Anda di halaman 1dari 14

Diagnosis dan Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

pada Pasien Trauma Kimia ODS


Primus Etgal Putra
102011103
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Korespondensi: etgalmail@gmail.com

I. PENDAHULUAN

Abstrak: Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan
penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpaparnya bahan kimia, baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola
mata tersebut. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH >
7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma
dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, serta derajat penetrasi dari zat
kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia
dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang
memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta
paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan
tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus
segera dilakukan.

Kata Kunci: Trauma Kimia, Asam, Basa

Abstract: Chemical trauma to the eye is one of the state of orthophysical emergency because
it can cause eye injury, either mild, severe even to loss of vision. Chemical trauma to the eye
is a trauma that affects the eyeball due to exposure to chemicals, either acidic or alkaline
which can damage the structure of the eyeball. Chemical trauma is caused by acidic
substances with a pH <7 or alkaline pH> 7 which can cause damage to the eyeball structure.
The severity of trauma is associated with the type, volume, concentration, duration of
exposure, as well as the degree of penetration of the chemical. The injury mechanism
between acid and base is slightly different. Chemical trauma can occur in accidents
occurring in laboratories, industries, jobs using chemicals, agricultural work, and wars
using chemicals as well as exposure to chemicals from household appliances. Any chemical
trauma to the eye requires immediate action. Irrigation of areas affected by chemical trauma
is an action that must be done immediately.
Keyword: Chemical Trauma, Acidic, Alkaline

1
II. PEMBAHASAN

2.1 Anamnesis
Pada umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan atau gas yang mengenai mata.
Pada anamnesa perlu diketahui :
a. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya zat kimia penyebab berkontak dengan mata.
b. Jenis zat kimia penyebab, nama dagang atau tipe produknya.
c. Tindakan awal membersihkan mata, dengan apa dibersihkan.
d. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian.
e. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata). 1

2.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik yang teliti dan lengkap harus ditunda sampai mata yang terkena bahan
kimia di irigasi dan pH nya sudah kembali netral. Setelah mata di irigasi dilakukan
pemeriksaan mata yang teliti yang di titik beratkan pada kejernihan dan keutuhan kornea,
derajat iskemia limbus, dan tekanan intra okuler. Supaya pasien lebih nyaman dan lebih
kooperatif sewaktu pemeriksaan, dapat diberikan anastesi topikal terlebih dahulu. 1,2,3
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah :
a) Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata yang ringan
sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai adanya defek epitel namun
tidak di temukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang setelah
beberapa menit.
b) Stroma yang kabur
Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai opasifikasi menyeluruh
sehingga tidak bisa melihat KOA
c) Perforasi kornea
Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari minggu setelah trauma kimia yang
berat
d) Reaksi Inflamasi KOA
Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi pada
trauma alkali
e) Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi segmen anterior, dan tingkat
deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan outflow
uveoscleral dan peningkatan TIO.
f) Kerusakan kelopak mata
Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan mudah
iritasi
g) Inflamasi konjungtiva
Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis
h) Iskemia peri limbal
Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis penyembuhan kornea

2
i) Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau
ketidaknyamanan pasien.

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai
pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk
mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraocular.7,12

2.4 Etiologi
Ada berbagai bahan atau substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada
mata. Secara umum, bahan tersebut digolongkan kedalam 2 kelompok besar, yaitu:
1. Bahan Alkali/Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan
memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada
bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan
menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir
dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan
dehidrasi.5
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH
yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat
alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel
kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.
Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.
Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel
diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma
dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen

3
aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi
gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi
perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya
terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah
trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik
mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan
berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini
memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5
Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:
a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga,
zat pendingin, dan pupuk.
b. NaOH, serig ditemukan pada pembersih pipa.
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api
e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.

2. Bahan Acid/Asam

Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan
ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada
mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang
diakibatkan oleh zat kimia basa.5

Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati
membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan
menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk
insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion
kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis
akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran
gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.5

Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-

4
kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan
proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan
trauma basa.7

Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea
yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka
tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian
superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan
jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8

Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:


a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali.
Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih. (6)

2.5 Patofisiologi

Tingkat keparahan perlukaan pada trauma kimia mata, tergantung pada: (7)

1. pH, volume dan konsentrasi larutan


2. Lama kontak dan luas permukaan yang terkena
3. Kemampuan memasuki jaringan mata
Penetrasi alkali dan asam kedalam stroma menyebabkan kematian keratosit dan
hidrasi yang berakibat hilangnya kejernihan stroma. Waktu yang dibutuhkan untuk
penetrasi zat kimia kedalam bilik mata depan bervariasi untuk setiap zat. Penetrasi
pada trauma ammonia terjadi segera setelah trauma. Sedangkan trauma sodium
hidroksida butuh waktu sekitar 3-5 menit untuk masuk kedalam bilik mata depan. Jika
pH permukaan mata telah kembali normal, maka pH aquos humour akan kembali
normal dalam 30 menit sampai 3 jam tergantung jumlah zat yang masuk kebilik mata
depan. (8)
4. Derajat perlukaan stem cell limbus. Dimana stem sel limbus berperan dalam
reepitelisasi dan penyembuhan luka kornea. (9)

Berdasarkan jenis zat penyebab trauma, patofisiologi trauma kimia dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Trauma basa

5
Trauma kimia yang disebabkan oleh basa akan terus berlanjut ke bagian dalam mata.
Basa akan terurai menjadi ion hidroksil dan kation pada permukaan mata. Ion hidroksil akan
mensafonifikasi asam lemak dan kation akan berinteraksi dengan kolagen stromal dan
glikosaminoglikan. Interaksi ini memudahkan penetrasi yang lebih jauh masuk melewati
kornea dan segmen anterior. Hidrasi kolagen menyebabkan terbentuknya fibrin sampai ke
trabekular meshwork yang nantinya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra ocular
(TIO). Ditambah lagi dengan terjadinya distribusi mediator inflamasi yang akan merangsang
peningkatan prostaglandin sehingga ikut meningkatkan TIO. (9)
2. Trauma asam
Asam dikornea akan terurai menjadi ion hydrogen dan anion. Ion hydrogen akan merusak
bagian permukaan mata dengan mengubah kadar pH nya, sedangkan anion akan
menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein. Koagulasi protein inilah yang
mencegah terjadinya penetrasi yang lebih dalam sehingga trauma kimia asam setelah
mengenai permukaan langsung berhenti. (3,9)

Pengecualian terjadi pada asam hidroflorida. Bahan ini merupakan suatu asam lemah
yang dengan cepat menembus membran sel dimana senyawa ini tetap tidak terionisasi.
Dengan cara ini, asam hidroflorida menyebabkan necrosis liquefactive. Tambahan lagi, ion
fluorida dilepaskan kedalam sel. Ion Fluoride ini dapat menghambat enzim-enzim glikolitik
dan dapat bersama-sama dengan kalsium dan magnesium membentuk suatu senyawa
komplek yang tidak larut. Nyeri lokal yang amat berat diduga disebabkan oleh karena
immobilisasi kalsium, yang menyebabkan stimulasi saraf dengan mengganti ion kalium.
Fluorinosis akut dapat terjadi ketika ion fluorida memasuki sirkulasi sistemik, menyebabkan
gejala-gejala kardiak, respiratori, gastrointestinal, dan neurologis. Hipokalsemia yang parah,
dimana resisten terhadap pemberian dosis besar kalsium, dapat terjadi. Yang paling sering
terjadi, trauma asam pada mata disebabkan oleh baterai (ACCU) mobil yang meledak, yang
didalamnya mengandung asam sulfat. (3)

2.6 Klasifikasi Trauma Kimia


Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang
ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk
penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan
prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan
iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah
limbus (superfisial dan profunda).10

6
1. Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)
2. Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat
kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
3. Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak
jelas dan sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)
4. Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis
sangat buruk)11
Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada kornea dan
konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa dan tekanan intra okular.

Mc Culey membagi trauma kimia mata menjadi 4 fase yaitu : (11)

2.6.1 Fase Immediate

Pada pemeriksaan awal harus dinilai 3 hal yaitu :


a) Tingkat keparahan trauma
b) Prognosis
c) Terapi yang diberikan

Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah:

1) Klasifikasi Hughes
a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik
konjungtiva atau sclera.
b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang
minimal di konjungtiva dan sclera.
c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang
signifikan.

2) Klasifikasi Thoft
a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik
b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3
limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat
kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus

2.6.2 Fase Akut

Selama minggu pertama setelah trauma, hal hal yang harus diperhatikan adalah :

a) Ada atau tidaknya re-epitelisasi

7
b) Kejernihan kornea dan lensa
c) Tekanan intra okuler
d) Inflamasi di bilik mata depan

Proses inflamasi yang progresif menyebabkan mulainya re-epitelisasi, proliferasi, dan


migrasi keratosit menjadi terlambat sehingga inflamasi harus di kontrol.

2.6.3 Fase Pemulihan dini

Pada fase ini yang di monitor adalah sama pada fase akut di tambah dengan perubahan
dalam kejernihan dan ketebalan kornea. Selama fase ini epitel dan keratosit di kornea dan
konjungtiva terus berproliferasi untuk memperbaiki stroma dan permukaan okuler, sehingga
struktur dan fungsinya kembali normal.

Pada kasus trauma kimia yang tidak terlalu parah, biasanya pada fase ini re-epitelisasi
telah selesai, dengan tanda opasifikasi tidak ada lagi. Sedangkan pada kasus yang lebih parah,
pada fase ini re-epitelisasi terhenti atau tertunda, sehingga proses perbaikan epitel terganggu
akibatnya terjadi :

a) Debridement proteolitik matrik stroma berlebihan


b) Stroma menipis dan mungkin terjadi perforasi

2.6.4 Fase Pemulihan Akhir

Pada fase ini mata mengalami perkembangan re-epitelisasi yang bisa di kelompokkan
menjadi :

a) Re-epitelisasi komplit atau hampir komplit


Gejala klinis abnormal yang masih ada yaitu :
1. Anestesi kornea
2. Abnormalitas musin dan sel goblet
3. Regenerasi membrane desement epitel baru yang lambat
4. Pada kasus yang lebih parah mungkin terdapat fibrovaskuler pannus pada kornea

Walaupun re-epitelisasi telah selesai, kita tetap harus waspada dan kornea harus di
periksa dengan cermat untuk menilai :

1. Apakah sensasi kornea telah kembali atau sembuh


2. Ada atau tidaknya keratitis pungtata superficial
3. Perlengketan epitel yang abnormal
4. Vaskularisasi stroma
b) Trauma yang luas dan berat menyebabkan re-epitelisasi kornea dan epitel
konjungtiva.

8
Kejadian trauma ini harus diketahui karena kalau tidak terjadi re-epitelisasi setelah
beberapa minggu ini akan mengakibatkan terjadinya sequele. Kalau sudah timbul
sequel walupun telah dilakukan adhesi jaringan tapi permukaan mata akan sembuh
dengan adanya :
1. Jaringan parut dan vaskularisasi
2. Defisiensi musin dan sel goblet
3. Erosi epitel persisten atau rekuren
4. Fibrovaskular pannus

2.7 Penatalaksanaan Emergency

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus
trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi,
mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma
kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia dibagi menjadi empat bagian, menurut
waktunya. Yaitu:

1. Fase kejadian (immediate)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih
mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera
mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian.

Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang
dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan dilakukan dengan
larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika ada benda asing dan jaringan bola
mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam
bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.

Teknik irigasi :
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola
mata
4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas
mata
5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan
forceps

9
6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak
mata.

2. Fase akut

Fase ini berlangsung hingga hari ke 7. Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah
terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut :

a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea


Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga
diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air
mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.
b. Mengontrol tingkat peradangan
1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang
2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase
Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat
menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topical steroid. Tapi
pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.
c. Mencegah infeksi sekuder
Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal.
d. Mencegah peningkatan TIO
e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan

3.Fase pemulihan dini

Fase ini berlangsung dari hari ke 7 hingga hari ke 21. Tujuan tindakan pada fase ini
adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah :

a. Hambatan reepitelisasi kornea


b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

4. Fase pemulihan akhir

Fase ini berlangsung setelah hari ke 21. Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi
penglihatan dengan prinsip:

a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk


penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting
untuk dilakukan operasi.

10
2.8 Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan
seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada
trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
1. Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan
sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya
diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1%
ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat
diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
2. Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior.
Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
3. Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas
kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik
dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
4. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra
okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral
asetazolamid (diamox) 500 mg.
5. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin
efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan
mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan
sistemik (doksisiklin 100 mg).
6. Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan
barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi
respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari.
Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah
trauma.

2.9 Pembedahan
1. Segera. Pembedahan yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi
limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan
forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:

11
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi
normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
2. Lanjut. Penanganan bedah pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

2.10 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:10
1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,
sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler

3. Sindroma mata kering

4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik.

5. Glaukoma sudut tertutup

6. Entropion dan phthisis bulbi

2.11 Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu

12
indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.8
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi
pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.8

III KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7
dan bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya memberikan dampak
yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu
hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan
masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan
menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung
sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma
mata adalah epifora, blefarospasme dan nyaei yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-
satunya jenis trauma yang tidak memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
samapai pH mata kembali normla dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
multivitamin, antiglaukoma, dll. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif
kepada pasien. Kasus trauma dapat dicegah dengan menggunakan APD yang tepat dan benar.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.

2. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries diunduh pada
tanggal 15 September 2017. http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/

3. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology Third
Edition. Washington. 2005.

5. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.

6. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.


Diunduh tanggal 15 September 2017. http://www.acep.org/content.aspx?id=26712

7. Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 15 September
2017 http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video

8. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York.
2006.

9. American Academy of Ophthalmology. Chemical Burn. Diunduh pada 15 September


2017. http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm

10. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. Philadelphia:
Elseiver Limited. 2000.

11. Trudo, Edward W dan William Rimm. Chemical Injuries of the Eye. Washington. 2008.

12. Cohlmia Eye Center. Chemical Eye Burns Emergency Care. 15 September 2017.
http://www.samcohlmia.com/wichita-chemical-eye-burns.php

14

Anda mungkin juga menyukai