Anda di halaman 1dari 2

Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran tidak lepas dari 3 bidang norma atau

kaidah yang menjadi pegangan, dan juga yang menjadi tolak ukur untuk menentukan seorang dokter
atau dokter gigi tersebut bersalah atau tidak dalam berpraktik. Namun, setiap dokter atau dokter gigi
terikat pula oleh norma atau kaidah sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai anggota
profesi maupun sebagai individu dan profesi melakukan praktik kedokteran.
Permasalahannya adalah bagaimanakah seorang dokter dapat memilah antara norma etika sebagai
anggota profesi dan norma etika sebagai pelaksana praktik kedokteran?. Kapankah seorang dokter
masuk dalam lingkup norma disiplin kedokteran dan kapan pula seorang dokter sebagai warga
masyarakat diatur dalam lingkup hukum (pidana, perdata, dan administrasi).

Pembahasan
Tidak dapat disangkali lagi bahwa dengan berlakunya undang-undang praktik kedokteran maka apa yang
menjadi norma atau kaidah-kaidah bagi setiap dokter atau dokter gigi baik sebagai individu maupun
sebagai organisasi profesi. Sebagai individu pengemban ilmu pengetahuan kedokteran dalam
penerapannya maupun sebagai individu dalam pergaulan masyarakat di bidang praktik kedokteran telah
diatur dan telah diberlakukan.
Undang-undang praktik kedokteran mengatur tentang profesi dan etika kedokteran dan kedokteran gigi
pada pasal 1 angka 11, pasal 8, pasal 68 dan sebagainya, mengatur disiplin keilmuan kedokteran dan
kedokteran gigi antara lain Bab VIII, pasal 55 sampai dengan 70, pasal 44, 45, 46, dan 48 dan sebagainya.
Dan yang mengatur mengenai hukum kedokteran dan kedokteran gigi antara lain Bab X, Bab VI, Bab VII
dan sebagainya dalam undang-undang praktik kedokteran.
Norma atau kaidah etika menjadi lingkup dokter dan dokter gigi baik sebagai individu dalam profesi dan
sebagai penyelenggaraan profesi dalam praktik kedokteran. Seorang dokter atau dokter gigi harus taat
pada norma etika baik dia tidak berpraktik maupun juga saat melakukan praktik kedokteran. Seorang
dokter dan dokter gigi tidak memiliki STR, SIP, pemalsuan ijazah, pengguna obat terlarang dan
sebagainya, secara etika sebagai anggota profesi tetap dianggap melanggar etika dan dapat diproses oleh
organisasi profesinya. Sedangkan untuk norma disiplin kedokteran, hal ini sangat terkait dengan
dilakukan dalam praktik kedokteran. Penerapan dan penegakan norma-norma disiplin baru dapat
dikatakan aktif bila dilakukan dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. Seorang dokter atau dokter
gigi yang tidak memiliki STR atau SIP, pemalsuan ijazah, pengguna obat-obat terlarang dan sebagainya,
bila diterapkan dan terjadi pada penyelenggaraan praktik kedokteran, maka tidak saja norma etika,
tetapi norma-norma disiplin juga berlaku dan dapat dikenakan, karena dianggap prilaku dokter itu
berpengaruh terhadap praktik kedokteran yang dilakukannya.
Begitu pula pada norma hukum yang mengatur terhadap dokter dan dokter gigi secara individu untuk
pergaulan dalam masyarakat tetapi adapula norma hukum dalam pergaulan pada penyelenggaraan
praktik kedokteran. Jadi pada norma hukum mengatur dokter dan dokter gigi baik diluar praktik
kedokteran maupun didalam melaksanakan praktik kedokteran.

Kesimpulan
Wilayah norma etika terdiri dari wilayah norma etika dokter dan dokter gigi secara individu berprilaku
sebagai anggota profesi dan wilayah norma etika dalam melaksanakan praktik kedokteran. Wilayah
norma disiplin dapat dikenakan terhadap dokter atau dokter gigi yang berprilaku dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran karena diluar praktik kedokteran hanya ada pada wilayah norma etika dan hokum.
Untuk wilayah norma hukum baik dokter atau dokter gigi sebagai individu dalam pergaulan dalam
masyarakat maupun juga dokter atau dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai