Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Istilah cardiac arrest dikenal pula dengan istilah lain yaitu kegagalan sistem jantung
paru (cardiopulmonary arrest) atau kegagalan sistemsirkulasi (circulatoryarrest). Disini
terjadi akibat berhentinya secara tiba tiba peredaran darah yang normal menyebabkan
jantung gagal dalam berkontraksi. Cardiac arrest dibedakan dengan serangan jantung
(heart attact) walaupun seringkali serangan jantung merupakan penyebab dari cardia
carrest. (Emergency nurse assosiation. 2005)
Data dari American Heart Association Society (AHA) 2003 menunjukkan, peran
gagal jantung sebagai penyebab menurunnya kualitas hidup penderita dan penyebab
kematian bertambah. Di AS 4,8 juta penderita dengan gagal jantung dan setiap tahun
bertambah 550 ribu. Setiap tahun gagal jantung menyebabkan kematian 290 ribu orang.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah penderita gagal jantung mencapai 22
juta pasien pada tahun 2002. Sedangkan di Indonesia menurut catatan Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita (bagian kardoiologi FKUI) melaporkan peningkatan dari 9%
ditahun 1999 menjadi 11% ditahun 2001, dengan angka kematian 9% ditahun 2004
dengan angka kematian 8% di tahun 2007. Karena itulah, penanganan sedini mungkin
sangat dibutuhkan untuk mencapai angka mortalitas yang minimal.

2.1 Tujuan

1) Mengetahui pengertian Henti jantung (Cardiac Arrest).


2) Mengetahui Etiologi Henti Jantung.
3) Mengetahui Patofisiologi.
4) Mengetahui Tindakan yang dilakukan pada penderita Henti Jantung.
BAB II

KONSEP MEDIK

2.1 Definisi

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa
terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak.
Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan
tanda tampak (American Heart Association,2010). Jameson, dkk (2005), menyatakan
bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung
untuk berkontraksi secara efektif

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti
jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan
organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. (Tabrani,
1998)

Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko


tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi: a) Ada jejas di jantung akibat dari
serangan jantung terdahulu. b) Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy). c) Seseorang
yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung. d) Kelistrikan jantung yang tidak
normal. e) Pembuluh darah yang tidak normal. f) Penyalahgunaan obat.

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa
terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak.
Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan
tanda tampak (American Heart Association, 2010).

Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi
normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa
faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak,
sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupunserangan asma
yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot
jantung) dan obat-obatan (seperti salisilat, etanol, alkohol, antidepresan).
Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax.
Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran
darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai
berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Smeltzer, S. 2002

2.2 Etiologi

Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang


mendasari terjadinya cardiac arrest.
1. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal
sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari
cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen
ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah material (plak) yang
terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk
sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai
oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark.
Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut.
Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung,
meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.
2. Stress Fisik
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,
diantaranya:
1. perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam
2. sengatan listrik
3. kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan
asma yang berat
4. Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
5. Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki
gangguan jantung.
6. Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks
akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
3. Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga.
Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini
mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir
dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung
dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.
4. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat
menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat
mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung
akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga
dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.
5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain,
digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya
materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari
keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak
adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium
toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
6. Tamponade jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga
tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan
kematian.
7. Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara
akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam
paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi,
jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior)
tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

Etiologi henti jantung pada anak antara lain ialah:


A. Terhentinya sistem pernapasan secara tiba-tiba yang dapat di sebabkan karena:
1. Penyumbatan jalan napas:
a. Aspirasi cairan getah lambung atau benda asing.
b. Sekresi air yang terdapat di jalan napas,seperti pada tenggelam,edema
paru,lendir yang banyak.
c. Edema atau spasme saluran pernapasan sebelah atas dan atausebelah bawah.
d. Kelainan anatomik,misalnya atresia choanal.
2. Depresi susunan saraf pusat,yang dapat di sebabkan karena:
a. Obat-obatkan
b. Racun
c. Rudapaksa
d. Arus listrik tegangan tinggi
e. Edema otak
f. Hipoksia berat
g. Hiperkapnia
h. Penyakit susunan saraf pusat,seperti ensefalitis,poliomielitis,sindrom guilian
barre,dll.
3. Dehidrasi berat dan gangguan keseimbangan asam basa
4. paralisis neuromuskular
a. Rudapaksa
b. Arus listrik tegangan tinggi
c. Edema otak
d. Hipoksia berat
e. Hiperkapnia
f. Penyakit susunan saraf pusat,seperti ensefalitis,poliomielitis,sindrom guilian
barre,dll.
5. Thension pneumothoraksbilateral

B. Terhentinya peredaan darah secara tiba-tiba,yang dapat di sebabkan karena:


1. Hipoksia, asidosis,atau hiperkapnia karena penyakit paru atau karena penyakit
paru atau karena henti pernapasan secara tiba-tiba.
2. Rangsangan vagus misalnya karena pengisapan tenggkorak,endoskopi,dilatasi
rektum,operasi mata,dll.
3. Arus listrik teganggan tinggi
4. Obat-obatan,terutama digitalis,quinidin,kalium,obat anestesia
5. Aritmia yang hebat,karena obat-obatan,penyakit jantung,kateterisasi jantung dll.
6. Syok (trauma,perdarahan,sepsis,pada operasi dan pasca operasi,dehidrasi) dll.
7. Keadaan terminal pada berbagai penyakit
8. Obat-obatan intravena yang sering di gunakan pada angiografi,yang kadang-
kadang yang sering juga diberikan secara intraarteri.

C. Terganggunya fungsi sistem syaraf, yang terjadi sebagai akibat terganggunya sistem
persyarafan dan peredaran darah. Di dalam susunan saraf pusat terjadi iskemia,
hipoksia, dan hiperkapnia,asidosis, dan hipoglikemia,yang berakibat terganggunya
metabolisme otak di sertainya terjadinya edema serebri dan di ikuti dengan infark
serebri.Susunan saraf pusat sangat rentan terhadap keadaan tadi,urutan kerentanaan
tersebut ialah:
a. korteks serebri akan menderita kerusakan setelah 3-5 menit.
b. pusat pupil dan palpebra,setelah 5-10 menit.
c. serrebelum,setelah 10-15 menit.
d. pusat peredaran darah dan pernapasan,setelah 20-30 menit.
e. medula spinalis,setelah 45 menit.
f. ganglion simpatik ,setelah 60 menit.
KASUS TINDAKAN

Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit, sehingga
pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan prognosis; 30-45 detik.
sesudah henti jantung terjadi akan terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil
tindakan berupa:

1. Sirkulasi artifisial yang meningkatkan tekanan darah yang mengandung oksigen


dengan melakukan :

a. Masase jantung, anak ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras,
kemudian dngan telapak tangan di tekan secara kuat dan keras sehingga jantung
yang terdapat di antara sternum dan tulang belakang tertekan dan darah mengalir
ke arteriapumonalis dan aorta.Masase jantung yang baik terlihat hasilnya dari
terabanya kembali nadi arteri-atreri besar sedangkan pulihnya sirkulasi ke otak
dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali.

b. Pernapasan buatan.mula-mula bersihkan saluran pernapasan,kemudian ventilasi


di perbaiki dengan pernapan mulut ke melut/inflating bags atau secara
endotrakheal.ventilasi yang baik dapat di ketahui bila kemudian tampak ekspansi
dinding thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan dan kemudian jg warna kulit
akan menjadi normal kembali.

2. Memperbaiki irama jantung

a. Defibrilasi, yaitu bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel.
b. Obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor dan
epinefrin 3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial (pada bayi di
sela iga IV kiri dan pada anak di bagian yang lebih bawah) untuk meninggikan
tonus jantung,sedangkan asidosis metabolik di atasi dngn pemberian sodium
bikarbonat.bila di takutkan fibrilasi ventrikel kambuh,maka pemberian
lignokain 1% dan kalium klorida dapat menekan miokard yang mudah
terangsang.bila nadi menjadi lambat dan abnormal,maka perlu di berikan
isoproterenol.
3. Perawatan dan pengobatan komplikasi

a. perawatan:pengawasan tekanan darah,nadi,jantung;menghindari terjadinya


aspirasi (dipasang pipa lambung);mengetahui adanya anuri yang dini (di pasang
kateter kandung kemih).

b. pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang di sebabkan


nekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan pemberian ion exchange
resins,dialisis peritoneal serta pemberian cairan yang di batasi.kerusakan otak
di atasi dngan pemberian obat hiportemik dan obat untuk mengurangi edema
otak serta pemberian oksigen yang adekuat.

2.3 Tanda dan gejala

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010) yaitu:
a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak
ataupun cubitan. b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika
jalan pernafasan dibuka. c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis,
radialis).
Proses terjadinya cardiac arrest Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh
timbulnya aritmia: fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik
tanpa nadi (PEA), dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010). a) Fibrilasi
ventrikel Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak,
pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya
mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR
dan DC shock atau defibrilasi. b) Takhikardi ventrikel Mekanisme penyebab terjadinyan
takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls)
ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan
menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke
ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan
hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada
kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),
pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan
utama. c) Pulseless Electrical Activity (PEA) Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik
jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak
adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini
CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan. d) Asistole Keadaan ini ditandai
dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada monitor irama yang
terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil
adalah CPR.

Resusitasi Jantung Paru / Cardio Pulmonary Resusitation


a. Pengertian

Menurut Wong, yang dikutip dalam (Krisanty.dkk, 2009), Resusitasi Jantung-Paru (RJP)
adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru.
Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar yang
bertujuan untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke kondisi layak, dan
mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan ke kondisi normal (Nettina, 2006).
b. Prosedur

Cardio Pulmonary Resusitation Pada penanganan korban cardiac arrest dikenal istilah
rantai untuk bertahan hidup (chin of survival); cara untuk menggambarkan penanganan
ideal yang harus diberikan ketika ada kejadian cardiac arrest. Jika salah satu dari
rangkaian ini terputus, maka kesempatan korban untuk bertahan hidup menjadi
berkurang, sebaliknya jika rangkaian ini kuat maka korban mempunyai kesempatan besar
untuk bisa bertahan hidup. Menurut (Thygerson,2006), dia berpendapat bahwa chin of
survival terdiri dari 4 rangkaian: early acces, early CPR, early defibrillator,dan early
advance
care. a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan tanda
awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS. b. Early CPR: CPR
akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan otak, sampai defibrilator dan
petugas yang terlatih tersedia/datang. c. Early defibrillator: pada beberapa korban,
pemberian defibrilasi segera ke jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung. d.
Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan peralatan bantuan
pernafasan. Ketika jantung seseorang berhenti berdenyut, maka dia memerlukan tindakan
CPR segera. CPR adalah suatu tindakan untuk memberikan oksigen ke paru-paru dan
mengalirkan darah ke jantung dan otak dengan cara kompresi dada. Pemberian CPR
hampir sama antara bayi (0-1 tahun), anak(1-8 tahun), dan dewasa (8 tahun/lebih), hanya
dengan sedikit variasi (Thygerson,2006). Sebelum pelaksanaan prosedur, nilai kondisi
pasien secara berturut-turut: pastikan pasien tidak sadar, pastikan tidak bernafas, pastikan
nadi tidak berdenyut, dan interaksi yang konstan dengan pasien (Krisanty. dkk, 2009).
Prosedur CPR menurut (Nettina, 2006; Thygerson, 2006), adalah terdiri dari airway,
breathing dan circulation:
a) Menentukan ketiadaan respon/Kebersihan Jalan Nafas(airway):

(1). Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan menepuk atau
menggoyangkan pasien sambil bersuara keras Apakah anda baik-baik saja?

Rasionalisasi: hal ini akan mencegah timbulnya injury pada korban yang sebenarnya
masih dalam keadaan sadar. (2). Apabila pasien tidak berespon, minta seseorang yang
saat itu bersama kita untuk minta tolong (telp:118). Apabila kita sendirian, korbannya
dewasa dan di tempat itu tersedia telepon, panggil 118. Apabila kita sendiri, dan
korbannya bayi/anakanak, lakukan CPR untuk 5 siklus (2 menit), kemudian panggil 118.
(3). Posisikan pasien supine pada alas yang datar dan keras, ambil posisi sejajar dengan
bahu pasien. Jika pasien mempunyai trauma leher dan kepala, jangan gerakkan pasien,
kecuali bila sangat perlu saja. Rasionalisasi: posisi ini memungkinkan pemberi bantuan
dapat memberikan bantuan nafas dan kompresi dada tanpa berubah posisi. (4). Buka jalan
nafas (a). Head-tilt/chin-lift maneuver: letakkan salah satu tangan di kening pasien, tekan
kening ke arah belakang dengan menggunakan telapak tangan untuk mendongakkan
kepala pasien. Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang lainnya di dagu korban pada
bagian yang bertulang, dan angkat rahang ke depan sampai gigi mengatub. Rasionalisasi:
tindakan ini akan membebaskan jalan nafas dari sumbatan oleh lidah. (b). Jaw-thrust
maneuver: pegang sudut dari rahang bawah pasien pada masing-masing sisinya dengan
kedua tangan, angkat mandibula ke atas sehingga kepala mendongak. Rasionalisasi:
teknik ini adalah metode yang paling aman untuk membuka jalan nafas pada korban yang
dicurigai mengalami trauma leher.
b). Pernafasan (Breathing):

(1). Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara pandangan kita arahkan ke
dada pasien, perhatikan apakah ada pergerakan naik turun dada dan rasakan adanya udara
yang berhembus selama expirasi. (Lakukan 5-10 detik). Jika pasien bernafas, posisikan
korban ke posisi recovery(posisi tengkurap, kepala menoleh ke samping). Rasionalisasi:
untuk memastikan ada atau tidaknya pernafasan spontan. (2). Jika ternyata tidak ada,
berikan bantuan pernafasan mouth to
mouth atau dengan menggunakan amfubag. Selama memberikan bantuan pernafasan
pastikan jalan nafas pasien terbuka dan tidak ada udara yang terbuang keluar. Berikan
bantuan pernafasan sebanyak dua kali (masing-masing selama 2-4 detik). Rasionalisasi:
pemberian bantuan pernafasan yang adekuat diindikasikan dengan dada terlihat
mengembang dan mengempis, terasa adanya udara yang keluar dari jalan nafas dan
terdengar adanya udara yang keluar saat expirasi.
c). Circulation:

Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap mempertahankan terbukanya
jalan nafas dengan head tilt-chin lift yaitu satu tangan pada dahi pasien, tangan yang lain
meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral selama 5 sampai 10 detik. Jika denyut
nadi tidak teraba, mulai dengan kompresi dada. (1). Berlutut sedekat mungkin dengan
dada pasien. Letakkan bagian pangkal dari salah satu tangan pada daerah tengah bawah
dari sternum (2 jari ke arah cranial dari procecus xyphoideus). Jarijari bisa saling
menjalin atau dikeataskan menjauhi dada. Rasionalisasi: tumpuan tangan penolong harus
berada di sternum, sehingga tekanan yang diberikan akan terpusat di sternum, yang mana
akan mengurangi resiko patah tulang rusuk. (2). Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan
terkunci, posisi pundak berada tegak lurus dengan kedua tangan, dengan cepat dan
bertenaga tekan bagian tengah bawah dari sternum pasien ke bawah, 1 - 1,5 inch (3,8 - 5
cm) (3). Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal. Lamanya
pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya pemberian tekanan. Tangan jangan
diangkat dari dada pasien atau berubah posisi. Rasionalisasi: pelepasan tekanan ke dada
akan memberikan kesempatan darah mengalir ke jantung. (4). Lakukan CPR dengan dua
kali nafas buatan dan 30 kali kompresi dada. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali(2 menit).
Kemudian periksa nadi dan pernafasan pasien. Pemberian kompresi dada dihentikan jika:
a).telah tersedia AED (Automated External Defibrillator). b). korban menunjukkan tanda
kehidupan. c). tugas diambil alih oleh tenaga terlatih. d). penolong terlalu lelah untuk
melanjutkan pemberian kompresi. Rasionalisasi: bantuan nafas harus dikombinasi dengan
kompresi dada. Periksa nadi di arteri carotis, jika belum teraba lanjutkan pemberian
bantuan nafas dan kompresi dada. (5). Sementara melakukan resusitasi, secara simultan
kita juga menyiapkan perlengkapan khusus resusitasi untuk memberikan perawatan
definitive. Rasionalisasi; perawatan definitive yaitu termasuk di dalamnya pemberian
defibrilasi, terapi obat-obatan, cairan untuk mengembalikan keseimbangan asam-basa,
monitoring dan perawatan oleh tenaga terlatih di ICU. (6). Siapkan defibrillator atau AED
(Automated External Defibrillator) segera. CPR yang diberikan pada anak hanya
menggunakan satu tangan, sedangkan untuk bayi hanya menggunakan jari telunjuk dan
tengah. Ventrikel bayi dan anak terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan
harus dilakukan di bagian tengah tulang dada.

a. Tidak sadar (pada beberapa kasus terjadi kolaps tiba-tiba) .


b. Pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah secara
intermiten).
c. sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga.
d. pucat secara umum dan sianosi.
e. nadi karotis teraba.
f. Jika pernapasan buatan tidak segera dimulai, miokardium(otot jantung)akan
kekurangan oksigen yang di ikuti dengan henti napas.

Penanganan menggunakan resusitasi udara ekshalasi (EAR)

Penolong pertama harus meminta bantuan orang lain Sewaktu melakukan:


Penolong pertama harus di letakan dalam posisi datar/terlentang. Penolong pertama harus
berlutut di samping kepala korban dan yakin bahwa korban terbaring datar. dengan
menggunakan posisi chin_lift.Setelah mengambil napas panjang,penolong segera
melakukan napas buatan.Sementara melakukan pernapasan buatan pemeriksa harus
memeriksa nadi karotis setiap 2-3 kali/menit. Sekali korban mulai bernapas
spontan(resusitasi dari mulut ke mulut)korban harus di posisikan dlm posisi pemulihan.

2.4 Penatalaksanaan

Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu: (Respons awal,
Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support), Penanganan dukungan
kehidupan lanjutan (advanced life support), Asuhan pasca resusitasi dan Penatalaksanaan
jangka panjang)

Sistem perawatan dan peningkatan kualitas berkelanjutan


BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

A. PRIMER

1. AIRWAY/JALAN NAPAS

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel.

1) Look:lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapat sumbatan jalan


napas/tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding dada,ada/tidaknya penggunaan
otot-otot tambahan.

2) Listen : mendengar aliran udara pernapasan,suara pernapasan,ada bunyi napas


tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.

3) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya


Pergeseran/deviasi trakhea, ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis atau tidak.

Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :

a. Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan menyentuh,menggoyang


dan di beri rangsangan atau respon nyeri.

b. Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.

c. Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.

d. Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan
rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.

e. identifikasi dan keluarkan benda asing ( darah,muntahan, sekret,ataupun benda asing)


yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total dengan cara
memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma kepala).

f. Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan kepatenan


jalan napas.

g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

2. BREATHING/PERNAPASAN

Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen, feel.

1) Look:nadi karotis ada/ tidak, frekuensi pernapasan tidak ada dan tidak terlihat adanya
pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan
abnormal, periksa penggunaan otot bantu dll.

2) Listen : mendengar hembusan napas.

3) Feel: tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.

Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :

a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.

b. Berikan therapy O2 (oksigen).

c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo


tracheal tube (ETT) jika perlu.

d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.

e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema pulmonal,dll

3. CIRCULATION/SIRKULASIPemeriksaan/pengkajian :
1) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan karakternya

2) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis tindakan yang harus di lakukan perawat :

lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.

Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak.

1.) Perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih bernapas

2.) perhatikan apakah dada bayi bergerak.

3.) tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara.

4.) Jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak bernapas
jangan menguncang-guncangkan bayi.

5.) Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.

6.) Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras

7.) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan menepatkan tangan
anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari tangan yang lain di bawah tulang
rahang.berhati-hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat dan sedikit
tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah keatas.

8.) Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu bayi.

9.) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada 1,25 cm
sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.

PENGKAJIAN

1. PENGKAJIAN SUBJEKTIF
Untuk mendapatkan data subyektif perlu di pertimbangkan budaya
pasien,kemampuankognitif dan tingkat pertumbuhaan. Pengkajian tentang keluhan nyeri
termasuk tingkat keparahan, lokasi durasi,dan intensitas nyeri dengan menggunakan
mnemonicPQRST. Mnemonic PQRST untuk pengkajian nyeri.

P : Provokativ/Palliative

Apa yang menjadi penyebab,apakah ada hal yang menyebabkan kondisi


memburuk/membaik.apa yang di lakukan jika sakit/nyeri timbul. Apakah nyeri ini sampai
mengganggu tidur.

Q : Quallity/kualitas.

Seberapa berat keluhan di rasa,atau bagaimana rasanya.

R : Segion/radiasi.

Apakah sakitnya menyebar,seperti apa penyebarannya.

S : Skala severity

Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaran skala nyeri atau
ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran.

T : Time/waktu

Kapan keuhan tersebut mulai di rasakan/di temukan atau seberapa sering keluhan tersebut
di rasakan.

Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan lengkap dan pengkajian subjektif secara detail
jarang di lakukan atau di butuhkan.pengkajian di unit gawat darurat lebih di fokuskan
pada keluhan utama yamg di rasakan pasien.
2. PENGKAJIAN OBJEKTIF

Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da di ukur meliputi
TTV,BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik,hasil perekaman EKG, serta tes diagnostik.

3. PEMERIKSAAN FISIK

a. Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha pasien.Apakah pasien


sadar atau tidak,penampilan secara umum pasien (general apperance)
Rapi atau berantakan,melihat apakah pasien bernapas dengan tersengal-sengal,
bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan,atau
bengkak.Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh apakah ada nyeri,gangguan
neurologis,orthopedi,dan status mental.

b. Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru,jantung dan suara


peristaltik.Periksa kualitas suara,intensitas, dan durasi.Lakukan pemeriksaan auskultasi
sebelum di lakukan palpasi dan perkusi.

c. Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur


kulit,sensitifitas,tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi ringan untuk memeriksa denyut
nadi, deformitas,kekuatan otot,sedangkan palpasi dalam dapat di gunakan untuk
mengidentifikasi adanya massa, nyeri, ukuran, organ dan adanya kekakuan.

d. Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau kepadatan tulang dan
dapat di gunakan untuk membedakan struktur padat,berongga,atau adanya cairan.

4. PENGKAJIAN NEUROLOGIS

Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran pasien.untuk


mengetahui status neurologis dan mencatat perubahan setiap saat maka dapat di gunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan pediatrik glasgow coma scale pada anak-
anak yang belum bisa bicara.
5. PENGKAJIAN KARDIOVASKULER

Gunakan EKG 12 lead untk mengetahui atau menilai adanya abnormalitas irama.

a. Suara jantung.

b. Murmur.

c. Efusi perikat/tamponade.

d. Perfusi.

6. PERNAPASAN

Suara napas di kelompokan menjadi, trakheal, bronkhiale, vesikuler, dan bronkovesikuler.


Suara napas abnormal (berat) termasuk stridor, ronkhi, rales, terputus-putus, dan sulit
bernapas.

7. GASTROINTESTINAL

Pada pengkajian subjektif perlu di kaji/pemeriksaan sistem gastrointestinal. Apakah ada


riwayat gastritis, sirosis hepatis, appendisitis, dan pankreatitis, dll. apakah ada gaya hidup
yang mempengaruhi masalah gastrointestinal.

a. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan pola napas b/d inspirasi dan /atau ekspirasi yang tidak adekuat.

2. Penurunan curah jantung b/d perubahanpreload, afterload, dan kontraktilitas.


b. INTERVENSI

NO. DIAGNOSA NOC NIC

1. Ketidak efektifan pola 1. Menunjukan pola pernapasan yang AKTIVITAS KEPERWATAN


napas b/d inspirasi dan
efektif,dibuktikan dengan status yang tidak
/atau ekspirasi yang tidak
1.Pantau adanya pucat dan sianosis.
adekuat. berbahaya : ventilasi dan status tanda vital.

2.Pantau efek obat pada waktu respirasi.


2. Mempunyai kecepatan dan irama respirasi
dalam batas normal. 3.Kaji kebutuhan insersi jalan napas.

3. Mempunyai kecepatan dan irama respirasi 4.Observasi dan dokumentasikan ekspansi


dalam batas normal. dada bilateral pada pasien dengan
ventilator.
a. Kedalaman inspirasi dan kemudahan

PENDIDIKAN UNTUK PASIEN DAN


bernapas.
KELUARGA
b. Ekspansi dad simentris.
1.Informasikan kepada pasien dan keluarga
c. Tidak ada penggunaan otot bantu. tentang teknik relaksasi untuk
meningkatkan pola napas.
d. Bunyi napas tambahan tidak ada. 2.Instruksikan kepada pasien /keluarga
bahwa mereka harus memberi tahu
e. Napas pendek tidak ada.
perawat pada saat terjadi
ketidakefektifan pola napas.

3.Informasikan kepada keluarga untuk


tidak merokok di ruangan.

4.Diskusikan perencanaan untuk perawatan


di rumah, meliputi pengobatan,
peralatan pendukung, tanda dan gejala
komplikasi, dan sumber-sumber
komunitas.

AKTIVITAS KOLABORASI

1. Rujuk kepada ahli therapy


pernapasan untuk memastikan
keadekuatan fungsi ventilator mekanis.

2. Laporkan perubahan sensori ,bunyi


napas, pola pernapasan, nilai GDA,
sputum dan seterusnya, sesuai dengan
kebutuhan atau protokol.

3. Berikan tindakan nebulizer


ultrasonik dan udara pelembab atau
oksigen sesuai kebutuhan.

4. Berikan obat nyeri untuk


pengoptimalan pola pernapasan.

2. Penurunan curah jantung 1. Menunjukan crah jantung yang memuaskan di AKTIVITAS KEPERAWATAN
b/d perubahanpreload,
buktikan dengan keefektifan pompa
afterload, dan kontraktilitas. 1.Kaji dan dokumentasikan tekanan darah,
jantung,status sirkulasi,perfusi jaringan (organ
adanya sianosis, status pernapasan, dan
abdomen),dan perfusi jaringan (perifer).
status mental.
2. Menunjukan status sirkulasi di buktikan dengan
2.Pantau tanda kelebihan cairan,misalnya :
indikator kegawatan sbb:
edema pada bagian tubuh yang
a. Tekanan darah sistilik,diastolik dalam tergantug/bawah.
batas normal.
3.Kaji toleransi aktivitas pasien dengan
b. Denyut jantung dalam batas normal. memperhatikan awal napas pendek,
nyeri, palpitasi, atau pusing.
c. Tekanan vena sentral dan tekanan dala
paru dbn.
d. Hipotensi ortostatis tidak ada

PENDIDIKAN UNTUK
PASIEN/KELUARGA

1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen


pernasal kanula /masker.

2. Instruksikan tenteng mempertahankan


keakuratan asupan dan haluaran .

3. Ajarkan untuk melaporkan dan


menggambarkan awitan palpitasi dan
nyeri,durasi,faktor yang
menyebabkan,daerah kualitas,dan
intensitas.

4. Berikan informasi untuk teknik


penurunan stress sepeti boifeed
back ,relaksasi otot progresif,meditasi
dan latihan.
AKTIVITAS KOLABORASI

1.Rujuk pada dokter menyagkut parameter


pemberian/penghentian obat tekanan
darah.

2.Tingkatkan penurunan afterload.

3.Berikan anti kogulan untuk mencegah


pembetukan trombus perifer, sesuai
dengan program atau potokol
BAB IV

PENUTUP

A.kesimpulan

. Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi
pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu
kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda
tampak.
Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun.
Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42%
wanita. Begitu juga dengan risiko untuk menderita gagal jantung, 10% untuk kelompok
di atas 70 tahun, dan 5% untuk kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk kelompok usia
40-59 tahun.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik; perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik; perubahan
structural (mis., kelainan katup, aneurisme ventrikuler).

B. Saran
Saran penulis untuk bidang keperawatan gawat darurat yang mengelola pengembangan
bidang keperawatan gawat darurat, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan gawat darurat, tentang bagaimana perawatan pasien gagal jantung baik di
rumah sakit maupun saat di rumah dengan penekanan dengan faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian kegawat daruratan di UGD.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association Society (AHA) 2003 dan 2010

www.ECCguidelines.heart.org. Perbaharuan pedoman American Heart Association 2015


untuk CPR dan ECC

Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk


Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik. Jakarta : EGC.

Kartikawati, Dewi. Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Buku Ajar. 9.


Muriel, Skeet. Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan Dan Pertolongan Pertama.
Edisi Ke 2: EGC.

Nanda International. 2009-2011. Diagnosis Keperawatan, Definisi Dan Klasifikasi EGC.

Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nuzulul Zulkarnain Haq, 2011, Woc Askep Sudeden Cardiac Arrest

Wilkinson, M.Judith.2002.Buku Saku Diagnosis Keperawatan,Dengan Intervensi Nic &


Kriteria Hasil Noc.Edisi Ke-7. EGC.

Price, Sylvia A .1995. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.


Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tabrani. 1998. Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung Tambayong, J.
2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. 73-75, Jakarta : Widyamedika.

Wilson,Lm.(2003).Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) Edisi 4 : EGC

Anda mungkin juga menyukai