tubuh. (Dipiro, 2008).

Kaptopril merupakan salah obat dari golongan Angiotensin-converting

enzime (ACE) inhibitor atau obat yang bekerja dengan cara menghambat kerja

dari enzim pengkonversi angiotensin. Kaptopril merupakan agen ACE inhibitor

yang pertama kali dikembangkan dan dianggap sebagai terobosan baru yang baik

karena mekanisme kerjanya yang terbilang revolusioner. Kaptopril digunakaan

secara luas dalam penanganan kasus hipertensi. Kaptopril dapat digunakan secara

tunggal atau dikombinasi dengan agen antihipertensi lainnya dalam

pengelolaan hipertensi sehingga pemberian captopril sudah tepat indikasi.

Parasetamol adalah derivat asetanilida yang merupakan metabolit dari

fenasetin memiliki khasiat analgetik dan antipiretis tetapi tidak anti radang.

Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman,

juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri) (Tjay dan Raharja, 2002). Dari

hasil pemeriksaan, pasien mengeluh demam dan nyeri sehingga pemberian

parasetamol sudah tepat indikasi.

Diazepam Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama

diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat

(GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat untuk pengobatan jangka

pendek pada gejala ansietas dan sebagai terapi tambahan untuk meringankan

39
spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma; nipertdnisitairotot (kelainan

motorik serebral, paraplegia) sehingga pemberian diazepam sudah tepat indikasi.

Fenitoin adalah suatu preparat kejang yang berguna untuk mengatasi status

epileptikus. Mekanisme kerja utama pada korteks motoris yang menghambat

penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan peningkatan

pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang

rangsang terhadap hipereksitabilitas disebabkan perangsangan yang berlebihan.

Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan

dengan terjadinya kejang. Pasien mengalami kejang sehingga penggunaan fenitoin

sudah tepat indikasi.

Citicoline (cytidine diphosphocholine) adalah neuroprotektan untuk

kondisi yang berhubungan dengan gejala disfungsi neurologis. Peran pentingnya

dalam sintesis fosfolipid membran sel dan pembentukannya berdasarkan tingkat

sintesis fosfatidilkolin, peningkatan integritas struktural dan sinyal untuk

membran sel, mendukung sintesis asetilkolin, dan sintesis betaine (methyl

donor). Citicoline menyediakan sumber cholin dan cytidine bagi otak yang efisien

digunakan untuk menghasilkan fosfolipid. Hal ini juga dapat menurunkan

produksi radikal bebas pada kondisi iskemik dan merangsang sintesis glutation

dan aktivitas glutation reduktase. Selain itu tambahan studi lain telah menemukan

bahwa citicoline dapat meningkatkan pelebaran pembuluh darah pada hewan

dengan cedera otak mikrosirkulasi, secara signifikan meningkatkan aliran darah

otak. Citicoline menunjukkan efek restoratif saraf, mungkin melalui tindakan pada

sistem dopaminergik dari sistem saraf pusat (SSP). Hal ini adalah hasil dari

aktivasi tirosin hidroksilase dan penghambatan reuptake dopamin, yang

40
berhubungan dengan aktivitas citicoline pada jalur sintetis fosfolipid sehingga

pemberian citicoline sudah tepat indikasi.

Vitamin B kompleks merupakan vitamin yang larut dalam air dan tidak

dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus didapatkan dari asupan makanan yang

dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan tubuh terhadap vitamin ini. Pemberian

vitamin B kompleks ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan multivitamin dan

mempercepat penyembuhan pasien sehingga pemberian vitamin B kompleks

sudah tepat indikasi.

4.1.3 Pengkajian Tepat Obat

Ringer Solution adalah pilihan tepat untuk memperbaiki kondisi pasien

yang sangat lemah. Ringer Solution mengandung elektrolit yang merupakan bahan

utama dalam terapi penggantian cairan tubuh sehingga pemberian Ringer Solution

sudah tepat obat.

Seftriakson merupakan golongan sefalosporin yang diindikasikan untuk

mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif.

Akan tetapi penggunaannya masih secara empiris oleh dokter sehingga perlu

dianjurkan untuk uji kultur segera untuk mengetahui hasil kultur kuman dan

antibiotik yang resisten dan sensitif pada pasien, sehingga dapat diberikan

antibiotik yang definitif. Oleh karena itu pemberian seftriakson tidak tepat obat.

Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan edema serebral. Dari hasil

pemeriksaan penunjang yang dilakukan, nilai leukosit pasien tinggi yang

menunjukkan pasien mengalami peradangan sehingga pemberian Deksametason

sudah tepat obat.

41
Ranitidin adalah antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 bekerja

dengan menghambat sekresi asam lambung. Pemberian ranitidin ditujukan untuk

mengatasi hipersekresi asam lambung karena penyakit maag pasien dan efek

samping dari ketorolak dan deksametason sehingga pemberian ranitidin ini telah

tepat obat.

Ketorolak diindikasikan sebagai analgetik untuk manajemen nyeri skala

sedang. Dari hasil pemeriksaan, pasien mengeluh merasakan nyeri di bagian kaki

dengan skala 6 ( nyeri sedang). Pemberian ketorolak sudah tepat obat.

Citicoline adalah neuroprotektan yang diindikasikan pada pasien yang

mengalami deficit neurologik karena gangguan perfusi serebral. Citicoline

memberikan efek restoratif saraf, mungkin melalui tindakan pada sistem

dopaminergik dari sistem saraf pusat (SSP) sehingga pemberian citicoline sudah

tepat obat.

Mannitol merupakan terapi suportif pada keadaan stroke hemorhagik

untuk menurunkan tekanan intracranial karena edema serebral. Manitol bekerja

untuk meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan peningkatan air

dari jaringan, termasuk otak dan cairan serebrospinal ke dalam cairan interstisial

dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan intrakranial serta volume

dan cairan serebrospinal dapat dikurangi. Pemberian infus mannitol sudah tepat

obat.

Nimodipine adalah calcium channel blocker dengan efek minimum

terhadap konduksi jantung, efek utamanya adalah membuka arteri cerebral untuk

mengurangi vasopasme dan merupakan terapi untuk stroke hemorhagik yang

disertai infeksi sehingga pemberian nimodipine sudah tepat obat.

42
Captopril adalah agen penghambat konversi enzim angiotensin I dan

berguna sebagai vasodilator dalam pengelolaan hipertensi secara umum sehingga

kombinasinya dengan CCB nimodipine sudah tepat obat.

Diazepam untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas dan

sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi

atau trauma; nipertdnisitairotot (kelainan motorik serebral, paraplegia) sehingga

pemberian diazepam sudah tepat obat.

Fenitoin adalah agen antikonvulsi yang diindikasikan pada pasien yang

mengalami kejang otot. Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang

otak yang berhubungan dengan terjadinya kejang. Pasien mengalami kejang,

sehingga pemberian fenitoin sudah tepat obat.

Pemberian parasetamol ditujukan sebagai antipiretik dan analgesik,

sehingga pemberian parasetamol telah tepat obat.

Pemberian vitamin B kompleks ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

multivitamin dan mempercepat penyembuhan pasien sehingga pemberian vitamin

B kompleks sudah tepat obat.

4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis

Pengkajian dosis obat yang diberikan kepada pasien dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengkajian tepat dosis pada tanggal 12-13 November 2015
Nama Obat Bentuk Dosis Dosis Lama Ket
Sediaan dan Lazim yang Pembe-
Kekuatan Diberika rian
n
- Seftriakson Injeksi 1g/ml 1 -2 g/ hari 1 g/ 12 jam 7 hari (4- Tepat
14 hari)
- Deksametason Injeksi 5mg/ml 0,75-9mg/ 5 mg/6 jam 2 hari (2- Tepat
hari 4 hari)
- Ranitidin Injeksi 50 mg/6- 50 mg/12
7 hari Tidak
50mg/2ml 8jam jam

43
tepat
- IVFD R Sol Injeksi 500ml 5-7,7 20
ml/KgBB/ja tetes/menit Tepat
m (sesuai
kondisi)
- Asam Injeksi
traneksamat\ 100mg/ml 500mg/6- 500mg/8ja
8jam (Maks m 6 hari Tepat
75mg/Kg/har
Injeksi 20% i)
- Manitol 500ml 1,5-2g/kg/ 125mg/ 6 hari Tepat
24jam 8jam
- Ketorolak Injeksi 10-30mg/4- 30mg/12 5 hari Tepat
30mg/ml 6jam jam

- Diazepam Injeksi 2-10mg/6- 5mg/24jam Tepat


5mg/ml 12jam

- Citicoline Injeksi 250-500mg/ 250mg/


250mg/2ml 12-24 jam 12jam 5hari Tepat

- Captopril Tablet 25mg 12,5-50mg 25mg/ 6 hari Tepat


12jam
- Fenitoin Capsul 100mg 100mg/2-4x 100mg/ Tepat
sehari 24jam

- Parasetamol Tablet 500mg 500-1000mg/ 500mg/ 6 hari Tepat


3-4x sehari 8jam
- Nimodipine Tablet 30mg 30-60mg/ 2- 4x 60mg
6 hari Tidak
4jam
tepat
- Vit. B 3x1 hari
complex 6 hari Tepat

4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping obat dan interaksi obat yang tidak

diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping obat dan

interaksi obat oleh Apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam

mengoptimalkan terapi pasien. Dari daftar efek samping obat-obat yang didapat

pasien, tidak ditemukan adanya efek samping yang terjadi. Efek samping dan

interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 4.15 Efek samping dan interaksi obat


No Nama Obat Efek Samping Interaksi Obat

44
1 IVFD R Sol Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi Obat-makanan: -
karena larutannya atau cara
pemberiannya, termasuk timbulnya
panas, iritasi, dan infeksi pada tempat Obat-Obat:
penyuntikan dan ekstravasasi. Deksametason
2 Seftriakson Gangguan saluran cerna, reaksi dan Ketorolak
hipersensitif, sakit kepala, peningkatan Pengunaan
BUN, SGOT, SGPT, nyeri pada bersamaan dapat
tempat injeksi, anafilaksis, meningkatakan
tromboflebitis resiko terjadinya
3 Ranitidin Diare, nyeri otot, pusing, ruam kulit, GI ulcer
mual, konstipasi, penurunan jumlah
sel darah putih dan platelet pada
beberapa penderita

4 Dexamethason Tukak lambung, hipersensitif,


e gangguan fungsi ginjal
5 - Asam Mual, muntah, pusing, anoreksia, sakit
traneksamat kepala, hipotensi
6 - Manitol Gangguan keseimbangan elektrolite.
Rasa tidak enak pada saluran cerna,
haus, sakit kepala, pusing, kedinginan,
nyeri dada, hiponatremia, dehidrasi,
penglihatan kabur, urtikaria, hipotensi
atau hipertensi
7 - Ketorolak Dyspepsia, sakit kepala, mengantuk,
nyeri pada tempat suntikan, nyeri GI,
diare, berkeringat, nausea, pusing,
edema
8 - Diazepam Retensi urin, hipotensi, depresi nafas
9 - Citicoline Ruam,insomnia, sakitkepala, kejang,
dada tertekan, dyspnea
10 - Captopril Batuk kering, hipotensi, peningkatan
ureum dan kratinin, ruam,
trombositopenia, neutropenia, anemia
11 - Fenitoin Nistagmus, ataksia, pusing, mual,
konstipasi, dermatitis, SJS,
trombositopenia, leucopenia,
gangguan immunoglobulin
12 - Parasetamol Penggunaan jangka panjang
menyebabkan Hepatotoksik, tukak
lambung
13 - Nimodipine Hipotensi
14 - Vitamin B
complex

45
4.4.6 Kategori Drug Related Problems (DRPs)

Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang dialami pasien dapat dilihat

pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Kategori Drug Related Problems (DRPs) pada tanggal 12-13
November 2015
No Kategori DRPs Penyebab DRPs
1 Pasien memiliki indikasi Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
penyakit namun tidak nilai kadar glukosa darah tinggi (KGD puasa
menerima terapi obat yaitu 163 mg/DL, HbA1C 6,5%) namun tidak
menerima terapi antidiabetik
Hasil pemeriksaan kolesterol total 241 mg/dl
namun tidak mendapat antikolesterol
2 Pasien menerima terapi Pasien beresiko mengalami resistensi akibat
obat namun beresiko pemberian terapi seftriakson tanpa uji kultur
terkena efek samping
obat

4.4.7 Rekomendasi untuk dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi:

- Menyarankan kepada dokter untuk memberikan terapi antidiabetik dan

antikolesterol
- Menyarankan kepada dokter untuk melakukan uji kultur untuk mengetahui

hasil kultur kuman dan antibiotik yang resisten dan sensitif pada pasien,

sehingga dapat diberikan antibiotik yang definitif.

4.4.9 Rekomendasi untuk perawat

Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk memberi

obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya kepada pasien,

mengisi lembar pemberian tepat waktu, menempatkan obat di lemari obat yang

sesuai dengan barcode pasien untuk mencegah salah pemberian obat dan menjaga

kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan.

4.4.9 Edukasi pasien

46
Edukasi kepada pasien oleh apoteker dimaksudkan agar pasien

menggunakan obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya dan

menjaga pola makan dan gaya hidup untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Adapun edukasi yang dilakukan meliputi:

- Menanyakan apakah pasien menerima terapi obat atau tidak.


- Memeriksa ketepatan penggunaan obat pada pasien.
- Menjelaskan indikasi dari pengobatan yang diterima pasien.
- Memantau apakah ada reaksi efek samping yang timbul dari obat yang

digunakan pasien.
- Menjelaskan tentang pola makan dan gaya hidup yang dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien.

4.2 Pembahasan tanggal 14-16 November 2015


Keadaan umum pasien dengan kondisi subjektif penurunan kesadaran dan

objektif sebagai berikut:

Tanggal Sensorium TD (mmHg) HR (x/menit) RR (x/menit) Suhu (C)


14/11 S 110/55 80 18 37,1
15/11 S 110/70 94 20 37,5
16/11 S 150/70 100 32 38,4

Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 14-16 November 2015


Sediaan
Tanggal Jenis obat Dosis Rute
Bentuk Kekuatan
12-13 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
November - Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
2015 - Asam traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8 jam IV
- Manitol Injeksi 20% 125mg/8jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12jam IV
- Diazepam Injeksi 5 mg/ml 5 mg/24 jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral

47
4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien

Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan

nama, tanggal lahir, dan no RM pasien. Obat yang diberikan kepada pasien juga

sesuai dengan nama yang tertera pada etiket.

Hasil pemeriksaan fisik, pasien menggunakan gelang berwarna merah

muda. Pasien mengalami kelemahan anggota gerak. Hasil pemeriksaan

laboratorium hematologi tanggal 12 November 2014 diketahui bahwa nilai

leukosit pasien diatas normal yaitu 18,79 (rujukan 4,5-11,0) yang menunjukkan

bahwa pasien mengalami infeksi. Nilai leukosit yang tinggi juga menunjukkan

pasien mengalami peradangan. Kesimpulan diagnosa dokter bahwa pasien stroke

hemorrhagic dan Hipertensi.

4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pemberian Ringer Solution ditujukan untuk memperbaiki kondisi pasien

dalam keadaan lemah. Ringer Solution merupakan terapi yang penting untuk

menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan terapi pemulihan untuk

mengurangi jumlah cairan yang hilang. Pemberian Ringer Solution sudah tepat

indikasi.

Seftriakson merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga dengan

spektrum luas yang diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri gram positif dan gram negatif. Berdasarkan laboratorium tanggal 12

November 2015 kadar leukosit pasien diatas normal yaitu 18,79 (Normal 4,5-

11,0). Hasil ini menunjukkan pasien mengalami infeksi. Jadi penggunaan

seftriakson dilanjutkan sudah tepat indikasi.

48
Ranitidin adalah antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 bekerja

dengan menghambat sekresi asam lambung. Perangsangan reseptor H 2 akan

merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin sekresi

asam lambung dihambat (Dewoto, 2007). Pasien memiliki riwayat penyakit maag

dan mendapatkan terapi ketorolak yang efek sampingnya adalah gangguan saluran

cerna sehingga pemberian ranitidin sebagai penghambat sekresi asam lambung

sudah tepat indikasi.

Ketorolak adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (AINS),

yang biasa digunakan untuk analgetik pada pengobatan nyeri ringan hingga berat

paska operasi termasuk pada nyeri paska bedah ortopedi, antipiretik dan anti

inflamasi (McEvoy, 2011). Hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pasien mengeluh

rasa sakit sehingga pemberian ketorolak ditujukan sebagai analgetik sudah tepat

indikasi.

Asam traneksamat merupakan obat antifibrinolitik yang diberikan untuk

mengurangi perdarahan, dengan cara mencegah disolusi clot pembekuan darah

akibat perdarahan (Allen, 2012). Penyebab manifestasi yang buruk dari stroke

perdarahan subarakhnoid yaitu perdarahan kembali, perdarahan tersebut terjadi

dari disolusi gumpalan darah pada pembuluh darah yang pecah. Antifibrinolitik

diberikan dengan maksud mengurangi resiko kejadian perdarahan ulang (Roos

dkk., 2008).

Mannitol merupakan terapi suportif pada keadaan stroke hemorhagik

untuk menurunkan tekanan intracranial karena edema serebral. Kenaikan tekanan

intrakranial dan adanya edema serebral pada hemoragik dapat terjadi karena efek

gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma

49
darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan

serebrospinal ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak,

peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat

dikurangi.

Nimodipine adalah calcium channel blocker dengan efek minimum

terhadap konduksi jantung, efek utamanya adalah membuka arteri cerebral untuk

mengurangi vasopasme dan merupakan terapi untuk stroke hemorhagik yang

disertai infeksi. Nimodipine direkomendasikan untuk mengurangi resiko dan

keparahan defisit neurologik pada stroke hemoragik. Nimodipine dengan dosis

60mg setiap 4 jam harus diberikan saat diagnosis dan dilanjutkan selama 21 hari

pada seluruh pasien yang mengalami perdarahan subarachnoid. Hal yang perlu

diperhatikan sebagai parameter kritis adalah tekanan darah, fungsi neuron, kondisi

perfusi, dan suhu tubuh. (Dipiro, 2008).

Kaptopril merupakan salah obat dari golongan Angiotensin-converting

enzime (ACE) inhibitor atau obat yang bekerja dengan cara menghambat kerja

dari enzim pengkonversi angiotensin. Kaptopril merupakan agen ACE inhibitor

yang pertama kali dikembangkan dan dianggap sebagai terobosan baru yang baik

karena mekanisme kerjanya yang terbilang revolusioner. Kaptopril digunakaan

secara luas dalam penanganan kasus hipertensi. Kaptopril dapat digunakan secara

tunggal atau dikombinasi dengan agen antihipertensi lainnya dalam

pengelolaan hipertensi sehingga pemberian captopril sudah tepat indikasi.

Parasetamol adalah derivat asetanilida yang merupakan metabolit dari

fenasetin memiliki khasiat analgetik dan antipiretis tetapi tidak anti radang.

Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman,

50
juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri) (Tjay dan Raharja, 2002). Dari

hasil pemeriksaan, pasien mengeluh demam dan nyeri sehingga pemberian

parasetamol sudah tepat indikasi.

Diazepam Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama

diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat

(GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat untuk pengobatan jangka

pendek pada gejala ansietas dan sebagai terapi tambahan untuk meringankan

spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma; nipertdnisitairotot (kelainan

motorik serebral, paraplegia) sehingga pemberian diazepam sudah tepat indikasi.

Fenitoin adalah suatu preparat kejang yang berguna untuk mengatasi status

epileptikus. Mekanisme kerja utama pada korteks motoris yang menghambat

penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan peningkatan

pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang

rangsang terhadap hipereksitabilitas disebabkan perangsangan yang berlebihan.

Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan

dengan terjadinya kejang. Pasien mengalami kejang sehingga penggunaan fenitoin

sudah tepat indikasi.

Citicoline (cytidine diphosphocholine) adalah neuroprotektan untuk

kondisi yang berhubungan dengan gejala disfungsi neurologis. Peran pentingnya

dalam sintesis fosfolipid membran sel dan pembentukannya berdasarkan tingkat

sintesis fosfatidilkolin, peningkatan integritas struktural dan sinyal untuk

membran sel, mendukung sintesis asetilkolin, dan sintesis betaine (methyl

donor). Citicoline menyediakan sumber cholin dan cytidine bagi otak yang efisien

digunakan untuk menghasilkan fosfolipid. Hal ini juga dapat menurunkan

51
produksi radikal bebas pada kondisi iskemik dan merangsang sintesis glutation

dan aktivitas glutation reduktase. Selain itu tambahan studi lain telah menemukan

bahwa citicoline dapat meningkatkan pelebaran pembuluh darah pada hewan

dengan cedera otak mikrosirkulasi, secara signifikan meningkatkan aliran darah

otak. Citicoline menunjukkan efek restoratif saraf, mungkin melalui tindakan pada

sistem dopaminergik dari sistem saraf pusat (SSP). Hal ini adalah hasil dari

aktivasi tirosin hidroksilase dan penghambatan reuptake dopamin, yang

berhubungan dengan aktivitas citicoline pada jalur sintetis fosfolipid sehingga

pemberian citicoline sudah tepat indikasi.

Vitamin B kompleks merupakan vitamin yang larut dalam air dan tidak

dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus didapatkan dari asupan makanan yang

dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan tubuh terhadap vitamin ini. Pemberian

vitamin B kompleks ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan multivitamin dan

mempercepat penyembuhan pasien sehingga pemberian vitamin B kompleks

sudah tepat indikasi.

4.1.3 Pengkajian Tepat Obat

Ringer Solution adalah pilihan tepat untuk memperbaiki kondisi pasien

yang sangat lemah. Ringer Solution mengandung elektrolit yang merupakan bahan

utama dalam terapi penggantian cairan tubuh sehingga pemberian Ringer Solution

sudah tepat obat.

Seftriakson merupakan golongan sefalosporin yang diindikasikan untuk

mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif.

Akan tetapi penggunaannya masih secara empiris oleh dokter sehingga perlu

dianjurkan untuk uji kultur segera untuk mengetahui hasil kultur kuman dan

52
antibiotik yang resisten dan sensitif pada pasien, sehingga dapat diberikan

antibiotik yang definitif. Oleh karena itu pemberian seftriakson tidak tepat obat.

Ranitidin adalah antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 bekerja

dengan menghambat sekresi asam lambung. Pemberian ranitidin ditujukan untuk

mengatasi hipersekresi asam lambung karena penyakit maag pasien dan efek

samping dari ketorolak sehingga pemberian ranitidin ini telah tepat obat.

Ketorolak diindikasikan sebagai analgetik untuk manajemen nyeri skala

sedang. Dari hasil pemeriksaan, pasien mengeluh merasakan nyeri di bagian kaki

dengan skala 6 ( nyeri sedang). Pemberian ketorolak sudah tepat obat.

Citicoline adalah neuroprotektan yang diindikasikan pada pasien yang

mengalami deficit neurologik karena gangguan perfusi serebral. Citicoline

memberikan efek restoratif saraf, mungkin melalui tindakan pada sistem

dopaminergik dari sistem saraf pusat (SSP) sehingga pemberian citicoline sudah

tepat obat.

Mannitol merupakan terapi suportif pada keadaan stroke hemorhagik

untuk menurunkan tekanan intracranial karena edema serebral. Manitol bekerja

untuk meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan peningkatan air

dari jaringan, termasuk otak dan cairan serebrospinal ke dalam cairan interstisial

dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan intrakranial serta volume

dan cairan serebrospinal dapat dikurangi. Pemberian infus mannitol sudah tepat

obat.

Nimodipine adalah calcium channel blocker dengan efek minimum

terhadap konduksi jantung, efek utamanya adalah membuka arteri cerebral untuk

53
mengurangi vasopasme dan merupakan terapi untuk stroke hemorhagik yang

disertai infeksi sehingga pemberian nimodipine sudah tepat obat.

Captopril adalah agen penghambat konversi enzim angiotensin I dan

berguna sebagai vasodilator dalam pengelolaan hipertensi secara umum sehingga

kombinasinya dengan CCB nimodipine sudah tepat obat.

Diazepam untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas dan

sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi

atau trauma; nipertdnisitairotot (kelainan motorik serebral, paraplegia) sehingga

pemberian diazepam sudah tepat obat.

Fenitoin adalah agen antikonvulsi yang diindikasikan pada pasien yang

mengalami kejang otot. Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang

otak yang berhubungan dengan terjadinya kejang. Pasien mengalami kejang,

sehingga pemberian fenitoin sudah tepat obat.

Pemberian parasetamol ditujukan sebagai antipiretik dan analgesik,

sehingga pemberian parasetamol telah tepat obat.

Pemberian vitamin B kompleks ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

multivitamin dan mempercepat penyembuhan pasien sehingga pemberian vitamin

B kompleks sudah tepat obat.

4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis

Pengkajian dosis obat yang diberikan kepada pasien dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengkajian tepat dosis pada tanggal 14-16 November 2015
Nama Obat Bentuk Dosis Dosis Lama Ket
Sediaan dan Lazim yang Pembe-
Kekuatan Diberika rian
n
- Seftriakson Injeksi 1g/ml 1 -2 g/ hari 1 g/ 12 jam 7 hari (4- Tepat

54
14 hari)
- Deksametason Injeksi 5mg/ml 0,75-9mg/ 5 mg/6 jam 2 hari (2- Tepat
hari 4 hari)
- Ranitidin Injeksi 50 mg/6- 50 mg/12 7 hari Tidak
50mg/2ml 8jam jam
tepat
- IVFD R Sol Injeksi 500ml 5-7,7 20
ml/KgBB/ja tetes/menit Tepat
m (sesuai
kondisi)
- Asam Injeksi
traneksamat\ 100mg/ml 500mg/6- 500mg/8ja 6 hari Tepat
8jam (Maks m
75mg/Kg/har
Injeksi 20% i) 6 hari Tepat
- Manitol 500ml 1,5-2g/kg/ 125mg/
24jam 8jam
5 hari Tepat
- Ketorolak Injeksi 10-30mg/4- 30mg/12
30mg/ml 6jam jam

- Diazepam Injeksi 2-10mg/6- 5mg/24jam Tepat


5mg/ml 12jam

- Citicoline Injeksi 250-500mg/ 250mg/ 5hari Tepat


250mg/2ml 12-24 jam 12jam
6 hari Tepat
- Captopril Tablet 25mg 12,5-50mg 25mg/
12jam Tepat
- Fenitoin Capsul 100mg 100mg/2-4x 100mg/
sehari 24jam

- Parasetamol Tablet 500mg 500-1000mg/ 500mg/ 6 hari Tepat


3-4x sehari 8jam
- Nimodipine Tablet 30mg 30-60mg/ 2- 4x 60mg 6 hari Tidak
4jam tepat

- Vit. B 3x1 hari 6 hari Tepat


complex

4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping obat dan interaksi obat yang tidak

diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping obat dan

interaksi obat oleh Apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam

mengoptimalkan terapi pasien. Dari daftar efek samping obat-obat yang didapat

55
pasien, tidak ditemukan adanya efek samping yang terjadi. Efek samping dan

interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 4.15 Efek samping dan interaksi obat


No Nama Obat Efek Samping Interaksi Obat
1 IVFD R Sol Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi Obat-makanan: -
karena larutannya atau cara
pemberiannya, termasuk timbulnya
panas, iritasi, dan infeksi pada tempat Obat-Obat:
penyuntikan dan ekstravasasi. Deksametason
2 Seftriakson Gangguan saluran cerna, reaksi dan Ketorolak
hipersensitif, sakit kepala, peningkatan Pengunaan
BUN, SGOT, SGPT, nyeri pada bersamaan dapat
tempat injeksi, anafilaksis, meningkatakan
tromboflebitis resiko terjadinya
3 Ranitidin Diare, nyeri otot, pusing, ruam kulit, GI ulcer
mual, konstipasi, penurunan jumlah
sel darah putih dan platelet pada
beberapa penderita

4 - Asam Mual, muntah, pusing, anoreksia, sakit


traneksamat kepala, hipotensi
5 - Manitol Gangguan keseimbangan elektrolite.
Rasa tidak enak pada saluran cerna,
haus, sakit kepala, pusing, kedinginan,
nyeri dada, hiponatremia, dehidrasi,
penglihatan kabur, urtikaria, hipotensi
atau hipertensi
6 - Ketorolak Dyspepsia, sakit kepala, mengantuk,
nyeri pada tempat suntikan, nyeri GI,
diare, berkeringat, nausea, pusing,
edema
7 - Diazepam Retensi urin, hipotensi, depresi nafas
8 - Citicoline Ruam,insomnia, sakitkepala, kejang,
dada tertekan, dyspnea
9 - Captopril Batuk kering, hipotensi, peningkatan
ureum dan kratinin, ruam,
trombositopenia, neutropenia, anemia
10 - Fenitoin Nistagmus, ataksia, pusing, mual,
konstipasi, dermatitis, SJS,
trombositopenia, leucopenia,
gangguan immunoglobulin

56
11 - Parasetamol Penggunaan jangka panjang
menyebabkan Hepatotoksik, tukak
lambung
12 - Nimodipine Hipotensi
13 - Vitamin B
complex

4.4.6 Kategori Drug Related Problems (DRPs)

Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang dialami pasien dapat dilihat

pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Kategori Drug Related Problems (DRPs) pada tanggal 12-13
November 2015
No Kategori DRPs Penyebab DRPs
1 Pasien memiliki indikasi Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
penyakit namun tidak nilai kadar glukosa darah tinggi (KGD puasa
menerima terapi obat yaitu 163 mg/DL, HbA1C 6,5%) namun tidak
menerima terapi antidiabetik
Hasil pemeriksaan kolesterol total 241 mg/dl
namun tidak mendapat antikolesterol
2 Pasien menerima terapi Pasien beresiko mengalami resistensi akibat
obat namun beresiko pemberian terapi seftriakson tanpa uji kultur
terkena efek samping
obat

4.4.7 Rekomendasi untuk dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi:

- Menyarankan kepada dokter untuk memberikan terapi antidiabetik dan

antikolesterol
- Menyarankan kepada dokter untuk melakukan uji kultur untuk mengetahui

hasil kultur kuman dan antibiotik yang resisten dan sensitif pada pasien,

sehingga dapat diberikan antibiotik yang definitif.

4.4.10 Rekomendasi untuk perawat

Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk memberi

obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya kepada pasien,

57
mengisi lembar pemberian tepat waktu, menempatkan obat di lemari obat yang

sesuai dengan barcode pasien untuk mencegah salah pemberian obat dan menjaga

kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan.

4.4.9 Edukasi pasien

Edukasi kepada pasien oleh apoteker dimaksudkan agar pasien

menggunakan obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya dan

menjaga pola makan dan gaya hidup untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Adapun edukasi yang dilakukan meliputi:

- Menanyakan apakah pasien menerima terapi obat atau tidak.


- Memeriksa ketepatan penggunaan obat pada pasien.
- Menjelaskan indikasi dari pengobatan yang diterima pasien.
- Memantau apakah ada reaksi efek samping yang timbul dari obat yang

digunakan pasien.
Menjelaskan tentang pola makan dan gaya hidup yang dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien.

4.2 Pembahasan tanggal 17 November 2015


Keadaan umum pasien dengan kondisi subjektif penurunan kesadaran dan

objektif sebagai berikut:

Tanggal Sensorium TD (mmHg) HR (x/menit) RR (x/menit) Suhu (C)


17/11 S 140/90 80 24 38

Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 14-16 November 2015


Sediaan
Tanggal Jenis obat Dosis Rute
Bentuk Kekuatan
12-13 - Seftriakson Injeksi 1 g/vial 1 g/ 12 jam IV
November - Ranitidin Injeksi 50 mg/2 ml 50 mg/12 jam IV
2015 - Asam traneksamat Injeksi 100mg/ml 500mg/8 jam IV
- Manitol Injeksi 20% 125mg/8jam IV
- Ketorolak Injeksi 30mg/ml 30mg/12jam IV
- Diazepam Injeksi 5 mg/ml 5 mg/24 jam IV
- Citicoline Injeksi 125 mg/ml 250 mg/12 jam IV
- IVFD R Sol Infus 500 ml 20 tetes/menit IV

58
- Furosemid Injeksi 10mg/ml 10mg/24jam IV
- Captopril Tablet 25mg 25mg/12 jam Oral
- Antasida Syrup 4x 1C Oral
- Fenitoin Kapsul 100mg 100mg/24 jam Oral
- Parasetamol Tablet 500mg 500mg/24jam Oral
- Nimodipine Tablet 30 mg 60mg/6 jam Oral
- Vit. B complex Tablet 1 tablet/8jam Oral

4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien

Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan

nama, tanggal lahir, dan no RM pasien. Obat yang diberikan kepada pasien juga

sesuai dengan nama yang tertera pada etiket.

Hasil pemeriksaan fisik, pasien menggunakan gelang berwarna merah

muda. Pasien mengalami kelemahan anggota gerak. Hasil pemeriksaan

laboratorium hematologi tanggal 12 November 2014 diketahui bahwa nilai

leukosit pasien diatas normal yaitu 18,79 (rujukan 4,5-11,0) yang menunjukkan

bahwa pasien mengalami infeksi. Nilai leukosit yang tinggi juga menunjukkan

pasien mengalami peradangan. Kesimpulan diagnosa dokter bahwa pasien stroke

hemorrhagic dan Hipertensi.

4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pemberian Ringer Solution ditujukan untuk memperbaiki kondisi pasien

dalam keadaan lemah. Ringer Solution merupakan terapi yang penting untuk

menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan terapi pemulihan untuk

mengurangi jumlah cairan yang hilang. Pemberian Ringer Solution sudah tepat

indikasi.

Seftriakson merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga dengan

spektrum luas yang diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri gram positif dan gram negatif. Berdasarkan laboratorium tanggal 12

59
November 2015 kadar leukosit pasien diatas normal yaitu 18,79 (Normal 4,5-

11,0). Hasil ini menunjukkan pasien mengalami infeksi. Jadi penggunaan

seftriakson dilanjutkan sudah tepat indikasi.

Ranitidin adalah antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 bekerja

dengan menghambat sekresi asam lambung. Perangsangan reseptor H 2 akan

merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin sekresi

asam lambung dihambat (Dewoto, 2007). Pasien memiliki riwayat penyakit maag

dan mendapatkan terapi ketorolak yang efek sampingnya adalah gangguan saluran

cerna sehingga pemberian ranitidin sebagai penghambat sekresi asam lambung

sudah tepat indikasi.

Ketorolak adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (AINS),

yang biasa digunakan untuk analgetik pada pengobatan nyeri ringan hingga berat

paska operasi termasuk pada nyeri paska bedah ortopedi, antipiretik dan anti

inflamasi (McEvoy, 2011). Hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pasien mengeluh

rasa sakit sehingga pemberian ketorolak ditujukan sebagai analgetik sudah tepat

indikasi.

Asam traneksamat merupakan obat antifibrinolitik yang diberikan untuk

mengurangi perdarahan, dengan cara mencegah disolusi clot pembekuan darah

akibat perdarahan (Allen, 2012). Penyebab manifestasi yang buruk dari stroke

perdarahan subarakhnoid yaitu perdarahan kembali, perdarahan tersebut terjadi

dari disolusi gumpalan darah pada pembuluh darah yang pecah. Antifibrinolitik

diberikan dengan maksud mengurangi resiko kejadian perdarahan ulang (Roos

dkk., 2008).

60
Mannitol merupakan terapi suportif pada keadaan stroke hemorhagik

untuk menurunkan tekanan intracranial karena edema serebral. Kenaikan tekanan

intrakranial dan adanya edema serebral pada hemoragik dapat terjadi karena efek

gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma

darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan

serebrospinal ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak,

peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat

dikurangi.

Nimodipine adalah calcium channel blocker dengan efek minimum

terhadap konduksi jantung, efek utamanya adalah membuka arteri cerebral untuk

mengurangi vasopasme dan merupakan terapi untuk stroke hemorhagik yang

disertai infeksi. Nimodipine direkomendasikan untuk mengurangi resiko dan

keparahan defisit neurologik pada stroke hemoragik. Nimodipine dengan dosis

60mg setiap 4 jam harus diberikan saat diagnosis dan dilanjutkan selama 21 hari

pada seluruh pasien yang mengalami perdarahan subarachnoid. Hal yang perlu

diperhatikan sebagai parameter kritis adalah tekanan darah, fungsi neuron, kondisi

perfusi, dan suhu tubuh. (Dipiro, 2008).

Kaptopril merupakan salah obat dari golongan Angiotensin-converting

enzime (ACE) inhibitor atau obat yang bekerja dengan cara menghambat kerja

dari enzim pengkonversi angiotensin. Kaptopril merupakan agen ACE inhibitor

yang pertama kali dikembangkan dan dianggap sebagai terobosan baru yang baik

karena mekanisme kerjanya yang terbilang revolusioner. Kaptopril digunakaan

secara luas dalam penanganan kasus hipertensi. Kaptopril dapat digunakan secara

61
tunggal atau dikombinasi dengan agen antihipertensi lainnya dalam

pengelolaan hipertensi sehingga pemberian captopril sudah tepat indikasi.

Parasetamol adalah derivat asetanilida yang merupakan metabolit dari

fenasetin memiliki khasiat analgetik dan antipiretis tetapi tidak anti radang.

Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman,

juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri) (Tjay dan Raharja, 2002). Dari

hasil pemeriksaan, pasien mengeluh demam dan nyeri sehingga pemberian

parasetamol sudah tepat indikasi.

Diazepam Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama

diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat

(GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat untuk pengobatan jangka

pendek pada gejala ansietas dan sebagai terapi tambahan untuk meringankan

spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma; nipertdnisitairotot (kelainan

motorik serebral, paraplegia) sehingga pemberian diazepam sudah tepat indikasi.

Fenitoin adalah suatu preparat kejang yang berguna untuk mengatasi status

epileptikus. Mekanisme kerja utama pada korteks motoris yang menghambat

penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan peningkatan

pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang

rangsang terhadap hipereksitabilitas disebabkan perangsangan yang berlebihan.

Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan

dengan terjadinya kejang. Pasien mengalami kejang sehingga penggunaan fenitoin

sudah tepat indikasi.

Citicoline (cytidine diphosphocholine) adalah neuroprotektan untuk

kondisi yang berhubungan dengan gejala disfungsi neurologis. Peran pentingnya

62
dalam sintesis fosfolipid membran sel dan pembentukannya berdasarkan tingkat

sintesis fosfatidilkolin, peningkatan integritas struktural dan sinyal untuk

membran sel, mendukung sintesis asetilkolin, dan sintesis betaine (methyl

donor). Citicoline menyediakan sumber cholin dan cytidine bagi otak yang efisien

digunakan untuk menghasilkan fosfolipid. Hal ini juga dapat menurunkan

produksi radikal bebas pada kondisi iskemik dan merangsang sintesis glutation

dan aktivitas glutation reduktase. Selain itu tambahan studi lain telah menemukan

bahwa citicoline dapat meningkatkan pelebaran pembuluh darah pada hewan

dengan cedera otak mikrosirkulasi, secara signifikan meningkatkan aliran darah

otak. Citicoline menunjukkan efek restoratif saraf, mungkin melalui tindakan pada

sistem dopaminergik dari sistem saraf pusat (SSP). Hal ini adalah hasil dari

aktivasi tirosin hidroksilase dan penghambatan reuptake dopamin, yang

berhubungan dengan aktivitas citicoline pada jalur sintetis fosfolipid sehingga

pemberian citicoline sudah tepat indikasi.

Vitamin B kompleks merupakan vitamin yang larut dalam air dan tidak

dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus didapatkan dari asupan makanan yang

dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan tubuh terhadap vitamin ini. Pemberian

vitamin B kompleks ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan multivitamin dan

mempercepat penyembuhan pasien sehingga pemberian vitamin B kompleks

sudah tepat indikasi.

4.1.3 Pengkajian Tepat Obat

Ringer Solution adalah pilihan tepat untuk memperbaiki kondisi pasien

yang sangat lemah. Ringer Solution mengandung elektrolit yang merupakan bahan

63
utama dalam terapi penggantian cairan tubuh sehingga pemberian Ringer Solution

sudah tepat obat.

Seftriakson merupakan golongan sefalosporin yang diindikasikan untuk

mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif.

Akan tetapi penggunaannya masih secara empiris oleh dokter sehingga perlu

dianjurkan untuk uji kultur segera untuk mengetahui hasil kultur kuman dan

antibiotik yang resisten dan sensitif pada pasien, sehingga dapat diberikan

antibiotik yang definitif. Oleh karena itu pemberian seftriakson tidak tepat obat.

Ranitidin adalah antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 bekerja

dengan menghambat sekresi asam lambung. Pemberian ranitidin ditujukan untuk

mengatasi hipersekresi asam lambung karena penyakit maag pasien dan efek

samping dari ketorolak sehingga pemberian ranitidin ini telah tepat obat.

Ketorolak diindikasikan sebagai analgetik untuk manajemen nyeri skala

sedang. Dari hasil pemeriksaan, pasien mengeluh merasakan nyeri di bagian kaki

dengan skala 6 ( nyeri sedang). Pemberian ketorolak sudah tepat obat.

Citicoline adalah neuroprotektan yang diindikasikan pada pasien yang

mengalami deficit neurologik karena gangguan perfusi serebral. Citicoline

memberikan efek restoratif saraf, mungkin melalui tindakan pada sistem

dopaminergik dari sistem saraf pusat (SSP) sehingga pemberian citicoline sudah

tepat obat.

Mannitol merupakan terapi suportif pada keadaan stroke hemorhagik

untuk menurunkan tekanan intracranial karena edema serebral. Manitol bekerja

untuk meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan peningkatan air

dari jaringan, termasuk otak dan cairan serebrospinal ke dalam cairan interstisial

64
dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan intrakranial serta volume

dan cairan serebrospinal dapat dikurangi. Pemberian infus mannitol sudah tepat

obat.

Nimodipine adalah calcium channel blocker dengan efek minimum

terhadap konduksi jantung, efek utamanya adalah membuka arteri cerebral untuk

mengurangi vasopasme dan merupakan terapi untuk stroke hemorhagik yang

disertai infeksi sehingga pemberian nimodipine sudah tepat obat.

Captopril adalah agen penghambat konversi enzim angiotensin I dan

berguna sebagai vasodilator dalam pengelolaan hipertensi secara umum sehingga

kombinasinya dengan CCB nimodipine sudah tepat obat.

Diazepam untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas dan

sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi

atau trauma; nipertdnisitairotot (kelainan motorik serebral, paraplegia) sehingga

pemberian diazepam sudah tepat obat.

Fenitoin adalah agen antikonvulsi yang diindikasikan pada pasien yang

mengalami kejang otot. Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang

otak yang berhubungan dengan terjadinya kejang. Pasien mengalami kejang,

sehingga pemberian fenitoin sudah tepat obat.

Pemberian parasetamol ditujukan sebagai antipiretik dan analgesik,

sehingga pemberian parasetamol telah tepat obat.

Pemberian vitamin B kompleks ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

multivitamin dan mempercepat penyembuhan pasien sehingga pemberian vitamin

B kompleks sudah tepat obat.

4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis

65
Pengkajian dosis obat yang diberikan kepada pasien dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengkajian tepat dosis pada tanggal 14-16 November 2015
Nama Obat Bentuk Dosis Dosis Lama Ket
Sediaan dan Lazim yang Pembe-
Kekuatan Diberika rian
n
- Seftriakson Injeksi 1g/ml 1 -2 g/ hari 1 g/ 12 jam 7 hari (4- Tepat
14 hari)
- Deksametason Injeksi 5mg/ml 0,75-9mg/ 5 mg/6 jam 2 hari (2- Tepat
hari 4 hari)
- Ranitidin Injeksi 50 mg/6- 50 mg/12
7 hari Tidak
50mg/2ml 8jam jam
tepat
- IVFD R Sol Injeksi 500ml 5-7,7 20
ml/KgBB/ja tetes/menit Tepat
m (sesuai
kondisi)
- Asam Injeksi
traneksamat\ 100mg/ml 500mg/6- 500mg/8ja 6 hari Tepat
8jam (Maks m
75mg/Kg/har
Injeksi 20% i) 6 hari Tepat
- Manitol 500ml 1,5-2g/kg/ 125mg/
24jam 8jam
- Ketorolak Injeksi 10-30mg/4- 30mg/12
5 hari Tepat
30mg/ml 6jam jam

- Diazepam Injeksi 2-10mg/6- 5mg/24jam Tepat


5mg/ml 12jam 5hari

- Citicoline Injeksi 250-500mg/ 250mg/ 6 hari Tepat


250mg/2ml 12-24 jam 12jam
- Furosemid Injeksi 20-40mg/ 10mg/24ja 1 hari Tepat
10mg/ml PRN m

- Captopril Tablet 25mg 12,5-50mg 25mg/


12jam
6 hari
- Fenitoin Capsul 100mg 100mg/2-4x 100mg/
sehari 24jam 6 hari Tepat

- Parasetamol Tablet 500mg 500-1000mg/ 500mg/


3-4x sehari 8jam 6 hari Tepat
- Nimodipine Tablet 30mg 30-60mg/ 2- 4x 60mg
4jam Tidak
tepat
- Vit. B 3x1 hari
complex
Tepat

66
4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping obat dan interaksi obat yang tidak

diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping obat dan

interaksi obat oleh Apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam

mengoptimalkan terapi pasien. Dari daftar efek samping obat-obat yang didapat

pasien, tidak ditemukan adanya efek samping yang terjadi. Efek samping dan

interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada tabel 4.15.

Tabel 4.15 Efek samping dan interaksi obat


No Nama Obat Efek Samping Interaksi Obat
1 IVFD R Sol Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi Obat-makanan: -
karena larutannya atau cara
pemberiannya, termasuk timbulnya
panas, iritasi, dan infeksi pada tempat Obat-Obat:
penyuntikan dan ekstravasasi. Deksametason
2 Seftriakson Gangguan saluran cerna, reaksi dan Ketorolak
hipersensitif, sakit kepala, peningkatan Pengunaan
BUN, SGOT, SGPT, nyeri pada bersamaan dapat
tempat injeksi, anafilaksis, meningkatakan
tromboflebitis resiko terjadinya
3 Ranitidin Diare, nyeri otot, pusing, ruam kulit, GI ulcer
mual, konstipasi, penurunan jumlah
sel darah putih dan platelet pada
beberapa penderita

4 - Asam Mual, muntah, pusing, anoreksia, sakit


traneksamat kepala, hipotensi
5 - Manitol Gangguan keseimbangan elektrolite.
Rasa tidak enak pada saluran cerna,
haus, sakit kepala, pusing, kedinginan,
nyeri dada, hiponatremia, dehidrasi,
penglihatan kabur, urtikaria, hipotensi
atau hipertensi
6 - Ketorolak Dyspepsia, sakit kepala, mengantuk,
nyeri pada tempat suntikan, nyeri GI,
diare, berkeringat, nausea, pusing,
edema

67
7 - Diazepam Retensi urin, hipotensi, depresi nafas
8 - Citicoline Ruam,insomnia, sakitkepala, kejang,
dada tertekan, dyspnea
9 - Captopril Batuk kering, hipotensi, peningkatan
ureum dan kratinin, ruam,
trombositopenia, neutropenia, anemia
10 - Fenitoin Nistagmus, ataksia, pusing, mual,
konstipasi, dermatitis, SJS,
trombositopenia, leucopenia,
gangguan immunoglobulin
11 - Parasetamol Penggunaan jangka panjang
menyebabkan Hepatotoksik, tukak
lambung
12 - Nimodipine Hipotensi
13 - Vitamin B
complex

4.4.6 Kategori Drug Related Problems (DRPs)

Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang dialami pasien dapat dilihat

pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Kategori Drug Related Problems (DRPs) pada tanggal 17


November 2015
No Kategori DRPs Penyebab DRPs
1 Pasien memiliki indikasi Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
penyakit namun tidak nilai kadar glukosa darah tinggi (KGD puasa
menerima terapi obat yaitu 163 mg/DL, HbA1C 6,5%) namun tidak
menerima terapi antidiabetik
Hasil pemeriksaan kolesterol total 241 mg/dl
namun tidak mendapat antikolesterol
2 Pasien menerima terapi Pasien beresiko mengalami resistensi akibat
obat namun beresiko pemberian terapi seftriakson tanpa uji kultur
terkena efek samping
obat

4.4.7 Rekomendasi untuk dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi:

- Menyarankan kepada dokter untuk memberikan terapi antidiabetik dan

antikolesterol

68
- Menyarankan kepada dokter untuk melakukan uji kultur untuk mengetahui

hasil kultur kuman dan antibiotik yang resisten dan sensitif pada pasien,

sehingga dapat diberikan antibiotik yang definitif.

4.4.11 Rekomendasi untuk perawat

Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk memberi

obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya kepada pasien,

mengisi lembar pemberian tepat waktu, menempatkan obat di lemari obat yang

sesuai dengan barcode pasien untuk mencegah salah pemberian obat dan menjaga

kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan.

4.4.9 Edukasi pasien

Edukasi kepada pasien oleh apoteker dimaksudkan agar pasien

menggunakan obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya dan

menjaga pola makan dan gaya hidup untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Adapun edukasi yang dilakukan meliputi:

- Menanyakan apakah pasien menerima terapi obat atau tidak.


- Memeriksa ketepatan penggunaan obat pada pasien.
- Menjelaskan indikasi dari pengobatan yang diterima pasien.
- Memantau apakah ada reaksi efek samping yang timbul dari obat yang

digunakan pasien.
Menjelaskan tentang pola makan dan gaya hidup yang dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien.

69
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Pemantuan penggunaan obat pada pasien dengan inisial KB dengan diagnosa

stroke hemorrhagic dan hipertensi meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat

obat, tepat dosis dan waspada efek samping obat pada pasien. Berdasarkan

pemantauan tersebut pasien mengalami kategori DRPs yaitu:

- Pasien memiliki indikasi penyakit namun tidak menerima terapi obat yaitu

kadar glukosa darah dan kolesterol pasien tinggi namun tidak menerima

terapi antidiabetik dan antikolesterol.


- Pasien menerima terapi obat namun berisiko terkena efek samping obat,

yaitu pasien beresiko mengalami resistensi akibat pemberian terapi

seftriakson tanpa uji kultur.


- Pasien mendapat terapi obat tidak tepat yaitu pasien mendapat terapi mual

muntah yang tidak tepat

b. Rekomendasi yang diberikan kepada tenaga kesehatan lain dalam rangka

peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien yaitu:

- Kepada dokter: menyarankan pemberian obat antidiabetik dan

antikolesterol
- Kepada perawat: menyarankan agar pemberian obat dilakukan dengan

tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya kepada pasien dan

menjaga kestabilan obat-obat yang digunakan dalam terapi serta menjaga

kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan.


5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan terkait penilaian rasionalitas penggunaan

obat adalah:

70
- Diharapkan kepada dokter untuk memberikan terapi antidiabetik dan

antikolesterol
- Diharapkan kepada dokter untuk melakukan uji kultur

71
DAFTAR PUSTAKA

Anfaz. (2008). Manfaat Vitamin B Kompleks. Diunduh dari


www.bioalami.blogspot.com/manfaat-vitaminB-Kompleks.html
pada tanggal 29 November 2014.

Depkes RI. (2014). Undang-Undang RI No. 58 tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Dewoto, H.R. (2007).Autakoid, Agonis, dan Agonisnya. Farmakologi dan Terapi.


Edisi V. Jakarta: UI Press. Hal. 282.

Geias C., Ignaz G., and Christoph K. (2013). Acute Tetraparesis Secondary to
Bilateral Precentral Gyral Cerebral Ischemia: A Case Report. Journal of
Medical Case Reports. 61(7):3.

Ginsberg, Lionel. (2007). Lecture Notes Of Neurologi. Edisi VIII Jakarta:


Erlangga.

Goetz, C.G. (2007). Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical


Neurology. Edisi ke 3. Philadelphia: Saunders. Hal. 87-89.

Haq, I., Murphy, E., and Dacre, J. (2003). Osteoerthritis. Postgrad Med J: 79-377

Madiyono, B., dan Suherman, S.K. (2003). Pencegahan Stroke & Serangan
Jantung Pada Usia Muda. Jakarta: FK UI. Halaman 3-11.

Mardjono, M., dan Sidharta, P. (2010). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit
Dian Rakyat. Halaman 290-291.

Martindale. (2009). The Complete Drug Refence. Chicago: Pharmaceutical Press.

McEvoy, G.K. (2011). AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of


Health System Pharmacist.

Nahaczewski, A, Fowler, S.S., and Hariharan, S. (2004). Dexamethasone Therapy


in Patient with Brain Tumors A Focus on Tapering. Di unduh dari
www.ncbi.mlm.giv/pubmed/15673210 pada tanggal 1 November 2014.

Price, S.A., dan Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit jilid 2. Jakarta: EGC. Halaman 1110-1119.

Sabiston. (1994). Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC. Halaman 579-580.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia. Edisi VI. Jakarta: EGC.

72
Suherman, S.K. dan Ascobat, P. (2007). Adrenokortikotropin,
Adrenokortkikosteroid, Analog-Sintetik dan Antagonisnya. Farmakologi
dan Terapi. Edisi V. Jakarta: UI Press. Hal. 513.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Hal. 297.

Wilmana, P.F. dan Gan, S. (2007). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi


Nonsteroid dan obat Gangguan Sendi Lainnya. Farmakologi dan Terapi.
Edisi V. Jakarta: UI Press. Hal. 244.

73
Lampiran 1. Lembar Penilaian PPOSR pada Tanggal 15 November 2014

Terapi Obat Rasionalitas


Regimen Dosis
Pasein Indikasi Obat Dosis Saat Interval Lama Rute
Nama Obat kekuatan dosis Rute
Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian
T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT
20 tetes/
R Sol 500 ml IV
menit
1 g/ 12
Seftriakson 1 g/ vial IV
jam
10 mg/ 2 5 mg/ 6
Dexametason IV
ml jam
50 mg/ 2 50 mg/ 12
Ranitidin IV
ml jam
30 mg/ 8
Ketorolak 30 mg/ ml IV
jam
500 mg/ 500 mg/ 8
Parasetamol oral
tab jam
Vitamin B 1 tab/ 8
oral
comlpex jam

Ket: T : Tepat TT : Tidak Tepat

74
Lampiran 2. Lembar Penilaian PPOSR pada Tanggal 16 November 2014

Terapi Obat Rasionalitas


Regimen Dosis
Pasein Indikasi Obat Dosis Saat Interval Lama Rute
Nama Obat kekuatan dosis Rute
Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian
T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT
20 tetes/
R Sol 500 ml IV
menit
1 g/ 12
Seftriakson 1 g/ vial IV
jam
10 mg/ 2 5 mg/ 6
Dexametason IV
ml jam
50 mg/ 2 50 mg/ 12
Ranitidin IV
ml jam
30 mg/ 8
Ketorolak 30 mg/ ml IV
jam
500 mg/ 500 mg/ 8
Parasetamol oral
tab jam
Vitamin B 1 tab/ 8
oral
comlpex jam

Ket: T : Tepat TT : Tidak Tepat

75
Lampiran 3. Lembar Penilaian PPOSR pada Tanggal 17 November 2014

Terapi Obat Rasionalitas


Regimen Dosis
Pasein Indikasi Obat Dosis Saat Interval Lama Rute
Nama Obat kekuatan dosis Rute
Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian
T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT
20 tetes/
R Sol 500 ml IV
menit
1 g/ 12
Seftriakson 1 g/ vial IV
jam
10 mg/ 2 5 mg/ 6
Dexametason IV
ml jam
50 mg/ 2 50 mg/ 12
Ranitidin IV
ml jam
30 mg/ 8
Ketorolak 30 mg/ ml IV
jam
500 mg/ 500 mg/ 8
Parasetamol oral
tab jam
Vitamin B 1 tab/ 8
oral
comlpex jam

Ket: T : Tepat TT : Tidak Tepat

76
Lampiran 4. Lembar Penilaian PPOSR pada Tanggal 18 November 2014

Terapi Obat Rasionalitas


Regimen Dosis
Pasein Indikasi Obat Dosis Saat Interval Lama Rute
Nama Obat kekuatan dosis Rute
Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian
T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT
20 tetes/
R Sol 500 ml IV
menit
1 g/ 12
Seftriakson 1 g/ vial IV
jam
10 mg/ 2 5 mg/ 6
Dexametason IV
ml jam
50 mg/ 2 50 mg/ 12
Ranitidin IV
ml jam
500 mg/ 500 mg/ 8
Parasetamol oral
tab jam
Vitamin B 1 tab/ 8
oral
comlpex jam

Ket: T : Tepat TT : Tidak Tepat

77
Lampiran 5. Lembar Penilaian PPOSR pada Tanggal 19 November 2014

Terapi Obat Rasionalitas


Regimen Dosis
Pasein Indikasi Obat Dosis Saat Interval Lama Rute
Nama Obat kekuatan dosis Rute
Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian
T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT
20 tetes/
R Sol 500 ml IV
menit
1 g/ 12
Seftriakson 1 g/ vial IV
jam
50 mg/ 2 50 mg/ 12
Ranitidin IV
ml jam
500 mg/ 500 mg/ 8
Parasetamol oral
tab jam
Vitamin B 1 tab/ 8
oral
comlpex jam
300 mg/ 300 mg/
Allopurinol oral
tab 24 jam

Ket: T : Tepat TT : Tidak Tepat

78
Lampiran 6. Lembar Penilaian PPOSR pada Tanggal 20 November 2014

Terapi Obat Rasionalitas


Regimen Dosis
Pasein Indikasi Obat Dosis Saat Interval Lama Rute
Nama Obat kekuatan dosis Rute
Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian
T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT
20 tetes/
R Sol 500 ml IV
menit
1 g/ 12
Seftriakson 1 g/ vial IV
jam
50 mg/ 2 50 mg/ 12
Ranitidin IV
ml jam
500 mg/ 500 mg/ 8
Parasetamol oral
tab jam
Vitamin B 1 tab/ 8
oral
comlpex jam
300 mg/ 300 mg/
Allopurinol oral
tab 24 jam

Ket: T : Tepat TT : Tidak Tepat

79
Lampiran 7. Lembar Penilaian PPOSR pada Tanggal 21 November 2014

Terapi Obat Rasionalitas


Regimen Dosis
Pasein Indikasi Obat Dosis Saat Interval Lama Rute
Nama Obat kekuatan dosis Rute
Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian
T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT T TT
20 tetes/
R Sol 500 ml IV
menit
1 g/ 12
Seftriakson 1 g/ vial IV
jam
50 mg/ 2 50 mg/ 12
Ranitidin IV
ml jam
4 mg/ 8
Ondansetron 4 mg/ 2 ml IV
jam
500 mg/ 500 mg/ 8
Parasetamol oral
tab jam
Vitamin B 1 tab/ 8
oral
comlpex jam
300 mg/ 300 mg/
Allopurinol oral
tab 24 jam

Ket: T : Tepat TT : Tidak Tepat

80

Anda mungkin juga menyukai