A. Formasi Kalibeng
Formasi ini tersusun atas napal dan batulempung gampingan berwarna abu-abu
kebiru-biruan di bagian bawah kemudian diikuti dengan batugamping kalkarenit dan
kalsirudit bagian atas yang tersingkap di daerah pusat kubah, yakni pada daerah
depresi di utara desa sangiran serta sepanjang aliran sungai Puren di sebelah timur
dan tenggara desa Sangiran dengan tebal 125 m.
Napal dan batulempung sangat mudah tererosi karena bersifat liat dan lunak. Pada
napal banyak dijumpai fosil foraminifera bentonik yang berupa Operculina
complanata, Ammonia beccari, Elphidium Craticulatum bersama dengan fosil gigi
ikan hiu (Soedarmadji, 1976). Selain itu juga dijumpai foraminifera planktonik
seperti Globoratalia acostaensis, G. tumida flexuosa, dan Sphaeroidinella
dehiscens. ini menunjukkan batuan tersebut terendapkan pada akhir pliosen di laut
dangkal yang berhubungan langsung dengan laut terbuka.
Batulempung abu-abunya juga bersifat lunak sehingga sering terjadi gerakan massa di
musim hujan, baik dalam bentuk rayapan, aliran, maupun bongkahan. Pada batuan
ini dijumpai fosil gastropoda dan pelecypoda seperti Turitella bantamensis,
Cominella sangiranensis, Placenfa sp., yang mana menunjukkan pengendapan pada
kondisi laut dangkal di akhir pliosen. Selain itu juga terkandung fosil yang
menunjukkan kondsisi air payau, yakni fosil ostrakoda an pelecypoda
jenis Ostrea. Diatas batulempung dijumpai lapisan kalkarenit dan kalsirudit yang
tersusun oleh fragmen fosil (coquina) yang saling bertumpu yang menunjukkan
pengendapan di laut dangkal dengan energi besar. Adanya fosil Balanus pada
kalsirudit menunjukkan pengendapan terjadi pada daerah pasang surut (litoral).
Disamping itu juga dijumpai lapisan batugamping diatas gamping balanus yang
mengandung fosil Ccarbicula yang menunjukkan kondisi pengendapan air tawar.
B. Formasi Pucangan
Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan yang tersusun oleh breksi vulkanik
di bagian bawah dan lempung hitam di bagian atas. Breksi vulkanik membentuk
deretan bukit kecil yang tahan erosi yang ditempati desa Sangiran itu sendiri dan
menumpang secara tidak selaras di atas formasi kalibeng. Diantara breksi dijumpai
sisipan batupasir konglomeratan dengan fragmen andesit berukuran pasir hingga
kerakal. Di beberapa tempat menunjukkan struktur silang siur tipe palung yang
menunjukkan endapan pasng pada daerah sungai ternyam. Pada batupasir
konglomeratan ini dijumpai fosil vertebrata jenis kuda air dan gajah purba.
Bagian bawah hasil pengendapan air laut dan air payau yang terdiri dari
perselingan antara lempung abu-abu kebiruan dengan sisipan tanah diatome dan
lapisan yang mengandung fosil moluska secara melimpah, ostracoda, dan
foraminifera yang menunjukkan kondisi transisi.
Bagian atas yang mana dijumpai lapisan tanah yang menunjukkan struktur
laminasi dan mengandung fosil spesies yang hidup di laut, seperti Chyclothella,
Actinocyclus, Diploneis.
Pergantian asosiasi fauna laut dan air tawar, menunjukkan pengendapan terjadi di
dekat laut, dimana selama pengendapan, terjadi beberapa kali invasi laut, akibat
tektonik atau perubahan muka laut.
Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat ditafsirkan bahwa
pengendapanya semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang berair payau, yang
terbentuk sejak akhir pengendapan formasi kalibeng, dengan ciri utama berupa
fosil Corbicula. Endapan lahar tersebu mempersempit cekungan air payau tersebut,
yang kemudian akibat sedimentasi yang terus menerus berubah mnejadi cekungan air
tawar, berupa danau atau rawa yang sudah tidak lagi berhubungan dengan laut.
Semua proses ini terjadi pada kala pliosen awal.
C. Formasi Kabuh
Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan. Bagian terbawah dari formasi ini
tersusun oleh perlapisan tipis batugamping konglomeratan yang tidak menerus
dengan ketebalan bervariasi antara 0,5-3 meter. Tersusun oleh fragmen membulat
yang terdiri dari kalsedon dan beberapa batuan lain yang telah mengalami alterasi
hidrothermal, bercampur dengan pelecypoda yang cangkangnya menebal dan
membulat karena kalsifikasi dan tersemen dengan kuat. Lapisan ini terendapkan oleh
energi yang tinggi sehingga menghasilkan onggokan yang berbutir kasar
Pada lapisan batas (grenzbank) ditemukan fosil mamalia, termasuk juga fragmen fosil
hominid, sedangkan diatasnya terdapat perulangan endpan batupasir konglomeratan
di bagian bawah dan berubah ke arah atas menjadi lapisan batupasir. Batupasir
konglomeratannya menunukkan struktur silang siur paralel dengan skala sedang
ketebalan antara 0,3-1,5 meter. Sedangkan batupasir yang ada di sebelah atas
menunjukkan silang siur tipe palung dengan tebal antara 0,3-0,8 meter. Kelompok
batu pasir ini diperkirakan terendapkan pada lingkungan sungai teranyam (Rahardjo,
1981) dalam situasi lingkungan vegetasi terbuka(semah, 1984). Pada bagian bawah
batupasir dijumpai fosil yang merupakan anggota dari fauna trinil, seperti Binos
palaeosundaecus, Bubalus palaeokerabau, Duboisia santeng. Ke arah atas dijumpai
perwakilan dari fauna kedungbrubus. Kumpulan ini menunjukkan umur sekitar 0,8
juta tahun.
Beberapa tuff dijumpai pada batupasir menunjukkan pada saat pengendapan terjadi
beberapa kali letusan gunung api, yang mana pada batupasir ini sebagian besar fosil
hominid ditemukan. Di bagian tengah dari formsi ini dijumpai tektit yang berukuran
kerikil hingga kerakal (13-40 mm).
Salah satu temuan yang paling penting adalah penemuan fosil manusia purba yang
disebut Pithecantropus erectus ( Homo erectus).Tetapt lokasi asal fosil ini belum
sepenuhnya diketahui karena penemuan fosil ini dalam bentuk material yang lepas-
lepas.
D. Formasi Notopuro
Terendapkan di atas formasi kabuh yang tersusun oleh material vulkanik brupa
batupasir vulkanik, konglomerat, dan breksi yang mengandung fragmen batuan beku
yang berukuran berangkal hingga bongkah, ini menunjukkan bahwa batuan tesebut
terbentuk sebagai hasil pengendapan lahar. Pada dasar dari formasi ini dijumpai
lapisan yang mengandung fragmen kalsedon dan kuarsa susu.
Pada formasi ini sangat jarang dijumpai fosil, formasi notopuro ditafsirkan sebagai
hasil akibat aktivitas vulkanik yang kuat dan terjadi di lingkungan darat.
Kehidupan penting dan iklim yang terkait pada kubah sangiran
Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur
tempat sumber makanan bagi ekosistem kehidupan. Keberadaanya di wilayah
katulistiwa, pada jaman fluktuasi jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan
migrasi manusia purba untuk mendapatkan sumber penghidupan. Dengan demikian
kawasan sangiran pada kala pleistocen menjadi tempat hunian dan ruang subsistensi
bagi manusia pada masa itu.
Berkaitan dengan iklim yang terjadi pada masa sebelum dan sesudah
terbentuknya iklim sangiran merupakan iklim tropis dimana yang mendukung
kelangsungan kehidupan mahluk hidup. Iklim tropis dibuktikan dengan adanya
lapisan batukarbonatan pada formasi kalibeng, batuan karbobanatan menjadi indikasi
bahwa daerah tersebut berikilim tropis yang semakin dikuatkan dengan melimpahnya
fosil gastropoda dan pelecypoda yang menjadi indikator utama mahlukhidup yang
hidup diperairan dangkal dengan iklim tropis.
Melimpahnya mahluk vertebrata pada saat peralihan kelingkungan daratan pada
lingkungan purba Sangiran juga dapat menjadikan indikator bahwa pada masa itu
daerah Sangiran merupakan dataran tropis subur yang melimpah akan tumbuhan yang
menjadi sumber makanan bagi vertebrata herbivora. Hal ini terjadi pada saat formasi
kabuh sudah mulai terbentuk, suburnya daerah Sangiran saat itu sehingga daerah
tersebut menjadi ekosistem yang komplek bagi mahlukhidup herbivora, karnivora,
maupun mamalia berupahomo erectus. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya
fosil rusa, kerbau, kuda air, musang, dan fosil homo erectus itu sendiri.
Referensi:
http://upload.ugm.ac.id/187RW%20Van%20Bemmelen%20Geology%20of%20Indo
nesia%20Vol-IA%20General.pdf
http://geologicalmelankolia.blogspot.com/2017/02/sejarah-terbentuknya-kubah-
sangir.html