N 6 Makalah Agroforestri Kopi Edit Handi 11-04-2016 Proof Reading Acc
N 6 Makalah Agroforestri Kopi Edit Handi 11-04-2016 Proof Reading Acc
PROSPEK PENGEMBANGAN
AGROFORESTRI BERBASIS KOPI DI INDONESIA
Prospects of Agroforestry Development Based on Coffee in Indonesia
ABSTRAK ABSTRACT
Keterbatasan lahan pertanian mendorong masyarakat/ Limitations of agricultural land to encourage people/
petani membuka lahan baru di kawasan hutan, farmers open up new land in forest areas, by felling
dengan cara menebang dan membongkar tanaman tree forests and forcing open plants and burning the
hutan serta membakar sisa-sisa tanaman dan semak remains of plants and shrubs as a result of land being
belukar, akibatnya lahan menjadi kritis. Salah satu serious critical. One effort to over come the problem is
upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah through the implementation of a coffee-based
melalui penerapan sistem agroforestri berbasis kopi. agroforestry systems. Role-based on agroforestry coffee
Agroforestri berbasis kopi yang sudah dikembangkan
farmers that have been developed, by farmers involve
petani berperan dalam : (1) Konservasi lahan, air dan
on (1) Conserve land, water and biodiversity, (2) Add
keanekaragaman hayati, (2) Penambahan unsur hara
of nutrients lands, (3) Control of microclimate, (4) Add
lahan, (3) Pengendalian iklim mikro, (4) Penambahan
of carbon stocks (5) Suppress pests and diseases, and
cadangan karbon (5) Menekan serangan hama dan
penyakit dan (6) Peningkatan pendapatan petani. (6) Enhancement to the income of farmers. Coffee-
Agroforestri berbasis kopi telah dipraktekkan oleh based agroforestry has been practiced by farmers in
petani pada berbagai wilayah di Indonesia, various regions in Indonesia, including in West
diantaranya di Lampung Barat (pola hutan Lampung (patterns of community forestry and forest
kemasyarakatan dan hutan desa), Jawa Barat dan Jawa villages), West Java and Central Java (forest
Tengah (pola pengelolaan hutan bersama masyarakat). management with communities). Challenge/problems
Tantangan/masalah yang dijumpai pada agroforestri encountered in the coffee-based agroforestry include
berbasis kopi diantaranya (1) Tingkat pengetahun (1) The level of knowledge of farmers on the cultivation
petani tentang budidaya agroforestri berbasis kopi of coffee-based agroforestry still low, (2) Lack of
yang masih rendah, (2) Terbatasnya modal usaha dan venture capital and (3) The uncertainty of the status of
(3) Ketidakpastian status lahan usaha. Upaya untuk business land. Efforts to overcome these problems can
mengatasi masalah tersebut dapat dilalukan melalui through training and mentoring cultivation
pelatihan dan pendampingan teknologi budidaya, technology, venture capital assistance and legal
bantuan modal usaha dan kepastian hukum status certainty of land status. Development direction of
lahan. Pengembangan agroforesti berbasis kopi
coffee-based agroforestry can be done conduct of
diarahkan pada dikawasan hutan milik Perum
region-owned Perum Perhutani, community forestry
Perhutani, hutan kemasyarakan (HKm) dan hutan
(CF) and village forest (VF) which covers each
desa (HD) yang luasnya masing-masing 2.250.172;
2.250.172; 2.500.000 and 500.000 ha. This paper aims to
2.500.000 dan 500.000 ha. Makalah ini bertujuan untuk
mengidentifikasi peran agroforestri berbasis kopi identify the role of coffee-based agroforestry on the
terhadap lingkungan, dan ekonomi petani serta environment, and the economy of farmers and
prospek pengembangannya di Indonesia. development prospect in Indonesia.
Kata kunci: Tanaman kopi, agroforestri, tanaman Keywords: Coffee sp., agroforestry, shade plants,
penaung, lingkungan, pendapatan, environment, income, development
pengembangan
udara 1,2 1,4oC dibandingkan kopi monokultur nilainya hanya sekitar 0,5 ton C/ha/tahun.
(tanpa tanaman penaung (Pezzopane et al., 2011). Dengan demikian time averaged C stock untuk
Bahkan menurut Pezzopane et al. (2010) agroforestri berbasis kopi dan kopi monokultur
penurunan suhu udara dapat mencapai 2,2 0C diduga sekitar masing-masing 41 ton C/ha dan
pada agroforestri kopi dengan tanaman 12,5 ton C/ha/tahun.
makadamia (Macadamia integrifolia Maiden and Hasil penelitian Sari dan Hariah (2012)
Betche). Suhu tanah, dan suhu daun kopi pada menunjukkan bahwa cadangan karbon pada
agroforestri berbasis kopi masing-masing 19,7; agroforestri sederhana dan agroforestri multi
24,20C lebih rendah dibandingkan kopi strata berbasis kopi nilainya hanya masing-
monokultur yang mencapai masing-masing 20,8; masing 42,98 dan 47,19% dari cadangan karbon
28,1 0C. (Bote dan Struik, 2011). hutan primer, sedang terhadap cadangan karbon
hutan sekunder nilainya masing-masing dapat
Penambahan Cadangan Karbon mencapai 79,85 dan 87,66% (Tabel 3).
Hergoualch, et al. (2012), melaporkan bahwa
cadangkan karbon pada kopi monokultur di Menekan Serangan Hama dan Penyakit
Costa Rica sebesar 14,1 ton C/ha dan pada Agroforestri berbasis kopi dapat
agroforestri kopi dengan Inga densiflora dapat menurunkan penyakit buah hijau kopi, yang
mencapai 32,4 ton C/ha, sedangkan di Mexico disebabkan oleh Colletotrichum kahawae. Penyakit
agroforestri kopi dengan Inga spp. dapat tersebut merupakan kendala utama untuk
mencapai 154,30 ton C/ha (Soto-Pinto dan Davila, budidaya kopi Arabika di Afrika, yang dapat
2015). Agroforestri kopi dengan penaung menyebabkan kerugian panen 60% (Bedimo, et
tanaman kayu, obat dan buah di Gutemala dapat al., 2008). Hasil penelitian Sribawa et al. (2010)
menghasilkan stok karbon 127,62 ton C/ha menunjukkan bahwa sistem agroforestri berbasis
(Schmitt-Harsh et al., 2012) kopi dengan tingkat naungan di atas 40% dapat
Cadangan karbon untuk beberapa wilayah menurunkan kelimpahan nematoda parasit.
di Indonesia, pada agroforestri multistrata
berbasis kopi rata-rata adalah 43 ton C/ha, Peningkatan Pendapatan
agroforestri sederhana (naungan tunggal) Pendapatan dari nilai ekonomi sistem
berbasis kopi lahan milik petani dan kebun agroforestri lebih besar dari pendapatan non
percobaan masing-masing adalah 23 dan 38 ton agroforestri (Rachman, 2011). Kopi yang
C/ha. Sedang pada lahan kopi monokultur diusahakan secara monokultur (tanpa naungan)
cadangan karbonnya rata-rata hanya 13 ton C/ha hanya memberikan nilai NPV (Net Present Value)
(Hairiah dan Rahayu, 2010). Rp. 13.594.616/ha, BCR (Benefit Cost Ratio) 1,31
Selanjutnya Hairiah dan Rahayu (2010) dan IRR (Internal Rate Return) 22,08% sedangkan
melaporkan bahwa laju pertumbuhan cadangan jika diusahakan dalam sistem agroforestri
karbon pada agroforestri multistrata berbasis sederhana berbasis kopi, agroforestri multistrata
kopi berkisar 0,9 1,86 ton C/ha/tahun dan kayu-kayuan berbasis kopi dan agroforestri
agroforestri sederhana milik petani dan di kebun multistrata multiguna berbasis kopi memberikan
percobaan masing-masing 0,79 dan 2, 8 ton nilai NPV masing-masing sebesar Rp.14.136.907,
C/ha/tahun. Untuk lahan kopi monokultur
Produktivitas
Diuduga tanaman tersebut mengeluarkan
2000
Kopi Tanpa
(kg/ha)
senyawa alelopati seperti coumarik, gallik, gentisik,
katekol, vanilat dan asam hidroksibenzoat syringik 1000 Penaung
(Prawoto et al., 2006; Hunde et al., 2014). 0 Kopi Dengan
Dampak tanaman penaung pada tanaman 3 4 5 6 Penaung
kopi diantaranya adalah : (1) Memperlambat Umur Tanaman (tahun)
pematangan buah, (2) Meningkatkan luas daun
dan jumlah cabang bawah, (3) Menurunkan Sumber : Ricci et al. (2011)
jumlah produksi dompolan buah per cabang, dan
(4) Meningkatkan jarak antar dompolan dan Gambar 3. Pengaruh naungan terhadap produksi
jumlah daun per cabang. Jumlah tanaman kopi kopi Arabika di Rio de Janeiro, Brasil
yang mengalami mati cabang/ranting meningkat
pada tanaman kopi tanpa naungan (Ricci et al., Begitu juga dengan hasil penelitian Evizal
2011). Tanaman kopi Arabika yang (2010) di Lampung (ketinggian tempat 900 m
menggunakan naungan menghasilkan berat biji dpl). Agroforestri kopi Robusta + gamal dan
lebih besar (148 g/1000 biji) dibanding tanpa kopi Robusta + dadap, pada umur tanaman kopi
naungan (134 g/1000 biji) dan kualitas biji yang 3 tiga tahun, produktivitasnya lebih rendah di
lebih baik dibandingkan tanpa naungan (Bote bandingkan kopi Robusta tanpa naungan, tetapi
dan Struik, 2011). ketika umur tanaman kopi 4 16 tahun, biji kopi
Tanaman penaung dapat membuat produksi Robusta yang dihasilkan lebih tinggi
kopi menjadi stabil. Ricci et al. (2011) melaporkan dibandingkan kopi tanpa naungan. Pada
bahwa tanaman kopi Arabika (jarak tanam 2,5 m Agroforestri kopi Robusta + cempaka,
x 0,7 m) dengan tingkat naungan 33%, produktivitas kopi pada umur 3 5 nilainya
menggunakan penaung sementara pisang (Musa selalu lebih tinggi dibandingkan kopi Robusta
sp., var. Prata Comum (jarak tanam 3 m x 5 m), tanpa naungan, tetapi pada umur 15-16 tahun
dan penaung tetap Erythrina verna (jarak tanam 9 produktivitasnya menjadi lebih rendah (Tabel 6).
m 5 m) pada ketinggian tempat 608 m dpl, Produktivitas biji kopi Arabika umur 12
panen pertamanya (umur tiga tahun setelah tahun (jarak tanam 2,5 m x 2,5 m) di bawah
Tabel 6. Produktivitas kopi Robusta pada berbagai tanaman penaung dan tingkat umur di Sumber Jaya,
Lampung, tahun 2007-2010
Umur Tanaman Tanpa Tanaman Penaung
Kopi Penaung (kg/ha)
(tahun) (kg/ha) Gamal Dadap Cempaka
3 465,30 463,30 389,90 557,50
4 1352,40 1637,40 1595,00 1446,10
5 1290,50 1431,10 1573,20 1364,40
15 683,53 805,57 987,50 534,50
16 598,82 839,16 935,54 489,77
Sumber : Evizal et al. (2010)
Keterangan : Jarak tanam kopi 2 m x 2 m dan tanaman penaung 4 m x 4 m
tegakan tanaman penaung leda dan suren yang Rasa kopi yang optimal dapat diperoleh
masing-masing berumur enam tahun (jarak dengan intensitas cahaya sedang, sedangkan
tanam 5 m x 5 m) dapat mencapai di atas 1 kadar kafein tidak secara langsung
ton/ha. Kondisi lingkungan (tingkat naungan mempengaruhi cita rasa kopi Robusta. Intensitas
dan kesuburan tanah) pada sistem agroforestri cahaya tinggi yang masuk ke kebun
tersebut sangat menunjang produksi kopi menyebabkan aroma kopi Robusta yang makin
Arabika (Tabel 7 ) (Fathurrohmah, 2014) kuat, sedangkan untuk membentuk cita rasa
Sistem agroforestri kopi dengan jati terbaik diperlukan intensitas cahaya sedang.
menggunakan jarak tanam baris ganda (3 m x 2,5 Kadar kafein dalam biji kopi berkorelasi positif
m x 18 m), kopi dengan sengon jarak tanam 2,5 dengan intensitas cahaya (Erdiansyah dan
m x 6 m, dan kopi dengan sengon varietas Yusianto, 2012). Hasil uji citarasa pada kopi
solomon jarak tanam baris ganda (3 m x 5 m x Arabika yang berasal dari sistem agroforestri
12,5 m) menghasilkan buah kopi yang lebih kopi dengan tanaman kehutanan di daerah
tinggi pada kopi Robusta umur tahun Pangalengan, Bandung Jawa Barat menunjukkan
dibandingkan sistem agroforestri kopi dengan nilai yang excellen (di atas 80). Kopi dengan nilai
lamtoro jarak tanam 3 m x 2,5 m (rekomendasi) citarasa di atas 80 tergolong kopi spesialti, yang
(Prawoto dan Yuliasmara, 2011) diminati oleh konsumen di luar negeri seperti,
Kadir dan Hayati (2011) melaporkan bahwa Maroko, Jepang dan Australia.
produksi biji kopi dari tanaman kopi umur lima
tahun yang ditanam bersama eucalyptus dan
POTENSI, PELUANG DAN TANTANGAN
kakao di Gowa, Sulawesi Selatan,
produktivitasnya hanya berkisar 99,0 291,50
Sistem agroforestri berbasis kopi, baik yang
kg/ha. Rendahnya produktivitas tersebut karena
sederhana maupun multistrata telah berkembang
populasi kopi/ha hanya 30 50% dari populasi
di berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya di
yang seharusnya (1.100 tanaman/ha) (Tabel 8).
Pulau Jawa (terutama Jawa Barat dan Jawa
Tabel 8. Produktivitas kopi pada berbagai sistem Tengah), dan Provinsi Lampung. Di Jawa Barat
agroforestri di Gowa dan Jawa Tengah luas areal agroforestri berbasis
Produksi Produk-
kopi mencapai sekitar masing-masing 20.000
Sistem Agroforestri per pohon tivitas (Bowo, 2011) dan 13.933,5 ha (Witjahjono, 2013),
(kg) (kg/ha) yang umumnya berada di kawasan hutan milik
Eucalyptus 300 pohon/ha Perum Perhutani. Petani di Jawa Barat dan Jawa
0,41 135,30
+ kopi 30% + Kakao 70%
Tengah yang tergabung dalam lembaga
Eucalyptus 300 pohon/ha
0,39 214,50 masyarakat desa hutan (LMDH) diberi
+ kopi 50% + Kakao 50%
Eucalyptus 250 pohon/ha kesempatan uintuk menanam/mengelola kopi di
0,30 99,00
+ kopi 30% + Kakao 70% bawah tegakan tanaman hutan (diantaranya leda,
Eucalyptus 250 pohon/ha suren, pinus, sengon, jati, mahoni dan rasamala)
0,53 291,50
+ kopi 50% + Kakao 50%
Eucalyptus 200 pohon/ha
milik Perum Perhutani selama 20 tahun melalui
0,60 198,00 model pengelolaan hutan bersama masyarakat
+ kopi 30% + Kakao 70%
Sumber : Kadir dan Hayati (2011) (PHBM).
KESIMPULAN DAN SARAN Armbrecht, I., and M.C. Gallego. 2007. Testing ant
predation on the coffee berry borer in shaded
and sun coffee plantations in Colombia.
Kesimpulan
Entomologia Experimentalis et Applicata 124:
Sistem agroforestri berbasis kopi dalam 261267.
penerapannya menggunakan dua model yaitu Anonymous. 2014. Menhut Diminta Percepat
agroforestri sederhana dan agroforestri Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.
multistrata. Tanaman penaung pada agroforestri http://www.dishut.jabarprov.go.id. [Januari
2015].
berbasis kopi berdampak positif terhadap
Asmi, M.T., R. Qurniati, dan D. Haryono. 2013.
pertumbuhan, produksi, mutu dan citarasa kopi. Komposisi tanaman agroforestri dan
Walaupun belum sepenuhnya menggunakan kontribusinya terhadap pendapatan rumah
teknologi budidaya anjuran, namun agroforestri tangga di Desa Pesawaran Indah Kabupaten
berbasis kopi berperan dalam konservasi lahan, Pesawaran Lampung. Jurnal Sylva Lestari 1(1):
air dan keanekaragaman hayati, menambah 5564.
unsur hara, mengendalikan iklim mikro, Ayu, H.Y., R. Qurniati, dan R. Hilmanto. 2015. Analisis
menambah cadangan karbon, menekan serangan finansial dan komposisi tanaman dalam rangka
penyakit dan meningkatkan pendapatan petani. persiapan pengajuan izin Hkm (Studi Kasus
Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara
Agroforestri berbasis kopi telah
Kabupaten Pringsewu). Jurnal Sylva Lestari
dipraktekkan oleh petani pada berbagai wilayah 3(1): 31-40.
di Indonesia, diantaranya di Lampung Barat Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia 2015.
(pola hutan kemasyarakatan dan hutan desa), Badan Pusat Statistik. Jakarta. hlm 662.
Jawa Barat dan Jawa Tengah (pola pengelolaan Bahrami, A., I. Emadodin, M. R. Atashi, and H. R.
hutan bersama masyarakat) yang luasannya Bork. 2010. Land-use change and soil
masih terbatas, namun secara finansial layak degradation: A case study, North of Iran. Agric.
dilakukan. Arah pengembangan areal Biol. J. N. Am. 1(4): 600-605.
agroforestri berbasis kopi adalah pada kawasan Baliza, D.P., R. L. Cunha, R.J. Guimares, J. P. R. A. D.
Barbosa, F. W. vila, and A. M. A. Passos. 2012.
hutan milik Perum Perhutani, hutan
Physiological characteristics and development
kemasyarakatan dan hutan desa, dengan potensi of coffee plants under different shading levels.
areal pengembangan masing-masing seluas Revista Brasileira de Cincias Agrrias, 7(1):. 37-
2.250.172, 2.500.000 dan 500.000 ha. 43.
Tantangan/masalah yang dijumpai pada Bedimo, J. A. M., I. Njiayouom, D. Bieysse, M. N.
agroforestri berbasis kopi diantaranya (1) Tingkat Nkeng, C. Cilas, and J. L. Nottghem. 2008.
pengetahun petani tentang budidaya agroforestri Effect of shade on arabica coffee berry disease
berbasis kopi yang masih rendah, (2) Terbatasnya development: toward an agroforestry system to
modal usaha dan (3) Ketidakpastian status lahan reduce disease impact. Phytopathology, 98(12) :
1320-1325.
usaha.
Bonfim, J.A., S.N. Matsumoto, J.M. Lima, F. R. C.F.
Csar, and M.A.F. Santos. 2010. Arbuscular
Saran
mycorrhizal fungi and physiological aspects of
Upaya pencapaian target pengembangan coffee conducted in agroflorestal system and at
(luas tanam dan luas panen), produktivitas dan full sun. Bragantia, Campinas 69(1) : 201-206
Bote, A.D. and P.C. Struik. 2011. Effects of shade on
produksi pada agroforestri berbasis kopi harus di
growth, production and quality of coffee (Coffea
dukung oleh kesiapan teknologi produksi dan
arabica) in Ethiopia. Journal of Horticulture and
dukungan kebijakan untuk memberikan insentif Forestry 3(11) : 336-341.