Disusun oleh:
Kelompok 5 / Perikanan A
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Adopsi
Inovasi Perikanan Budidaya Karamba Jaring Apung yang disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Penyuluhan dan Komunikasi Perikanan.
Makalah ini berisi penjelasan mengenai definisi penyuluhan, pengertian
teori komunikasi, fungsi komunikasi, dan tujuan komunikasi. Dalam penyusunan
makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Kami menyadari terdapat banyak sekali kekurangan pada makalah ini baik
dari penyusunannya maupun isi materinya, sehingga kritikan yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan
menjadikan lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Status sosial dari pemdudidaya karamba jaring apung ikan di danau
maninjau, Indonesia
Pengembangan masyarakat dunia di abad ke-21 telah menunjukkan
kecenderungan untuk perubahan perilaku dan pola gaya hidup dan konsumsi
makanan untuk produk perikanan. Keberlanjutan produksi pangan ikan sangat
tergantung pada motivasi dan partisipasi nelayan dan petani ikan. Pilihan
teknologi yang diterapkan dan ditegakkan kebijakan dan harus memiliki dampak
positif bagi kesejahteraan mereka. Berurusan dengan status sosial ekonomi petani
ikan di Danau Maninjau, Syandri memeriksa penelitian pada investasi karamba
jaring apung. Ia menemukan bahwa investasi yang sangat menguntungkan secara
ekonomi. Diadakan penelitian terhadap kualitas air dan status tropik dalam
kaitannya dengan massa ikan dengan teknologi keramba jaring apung di Danau
Maninjau. Kualitas buruk air menyebabkan ikan mati di keramba jaring apung.
Selain it , Pangemanan et,al. diteliti kelayakan mengambang sistem budidaya ikan
berdasarkan pengendapan dan aspek ekonomi di Danau Tondano yang
mengakibatkan bahwa semua daerah pesisir yang layak untuk mengembangkan
sistem bisnis budidaya ikan kecuali wilayah Utara Danau Tondano. Penelitian ini
meneliti aspek di Danau Maninjau. Kegiatan pembudidaya ikan dengan jaring
apung di Danau Maninjau dimulai pada tahun 1992 yang terdiri dari 16 unit
kandang dengan produksi 96 ton. Pada tahun 2013 , kandang meningkat menjadi
16.120 unit yang diproduksi 12.090 ton ikan dengan produksi nilai USD
2172600000. Pembudidaya spesies ikan Majalaya (Cyprinus carpio) dan ikan
nila (Oreochromis niloticus). Menurut FAO, sektor perikanan sangat berharga dan
pentingnya terkait dengan pekerjaan, dukungan mata pencaharian, pengentasan
kemiskinan, ketahanan pangan serta valuta asing. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk survei status sosial pembudidaya ikan di Danau Maninjau untuk
menganalisis sosial ekonomi karakteristik pembudidaya ikan, tingkat produksi
pembudidaya ikan, manajemen pembudidaya ikan, dan kendala untuk budidaya
ikan didaerah penelitian.
2.2 KJA Terpadu Dengan Sistem Akuageoponik (IFCAS) : Sebuah
Inovasi Pada Perikanan Dan Produksi Sayuran Untuk Kolam
Berlumpur Di Bangladesh
Akuageoponik (aquaphonic) merupakan salah satu teknologi budidaya
yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Nelson, 1998).
Teknologi ini merupakan teknologi terapan hemat lahan dan air dalam budidaya
ikan sehingga dapat dijadikan sebagai suatu model perikanan perkotaan dan
pertamanan di kompleks perumahan.
Penerapan akuageoponik merupakan jawaban dari efisiensi air dan
penghematan lahan budidaya serta tambahan pendapatan (income) dari hasil
panen. Dengan budidaya akuageoponik nitrat dan pospat yang merupakan limbah
dari budidaya ikan dapat diserap dan digunakan sebagai pupuk oleh tanaman
akuatik sehingga menurunkan konsentrasi cemaran (N dan P) serta meningkatkan
kualitas air.
Sistem ini mengintegrasikan budidaya ikan secara tertutup (resirculating
aquaculture) yang dipadukan dengan sistem tanam sayur/buah tahan air.
Penggunaan biofilter pada sistem akuageoponik diharapkan meningkatkan
kualitas air untuk digunakan kembali dalam pemeliharaan ikan. Untuk kegiatan
budidaya perikanan kualitas air yang tepat dan berada dalam kisaran layak
berkaitan dengan sintasan dan pertumbuhan ikan (Boyd, 1982; Effendi, 2002).
Suhu dan pH merupakan faktor kontrol, sedangkan oksigen dan cahaya
merupakan faktor pembatas terhadap organisme (ikan). Macan (1960) menyatakan
dengan mengetahui komposisi jenis dan kelimpahan plankton dan makrobentos
pada kolam ikan nila dalam penerapan sistem akuageoponik akan diketahui
kondisi ekologis kolam dan keseimbangannya guna pengelolaan lingkungan
budidaya.
lkan Nila merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal
yang mendukung pentingnya komoditas Nila adalah a) memiliki resistensi yang
relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit; b) memiliki toleransi yang luas
terhadap kondisi lingkungan; c) memiliki kemampuan yang efisien dalam
membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik, dan
pertanian; d) memiliki kemampuan tumbuh yang baik; serta e) mudah tumbuh
dalam sistem budidaya intensif (Carman dan Sucipto, 2009).
Nila Best merupakan hasil program seteksi famili. Penggunaan seleksi
famili dalam sebuah program pemuliaan ikan nila merupakan langkah tepat yang
harus ditempuh mengingat performa nila sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Hingga saat ini budidaya pembesaran ikan Nila masih sangat layak
untuk dikembangkan dalam suatu unit usaha karena harga jual ikan ini di pasar
domestik sangat menggiurkan, sementara itu beberapa pasar di daerah seperti
Jawa Tengah, Jawa Barat dan Padang masih kekurangan pasokan. Menurut data
statistik hampir 80% dari produk nila terserap untuk pasar lokal, belum lagi
peluang pasar untuk eksport (Carman dan Sucipto, 2009).
Amonia dalam air merupakan produk hasil metabolisme ikan dan
pembusukan senyawa organik oleh bakteri. Keberadaan amonia dalam air
mempengaruhi pertumbuhan karena dapat mereduksi masukan oksigen yang
disebabkan oleh rusaknya insang, menambah energi untuk keperluan
detoksifikasi, mengganggu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada
jaringan (Boyd, 1990), kandungan nitrit dalam perairan dapat menghambat
kemampuan darah biota air dalam mengikat oksigen, sehingga biota ini akan
terserang methaemoglobin yang dapat menyebabkan kematian. Setelah nitrit
terbentuk danterakumulasi maka nitrobakter akan tumbuh dengan mengkonsumsi
nitrit tersebut dan kemudian menguraikannya menjadi nitrat. Nitrat umunya tidak
berbahaya/beracun bagi ikan tetapi menurut EPA (1986) nitrat dapat berbahaya
apabila pada kondisi tertentu nitrat tersebut berkurang dan berubah menjadi nitrit,
namun pada konsentrasi sekitar 90 Miligram per Liter (MgL) tidak merugikan
ikan.
2.3 Pengembangan akuakultur di pedesaan : Tinjauan Hubungan Sosial
Ekonomi Dengan tingkat adopsi teknologi
Pembangunan perikanan budidaya di Indonesia secara umum telah mampu
meningkatkan produksi pada berbagai bidang usaha yang dikembangkan.
Produksi perikanan dalam periode 2000-2004 mengalami peningkatan rata-rata
per tahun sebesar 5.23% yakni dari 5.107 juta ton pada tahun 2000 menjadi 6.231
juta ton pada tahun 2004. Produksi perikanan tersebut masih didominasi oleh
usaha penangkapan. Rendahnya produksi perikanan budidaya antara lain
disebabkan oleh masih rendahnya manajemen budidaya pada sebagian besar
pembudidaya ikan (Mintohardjo, 2003).
Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi akuakultur terus dilakukan
oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dengan melaksanakan berbagai macam
program diantaranya, program Intensifikasi Budidaya Ikan (INBUDKAN),
Budidaya Ikan di Pedesaan, Budidaya Ikan Terintegrasi dan lain-lain. Melalui
program ini, teknologi budidaya ikan diintroduksikan dengan tujuan untuk
memperbaiki pelaksanaan budidaya ikan.
Keberhasilan program pengembangan perikanan budidaya sangat
dipengaruhi oleh kesesuaian teknologi yang dianjurkan dengan kebutuhan
pembudidaya ikan. Hal ini disebabkan oleh sifat akuakultur yaitu spesifik lokasi,
sehingga teknologi yang telah diciptakan dengan baik harus diadaptasikan atau
dimodifikasi untuk diaplikasikan di lokasi berbeda guna mengetahui variabilitas
ekonominya (Widodo, 2001).
Perkembangan inovasi dan teknologi di bidang perikanan saat ini kian
berkembang cukup pesat, oleh karena itu diperlukan sebuah kegiatan untuk
melakukan perubahan-perubahan kepada masyarakat. Salah satu upaya
melaksanakan perubahan tersebut diperlukan kegiatan penyuluhan (Van Den Ban
dan Hawkins, 1999; Wiramiharja et.al. 2007). Penyuluhan sangat diperlukan
dalam pengembangan masyarakat agar mampu mandiri. Penyuluhan berperan
penting untuk meningkatkan kesejahteraan melalui perubahan perilaku dalam
berusaha, berbisnis dan bermasyarakat (Slamet, 2003).
Pengembangan akuakultur pada lokasi yang berbeda dipengaruhi oleh
sejumlah pembatas diantaranya faktor biologi, ekonomi dan sosial (Widodo,
2001). Selain itu, faktor lainnya adalah kesediaan pembudidaya ikan untuk
mengadopsi teknologi budidaya ikan yang dianjurkan. Kesediaan untuk
melakukan adopsi atau tidak akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
keluaran program yang dikembangkan itu sendiri (Kusai, 1996).
Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu sentra pembesaran ikan
gurame di kawasan Eks Karesidenan Banyumas. Program pengembangan
budidaya ikan berikut introduksi teknologi pembesaran ikan gurami telah
dilakukan sejak lama. Namun hingga saat ini informasi mengenai tingkat adopsi
teknologi belum banyak diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat adopsi teknologi
pembesaran ikan gurami yang ada dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi
pengambil kebijakan untuk menyempurnakan program-program yang terkait
dengan penyediaan paket teknologi.
2.4 Pengaruh Budidaya Ikan Nila di Keramba Jaring Apung Pada
Kualitas Air Dari Waduk Nova Avahandava, So Paulo, Brasil
Akuakultur adalah kegiatan yang berkembang pesat dengan pertumbuhan
produksi yang cepat. Jumlah unit keramba jaring di Sao Paulo diperkirakan sekitar
ada 1 di Brazil. Produksi ikan air tawar pada tahun 1997 adalah 10.000 ton,
sedangkan 2006 produksinya mencapai 191.000 ton (IBAMA 2008). Di negara
bagian Sao Paulo, produksi ikan air tawar adalah 20.952 ton pada tahun 2006.
Produksi keramba jaring apung berkembang cepat dan telah memberikan
kontribusi yang baik. Ikan nila (Oreochromis Niloticus) merupakan spesies utama
yang dipelihara di keramba jaring apung yang bertumbuh dengan cepat, mudah
menyesuaikan diri dengan kepadatan tebar yang tinggi dan bisa menghasilkan filet
yang baik dan diterima dipasar nasional dan internasional. Budidaya ikan di
keramba memiliki potensi besar untuk berperan dalam pengembangan budidaya di
Brazil. Namun, agar ramah terhadap lingkungan, penting untuk mempelajari dan
memantau dampak kegiatan terhadap lingkungan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi perilaku parameter kualitas air di daerah di mana ada
produksi budidaya ikan nila yang terletak di waduk Nova Avanhandava.
Budidaya ikan seperti di keramba jaring apung tersebar luas diseluruh
dunia dan diindikasikan sebagai salah satu metode utama dalam memproduksi
ikan di daerah tropis. Dampak lingkungan dari kotoran ikan dan sisa pakan pada
budidaya ikan dapat menyebabkan eutrofikasi atau pertumbuhan mikroorganisme
secara berlebihan atau blooming. Selama satu decade terakhir, budidaya ikan nila
di Brazil meningkatkan produksi dan ekspor ikan.Percobaan ini dilakukan untuk
menganalisis parameter mikrobiologi dari kualitas air dari waduk yang digunakan
untuk irigasi dan budidaya ikan Nila (Oreochromis Niloticus) di keramba jaring
apung. Dalam budidaya ikan, sangat penting untuk mengontrol sifat kimia, fisik,
maupun biologi air yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan
pertumbuhan ikan. Mikroba memiliki peran dalam pengendalian parameter air
seperti oksigen terlarut, pH dan amonia.
3.1 Status sosial dari pemdudidaya karamba jaring apung ikan di danau
maninjau, Indonesia
A. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Danau Maninjau Provinsi Sumatera Barat ,
Indonesia. Danau ini terletak di Kecamatan Tanjung Raya dibagi menjadi 8
wilayah pemerintah daerah , yaitu Maninjau , Bayur , Duo Koto , Koto Kaciek ,
Koto Gadang VI Koto , Koto Malintang , Tanjung Sani , dan Sungai Batang.
B. Teknik Sampling , Ukuran Sampel Dan Analisis Data
Teknik random sampling yang digunakan dalam pemilihan sampel , di
zona perikanan dari program pengembangan perikanan dari Danau Maninjau . Di
8 wilayah pemerintah daerah , 30 ikan - petani dipilih secara acak sebagai
informasi dari masing-masing dari pemerintah daerah yang benar-benar 240 ikan -
petani secara acak informan yang dipilih penelitian . Penelitian ini menggunakan
data yang dikumpulkan dari sumber primer dan sekunder . Data primer
dikumpulkan dengan melakukan wawancara dijadwalkan dan terstruktur ,
sementara sumber-sumber sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka pada
buku teksan jurnal publikasi pada Budidaya . Wawancara itu digunakan untuk
mengumpulkan data dari ikan petani. Data dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriptif.
3.2 KJA Terpadu Dengan Sistem Akuageoponik (IFCAS) : Sebuah
Inovasi Pada Perikanan Dan Produksi Sayuran Untuk Kolam
Berlumpur Di Bangladesh
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari Juli 2013 dengan memilih 9 rumah
tangga dari desa Dinar, di Charkawa Kecamatan Uni Barisal Sadar
Banglades.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan model SPF yang telah mengalami
pengembangan lebih lanjut, yaitu model Stochastic Production Frontier
Technical Efficiency (SPF-TE) Effect Model sebagaimana dilakukan oleh Battesa
and Coelli (1995) maupun Yao and Liu (1998). Model tersebut relatif lebih baik
dari yang digunakan dalam penelitian-penelitian terdahulu. Hal ini karena dalam
model penelitian ini parameter yang bekerja dalam proses produksi dan parameter
yang mencerminkan kapabilitas manajerial usaha budidaya diestimasi secara
simultan agar konsisiten (Kunbhakar, 1987).
Pendugaan parameter yang tak biasa adalah menggunakan metoda Maximum
Likelihood (MLE). Agar konsisten maka pendugaan parameter fungsi produksi
dan inefficiency dilakukan secara simultan dengan program Frointer Version 4.1
(Coelli, 1996) dengan opsi Technical Efficiency Effect Model
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Status sosial dari pemdudidaya karamba jaring apung ikan di danau
maninjau, Indonesia
Karakteristik sosial ekonomi dari tenpat petani ikan seperti telah diuraikan
pada tabel 1, sebagian besar dari ikan petani ( 39.16 % ) adalah 31- 40 tahun.
Sementara sisanya, 20.83 % adalah 20-30 tahun, 19.63 % yang 41-50 tahun, dan
19.58 % berada di atas 50 tahun. Rata-rata usia (60 %) menunjukkan bahwa upaya
petani pun relatif muda. Petani muda yang produktif dan inovatif dan berani untuk
berinvestasi. kelompok usia dari 35-44 tahun (39.36 %) merupakan hal yang
paling produktif bertani. Dalam perspektif gender, responden 88.75 % sebagian
besar adalah laki-laki, sementara 11.25 % adalah perempuan. Di bidang
pendidikan, sebagian besar responden ( 45.83 % ) adalah lulusan sekolah
menengah atas, 27.08 % Sekolah Menengah Pertama dan 6.66 % sarjana.
Temuan itu sebagian besar dari petani ikan di wilayah studi kaum terpelajar yang
dapat dengan mudah mengadopsi inovasi. sebagian besar pembudidaya ikan
dalam penelitian ini daerah yang begitu berpengalaman bahwa mereka potensial
untuk mengembangkan inovasi untuk peningkatan produksi. di daerah pedesaan
sumber daya manusia yang dimainkan peran yang sangat penting untuk
pelaksanaan operasi akuakultur. mayoritas ( 50,41 % ) dari responden memiliki
dana pribadi, sedangkan 25,41 % dari mereka mendapat pendanaan dari juragan ,
13,75 % dari keluarga, dan 9,58 % dari penyisihan Bank. dana pribadi saja bisa
memiliki 8 unit jaring apung kandang secara maksimal. Petani yang telah
pendanaan dari juragan dan Bank bisa memiliki lebih dari 8 unit jaring apung -
kandang . Mayoritas ( 61,66 % ) dari tanah untuk pertanian di daerah penelitian
milik petani diri mereka ( mereka lahan sendiri ) , sisanya 24,17 % yang disewa ,
dan 14,16 % adalah tanaman- orang berbagi - menyewa lahan . Pendapatan
tahunan petani ikan adalah bahwa Mayoritas ( 32,08 % ) dari petani yang
diperoleh dari Rp 10.000.000 menjadi Rp 20.000.000 , 25,42 % diperoleh dari Rp
21.000.000 untuk 30.000.000 , sedangkan 22,5 % yang diperoleh di atas Rp
40.000.000.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ( 52,08 % ) dari budidaya
adalah budidaya ikan memiliki bisnis yang berfokus pada aktivitas pembudidaya
ikan saja, sementara yang lain adalah pembudidaya ikan dengan terintegrasi.
Kegiatan pembudidaya ikan : 20.41 % dipraktekkan ikan dan pertanian padi , 20
% dipraktekkan ikan dan budidaya kakao , dan 7,5 % dari mereka berlatih ikan
dan peternakan sapi. Budidaya ikan terpadu di daerah sangat tergantung pada
lokasi, topografi, curah hujan, musim, dan teknologi yang dimiliki oleh petani.
Mengenai dengan informasi tentang budidaya ikan, mayoritas (51,25 %) dari
responden mendapat informasi dari teman-teman mereka dan sesama petani, 29,16
% dari media massa, 8,75 % dari agen dan juragan, sedangkan 2,08 % dari petani
mendapat informasi dari internet. Mayoritas ( 96,66 % ) dari petani menyatakan
bahwa kualitas air yang buruk adalah kendala utama untuk ikan produksi di
daerah penelitian. Faktor-faktor lain yang kendala untuk budidaya ikan di daerah
penelitian adalah: tingginya harga input ( 88,33 % ) , tingginya biaya feed (83,33
%), penyakit (71,66 %), dan infrastruktur yang tidak memadai (68,33 %). Kendala
faktor berkurang produksi ikan dan pendapatan sosial didaerah penelitian.
2.2 KJA Terpadu Dengan Sistem Akuageoponik (IFCAS) : Sebuah
Inovasi Pada Perikanan Dan Produksi Sayuran Untuk Kolam
Berlumpur Di Bangladesh
A. Hasil Penelitian
Karakteristik rumah tangga dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan
penelitian. Rata-rata usia kepala rumah tangga HSP (48 4.36 tahun) secara
signifikan lebih tinggi (p <0,05) dibandingkan (33,75 3,75) dari kepala
rumah tangga MSP, tetapi semua yang digolongkan sebagai setengah baya,
mempertimbangkan populasi Bangladesh (Tabel 1). Kepala keluarga HSP
ditemukan lebih berpendidikan daripada rumah tangga MSP, dan untuk alasan
ini kepala HSP rumah tangga cenderung karyawan dalam pekerjaan kecil dan
usaha.
Pertanian adalah pekerjaan utama rumah tangga MSP, dan ukuran rumah
tangga mereka secara signifikan lebih besar (p <0,05) dibandingkan dengan HSP.
Tidak ada perbedaan yang signifikan (p> 0,05) dalam ukuran kepemilikan tanah
yang dimiliki oleh HSP dan MSP rumah tangga, tetapi karena keterlibatan mereka
di bidang pertanian, MSP rumah tangga disewakan di tambahan lahan (0,34
0,15 ha). Tahunan pendapatan rumah tangga HSP tidak signifikan lebih tinggi (p>
0,05) dibandingkan dengan rumah tangga MSP, namun karena melakukan
setidaknya satu pekerjaan tambahan, rumah tangga MSP memiliki pendapatan
tahunan yang relatif lebih tinggi.
Pertumbuhan dan produksi ikan konsumsi ditingkat rumah tangga
Kelangsungan hidup ikan nila di kandang IFCAS HSP (48,61%) dan
MSP (49,13%) tidak berbeda nyata. Namun, ada perbedaan yang signifikan (p
<0,05) ditemukan antara INCAS dari HSP dan MSP untuk pertumbuhan
individu ikan nila (Tabel 2). Rata-rata ukuran ikan nila di IFCAS adalah 76,2
8,3 dan 112,3 37,9 g, masing-masing di HSP dan MSP setelah empat
bulan, di mana berat badan awal adalah 0,73 g. Produksi ikan nila di IFCAS
dan ikan mas di kolam secara signifikan lebih tinggi (p <0,05) di MSP
daripada di HSP. Rata-rata total produksi dari nila di IFCAS (kg 9 m-2)
adalah 31,2 4,4 dan 52,2 25,9 kg di HSP dan MSP, masing-masing.
Pertumbuhan individu Rohu dan mrigal secara signifikan lebih tinggi (p
<0,05) di MSP daripada di HSP (Tabel 2).
2. Sedang 28 80 29 68.57
Curah hujan yang sering terjadi antara Desember dan Februari, suhu air
minimal 21,5oC dan untuk maksimum 30,0oC. Kadar oksigen berbanding terbalik
dengan curah hujan pada tahun 2006, parameter air sama dengan pengambilan
sampel tapi tidak dengan fosfor, nitrogen, amonia, dan konsentrasi nitrit. Tapi,
disampel lainnya konsentrasi nutrisi menjadi bervariasi pada Desember 2006, di
P3. Nilai rata-rata dari parameter yang diperiksa di stasiun pengambilan sampel
air berada dalam standar kualitas air yang direkomendasikan oleh resolusi no.
357/2005 dari Conselho Nacional do Meio Ambiente bagi air tawar. Konsentrasi
rata-rata secara signifikan lebih tinggi dari jumlah fosfor (p < 0,05) dalam P2
(0,035 mg L - 1) adalah hasil dari sisa pakan dan kotoran ikan. Konsentrasi rata-
rata total fosfor dalam P3 lebih rendah (0,015 mg L - 1), yang berasimilasi dengan
ekosistem perairan. Pemantauan parameter air adalah fundamental, sehingga
produsen dapat menyesuaikan manajemen sesuai dengan kondisi lingkungan,
dengan mengurangi kepadatan ikan atau mengubah jumlah pakan misalnya, untuk
mengurangi atau menghindari penurunan kualitas air.
Keberhasilan budidaya ikan di kolam tergantung pada fisik, kimia, biologi
air dan pengelolaan nutrisi. Semua faktor di kolam budidaya ini saling terkait dan
membutuhkan pengawasan yang konstan untuk menghindari kontaminasi
lingkungan, cyanobakteria merupakan penyebab utama eutrofikasi di danau dan
memungkinkan terjadi di kolam budidaya karena cyanobakteria dapat
menghasilkan cyanotoxin yang beracun untuk vertebrata terutama ikan (Funari
dan Testai 2008). Mikroorganisme memiliki fungsi penting dalam air karena
mereka berpartisipasi dalam transformasi nutrien, gizi ikan, pengendalian
penyakit dan mereka dapat mempengaruhi berbagai parameter kualitas air, seperti
oksigen terlarut, pH dan amonia (Moriarty 1997).
Indikator mikroorganisme seperti thermotolerant coliform, Escherichia
coli dan faecal Streptococci biasanya digunakan untuk menilai tingkat
kontaminasi air dan pakan. Faecal streptococci dan enterococos merupakan salah
satu indicator paling efisien untuk kontaminasi feses dalam air (APHA 1998).
Hasil parameter sampel air dari 3 sampel yaitu rata-rata suhu air bervariasi antara
27,8oC dan 28,1oC. Nilai pH menunjukkan fluktuasi yang kuat selama periode
penelitian terutama pada saat budidaya (6,2-10). Selama percobaan, jumlah
amonia, nitrit, fosfor, dan oksigen terlarut dalam air waduk tidak berbeda secara
signifikan, tingkat amonia 0,047-0,597 mg/L, nitrit 0,001-0,021 mg/L, fosfor
0,050-0,355 mg/L dan oksigen 7,1 dan 8,4 mg/L. Koliform yang ditemukan di
semua sampel antara 70 dan 4600 MPN/100ml dalam periode Maret sampai
November 2008.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Penelitian ini menghasilkan bahwa budidaya karamba yang jaring apung
memainkan peran penting untuk meningkatkan produksi ikan dan
pendapatan ikan petani . Sebagian besar petani ikan yang diperoleh
tahunan penghasilan yang bisa mendukung kebutuhan sehari-hari. Dalam
budidaya, beberapa budidaya ikan dipraktekkan pembudidaya ikan
terpadu, dan kebanyakan dari mereka mepraktekan produksi budidaya
ikan. Para pembudidaya didominasi oleh laki-laki dengan usia berbagai
31-40 tahun. Mereka rata-rata memiliki 4-6 orang dirumah tangga, dan
sebagian dari mereka lulusan Sekolah Tinggi . Informasi tentang budidaya
itu diperoleh dari teman-teman mereka dan sesama pembudidaya. Tidak
ada informasi yang mereka dapatkan dari internet karena sibuk dengan
budidaya ikan mereka . Kualitas air yang buruk Danau Maninjau yang
dipimpin sebagian besar budidaya spesies ikan nila benih yang berasal dari
hatchery swasta. Kualitas air yang buruk adalah kendala utama untuk
produksi ikan.
2. Upaya penelitian partisipatif pembudidaya dilakukan dari Juli hingga
Desember 2013 untuk merancang dan membangun teknologi yang dikenal
sebagai IFCAS untuk pembesaran ikan dan pertumbuhan sayuran di kolam
keruh di wilayah Barisal dari Bangladesh dinaungi oleh ANEP didanai Uni
Eropa (Pertanian dan Nutrisi Proyek Perluasan). Istilah aqua, geo dan
ponik berarti air kolam, kolam lumpur / tanah dan budidaya. Memproduksi
dan panen teratur ikan di kolam yang teduh dan menanam sayuran di
tanggul sekitarnya untuk konsumsi rumah tangga dibatasi. Untuk
mengatasi kesulitan, sebuah IFCAS (3.66 m 2,44 m = 9 m2) didirikan di
setiap 9 - 5 kolam sangat berbayang (HSP) dan 4 kolam cukup keruh
(MSP) - di mana nila gift regangan (Oreochromis niloticus) penuh
ditingkat 100 kolam m-3. Di kolam, spesies ikan mas (Catla catla, Labeo
rohita, Cirrhinus cirrhosus dan Cyprinus carpio) ditebar di rasio 1: 2: 2: 1,
dan pada tingkat 14.820 ha-1. Nila diberi makan pakan terapung dan ikan
mas diberi pakan tambahan. Sayuran ditanam pada tepian IFCAS, dan nila
ditumbuhkan dalam KJA dibangun di bawahnya. Anggota perempuan dari
rumah tangga HSP berpartisipasi sepenuhnya dalam penelitian tindakan
dalam produksi sayuran dan ikan di IFCAS. Rumah tangga yang
berpartisipasi mulai mengkonsumsi sayuran dan ikan nila dari IFCAS
dalam waktu 1,5 dan 1 bulan dari awal percobaan. Rata-rata konsumsi ikan
20 kg/rumah tangga tercatat dalam waktu empat bulan, dari yang lebih dari
50% adalah ikan nila dari IFCAS. Secara keseluruhan ikan dan sayuran
produksi lebih tinggi pada MSP dibandingkan dengan HSP. Sebuah
analisis keuangan menunjukkan rasio manfaat-biaya IFCAS yaitu > 1,
menunjukkan efisiensi investasi dari IFCAS bagi petani.
3. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat adopsi
teknologi pembesaran ikan gurami tergolong kategori sedang.
Karakteristik internal yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi di
kecamatan Purbalingga adalah pendidikan formal dan pendidikan non
formal, pendapatan dan alasan melakukan usaha. Sedangkan hubungan
karakteristik internal yang berpengaruh di wilayah Kemangkon adalah
pendapatan.
4. Budidaya ikan yang ada di waduk tidak berdampak buruk pada
lingkungan, dan menunjukkan bahwa hingga kedalaman 1 m, air
mampu mengasimilasi nutrisi dan bahan organik dari sistem jaring
apung. Peningkatan kadar nitrat dan materi lain ditangguhkan pada
tahun kedua budidaya menunjukkan pengaruh tertinggi pada budidaya
keramba di ekosistem dari waktu ke waktu. Dengan demikian,
pemantauan yang intensif pada parameter air adalah fundamental,
sehingga produsen dapat menyesuaikan manajemen ( kepadatan ikan
atau pemberian pakan ) sesuai dengan kondisi lingkungan untuk
mengurangi penurunan kualitas air.
5.
5.2 Saran
Seharusnya pemerintah lebih menggalakan lagi program budidaya
tanaman dengan sistem akuageoponik ini terutama di kota-kota besar yang
ketersediaan lahannya sudah semakin sempit untuk mengembangkan bidang
pertanian dan kita sebagai mahasiswa yang telah mengetahui budidaya sistem
akuageoponik ini juga harus memperkenalkan kepada masyarakat dilingkungan
sekitar mengenai budidaya tanaman dengan sistem akuageoponik ini, agar ilmu
yang telah didapat dari observasi ini dapat berguna bagi diri kita dan orang lain.