Anda di halaman 1dari 33

ERICK FREDICK

2016330050118

BAB 1
PENDAHUUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah suatu negara yang terdiri dari berbagai kelompok
etnis, budaya, suku, dan agama sehingga Indonesia secara sederhana dapat
dis ebut sebagai masyarakat multikultural. Akan tetapi, di lain pihak, realitas
multikultural tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk
merekonstruksi kembali kebudayaan nasional Indonesia yang dapat menjadi
integrating force yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya
tersebut. Pluralisme pasti dijumpai dalam setiap komunitas masyarakat.
Teristimewa pada saat ini, ketika teknologi transportasi dan komunikasi telah
mencapa i kemajuan pesat. Kemajemukan merupakan inevitable destiny di
tingkat global maupun di tingkat bangsa-negara dan komunitas. Secara
teknis dan teknologis, kita telah mampu untuk tinggal bersama dalam
masyarakat majemuk. Namun demikian, spiritual kita belum memahami arti
sesungguhnya dari hidup bersama dengan orang yang memiliki perbedaan
kultur yang antara lain mencakup perbedaan dalam hal agama, etnis, dan
kelas sosial. Indonesia memiliki kemajemukan suku. Kemajemukan suku ini
merupakan salah satu cirri masyarakat Indonesia yang bisa dibanggakan.
Akan tetapi, tanpa kita sadari bahwa kemajemukan tersebut juga menyimpan
potensi konflik yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini telah terbukti di beberapa wilay ah Indonesia terjadi konflik seperti di
Sampit (antara Suku Madura dan Dayak), di Poso (antara Kri stiani dan
Muslim), di Aceh (antara GAM dan RI), ataupun perkelahian yang kerap
terjadi antarkampung di beberapa wilayah di pulau Jawa dan perkelahian
pelajar antarsekolah.

1
ERICK FREDICK
2016330050118

Untuk meminimalisir hal di atas, di sekolah harus ditanamkan nilai-nilai


kebersamaan, toleran, dan mampu menyesuaikan diri dalam berbagai
perbedaan. Proses pendidikan ke arah ini dapat ditempuh dengan pendidikan
multikultural. Pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara
hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keragaman budaya yang
hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural
diharapkan adanya kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik
sosial.

2
ERICK FREDICK
2016330050118

BAB 2
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Kebudayaan Nasional
Ada beberapa pengertian mengenai kebudayaan nasional, diantaranya :
Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan nasional adalah
suatu kebudayaan yang didukung oleh sebagian besar warga suatu negara,
dan memiliki syarat mutlak bersifat khas dan dibanggakan, serta memberikan
identitas terhadap warga.
Menurut Nugroho Notosusanto, kebudayaan nasional adalah
kebudayaan-kebudayaan daerah dan kebudayaan kesatuan.
Kebudayaan nasional dalam TAP MPR No. 11 tahun 1998, yaitu bahwa
kebudayaan nasional yang berlandaskan pancasila adalah perwujudan cipta ,
karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya
manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai
bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada
pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa.
Sedangkan dalam pandangan Ki Hajar Dewantara kebudayaan
nasional adalah puncak-puncak kebudayaan daerah.
Berdasarkan pada pendapat diatas, maka kebudayaan nasional merupakan
paduan atau gabungan seluruh lapisan kebudayaan bangsa Indonesia, yang
mencerminkan semua aspek kehidupan bangsa, dan merupakan totalitas
berdasarkan aspek kerohanian bangsa.
Kebudayaan nasional adalah apa saja yang dihasilkan oleh manusia
Indonesia dulu , sekarang dan dimasa yang akan datang. Dengan perkataan
lain, kebudayaan nasional ialah kepribadian manusia Indonesia yang dalam
wujudnya berupa pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap terhadap
berbagai aspek kehidupan bangsa, atau sebagai kebudayaan yang dianut
oleh semua warga dalam suatu Negara, yakni keseluruhan cara hidup, cara

3
ERICK FREDICK
2016330050118

berfikir, dan pandangan hidup suatu bangsa yang terekspresi dalam segi
kehidupannya dalam ruang dan waktu tertentu. Kepribadian inilah merupakan
identitas bangsa yang membedakan bangsa kita dari bangsa lain. Artinya,
identitas bangsa dapat dikatakan sebagai perwujudan kebudayaan nasional
yang beragam.

B. Problematika Kebudayaan Nasional


Dalam mewujudkan kebudayaan nasional ada 2 tantangan yang harus
kita hadapi, yaitu tantangan yang bersifat internal dan yang bersifat eksternal.
Tantangan internal adalah hambatan-hambatan yang muncul dalam
kebudayaan kita, yakni sikap tidak saling membudayakan terhadap budaya
yang sudah ada kepada generasi selanjutnya, sehingga hanya segelintir
orang yang mengetahui tentang kebudayaan kita sendiri.Pada akhirnya sikap
menghargai kepada kebudayaan kian melemah.
Tantangan eksternal adalah berupa pengaruh nilai-nilai kebudayaan
asing, terutama yang berasal dari Negara-negara industry maju, yang
dewasa ini semakin tak terbendung.Pengaruh budaya asing ini kemudian
menjalar ke seluruh sendi-sendi kehidupan berupa pemikiran, tingkah laku,
sampai kepada yang berbentuk barang.
Usman Pelly (Maran, R.R.2007:65), menyebutkan beberapa
permasalahan yang merupakan tantangan konkret dalam pembentukan
kebudayaan nasional, yaitu sebagai berikut :
1. Masalah komersialisasi dalam kebudayaan;
2. Masalah komsumerisme dan materialisme;
3. Masalah ketahanan budaya dan konflik njilai;
4. Masalah pendidikan dan proses alih nilai;
5. Masalah adaptasi hukum dalam pengembangan pariwisata;
6. Masalah seks dan kesehatan;
7. Masalah sekularisasi kehidupan beragama;

4
ERICK FREDICK
2016330050118

8. Masalah pengembangan potensi masyarakat dalam upaya mengambil


manfaat optimal dari pariwisata dan interaksi antar bangsa;
9. Masalah pengembangan kemampuan kritis-rasional dalam
menghadapi pengaruh kebudayaan asing.
Selanjutnya, ketidaksanggupan kita dalam menggarap serta mengolah
permasalahan-permasalahan tersebut secara kreatif dengan sendirinya
menjerumuskan kita dalam krisis kebudayaan yang berkepanjangan.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka pendidikan merupakan salah
satu komponen utama dalam rangka membendung musnahnya kebudayaan
nasional.Pendidikan haruslah menghasilkan sikap reflektif secara
kritis.Artinya dengan pendidikan diusahakan membentuk manusia Indonesia
yang ber-Pancasila.

C. Pengeretian Multikulturalisme
Lahirnya paham multikulturalisme berlatar belakang kebutuhan akan
pengakuan (the need of recognition) terhadap kemajemukan budaya, yang
menjadi realitas sehari-hari banyak bangsa, termasuk
Indonesia(Irhandayaningsih, 2013, p. 5). Oleh karena itu, sejak semula
multikulturalisme harus disadari sebagai suatu ideologi, menjadi alat atau
wahana untuk meningkatkan penghargaan atas kesetaraan semua manusia
dan kemanusiaannya yang secara operasional mewujud melalui pranata-
pranata sosialnya, yakni budaya sebagai pemandu kehidupan sekelompok
manusia sehari-hari.Dalam konteks ini, multikulturalisme adalah konsep yang
melegitimasi keanekaragaman budaya. Kita melihat kuatnya prinsip
kesetaraan (egality) dan prinsip pengakuan (recognition) pada berbagai
definisi multikulturalisme:
Multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia yang
kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang
menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan

5
ERICK FREDICK
2016330050118

multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.Multikulturalisme


dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan
dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari
beberapa macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan
sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk
organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (Parekh, 1997 yang dikutip
dari Azra, 2007).
Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta
penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan
keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis,
2006:174), sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan
dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan
(Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).
Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan,
penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari
segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita
untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai
kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap,
2007, mengutip M. Atho Muzhar).

D. Jenis Multikulturalisme
Parekh (1997) membedakan lima model multikulturalisme:
1. Multikulturalisme isolasionis
Yaitu masyarakat yang berbagai kelompok kulturalnya
menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi minimal
satu sama lain.
2. Multikulturalisme akomodatif

6
ERICK FREDICK
2016330050118

Yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat


penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan
kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan
undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif
secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas
untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan mereka.
Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur
dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis
Yaitu masyarakat plural yang kelompok-kelompok kultural
utamanya berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan
budaya dominan dan meng-inginkan kehidupan otonom dalam
kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok
kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang
memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka
menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu
masyarakat yang semua kelompoknya bisa eksis sebagai mitra
sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal/interaktif
Yakni masyarakat plural yang kelompok-kelompok kulturalnya
tidak terlalu terfokus (concerned) dengan kehidupan kultural otonom,
tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan
menegaskan perspektif-perspektif khas mereka.
5. Multikulturalisme cosmopolitan
Yaitu masyarakat plural yang berusaha menghapus batas-batas
kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat tempat
setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu, sebaliknya
secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan

7
ERICK FREDICK
2016330050118

sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing (Azra,


2007).

E. Multikultiralisme di Indonesia
Masyarakat multikultural terjadi ketika kondisi masyarakat ditemukan
tidak hanya satu ragam kultur saja tetapi ada banyak ragam kultur atau
budaya yang berkembang didalamnya. Dalam studi sosiologi dan antropologi
menyatakan bahwa masyarakat multikultural adalah masyarakat yang
tersusun dari berbagai macam etnik, dan setiap etnik tersebut memiliki
respect satu sama lain sehingga tercipta kontribusi terhadap negara (lihat
Alo, 2005: 68).
Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang termasuk
dalam kategori multikultural, hal tersebut dikarenakan terdapat begitu banyak
kebudayaan dan corak kehidupan serta latar belakang yang berbeda-beda
disetiap daerah. Karena hal itulah, masyarakat Indonesia juga disebut
masyarakat majemuk, yang memiliki sekitar 300 suku bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia, dengan jumlah penduduk disetiap suku beragam, ada
yang banyak dan ada pula yang sedikit.
Adapun suku bangsa yang jumlah penduduknya banyak antara lain
suku Jawa, Sunda, Dayak, Batak, Minang, Melayu, Aceh, Bali, Manado, dan
Makasar.Sementara suku bangsa dengan jumlah penduduk sedikit antara
lain suku Nias, Kubu, Mentawai, dan Asmat. Dengan berbagai macam suku
bangsa tersebut, pasti akan menimbulkan yang namanya perbedaan.
Perbedaan terjadi karena adanya hal yang berusaha dilindungi oleh setiap
golongan tertentu, misalnyagolongan A yakin bahwa setiap manusia akan
mati dan kemudian tidak akan lahir kembali. Namun, golongan B berbeda
pendapat, menurut golongan B setiap manusia yang mati pasti akan hidup
kembali melalui renkarnasi dari Tuhan. Perbedaan tersebut, membuat kedua

8
ERICK FREDICK
2016330050118

belah pihak berusaha untuk melindungi pendapat sekaligus keyakinan


mereka masing-masing (lihat Maryati, Kun.& Juju, 2001: 171).
Dengan melindungi pendapat masing-masing tanpa pernah ada
toleran, merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik
antar golongan yang berimbas pada terjadinya konflik antar individu.

F. Penyebab Multikulturalisme di Indonesia


Secara awam, kita menyadari kebutuhan untuk mengakui berbagai
ragam budaya sebagai sederajat demi kesatuan bangsa Indonesia.Namun
secara filosofis, ternyata multikulturalisme mengandung persoalan yang
cukup mendasar tentang konsep kesetaraan budaya itu sendiri. Beberapa
kritikus multikulturalisme telah bicara tentang kelemahan multikulturalisme.
Kritik terhadap multikulturalisme biasanya berangkat dari dua titik tolak.
Pertama, kesadaran tentang ketegangan filosofis antara kesatuan dan
perbedaan (one and many). David Miller (1995) menulis bahwa
multikulturalisme radikal menekankan perbedaan-perbedaan antarkelompok
budaya dengan mengorbankan berbagai persamaan yang mereka miliki dan
dengan demikian multikulturalisme akan melemahkan ikatan-ikatan
solidaritas yang berfungsi mendorong para warga negara untuk mendukung
kebijakan-kebijakan redistributif dari negara kesejahteraan. Hal ini, komentar
Anne Phillips (2007:13), akan menghancurkan kohesi sosial, melemahkan
identitas nasional, mengosongkan sebagian besar dari isi konsep
kewarganegaraan. Jika telah sampai pada titik yang berbahaya,
multikulturalisme radikal akan membangkitkan semangat untuk memisahkan
diri atau separatisme dalam psike kelompok-kelompok kultural.
Kedua, kenyataan bahwa dapat terjadi benturan prinsip kesetaraan
antara elemen minoritas dalam kelompok sosial.Peneliti feminis Susan Moller
Okin (lihat Okin, 1998, 1999, dan 2002), misalnya, menilai bahwa agenda
multikulturalisme tidak dapat berbuat banyak, atau justru makin melemahkan

9
ERICK FREDICK
2016330050118

posisi perempuan dalam tatanan masyarakat lokalnya. Praktik-praktik seperti


poligami, penyunatan alat kelamin perempuan, pernikahan paksa terhadap
anak-anak perempuan termasuk anak-anak perempuan berusia dini, dan lain
sebagainya praktik yang bias gender, justru dilegitimasi oleh multikulturalisme
yang memberikan hak otonom bagi setiap kelompok kultural untuk
melanggengkan tatanan sosial masing-masing. Jika tatanan sosial dari
kelompok kultural tersebut didasarkan atas sistem patriarki, kata Okin, posisi
perempuan dalam masyarakat itu sangat lemah.
Anne Phillips menganalisis situasi ini sebagai benturan antarprinsip
kesetaraan.Terjadi konflik antara dua klaim kesetaraan.Multikulturalisme ingin
menghapuskan ketidaksetaraan yang dialami oleh kelompok-kelompok
kultural minoritas, sementara feminisme ingin menghapuskan
ketidaksetaraan yang dialami oleh kaum perempuan. Kedua proyek ini,
multikulturalisme dan feminisme, sebetulnya berangkat dari komitmen yang
sama terhadap prinsip kesetaraan dan keduanya berhadap-hadapan sebagai
dua aspek yang harus diseimbangkan. Karena keduanya sama-sama
mengurusi isyu ketidaksetaraan yang nyata, sangat tidak tepat untuk
memutuskan yang satu lebih fundamental daripada yang lain (Phillips,
2007:3).
Ada risiko konseptual dalam multikulturalisme bahwa perbedaan
budaya akan terlalu disakralkan sehingga kebenaran universal tentang
praktik sosial-politik yang ideal tidak lagi dicari dan kritik normatif atas praktik
budaya tertentu ditabukan. Para feminis sudah lama 7
mengkritik multikulturalisme sebagai ideologi yang merugikan
perempuan karena melegitimasi sistem sosial patriarkis dalam budaya-
budaya lokal. Sekalipun prinsip kesetaraan (principle of equality) bersifat
mendasar bagi demokrasi dan kehidupan kebangsaan modern, namun
kesetaraan bukanlah satu-satunya prinsip yang berlaku.Demokrasi juga
mengandung penghargaan terhadap hak asasi manusia dan memberikan

10
ERICK FREDICK
2016330050118

ruang luas bagi individu dalam kelompok untuk mengekspresikan diri secara
unik.Isyu ketegangan antara penghargaan terhadap keberbedaan dan hak
untuk menjadi berbeda dengan konsep universal tentang martabat individu
sesungguhnya inilah perlu diteliti lebih lanjut agar ditemukan solusi yang
tepat.
Sampai di titik ini, kita bisa memandang proyek multikulturalisme
dengan lebih menyeluruh, bukan semata-mata sebagai jargon politik untuk
mencitrakan ideologi atau organisasi yang pro kemanusiaan, melainkan
sebagai sebuah konsep filosofis dengan asumsi-asumsi yang ternyata
problematis. Salah satu ironi dari proyek multikultural, lanjut Anne Phillips
(2007:25), adalah bahwa atas nama kesetaraan dan respek mutual
antarelemen masyarakat, ia juga mendorong kita untuk memandang
kelompok-kelompok dan tatanan-tatanan budaya secara sistematis lebih
berbeda daripada kenyataan sesungguhnya dan dalam proses tersebut,
multikulturalisme berkontribusi menciptakan stereotipisasi wujud-wujud
kultural yang ada.
G. Pengertian Toleransi
Secara etimologi toleransi berasal dari kata tolerance (dalam bahasa
Inggris) yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati
keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Di dalam bahasa Arab
menterjemahkan dengan tasamuh, berarti saling mengizinkan, saling
memudahkan.(Munawar, hal. 13)
Dari dua pengertian di atas penulis menyimpulkan toleransi secara
etimologi adalah sikap saling mengizinkan dan menghormati keyakinan orang
lain tanpa memerlukan persetujuan.
Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan
kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk
menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan

11
ERICK FREDICK
2016330050118

nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan


sikapnya itu tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya
ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.(Hasyim, hal. 22)
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli
sebagai berikut:
1. W.J.S Purwadarminta menyatakan Toleransi adalah sikap atau sifat
menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian,
pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda
dengan pendirian sendiri. (Porwadarminta, hal. 1084)
2. Dewan Ensiklopedi Indonesia Toleransi dalam aspek sosial, politik,
merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu
keyakinan yang berbeda.
3. Ensiklopedi American Toleransi memiliki makna sangat terbatas. Ia
berkonotasi menahan diri dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun
demikian, ia memperlihatkan sikap tidak setuju yang tersembunyi dan
biasanya merujuk kepada sebuah kondisi dimana kebebasan yang di
perbolehkannya bersifat terbatas dan bersyarat.
Dari beberapa definisi di atas dapatdi simpulkan bahwa toleransi
adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan
kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas
perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia.
Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan
dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang
dipegang sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut.Jelas
bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip,
dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan
prinsip sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaannya hanya pada aspek-
aspek yang detail dan teknis bukan dalam persoalan yang prinsipil.

12
ERICK FREDICK
2016330050118

Selain itu toleransi mempunyai unsur-unsur yang harus ditekankan


dalam mengekspresikannya terhadap orang lain. Unsur-unsur tersebut
adalah:
1. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
Dimana setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat,
bergerak maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di
dalam memilih suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan ini
diberikan sejak manusia lahir sampai nanti ia meninggal dan
kebebasan atau kemerdekaan yang manusia miliki tidak dapat
digantikan atau direbut oleh orang lain dengan cara apapun.
Karena kebebasan itu adalah datangnya dari Tuhan YME yang
harus dijaga dan dilindungi.Di setiap negara melindungi
kebebasan-kebebasan setiap manusia baik dalam undang-Undang
maupun dalam peraturan yang ada.Begitu pula di dalam memilih
satu agama atau kepercayaan yang diyakini, manusia berhak dan
bebas dalam memilihnya tanpa ada paksaan dari siapapun.
2. Mengakui Hak Setiap Orang
Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di
dalam menentukan sikap perilaku dan nasibnya masing-masing.
Tentu saja sikap atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar
hak orang lain, karena kalau demikian, kehidupan di dalam
masyarakat akan kacau.
3. Menghormati Keyakinan Orang Lain
Landasan keyakinan di atas adalah berdasarkan
kepercayaan, bahwa tidak benar ada orang atau golongan yang
berkeras memaksakan kehendaknya sendiri kepada orang atau
golongan lain. Tidak ada orang atau golongan yang memonopoli
kebenaran dan landasan ini disertai catatan bahwa soal keyakinan
adalah urusan pribadi masing-masing orang.

13
ERICK FREDICK
2016330050118

4. Saling Mengerti
Tidak akan terjadi, saling menghormati antara sesama
manusia bila mereka tidak ada saling mengerti. Saling anti dan
saling membenci, saling berebut pengaruh adalah salah satu akibat
dari tidak adanya saling mengerti dan saling menghargai antara
satu dengan yang lain.

H. Hambatan dalam Toleransi


Sikap toleransi dan peduli sosial yang merupakan jati diri bangsa
Indonesia kini mengalami penurunan.Meskipun pada masyarakat Kasaran
lebih mudah untuk mewujudkan sikap toleransi, namun masih ada
kendala atau hambatan diantaranya:
1. Manakala dari masing-masing tidak bisa mengendalikan diri dari sifat
egois yang cenderung tidak bisa menerima keberadaan keyakinan
agama lain, dan fanatisme yang tinggi yaitu sifat yang menonjolkan
kebenaran keyakinannya dan menyalahkan keyakinan orang lain.
2. Warga yang belum menyadari bahwa kita hidup dilingkungan
masyarakat yang plural, tidak bisa menerima perbedaan-perbedaan
yang ada, menutup diri dengan tetangganya.
3. Rendahnya sikap toleransi dan peduli sosial terhadap sesama ternyata
juga berimbas pada berbagai sendi kehidupan.
4. Carut-marutnya moralitas anak bangsa bisa diamati dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti pemberitaan media tentang semangat toleransi
dalam kehidupan berbangsa di kalangan pelajar semakin menurun.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan
Balitbang Kemendikbud Hurip Danu Ismaji memaparkan bahwa Pada
konflik sosial yang terjadi ditengah masyarakat, acapkali pelajar tak
sekedar menjadi penonton tetapi sudah kerap ambil bagian secara aktif
(http://www.poskotanews.com, 29 November 2013). Terbukti saat ini

14
ERICK FREDICK
2016330050118

makin banyak pelajar terlibat dalam konflik sosial seperti tawuran, geng
motor dan tindak kekerasan lainnya. Hidup di tengah-tengah perbedaan
akan menyulitkan bagi individu yang tidak mampu menerima dan
menghargai perbedaan tersebut. Setiap individu di masyarakat memiliki
ciri khas, latar belakang, agama, suku dan bahasa yang
berbeda.Banyaknya perbedaan tersebut merupakan sebuah potensi yang
dapat memicu konflik dan perpecahan di masyarakat apabila tidak mampu
disikapi secara bijak. Sebagai contoh yang lain, banyak kerusuhan yang
berbau SARA, Pertentangan antar kelompok masyarakat makin
meningkat, kebencian yang makin kuat terhadap etnik tertentu, kebencian
yang makin kuat terhadap sistem dan pelaksanaan program pemerintah
yang dinilai sangat sentralistik dan otoriter, geng motor yang anarkhis,
dan tawuran pelajar merupakan bukti nyata bahwa menghargai dan
menghormati orang lain sudah menjadi sesuatu yang sangat langka di
negara Indonesia.
Kendala-kendala lain yang umumnya bisa menghambat
pelaksanaan toleransi antara lain:
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam
komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia,
adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance)
sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai
akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar
agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang
sensitif.Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan
mendiskusikan masalah-masalah keimanan.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain,
tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara
yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah

15
ERICK FREDICK
2016330050118

perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya.


Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa
pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan
konflik.
2. Kepentingan Politik
Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala
dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama
khususnya di Indonesia.Muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama.Seperti yang sedang terjadi
di negeri kita saat ini.Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib
teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara,
tetapi banyak kepentingan politik dengan mengatasnamakan
agama.
3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif
juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia
telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang
dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni
pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan
tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka
masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama
yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang
ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-
orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat
diterima di sisi Allah.Pandangan-pandangan semacam ini tidak
mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam
agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para
pemimpinnya sendiri-sendiri.Islam tidak bergerak dari satu

16
ERICK FREDICK
2016330050118

komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak
pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki
pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang
bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok
eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat
bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya
untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada di luar
untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka
yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation
atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan
pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka
timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.

17
ERICK FREDICK
2016330050118

BAB 3
PEMBAHASAN
A. Pemahaman Toleransi Multikulturalisme Masyarakat di
Indonesia
Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dari pulau sabang
sampai merauke, berbagai macam suku bangsa, ras, dan kebudayaan yang
ada di Indonesia. Bagaimana tidak? Indonesia yang posisinya sangat
geografis dan berada di tengah-tengah garis khatulistiwa. Indonesia juga
mempunyai pulau terbanyak mencapai ribuan, unik bukan?
Dari itu semua kita juga tahu bahwa Indonesia kaya akan alam yang
indah yang tidak ada di negara lain. Multikulral adalah budaya yang banyak
dan berbeda-beda, mulai dari masyarakat sosialnya, sukunya, budayanya,
dan adatnya pun berbeda. Dari hal ini lah kita perlu menamkan sikap
toleransi dari berbagai aspek baik agama maupun sosial budaya (Tobari,
2015, p. 1). Tak jarang kita temui banyak terjadi konflik antar agama maupun
budaya dan apa penyebabnya? Penyebabnya yaitu tidak ada rasa kasing
sayang dan empati. Bila sudah timbul rasa kasih sayang maka akan tumbul
sikap menghargai dan sikap toleransi di antara berbedanya suku, budaya dan
agama yang ada di Indonesia.
Masyarakat Indonesia sangat unik dengan keberagamannya, karakter
warga masyarakatnya juga berbeda dan unik sesuai dengan perkembangan
wilayahnya dan budayanya masing-masing. Dalam beberapa kasus yang
dulu-dulu pernah terjadi, kita sudah bahwa sudah banyak terjadi perang
maupun konflik antar budaya maupun suku yang sudah terjadi di Indonesia.
Ini juga menjadi keresahan masyarakat Indonesia, jangan-jangan nanti akan
terjadi di wilayah tempat kita tinggal? Ya semua orang pasti juga akan
merasakan hal yang sama. Dimana perang yang terjadi ini sebenarnya terjadi
karena tidak adanya rasa saling mengerti dan percaya, dan juga tidak ada

18
ERICK FREDICK
2016330050118

rasa menghargai satu sama lain. Masing-masing menganggap bahwa


budaya sendirilah yang paling bagus atau yang paling benar atau paling
bermartabat dari budaya yang lain. Tidak adanya jalinan atau hubungan
silaturahmi juga merupakan faktor terjadinya konflik yang tidak bisa di
prediksi. Artinya konflik-konflik yang terjadi bisa saja terjadi begitu saja,
lantaran ada salah satu pihak yang merasa terpancing amarahnya aau
merasa dilecehkan dan direndahkan bahwa budayanya itu rendah atau tidak
berguna sama sekali. Kepahaman akan multikulturalisme juga salah satunya.
Apabila kita mengetahui apa itu multikultural, maka kita juga akan memahami
multilkulturalisme. Multikulturalisme yaitu suatu paham yang meyakini dan
menerima bahwa kebudayaan itu beraneka ragam dan tidak hanya ada
budaya sendiri.
Apabila sudah memahmi konsep ini maka masyarakt kita akan mudah
untuk saling menerima, menghargai, toleransi. Budaya juga merupakan hasil
cipta rasa dan karya manusia. Sekarang berapa jumlah manusia di
Indonesia? Ini yang sering tidak kita pahami, bahwa perbedaan itu
sebenarnya indah dan unik. Kalau tidak ada perbedaan maka kita tidak akan
saling kenal karena kita tahu bahwa mereka juga sama dengan kita. Dengan
adanya perbedaan kita akan selalu penasaran seperti apa kebudayaan yang
lain dari kebudayaan kita? Seperti apa bahasa lokal daerah ini daerah itu.
Apabila kita sudah memahami konsep kebudayaan ini dan bahwa budaya itu
berbeda maka akan timbul rasa toleransi sedikit demi sedikit.
Toleransi ini juga merupakan dasar bagi kita untuk bisa menciptakan
kehidupan yang damai dan harmonis. Itu sudah menjadi keinginan semua
manusia untuk hidup damai dan sejahtera tanpa adanya konflik. Konflik ini
menyebabkan banyak sekali kerugian bahkan merenggut nyawa hanya
karena konflik ini. Untuk itulah mari kita sama-sama untuk memahami betapa
pentingnya multikultural, karena Indonesia masyarakatnya multikultural dan
mempunyai keunikan tersendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa kita juga harus

19
ERICK FREDICK
2016330050118

menerima Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural (Tobari, 2015,


p. 1).

B. Faktor Penyebab Kurangnya Toleransi Multikulturalisme


Keanekaragaman budaya dan masyarakat dianggap pendorong utama
munculnya persoalan-persoalan bagi bangsa Indonesia. Contoh
keanekaragaman yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru, sebagai
berikut.
1. Keanekaragaman Suku Bangsa
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan
budaya yang luar biasa banyaknya. Yang menjadi sebab adalah keberadaan
ratusan suku bangsa yang hidupdan berkembang di berbagai tempat di
wilayah Indonesia. Kita bisa membayangkan apa jadinya apabila masing-
masing suku bangsa itu mempunyai karakter, adat istiadat, bahasa,
kebiasaan, dan lain-lain. Kompleksitas nilai, norma, dan kebiasaan itu bagi
warga suku bangsa yang bersangkutan mungkin tidak menjadi masalah.
Permasalahan baru muncul ketika suku bangsa itu harus berinteraksi sosial
dengan suku bangsa yang lain. Konkretnya, apa yang akan terjadi denganmu
saat harus bertemu dan berkomunikasi dengan temanmu yang berasal dari
suku bangsa yang lain?
2. Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra dan
dua benua, jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi munculnya
keanekaragaman masyarakat dan budaya. Dengan didukung oleh potensi
sumber alam yang melimpah, maka Indonesia menjadi sasaran pelayaran
dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya telah terbentuk jaringan
perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak interaksi dengan bangsa-
bangsa lain itu adalah masuknya beragam bentuk pengaruh agama dan

20
ERICK FREDICK
2016330050118

kebudayaan. Selain melakukan aktivitas perdagangan, para saudagar Islam,


Hindu, Buddha, juga membawa dan menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi
setelah bangsa Barat juga masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-agama
besar pun muncul dan berkembang di Indonesia, dengan jumlah penganut
yang berbeda-beda. Kerukunan antarumat beragama menjadi idam-idaman
hampir semua orang, karena tidak satu agama pun yang mengajarkan
permusuhan. Tetapi, mengapa juga tidak jarang terjadi konflik atas nama
agama?
3. Keanekaragaman Ras
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak bangsa
luar yang bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia. Misalnya,
keturunan Arab, India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-lain. Dengan
sejarah, kita bisa merunut bagaimana asal usulnya.Bangsa-bangsa asing itu
tidak saja hidup dan tinggal di Indonesia, tetapi juga mampu berkembang
secara turun-temurun membentuk golongan sosial dalam masyarakat kita.
Mereka saling berinteraksi dengan penduduk pribumi dari waktu ke waktu.
Bahkan ada di antaranya yang mampu mendominasi kehidupan
perekonomian nasional. Misalnya, keturunan Cina. Permasalahannya,
mengapa sering terjadi konflik dengan orang pribumi?
Dari keterangan-keterangan tersebut terlihat bahwa bangsa Indonesia
terdiri atas berbagai kelompok etnis, agama, budaya yang berpotensi
menimbulkan konflik sosial.
Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga
kelompok sudut pandang yang berkembang, yaitu:
1. Pandangan Primordialisme
Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang berasal dari
genetika seperti suku, ras, agama merupakan sumber utama lahirnya
benturan-benturan kepentingan etnis maupun budaya.
2. Pandangan Kaum Instrumentalisme

21
ERICK FREDICK
2016330050118

Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap


sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan
yang lebih besar baik dalam bentuk materiil maupun nonmateriil.
3. Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat
kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas bagi
kelompok ini dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial.
Oleh karena itu, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki
manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka
persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah.
Kemudian dalam jurnal (Arifudin, 2007, p. 5) dijelaskan terdapat
beberapa sikap yang menyebabkan kurangnya toleransi dalam
multikulturalisme di Indonesia, yaitu:
1. Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Menganggap
suku bangsanya sendiri yang paling unggul, maju, dan baik. Sikap ini
tidak baik untuk dikembangkan di masyarakat yang multicultural seperti
Indonesia. Apabila sikap ini ada dalam diri warga suatu bangsa, maka
kecil kemungkinan mereka untuk bisa menerima keberadaan suku bangsa
yang lain.
2. Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada
masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap
dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaanyang lain.
Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan, sebab tanpa itu yang
muncul adalah disintegrasi sosial. Apabila sikap dan pandangan ini
dibiarkan maka akan memunculkan provinsialisme yaitu paham atau
gerakan yang bersifat kedaerahan dan eksklusivisme yaitu paham yang
mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.
3. Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap
sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa,

22
ERICK FREDICK
2016330050118

ekonomi, agama, dan lain-lain. Sikap ini sangat berbahaya untuk


dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati terhadap sesame
warga Negara.
4. Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan
prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki
keragaman suku bangsa dan masing-masing suku bangsa memiliki cirri
khas. Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan hingga
membentuk sebuah kebencian
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual
maupun secara kebudayaan. Dalam multikulturalisme, sebuah
masyarakat (termasuk juga masyarakat Indonesia) dilihat sebagai sebuah
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang
coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua
kebudayaan dari masing-masing suku bangsa yang sangat jelas dan
belum tercampur oleh warna budaya lain membentuk masyarakat yang
lebih besar.Ide multikulturalisme menurut Taylor merupakan suatu
gagasan untuk mengatur keberagaman dengan prinsip-prinsip dasar
pengakuan akan keberagaman itu sendiri (politics of recognition).
C. Solusi bagi Toleransi dalam Multikulturalisme di Indonesia
Indonesia adalah suatu negara yang terdiri dari berbagai kelompok
etnis, budaya, suku, dan agama sehingga Indonesia secara sederhana dapat
disebut sebagai masyarakat multikultural. Akan tetapi, di lain pihak, realitas
multikultural tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk
merekonstruksi kembali kebudayaan nasional Indonesia yang dapat menjadi
integrating force yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya
tersebut. Karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk, maka dari itu agar kemajemukan ini tidak berkembang menjadi

23
ERICK FREDICK
2016330050118

ancaman disintegrasi harus diupayakan untuk dikelola. Proses pembelajaran


tentang manusia Indonesia harus merupakan mata pelajaran wajib di seluruh
tingkatan jenjang pendidikan.
Guru, kurikulum, sarana-prasarana, Garis Besar Pedoman Pengajaran
dan berbagai hal yang diperlukan untuk suatu proses pembelajaran yang
mendukung multikulturalisme harus disediakan oleh Negara, karena Negara
adalah otoritas tertinggi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk membentuk manusia Indonesia yang bercirikan ke-Indonesiaan
diperlukan adanya penyeragaman dalam beberapa mata pelajaran yang
berdifat umum seperti Bahasa Indonesia. Selain tentunya mata pelajaran
yang mutlak harus diberikan untuk membentuk karakter manusia Indonesia.
Selain tentunya mata pelajaran olah raga dan kesenian. Selama ini proses
pembelajaran lebih cenderung mengupayakan penyeragaman, dan kurang
memperhatikan keragaman masyarakat bangsa Indonesia (Sudiadi, 2009, p.
38).
Pendidikan multikultural tersurat dalam beberapa pasal Undang-
Undang Sisdiknas,antara lain pasal 3 yang menyatakan bahwa: "Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi waga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Kalimat
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
menunjukkan adanya tekad untuk melaksanakan pendidikan multikultur.
Lebih lanjut dalam pasal 4 menegaskan bahwa pentingnya pendidikan
multikultur dalam rangka mendukung proses demokratisasi dan dalam rangka
terciptanya integritas nasional.

24
ERICK FREDICK
2016330050118

Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk


atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan
demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia
secara keseluruhan. Hal ini sejalan de ngan pendapat Paulo Freire,
pendidikan bukan merupakan menara gading yang berusaha menjauhi
realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu
menciptakan tatanan masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial
sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.
Dari definisi tentang multicultural education terlihat bahwa muncul multi
cultural education sangat relevan dilaksanakan dalam mendukung proses
demokratisasi, dimana adanya pengakuan hak asasi manusia, tidak adanya
diskriminasi dan diupayakannya keadilan sosial. Disamping itu dengan
pendidikan multikulturalini dimungkinkan seseorang dapat hidup dengan
tenang di lingkungan kebudayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya
(Freire, 2002, p. 19).
Selanjutnya James Banks (1994) menjelaskan bahwa pendidikan
multikultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan :
1. Content Integration
Mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan
konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin
ilmu.
2. The Knowledge Construction Process
Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah
mata pelajaran (disiplin).
3. An Equity Paedagogy
Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam
rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari
segi ras, budaya ataupun social.
4. Prejudice Reduction

25
ERICK FREDICK
2016330050118

Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode


pengajaran mereka.
5. Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga,
berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras
dalam upaya menciptakan budaya akademik.
Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural,
yaitu :
Pertama, tidak lagi terbatas pada menyamakan pandangan
pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atan pendidikan
multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih
luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan
pendidik dari asumsi bahwa tanggung jawab primer menegmbangkan
kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di
tangan mereka dan justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab
karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran
informal di luar sekolah.
Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan
kebudayaan dengan kelompok etnik adalah sama. Artinya, tidak perlu lagi
mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok
etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. secra tradisional, para pendidik
mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial
yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara
terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau
lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini
diharapkan dapat mengilhami para penyusun program-program pendidikan
multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik
secara stereotip menurut identitas etnik mereka dan akan meningkatkan
eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan
perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.

26
ERICK FREDICK
2016330050118

Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan


baru biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang
sudah memiliki kompetensi, bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa uapaya-
upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah
antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan
memperluas solidarits kelompok adalah menghambat sosialisasi ke dalam
kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan
multikultural tidak dapat disamakan secara logis.
Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam
beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi ditentukan
oleh situasi.
Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan bahwa pendidikan (baik
dalam maupun luar sekolah) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi
dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan
menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikhotomi antara pribumi dan
non-pribumi. Dikotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk
sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini
meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal
manusia.
Mengenai fokus pendidikan multikultural, H.A.R. Tilaar
mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak
lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok sosial, agama, dan kultural
mainstream. Pendidikan multikul tural sebenarnya merupakan sikap peduli
dan mau mengerti ataupun pengakuan terhadap orang lain yang berbeda.
Dalam konteks itu, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih
luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap indeference dan non-
recognition tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi
paradigma pendidikan multikultural mencakup subjek- subjek mengenai
ketidakadilan, kemiskinan, penindasan, dan keterbelakangan kelompok-

27
ERICK FREDICK
2016330050118

kelompok minoritas dalam berbagai bidang, baik itu sosial, ekonomi, budaya,
pendidikan, dan sebagainya . Dalam konteks deskriptif, pendidikan
multikultural seyogyanya berisikan tentang tema-tema mengenai toleransi,
perbedaan ethno-cultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian
konflik dan mediasi, hak asasi manusia, demokratisasi, pluralitas,
kemanusiaan universal, d an subjek-subjek lain yang relevan.
Adapun pelaksanaan pendidikan multikultural tidaklah harus
mengubah kurikulum. Pelajaran pendidikan multikultural dapat terintegrasi
pada mata pelajaran lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman bagi guru
untuk menerapkannya. Yang utama k epada para siswa perlu diajari
mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan sal ing
menghargai. Hal tersebut sangat berharga bagi bekal hidup mereka di
kemudian hari dan sangat penting untuk tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.
Sekolah memegang peranan penting dalam menanamkan nilai
multikultural pada siswa sejak dini. Bila sejak awal mereka telah memiliki
nilai-nilai kebersamaan, toleran, cinta damai, dan menghargai perbedaan,
maka nilai-nilai tersebut akan tercermin pada tingkah-laku mereka seharihari
karena terbentuk pada kepribadiannya. Bila hal tersebut berhasil dimiliki para
generasi muda kita, maka kehidupan mendatang dapat diprediksi aka n relatif
damai dan penuh penghargaan antara sesama dapat terwujud. (Arifudin,
2007, p. 2)
Pelaksanaan pendidikan multikulturalisme di sekolah harus
menanamkan nilai-nilai kebersamaan, toleran, dan mampu menyesuaikan diri
dalam berbagai perbedaan. Proses pendidikan ke arah ini dapat ditempuh
dengan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural merupakan proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keragaman
budaya yang hidup di tengah tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan
multikultural diharapkan mampu menanamkan kesadaran akan pentingnya
sikap toleransi dalam kehidapan bermasyarakat kepada masyarakat

28
ERICK FREDICK
2016330050118

Indonesia khususnya generasi penerus bangsa adanya kelenturan mental


bangsa menghadapi benturan konflik sosial.
Kemudian sumber lain menjelaskan bahwa masyarakat
multikulturalisme harus mengembangkan sikap yang saling memahami dan
saling menghargai antar individu maupun kelompok yang beranekaragam
tersebut. Langkah terbaik di antaranya adalah mengedepankan komunikasi
yang intensif dan dialogis di antara individu dan kelompok-kelompok tersebut.
Sikap menghargai perbedaan dan menerima kenyataan bahwa setiap
manusia adalah unik dengan keinginan, persepsi, dan demokratis dalam
masyarakat yang beranekaragam. Berikut ini adalah solusi agar sikap
toleransi senantiasa dapat terbentuk, yaitu:
1. Mengembangkan sikap saling menghargai terhadap nilai-nilai dan norma
social yang berbeda dari anggota-anggota masyarakat yang kita temui,
tidak mementingkan kelompok, ras, etnik, atau kelompok agamanya
sendiri dalam menjalankan tugas-tugasnya.
2. Meninggalkan sikap primodialisme, terutama sikap yang menjurus pada
sikap etnosentrisme dan sikap yang berlebih-lebihan.
3. Menegakkan peraturan perundang-undangan kepada semua warga
Negara tanpa memandang kedudukan social, ras, etnik, dan agama yang
mereka anut.
4. Mengembangkan rasa nasionalisme teruttamaa melalui penghayatan
wawasan berbangsa dan bernegara.
5. Menyelesaikan semua konflik dengan cara akomodatif melalui mediasi,
kompromi dan adjudikasi.
6. Mengembangkan kesadaran social dan menyadari peranan bagi setiap
individu terutamma para pemegang kekuasaan dan penyelenggaraan
Negara secara secara formal.
Di era reformasi menuju Indonesia baru mari kita berupaya semain
meningkatkan kualitas hidup. Salah satunya adalah bagaimana seharusnya

29
ERICK FREDICK
2016330050118

kita bina ataau menjalin hubungan toleransi dengan benar. Kita perlu dan
wajib membina dan menjalin kehidupan dengan sikap toleransi. Kita sebagai
manusia yang secara kodrat tiddak bisa hidup sendiri. Hal ini berarti
seseorang tidak bisa hidup tanpa bantan dari orang lain atau dengan kata
lain tidak bisa hidup sendirian, tetapi kita sebagai manusia tidak pernah lepas
dari berteman, bertetangga. Sikap dan perilaaku toleransi dapat diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari, lingungan masyarakat, bahkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai solusi untuk menanamkan
sikap toleransi dalam masyarakat multikultural, dapat disimpulkan bahwa
dengan melalui pendidikan multukulturalisme, maka masyarakat Indonesia
akan memahami dan menanamkan sikap toleransi sosial yakni sikap yang
menghargai perbedaan-perbedaan sosial yang terdapat dalam masyarakat.
Kemudian masyarakat dapat menyadari akan suatu keadaan ketika
seseorang berusaha memahami perbedaan-perbedaan sosial yang ada
dalam masyarakat dengan cara menempatkan dirinya sebagai individu atau
kelompok yang berbeda tersebut. Sehingga masyarakat Indonesia akan
terhindar dari problematika ataupun konflik-konflik yang kemungkinan terjadi
pada masyarakat multikultural.

30
ERICK FREDICK
2016330050118

BAB 4
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Multikultural bagi Indonesia merupakan suatu strategi dan integrasi
sosial di mana keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati,
sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu
separatisme dan disintegrasi sosial. Multikulturalisme mengajarkan semangat
kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial akan
melahirkan persatuan kuat, tetapi pengakuan adanya pluralitas (Bhinneka)
budaya bangsa inilah yang lebih menjamin persatuan bangsa.
Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai
akibat keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti yang mendasari
konflik di daerah Maluku Utara dan Maluku Tengah. Tapi Seharusnya
keberagaman dan perbedaan Indonesia harus di jaga agar dengan adanya
perbedaan dalam kebudayaan membuat Indonesia semakin kaya dan sesuai
dengan semboyan Negara Indonesia yaitu bhineka tunggal ika (berbeda
tetapi satu tujuan). Solusi untuk menghadapi konflik akibat multikulturalisme
diantaranya:
1. Memberikan Toleransi yang tinggi terhadap kebudayaan yang berbeda
dengan kebudayaan kita
2. Menghargai suku,agama,dan ras yang berbeda
3. Jika permasalahnnya karena miss communication bisa dengan
mengadakan mediasi antar kepala suku atau kepala daerah yang ada di
daerah sampit
4. Pemerintah harus lebih telaten dalam mengurusi masalah-masalah
yang ada di sudut-sudut Negara, jangan hanya terpaku pada ibu kota saja

31
ERICK FREDICK
2016330050118

5. Pemerintah harus lebih peka dan adil dalam pembuatan peraturan-


peraturan agar tidak ada yang merasa di anak tirikan dan merasa tidak di
perdulikan oleh pemerintah.
6. Perbaikan pada manajemen konflik agar mampu mengurangi konflik
yang terjadi antara kelompok minoritas dengan minoritas maupun antara
kelompok minoritas dengan mayoritas.
7. Diadakannya pendidikan multikultural sebagai pengembangan pola
positif masyarakat pada masyarakat.
8. Mengenali dan mencintai budaya lain dengan pengenalan budaya.

Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai


macam ras, suku budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk
menerapkan pendidikan multikultural.Karena tidak dapat dipungkiri bahwa
dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah seringkali menjadi
penyebab munculnya berbagai macam konflik.

B. SARAN
Indonesia adalah bangsa yang multikultural, bangsa yang berdiri dari
bebagai macam suku, budaya, ras dan berbagai bahasa. Namun hal tersebut
tidak menutup kemungkinan bagi kita sebagai bangsa indonesia untuk
bersatu dan berjuang untuk bangsa yang terdiri dari bermacam-macam kultur
ini. Kita harus bersatu agar duduk sama rendah dan berdiri sama dengan
bangsa yang lain dan bersama-sama, bergotong royong untuk mengangkat
martabat bangsa Indonesia di mata dunia.Untuk itu sebagai warga Negara
yang cinta tanah air kita harus menjaga keanekaragaman kebudayaan kita.
Kita dianjurkan untuk hidup saling berdampingan satu sama lain sehingga
tidak ada pertengkaran dan perpecahan.

32
ERICK FREDICK
2016330050118

DAFTAR PUSTAKA

Arifudin, I. (2007). Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah. Jurnal


Pemikiran Alternatif Pendidikan , 220-233.
Hasyim, U. (1972). Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai
Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Munawar, P. D. Fikih Hubungan Antar Agama . Jakarta: Ciputat Press.
Porwadarminta, W. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sudiadi, D. (2009). Menuju Kehidupan Harmonis dalam Masyarakat yang Majemuk.
Jurnal Kriminologi Indonesia , 33-42.
Tobari, A. (2015, April 11). Pentingnya Sikap Toleransi dalam Multikulturalisme
Bangsa Indonesia. Retrieved April 25, 2016, from Kompasiana:
www.kompasiana.com/alantobari/pentingnya-sikap-toleransi-dalam-
multikultural-bangsa-indonesia_5535a7426ea8348216a4e8

33

Anda mungkin juga menyukai