Etika Pengambilan Sampel - Wolly PDF
Etika Pengambilan Sampel - Wolly PDF
Disusun oleh:
WOLLY CANDRAMILA
NIM 30609003
Wolly Candramila2
Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB
Jl. Ganesha No. 10 Bandung
Abstract
In both proposing and carrying out research using parts of human body
or human tissue, researchers must be open about the purpose(s), potential
impacts, and source(s) of support for research projects with funders, colleagues,
persons studied or providing information, as well as with relevant parties
affected by research. Researchers must expect to utilize the results of their work
in an appropriate fashion and disseminate the results through appropriate and
timely activities. Human research fulfilling these expectations is ethical,
regardless of the source of funding (public or private) or purpose (i.e. aplied,
basic, pure, or proprietary).
Pendahuluan
Pada tahun 2004, masyarakat ilmiah dikejutkan oleh keberhasilan
Hwang Woo-Suk, seorang ilmuwan Korea Selatan yang berhasil
mendapatkan stem cell manusia dari hasil klon blastosis seperti yang
dilaporkannya dalam jurnal Science (Hwang et al., 2004). Keberhasilan
Hwang dilanjutkan pada tahun berikutnya saat dia mengaku berhasil
membuat stem cell embrionik spesifik dari pasiennya (Hwang et al. 2005).
Keberhasilan Hwang semakin membesarkan namanya hingga dia
dianugerahi julukan sebagai Supreme Scientist dengan berbagai
kemewahan yang diberikan oleh pemerintah dan masyarakat Korea
Selatan. Akan tetapi, diluar dugaan semua orang bahwa keberhasilan
Hwang tersebut ternyata merupakan kebohongan belaka. Kenyataannya,
Hwang mendapatkan blastosis manusia melalui transfer inti sel somatik
dan bukan hasil klon. Selain itu, dia juga telah berbohong tentang sumber
1
Makalah Bioetika, Mata Kuliah Filsafat Ilmu (Dosen: Intan Ahmad, Ph.D.)
2
Mahasiswa Program Doktor SITH ITB, e-mail: wj_bunhok@yahoo.com
oosit yang dia pergunakan karena kenyataannya dia menggunakan oosit
dari rekan penelitiannya dan dari donor yang dia bayar. Keberhasilan
Hwang pada akhirnya berujung menjadi skandal yang tidak hanya
dianggap sebagai kebohongan ilmiah semata tetapi menjadi isu etika,
ideologi dan politik ekonomi. Bahkan, skandal kebohongan Hwang
mendapat perhatian dalam berbagai pertemuan dan konferensi bioetik
internasional, misalnya dalam The 3rd International Conference on Clinical
Bioethics di Okayama (Song, 2006a) dan The 8th World Congress of
Bioethics di Beijing (Song, 2006b).
Penelitian yang melibatkan subjek manusia memang dapat
memunculkan pertanyaan tentang etika dan legalitasnya, bukan hanya
untuk menghindari kebohongan ilmiah seperti yang dilakukan Hwang
Woo-Suk tetapi juga untuk memastikan bahwa partisipan penelitian
mendapatkan informasi dan proteksi yang sewajarnya. Selain itu,
penelitian itu sendiri dapat memberikan manfaat bagi subjek penelitian
tersebut dan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri bagi
masyarakat luas. Bahkan, dalam kasus Hwang, suatu komite yang
dibentuk oleh Universitas Nasional Seoul menemukan bahwa antara
Nopember 2002 hingga Nopember 2005 Hwang telah bekerja dengan 2061
oosit dari 129 wanita probandus. Oosit sendiri selayaknya digunakan
dalam kegiatan reproduksi, bukan untuk penelitian.
Terlepas dari fabrikasi yang dilakukan Hwang dalam laporan
penelitiannya, pemakaian oosit manusia untuk kegiatan penelitian yang
gagal merupakan hal yang sia-sia. Menurut Steinbrook (2006), donasi oosit
sangat menghabiskan waktu, tidak nyaman dan mengandung resiko,
tetapi tanpa donor yang bersedia memberikan oositnya maka penelitian
tentang stem cell dari embrio manusia tidak akan pernah ada. Hal yang
utama dikhawatirkan adalah bahwa beberapa donor yang berpotensi
tidak diberikan informasi penuh mengenai apa yang akan dihadapi
mereka. Bahkan, sebagian donor mungkin tidak mengerti hal-hal buruk
yang bisa terjadi selanjutnya. Beberapa pengamat menganggap bahwa
membayar donor adalah salah, akan tetapi pengamat lainnya
menganggap hal itu merupakan tindakan yang paling adil bagi si donor.
Penutup
Etika pengambilan sampel manusia menjadi sangat menarik karena
berkaitan dengan Homo sapiens secara objek. Kegiatan ini mungkin tidak
terlalu bermasalah jika menyangkut organisme lainnya, walaupun pada
kenyataannya banyak juga aturan dan kode etik yang berkaitan dengan
berbagai sampel organisme lainnya. Di lain pihak, perkembangan
penelitian manusia, terutama di bidang kedokteran yang bertujuan untuk
meningkatkan fitness manusia melalui tingkat kesehatan yang lebih baik,
mempunyai nilai penting yang sama besarnya demi keberlanjutan
populasi manusia. Pemahaman altruisme yang dimiliki manusia untuk
manusia lainnya, bahkan untuk spesies lain, menciptakan kebutuhan akan
kode etik yang jelas dalam memperlakukan sesamanya dengan cara-cara
yang baik.
Cara-cara yang baik dalam menggunakan sampel manusia
semestinya dipahami oleh seorang ilmuwan. Terlepas dari harapan
masyarakat atas integritas seorang ilmuwan dalam bidang ilmunya dan
kontribusinya terhadap perbaikan kualitas hidup manusia, di sisi lain
ilmuwan juga memiliki keterbatasan. Harapan yang tinggi dari
masyarakat atau institusi tempat si peneliti bekerja akan keberhasilan
suatu penelitian serta atmosfer kompetisi yang tercipta antarinstitusi
maupun negara dapat memaksa peneliti untuk melakukan kesalahan
yang tidak semestinya. Meskipun demikian, keterbatasan itu harus bisa
diantisipasi. Pemahaman tentang kode etik dalam melaksanakan
penelitian manusia semestinya sudah dimiliki oleh si peneliti bahkan
sebelum melakukan penelitian.
Berkaitan dengan etika pengambilan sampel manusia, peneliti
tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada objek penelitian tetapi juga
kepada ilmu pengetahuan dan profesinya, publik dan peneliti selanjutnya.
Tanggung jawab peneliti terhadap ilmu pengetahuan dan profesinya
meliputi lima hal. Pertama, peneliti harus mampu mengatasi dilema etik
yang mungkin dihadapi sejak melakukan penulisan proposal hingga
penyelesaian penelitiannya, bahkan kemungkinan permasalahan etik
yang berkembang selanjutnya. Kedua, peneliti harus memiliki rasa
tanggung jawab atas integritas dan reputasi dalam bidang ilmunya,
profesi dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Ketiga, peneliti harus
mampu mempersiapkan peluang-peluang untuk penelitian selanjutnya.
Keempat, peneliti seharusnya mampu memanfaatkan hasil-hasil
penelitiannya dengan cara yang baik dan mempublikasikan hasil temuan
ilmiahnya kepada masyarakat ilmiah. Kelima, peneliti seharusnya
memperhatikan peluang agar data-data penelitiannya dapat diakses
dengan baik untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
Pada dasarnya, sampel bagian tubuh manusia dapat dipergunakan
dalam kegiatan penelitian ilmiah, terutama dalam bidang medis.
Pemahaman tentang cara-cara mengambil sampel yang tidak
menyakitkan dan meminimalisasi luka yang diakibatkan serta probandus
mendapatkan informasi yang utuh mengenai tujuan penelitian dan
dampak yang mungkin dialami bukanlah satu-satunya hal yang harus
diperhatikan ketika akan melakukan penelitian yang menggunakan
bagian tubuh manusia. Peneliti juga harus mampu memperhatikan
potensi permasalahan etik yang muncul pada masa yang akan datang
terutama jika sampel digunakan untuk penelitian lanjutan atau penelitian
tidak memberikan hasil positif seperti yang diharapkan semula.
Mengingat peneliti juga merupakan bagian dari beragam masyarakat
dengan kode etik yang berbeda-beda, maka peneliti juga harus mampu
memilih metode dan cara yang tepat dalam menyusun dan melaksanakan
penelitiannya bukan hanya berdasarkan obligasi yang harus dipenuhinya
tetapi juga berdasarkan nilai-nilai lain yang dianut oleh masyarakat.
Pelanggaran etika dalam penelitian memang seringkali tidak
menimbulkan sanksi hukum yang jelas tetapi bisa sangat merugikan bagi
pelakunya jika dikaitkan dengan integritasnya dalam masyarakat ilmiah.
Daftar Pustaka