Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

TONSILITIS KRONIK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Stase Ilmu Penyakit THT-KL

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Setiadi, Sp.THT, M.Si Med

Disusun Oleh :

Kartika Ayu Mekarsari H2A010028


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD AMBARAWA

Periode 20 Juni 15 Juli 2017


LEMBAR PENGESAHAN

TONSILITIS KRONIK

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian


Kepaniteraan Klinik di bagian THT
RSUD AMBARAWA

Disusun oleh :

Kartika Ayu Mekarsari H2A010028

Pembimbing

dr. Setiadi, Sp.THT, M.Si Med

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus dengan judul Tonsilitis Konik dengan baik. Presentasi kasus ini
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di THT RSUD Ambarawa.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
kepada dr. Setiadi Sp.THT, M.Si Med selaku pembimbing dan moderator
presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.

Ambarawa, Juli 2017

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin Weldeyer. Cincin Weldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring/Gerlachs tonsil). Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur,
terutama pada anak-anak.4,5
Tonsilitis dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu tonsilitis akut, tonsilitis
membranosa dan tonsilitis kronik. Tonsilitis akut terdiri dari tonsilitis viral dan
tonsilitis bakterial. Tonsilitis membranosa terdiri dari tonsilitis difteri, tonsilitis
septik, angina plaut vincent (stomatitis ulsero membranosa) dan penyakit kelainan
darah.5
Tonsilitis kronis adalah peradangan menahun/ menetap dari tonsila palatina
yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A, tonsilitis
kronis lebih sering terjadi pada anak antara usia 5 sampai 15 tahun sama seperti
tonsilitis akut, dan juga dapat menimbulkan gejala nyeri tenggorok dan nyeri
waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di
sendi-sendi, serta tidak nafsu makan.4,5Faktor predisposisi tonsilitis kronik yaitu
adanya rangsangan menahun dari rokok, jenis makanan, higiene mulut buruk,
kelainan fisik dandapat juga terjadi akibat pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut kadang kuman berubah
menjadi gram negatif,.5
Komplikasi dari tonsilitis kronik pada anak sering menimbulkan komplikasi
otitis media perkontinuitatum, sinusitis, rinitis kronis, abses peritonsil, abses
parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut serta miokarditis. Akibat hipertrofi
tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur,
gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive
Sleep Apnea Syndrome (OSAS).4,5

4
Tonsilitis kronik merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemukan di
poliklinik. Adanya pemahaman yang baik mengenai tonsilitis dan segala
komplikasinya serta penatalaksanaan yang adekuat merupakan faktor yang sangat
penting untuk mempengaruhi tingkat keberhasilan terapi bahkan pencegahan
komplikasi pada pasien.

5
BAB II
STATUS PASIEN

II.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : An. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 9 tahun

Tanggal Lahir : 4 September 2009

Pekerjaan : Pelajar

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Baan 1/3 Asinan, Bawen

No RM : 043xxxx

II.2. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 06 Juli 2017, pukul 10.00WIB di


Klinik THT RSUDAmbarawa.

Keluhan Utama

Amandel membesar dan nyeri menelan

Keluhan Tambahan

Demam
Nyeri tenggorok
Batuk dan pilek
Tidur ngorok

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Klinik THT RSUD Ambarawa pada tanggal 06 Juli 2017
dengan keluhan amandel membesar dan nyeri menelan sejak 2 hari yang lalu.

6
Nyeri dirasakan ketika makan, minum atau menelan air liur. Nyeri disertai demam
dan tidur terganggu karena sesak dan mengorok. Terdapat keluhan batuk atau
pilek. Pasien mengatakan sering jajan makanan di luar, maknan cepat saji dan
minum minuman yang berwarna.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat tonsilitis : Pasien sering mengalami keluhan yang serupa selama


kurang lebih 4 tahun

Riwayat ISPA : (+)

Riwayat Operasi : disangkal (-)

Riwayat Alergi : disangkal (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Belum ada yang seperti ini dikeluarga

Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter ataupun minum obat warung,
sembuh namun dapat kambuh kembali.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sering jajan makanan seperti chiki, makanan cepat saji dan
minuman yang berwarna diluar rumah.

II.3. PEMERIKSAAN FISIK

1. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik, tampak sakit ringan.

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital :

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Suhu : 37o C

Pernapasan : 18 x/menit

7
Berat Badan : 35 kg

Kepala

Bentuk : Normocephal

Mata : Konjuntiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut : Bibir kering (-), Faring hiperemis (+), Tonsil T3-T3

Telinga : tanda radang (-)

Leher : Deviasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax

Paru

Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada simetris


Palpasi : Vokal fremitus +/+ simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler Breath Sound +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas Atas Jantung : ICS II Linea Parasternal Sin
Batas Jantung Kanan : ICS II-III Linea Parasternal Dextra
Batas Pinggang Jantung: ICS V Linea Midclavicularis Sin
Auskultasi : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani

Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

8
2. STATUS LOKALIS

TELINGA

Dextra Sinistra

Aurikula :

- Deformitas (-) (-)

- Hiperemis (-) (-)

- Edema (-) (-)

MAE :

- Serumen (-) (-)

- Edema (-) (-)

- Hiperemis (-) (-)

- Furunkel (-) (-)

- Otore (-) (-)

- Kolesteatoma (-) (-)

Membran Timpani Intak Intak

HIDUNG

Inspeksi Palpasi

Hidung Warna seperti sekitar, Nyeri tekan (-),


Simetris, deformitas (-),
massa (-), lesi(-)

9
Paranasal Warna seperti sekitar, Nyeri tekan (-), nyeri
Simetris, deformitas (-), ketok (-)
massa (-), lesi(-)

Dextra Sinistra

Vestibulum Vibrise (+), hiperemis (-) Vibrise (+), hiperemis (-)

Cavum nasi Cukup lapang Cukup lapang

Discharge (-) (-)

Mukosa Basah (+), Warna merah Basah (+), Warna merah


muda muda

Konka inferior hiperemis (-), hiperemis (-),

permukaan licin(+) permukaan licin(+)

Edem (-), hipertrofi (-) Edem (-), hipertrofi (-)

Tumor/massa (-) (-)

Septum Deviasi septum (-) Deviasi septum (-)

TENGGOROK

Faring Hiperemis (+)

Granulasi (-)

Post nasal drip (-)

Eksudat (-)

10
Ukuran Tonsil T3-T3

Detritus (-)

Kripta Kripta tidak melebar

II.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hb 11.4 10.8-15.6

Leukosit 13,3 4.5-13.5

Eritrosit 4.55 4.0-5.4

Hematokrit 35.1 37 47

Trombosit 250 150 400

PT 11.9 9.7 13.1

APTT 34.5 23.9 39.8

ASTO 107,00 <200

II.5. RESUME

Seorang anak laki-laki berumur 9 tahun datang ke KlinikTHT RSUD


Ambarawa pada tanggal 6 Juli 2017 dengan keluhan amandel membesar dan nyeri
menelan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan ketika makan, minum atau
menelan air liur. Nyeri disertai demam dan sesak, mengorok saat tidur. Terdapat
keluhan batuk atau pilek. Pasien sering mengalami hal keluhan yang sama,.
Sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter ataupun minum obat warung namun

11
keluhan berulang kembali. Pasien sering jajan makanan seperti chiki, makanan
cepat saji dan minuman yang berwarna diluar.
Pada pemeriksaan mulut dengan menggunakan pen light dan spatle tongue
ditemukan faring hiperemis, tonsil T3-T3. Pada pemeriksaan suhu tubuh dengan
menggunakan termometer didapatkan suhu sebesar 37oC.

II.6. DIAGNOSIS

DIAGNOSIS KERJA

Tonsilitis kronik

II.7. PENATALAKSANAAN
NON FARMAKOLOGI
Edukasi: Hindari makanan yang beli diluar seperti chiki, indomie dan yang
mengandung bahan pengawet lainnya, hindari minuman yang berwarna
dan hindari minum es.
FARMAKOLOGI
Cefila syrup ( 3 kali sehari,1 sendok teh)
Lapicef Syrup ( 3 kali sehari, 1 sendok makan)
Sanmol Syrup (2 kali sehari , 1 sendok teh)

II.8. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam

Quo ad fungtionam : Dubia Ad Bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Embriologi Tonsil


Tonsil terbentuk dari lapisan endidermal pada minggu ketiga sampai dengan
minggu kedelapan pada masa embriologi. Embrio manusia memiliki lima pasang
kantong faring. Masing-masing kantong akan membentuk organ penting lainnya.
Lapisan epitel kedua dari kantong faring berproliferasi dan membentuk tunas yang
akan menembus ke jaringan mesenkim di sekitarnya. Selanjutnya tunas-tunas
tersebut akan dilapisi oleh jaringan mesodermal sehingga membentuk primodial
dari tonsila palatina. Selama bulan ketiga dan kelima, tonsil akan dikelilingi oleh
jaringan limfatik. Bagian kantong yang tertinggal akan ditemukan pada saat
dewasa sebagai fosa tonsilaris.8

Gambar 2.1 Pembentukan Tonsil

III.2 Anatomi Tonsil


Tonsil merupakan masa bulat yang kecil, khususnya jaringan limfoid. Tonsil
adalah bagian dari faring. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring,
orofaring dan laringofaring. Tonsil terdapat dibagian nasofaring dan orofaring.
Nasofaring terletak di belakang rongga hidung di atas palatum molle sedangkan
orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle

13
sampai pinggir atas epiglotis. Tonsil terdiri dari tonsila lingualis, tonsila palatina,
tonsila faringealis (adenoid) dan tonsila tuba Eustachius.1,2,7

Gambar 2.2 Cincin Waldeyer

III.2.1 Tonsila Lingualis


Tonsila lingualis adalah kumpulan folikel limfe pada dasar jalur orofaring,
pada akar lidah. Bagian dasar dari orofaring dibentuk oleh segetiga posterior lidah
(yang hampir vertikal) dan celah antara lidah serta permukaan anterior epiglotis.
Membran mukosa yang meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irreguler,
yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid dibawahnya, disebut tonsila
lingualis.1,2,6

Gambar 2.3 Tonsila Lingualis

14
III.2.2 Tonsila Palatina
Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang terletak pada
dinding lateral orofaring didalam fosa tonsilaris. Fosa tonsilaris merupakan
sebuah celah berbentuk segitiga pada dinding lateral orofaring diantara arcus
palatoglosus di depan dan arcus palatopharyngeus di belakang. Setiap tonsil
diliputi oleh membran mukosa dan permukaan tengahnya yang bebas menonjol ke
dalam faring. Pada permukaanya terdapat banyak lubang kecil, yang membentuk
kripta tonsilaris. Permukaan lateral tonsila palatina ini diliputi oleh selapis
jaringan fibrosa, disebut capsula.1,2,7

Gambar 2.4 Tonsila Palatina

Arteri yang mendarahi tonsila adalah arteri tonsilaris yang merupakan


cabang dari arteri facialis. Vena0vena menembus musculus constrictor pharyngis
superior dan bergabung dengan vena palatina externa, vena pharyngealis atau
vena facialis. Pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodus lomfoidei
profundi.1,2,7
Tonsila palatina mencapai ukuran terbesarnya pada masa anak-anak.
Sesudah pubertas, bersamaan dengan jaringan-jaringan limfoid di dalam tubuh
lainnya, akan mengalami atrofi secara perlahan-lahan. Tonsila palatina merupakan
tempat infeksi yang sering dan menimbulkan sakit leher dan panas.1,2

15
III.2.3 Tonsila Faringealis (Adenoid)
Tonsila faringeal terletak di bagian atas nasofaring. Bagian atas nasofaring
dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis.
Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila faringealis terdapat di dalam
submukosa daerah ini. Tonsila faringealis disebut juga adenoid tonsil.1,2

Gambar 2.5 Tonsila Faringealis

III.3 Fisiologi Tonsil


Tonsil merupakan salah satu organ limfatik selain limpa, kelenjar getah
bening dan usus buntu. Seluruh organ sekunder tersebut terletak dimana limfosit
berkumpul dan berkaitan dengan antigen, kemudian akan berproliferasi dan secara
aktif melawan kuman. Tonsil berbentuk cincin yang berguna sebagai pelindung
diantara rongga mulut dan faring, karena lokasinya tersebut tonsil merupakan
pelindung pertama dari mikroorganisme yang masuk memlalui hidung dan mulut.3
Pada tonsil terdapat sel B dan sel T sebagai sistem imun. Sel B dan sel T
tersebut dipersiapkan untuk memberikan perlawanan terhadap antigen yang
masuk ke dalam jaringan dan cairan tubuh.3

III.4 Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Weldayer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsila faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius.
Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. Dapat

16
terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Klasifikasi tonsilitis dapat
dibedakan menjadi:4,5
a. Tonsilitis akut
b. Tonsilitis membranosa
c. Tonsilitis Kronik

III.4.1 Tonsilitis Akut


III.4.1.1 Tonsilitis Viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common coldyang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
influenza merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus
coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil
pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.5
III.4.1.1.1 Terapi
yang diberikan adalah istirahat, minum yang cukup, analgetika dan antivirus
diberikan jika gejala berat.5

III.4.1.2 Tonsilitis Bakterial


Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus B
hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan dan Streptokokus piogenes. 4,5
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang
lepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak
kuning.5
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur
maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar
sehingga terbentuk semacam membran semu (pseudomembrane) yang menutupi
tonsil.5

17
III.4.1.2.1 Gejala dan Tanda
a. Masa inkubasi 2-4 hari
b. Nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan
c. Demam dengan suhu yang tinggi
d. Rasa lesu
e. Rasa nyeri di sendi-sendi
f. Tidak nafsu makan
g. Rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih
(referred pain) melalui saraf n.glosofaringeus (N.IX)
h. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.5

III.4.1.2.2Terapi
Antibiotik spektrum luas seperti penisilin dan eritromisin. Antipiretik dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.5

III.4.1.2.3 Komplikasi
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses
peritonsil, abeses parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis
serta septikemia akibat infeksi v.Jugularis interna (sindrom Lemierre).5
Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut,
tidur mendengkur (ngorok) gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang
dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).4,5

Gambar 2.6 Tonsilitis Folikularis 2.7 Gambar Tonsilitis Lakunaris

18
III.4.2 Tonsilitis Membranosa
III.4.2.1 Tonsilitis Difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada
bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri adalah kuman Coryne bacterium
diptheriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian
atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin
sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar
imunitas. 5
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun
dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
mungkin menderita penyakit ini.5

III.4.2.1.1 Gejala dan Tanda


Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal
dan gejala akibat eksotoksin.5
a. Gejala umum
Seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat
serta keluhan nyeri menelan.5
b. Gejala lokal
Tampak berupa tonsil yang membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran
semu.Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,
laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas.
Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat
akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya
berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak sedemikian
besarnya sehingga menyerupai leher sapi atau disebut juga
Burgemeesters hals.5
c. Gejala akibat eksotoksin

19
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis
sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan
kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal
menimbulkan albuminuria.5

III.4.2.1.2 Diagnosis
Diagnosis tonsilitis difteri ditegakan berdasarkan gambaran klinik dan
pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah semu
dan didapatkan Corynebacterium diphteriae.5

III.4.2.1.3 Terapi
Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur,
dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit.
Antibiotik Penisilin atau Eritromisin 25-50 mg per kg berat badan dibagi
dalam 3 dosis selama 14 hari.5
Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari. Antipiretik untuk
simtomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus
istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.5

III.4.2.1.4 Komplikasi
Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke laring
dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien makin cepat timbul
komplikasi ini.5
Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio
cordis.Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring
serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan
kelumpuhan otot-otot pernapasan. Albuminuria sebagai akibat komplikasi ke
ginjal.5

III.4.2.2 Tonsilitis Septik

20
Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia susu
sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini
jarang ditemukan. 5
III.4.2.3Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulsero membranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C. 5

III.4.2.3.1 Gejala
a. Demam sampai 39 C
b. Nyeri kepala
c. Badan lemah
d. Kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan
e. Rasa nyeri dimulut
f. Hipersalivasi
g. Gigi dan gusi mudah berdarah

III.4.2.3.2Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas
tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta alveolaris, mulut berbau dan kelenjar
submandibula membesar. 5

III.4.2.4 Penyakit Kelainan Darah


Tidak jarang tanda pertama leukimia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran
semu.Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir mulut dan faring serta
pembesaran kelenjaran submandibula.5

III.4.2.4.1 Leukimia Akut


Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi
dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.Tonsil membengkak

21
ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di
tenggorok. 5

III.4.2.4.2 Angina Agranulositosis


Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa
dan arsen.Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di
sekitar ulkus tampak gejala radang.Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia
dan saluran cerna. 5

III.4.2.4.3 Infeksi mononukleosis


Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa
bilateral.Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul
perdarahan.Terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan
regioinguinal.Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam
jumlah besar. Tanda khas yang lain ialah kesangguapan serum pasien untuk
beraglutinasi terhadap sel daraj merah domba (reaksi Paul Bunnel). 5

III.4.3 Tonsilitis Kronik


Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman
berubah menjadi kuman golongan gram negatif. 5

III.4.3.1Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar. Secara klinik kripti ini diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di

22
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar
5
limfa submandibula.

III.4.3.2Gejala dan Tanda


a. Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata.
b. Kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus
c. Rasa mengganjal di tenggorok
d. Rasa kering di tenggorok dan napas berbau

III.4.3.3Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara
perkontinuitatum.Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan
dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uweitis, iridosiklitis,
dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis. 5
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan serta kecurigaan neoplasma.5

III.5 Indikasi Tonsilektomi


The American Academi of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical
Indicators Compendium tahun 1995 menyatakan:
a. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasila.
c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan
jalan napas,sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara.
d. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

23
f. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus B
hemoliticus.
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h. Otitis media efusa/otitis media supuratif.

24
BAB IV
KESIMPULAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari


cincin Waldeyer. Cincin Weldayer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsila faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius.
Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman.
Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Klasifikasi
tonsilitis dapat dibedakan menjadi tonsilitis akut, tonsilitis membranosa dan
tonsilitis kronik.
Radang menetap dan menahun disebut sebgai tonsilitis kronis, gejala awal
sama dengan tonsilitis akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus
B hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan dan Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang lepas. Secara klinis detritus ini mengisi
kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses
peritonsil, abeses parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis
serta septikemia akibat infeksi v.Jugularis interna (sindrom Lemierre). Akibat
hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur
mendengkur (ngorok) gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal
sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).
Prinsip terapi pada tonsilitis akut adalah antibiotik spektrum luas seperti
penisilin dan eritromisin, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung
desinfektan.
Indikasi tonsilektomi menurut The American Academi of Otolaryngology
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menyatakan,
serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi
yang adekuat, tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan

25
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasila, sumbatan jalan napas yang
berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan
menelan, gangguan berbicara, rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses
peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan, napas bau yang tidak
berhasil dengan pengobatan, tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup
A streptococcus B hemoliticus, hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan,
otitis media efusa/otitis media supuratif.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell,Richard S; Sugiharto, Liliana.


AnatomiKlinikuntukmahasiswakedokteran. PenerbitBukuKedokteran
EGC. 2007
2. Moore Keith, Arthur,Anne. Clinically Oriented Anatomy.6th Edition. 2010
3. Sherwood,L. FisiologiManusia. EdisiKeenam. Jakarta: EGC, 2011.
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakittelingatengahdan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES bukuajarpenyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC.
5. Djaafar ZA. Kelainantelingatengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Ed.Bukuajarilmukesehatantelingahidungtenggorokkepalaleher. Edisi
keenam. Jakarta: FKUI, 2007
6. Mescher, A. Junquiera Basic Histology Text and Atlas. 12th Edition. 2009
7. Dorland. Kamus Saku Kedokteran Dorland.Jakarta:EGC.2010
8. Sadler T.W.Langman. Embriologi Kedokteran Ed.7. Jakarta:EGC.2006

27

Anda mungkin juga menyukai