Anda di halaman 1dari 3

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh

karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang
dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur
C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga (Winarno 1992). Protein tersusun dari berbagai asam amino yang
masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Peptida adalah jenis ikatan
kovalen yang menghubungkan suatu gugus karboksil satu asam amino dengan
gugus amino asam amino lainnya sehingga terbentuk suatu polimer asam amino
(Rachmania 2013). Jika protein dimasak dengan asam atau basa kuat maka akan
terjadi pembebasan asam amino unit pembangunnya dari ikatan kovalen yang
menghubungkan molekul-molekul ini menjadi rantai (Lehninger 1990)
Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai
kadar protein kasar (crude protein). Metode Kjeldahl merupakan metode yang
sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa
yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis
dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat.
Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap
secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode
ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara
semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit
dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada
senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen
atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain lain hasilnya
lumayan. (Rachmania 2013)
Penerapan jumlah protein dilakuakan dengan penentuan jumlah nitrogen
yang terkandung oleh suatu bahan N-total bahan diukur dengan menggunakan
metode mikro-Kjeldahl. Prinsip dari metode ini adalah oksidasi senyawa organik
oleh asam sulfat untuk membentuk CO2 dan dalam bentuk ammonia yaitu
penentuan protein berdasarkan jumlah N. Penentuan jumlah protein seharusnya
hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi teknik
ini sangat sulit sekali dilakukan mengingan kandungan senyawa N lain selain
protein dalam bahan juga terikut dalam analisis ini. Jumlah senyawa ini biasanya
sangat kecil yang meliputi urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino,
amida, purin dan pirimidin, oleh karena itu penentuan jumlah N total ini tetap
dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan
dengan cara ini biasa disebut sebagai protein kasar atau crade protein. Analisa
protein cara Kjeldahl pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahap yaitu proses
destruksi, destilasi dan titrasi (Sudarmadji 1996)
Tahapan destruksi berlangsung pemanasan sampel dalam asam sulfat
pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon dan
hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan
berubah menjadi (NH4)2SO4. Berikut merupakan reaksi yang terjadi :

N organik + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + CO2


Gambar . Reaksi yang terjadi pada tahap destruksi (Hermiastuti 2013)

Proses destruksi dilakukan dengan penambahan katalisator berupa campuran


Na2SO4 dan HgO (20:1). Menurut Tuankotta (2015), dengan penambahan
katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan meningkat sehingga destruksi
berjalan lebih cepat. Selain katalisator, umumnya juga ditambahkan selenium.
Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain
menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke
valensi rendah atau sebaliknya.
Tahap destilasi terjadi pemecahan ammonium sulfat yang akan dipecah
menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Reaksi yang terjadi, yaitu :

(NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH3+ + Na2SO4 + 2H2O


Gambar . Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi (Hermiastuti 2013)

Agar selama destilasi tidak terjadi super heating ataupun pemercikan cairan atau
timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn)
atau diturunkan suhunya ketika mulai berbuih. Ammonia yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat dalam jumlah
yang berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik, maka
diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam.
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam
khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar. Akhir
titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan
tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator fenolftalein. Reaksi yang
terjadi, yaitu :

NH3+ + H3BO3 NH4+:HBO3 + H3BO3 (Hijau muda)


2NH4+:HBO3 + HCl NH4Cl + 2H3BO3 (Hijau unguungu muda)
Gambar . Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi (Hermiastuti 2013)

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat (H3BO3) maka banyaknya


asam borat yang bereaksi dengan ammonia (NH4+) dapat diketahui dengan titrasi
menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan
mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini
tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Berdasarkan hasil percobaan, kadar nitrogen total yang diperoleh yaitu 1,27%,
untuk menentukkan kadar proteinnya maka dikalikan dengan faktor koreksi yaitu
6,25. Kadar protein yang diperoleh dalam tepung talas, yaitu 7,94%. Hasil yang
diperoleh kemudian dibandingan sebagaimana ditetapkan oleh badan standardisasi
nasional (BSN), bahwa kadar protein tepung talas tidak boleh kurang dari 3,30%.
Berdasarkan hal ini dapat diketahui sampel tepung talas yang dianalisis memenuhi
kriteria sebagaimana telah ditetapkan oleh BSN dan dapat dikonsumsi karena
kandungan protein dalam bahan pangan tersebut tidak terlalu rendah.
Kentungan menggunakan Metode Kjeldahl, di antaranya merupakan
metode standar untuk perbandingan terhadap semua metode lainnya.
Menghasilkan presisi tinggi dan baik reproduktifitas telah membuat metode utama
untuk estimasi protein dalam makanan. Sedangkan kelemahannya, yaitu
memberikan ukuran protein yang benar, karena semua nitrogen dalam makanan
tidak dalam bentuk protein. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang
berbeda karena mereka memiliki urutan asam amino yang berbeda. Penggunaan
asam sulfat pekat pada suhu tinggi menimbulkan bahaya yang cukup besar, seperti
halnya penggunaan beberapa kemungkinan katalis teknik ini memakan waktu
untuk membawa keluar. (Rachmania 2013)

Lehninger AL. 1990. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Thenawidjaya M,


penerjemah. Jakarta (ID) : Erlangga. Terjemahan dari : Principles Of
Biochemistry.
Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi I. Jakarta (ID) : Gramedia.
Rachmania, Nisma, & Mayangsari. 2013. Ekstraksi Gelatin Dari Tulang Ikan
Tenggiri Melalui Proses Hidrolisis Menggunakan Larutan Basa. Media Farmasi.
10(2) :18-28
Sudarmadji. S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta (ID) : Liberty Yogyakarta.
Tuankotta, Kurniaty, & Arumsari. 2015. Perbandingan kadar protein pada tepung
beras putih (Oryza sativa L), tepung beras ketan (Oryza sativa G), dan
tepung sagu (Metroxylon s) dengan metode Kjeldahl. Prosiding Penelitian
SpeSIA
Hermiastuti. 2013. Analisis Kadar Protein dan Identifikasi Asam Amino Pada
Ikan Patin (Pangasius djambal).[Skripsi]. Jember (ID) : Universitas
Jember

Anda mungkin juga menyukai