Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PRAKTIKUM MATA KULIAH

KONSERVASI SDA DAN LINGKUNGAN


Dosen Pengampu : Dr. Boedi Hendrarto, M.Sc

Disusun Oleh :

KELOMPOK V

Latifah Fitria Andriani 30000216410005


Muhammad Rifky Maulana 30000216410033
Kurniawan Puspito Aji 30000216410042
Yusran Hedar 30000216410047
Noor Amalia Chusna 30000216420050

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
ANALISIS VEGETASI MENGGUNAKAN METODE POINT-QUARTER

I. PENDAHULUAN
Metode point-quarter merupakan salah satu jenis metode tanpa plot yang paling
sederhana dan efisien untuk menelaah komunitas vegetasi karena lebih cepat, peralatan tidak
banyak serta kebutuhan pekerja yang sedikit (Mitchell & Colleges, 2015). Metode point-
quarter digunakan berdasarkan jarak anatara vegetasi yang dihitung dari titik random. Metode
ini merupakan teknik yang baik digunakan untuk sampling komunitas vegetasi dimana
pohon-pohon tidak terlalu rapat. Metode point-quarter juga dapat digunakan untuk menelaah
populasi hewan, misalnya kerapatan sarang hewan, lubang-lubang (kepiting di hutan
mangrove dan lain-lain),hewan tidak bergerak (sessile atau sedentary) misalnya terumbu
karang dan lain-lain.

II. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk menghitung jumlah vegetasi dengan menggunakan
metode point-quarter.

III. WAKTU DAN TEMPAT


Praktikum mata kuliah konservasi sumberdaya alam dilaksanakan pada tanggal 27
April 2017 dengan tempat pelaksanaan di wilayah kerja Balai Taman Nasional Gunung
Merbabu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

IV. ALAT PRAKTIKUM


Alat yang dipergunakan pada praktikum ini yaitu:
1. Alat tulis
2. Meteran jahit
3. Meteran gulung
4. Alat pengamatan intensitas cahaya matahari sederhana
5. Tali rafia (ditandai setiap 10 meter)

V. PROSEDUR KERJA
Langkah-langkah dari praktikum berdasarkan kepada petunjuk praktikum yang telah
disiapkan. Untuk pelaksanaan praktikum diperlukan sejumlah titik yang dipilih secara
random pada suatu transek garis. Di sekitar titik random tersebut dibagi 4 bagian yang sama
(kuadran). Pembuatan kuadran dapat dibantu dengan kompas atau melalui pembuatan garis
silang yang saling tegak lurus di titik yang dipilih. Selanjutnya pohon yang terdekat dengan
titik pada tiap-tiap kuadran ditandai dan dilakukan beberapa pengukuran variabel seperti:
1. basal area (dbh),
2. jenis atau spesies pohon,
3. jarak antara pohon-pohon tersebut dengan titik acuan.
Proses kerja dari praktikum didasarkan kepada petunjuk praktikum yang telah
diberikan.
Ilustrasi pelaksanaan dari praktikum untuk kegiatan analisis vegetasi dan jumlah karbon
disajikan seperti pada gambar 1.

Gambar (1) Prosedur Sampling Metode Point-Quarter

Setelah data sampling diperoleh, pertama-tama jarak titik ke pohon untuk semua
spesies dijumlahkan dan diarata-rata untuk mendapatkan nilai mean jarak titik ke pohon. Nila
mean jarak titik ke pohon jika dikuadratkan akan menunjukkan luas rata-rata daerah yang
ditumbuhi oleh satu pohon. Selain untuk menghitung spesifikasi komunitas yang
mendominasi, perlu dihitung juga:
1. Jumlah individu per spesies (kerapatan absolut),
2. Penjumlahan individu semua spesies,
3. Basal area per spesies (dominansi absolut),
4. Total basal area semua spesies,
5. Kehadiran tiap spesies (frekuensi absolut) dan
6. Total kehadiran semua spesies.
Selanjutnya, dengan data absolut tersebut dilakukan perhitungan harga relatif untuk
nilai keunggulan ekologis setiap spesies dengan rumus-rumus sebagai berikut:

Individu spesies
Kerapatan relatif spesies = X 100
total individu semua spesies
Basal area spesies
Dominansi relatif spesies = X 100
Total basal area semua spesies
Jumlah titik dimana spesies tsb. muncul
Frekuensi spesies =
Total titik sampling
Nilai frekuensi spesies tsb.
Frekuensi relatif spesies = X 100
Total nilai frekuensi semua spesies

Nilai penting = Kerapatan relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif


VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel (1) Data per Titik Pengamatan
Titik SpesiesKua- Jarak Keliling Diameter Basal Area
dran (m) Batang Batang (m2)
(cm) (cm)
Pinus I 3 160 50.95 0.26
Pinus II 2.5 126 40.12 0.16
1.
Pinus III 3.5 109 34.71 0.12
Pinus IV 5 124 39.49 0.16
Pinus I 3.4 148 47.13 0.22
Puspa II 2.9 90 28.66 0.08
2.
Puspa III 3.9 100 31.84 0.10
Puspa IV 5.4 104 33.12 0.11
Pinus I 3 105 33.43 0.11
Puspa II 6 125 39.80 0.16
3.
Puspa III 4 170 54.14 0.29
Pinus IV 4.8 84 26.75 0.07
Puspa I 4.2 102 32.48 0.11
Pinus II 3.3 149 47.45 0.23
4.
Pinus III 4.5 100 31.84 0.10
Pinus IV 3.2 80 25.47 0.06
Pinus I 3.5 75 23.88 0.06
Pinus II 4.5 60 19.10 0.04
5.
Puspa III 3.7 155 49.36 0.24
Pinus IV 2.8 76 24.20 0.06
Puspa I 4.3 160 50.95 0.26
Pinus II 4.5 137 43.63 0.19
6.
Cemara III 5.5 107 34.07 0.12
Pinus IV 5.6 88 28.02 0.08
Cemara I 2.3 129 41.08 0.17
Puspa II 3.8 137 43.63 0.19
7.
Pinus III 5.5 78 24.84 0.06
Pinus IV 3 125 39.80 0.16
Pinus I 2.3 146 46.49 0.22
Pinus II 2.8 125 39.80 0.16
8.
Pinus III 3 109 34.71 0.12
Pinus IV 2.7 124 39.49 0.16
Pinus I 2.9 104 33.12 0.11
Pinus II 5.5 81 25.79 0.07
9.
Pinus III 3 113 35.98 0.13
Pinus IV 3.1 124 39.49 0.16
Pinus I 3.5 138 43.94 0.19
Pinus II 2.9 122 38.85 0.15
10.
Pinus III 3.3 145 46.17 0.21
Pinus IV 2.5 134 42.67 0.18
Total 149.1
Dari data pengamatan kemudian dihitung frekuensi, kerapatan relatif, dominasi relatif,
nilai penting, dan basal area. Hasil perhitungan dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel (2) Kalkulasi Data Metode Quarter per Transek
Spesies Jumlah Jumlah Total FR (%) KR (%) DR (%) Nilai
Titik Pohon Basal Penting
Kehadiran Area (%)
(m2)
Pinus 10 29 3.98 55.55 72.5 68.55 196.61
Puspa 6 9 1.54 33.33 22.5 26.54 82.37
Cemara 2 2 0.28 11.11 5 4.89 21.09
Total 18 40 5.82 100 100 100 300

Struktur vegetasi didefinisikan sebagai organisasi tumbuhan dalam ruang yang


membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vegetasi. Dalam kawasan ini
tercatat 3 jenis tumbuhan yang ditemui di lokasi pengambilan sampel. Dari ketiga jenis
vegetasi ini terlihat frekuensi, kerapatan, dan dominasinya dalam kawasan.
Frekuensi suatu jenis merupakan persentase titik sampel dimana spesies tersebut
muncul (Mitchell & Colleges, 2015). Frekuensi menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam
suatu area, semakin merata penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensinya semakin besar,
sedangkan jenis yang nilai frekuensinya kecil, penyebarannya semakin tidak merata pada
suatu area. Dari data pengamatan, frekuensi Pinus merupakan yang paling tinggi, yaitu
sebesar 55,55% dan diikuti oleh Puspa sebesar 33,33% yang menandakan bahwa dalam
kawasan tersebut Pinus dan Puspa penyebarannya lebih merata dibandingkan jenis lain
seperti Cemara.
Kerapatan dari suatu jenis didefinisikan sebagai jumlah pohon per unit area (Mitchell &
Colleges, 2015) yang nilainya menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain pada
suatu komunitas. Makin besar nilai dominansi suatu jenis, makin besar pengaruh penguasaan
jenis tersebut terhadap jenis lain. Dengan definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa jenis
Pinus mendominasi kawasan tersebut terhadap jenis lainnya dengan nilai kerapatan relatif
72.5% dan dominasi relatif 68.55%. Jenis Cemara merupakan yang paling tidak dominan.
Dengan melihat nilai frekuensi relatif, kerapatan relatif dan dominasi relatif maka dapat
diketahui nilai penting suatu jenis dalam komunitas. Nilai penting suatu jenis merupakan
nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis dalam komunitas. Pohon kecil
(dengan basal area yang kecil) dapat menjadi dominan hanya jika terdistribusi secara luas
dalam seluruh kawasan transek (Mitchell & Colleges, 2015). Jika nilai penting suatu jenis
besar maka makin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas. Nilai penting yang
merata pada banyak jenis juga sebagai indikator semakin tingginya keanekaragaman hayati
pada suatu ekosistem. Nilai penting tertinggi adalah jenis Pinus dengan nilai 196.61, diikuti
Puspa 82.37, dan Cemara 21.09. Dalam kawasan tersebut peran jenis Pinus paling penting
karena sebaran dan dominasinya juga yang paling tinggi, sedangkan jenis Cemara yang
memang hanya sedikit jumlahnya memiliki peran yang tidak terlalu berpengaruh dalam
kawasan. INP dari ketiga jenis tanaman yang terdata di kawasan perbedaannya cukup jauh.
Hal ini menandakan bahwa keanekaragaman hayati di kawasan rendah.
Berdasarkan kalkulasi data pada Tabel 2 maka dapat dihitung basal area sebagai
berikut:
Total Jarak : 149 m
Rata-rata Jarak : 3,725 m
Pohon Per Hektar : 720 pohon
Total Basal Area : 5,81 m2
Rataan Basal Area Per Pohon : 0,14 m2
Basal Area Per Hektar : 104,8 m2
Basal area merupakan luas batang pohon yang dihitung dari DBH (Diameter Breast
Heigh) (Sutaryo, 2009). Nilai basal area menunjukkan penutupan areal hutan oleh batang
pohon. Dapat juga dikatakan sebagai penutupan atau dominansi pohon (Mitchell & Colleges,
2015). Luas keseluruhan basal area per satuan luas menunjukkan nilai dominansi dari
tumbuhan tersebut (Sutaryo, 2009). Dengan jumlah pohon per hektar 720 batang maka
penutupan lahan dalam 1 ha sebesar 104.8 m.

MENENTUKAN JUMLAH KARBON DALAM TANAMAN

I. PENDAHULUAN
Fungsi tanaman dalam ekosistem sangat penting karena kemampuannya untuk
mengikat karbon bebas dari udara untuk dijadikan carbon yang terikat dalam senyawa
organik. Proses pengikatan ini dibantu oleh energi dari matahari dan dikenal sebagai proses
fotosintesis. Senyawa karbon organik inilah yang akan menghidupi organisme lainnya dalam
ekosistem melalui rantai makanan. Hewan pemakan tanaman misalnya, membutuhkan energi
dalam bentuk senyawa kimia organik ini agar mereka dapat tumbuh dan berkembang.
Hutan, tanah laut dan atmosfer semuanya menyimpan karbon yang berpindah secara
dinamis diantara tempat-tempat penyimpanan tersebut sepanjang waktu. Dari keseluruhan
karbon hutan, sekitar 50% diantaranya terseimpan dalam vegetasi hutan (Sutaryo, 2009).
Setiap pohon memiliki kemampuan yang berbeda dalam memproduksi karbon organik.
Karbon ini tersimpan diseluruh tubuh tanaman, baik yang berada di atas permukaaan tanah,
maupun bagian yang ada di dalam tanah. Untuk menghitung jumlah karbon yang terdapat di
bagian bawah tanah adalah sangat sulit, sehingga dalam banyak pengukuran dilakukan hanya
karbon yang terkandung di bagian permukaan tanah.
Metoda yang terbaik untuk menghitung jumlah karbon dalam tanaman adalah dengan
menggunakan berat kering dari bagian-bagian tanaman. Metoda ini dapat dilakukan untuk
tanaman-tanaman kecil, akan tetapi akan sangat sulit dilakukan untuk pengukuran pada
tanaman yang berbentuk pohon besar. Hal ini karena pohon-pohon tersebut harus ditebang
dan diukur beratnya, sehingga perlakuan ini akan mengakibatkan kerusakan dalam ekosistem.
Untuk mengukur jumlah karbon pada pohon kemudian dapat didekati dengan
menggunakan persamaan allometris.

II. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk menghitung jumlah karbon yang tersimpan di dalam
pohon secara kasar, dengan demikian akan didapatkan berapa banyak karbon tersimpan di
dalam suatu ekosistem.

III. WAKTU DAN TEMPAT


Praktikum mata kuliah konservasi sumberdaya alam dilaksanakan pada tanggal 27
April 2017 dengan tempat pelaksanaan di wilayah kerja Balai Taman Nasional Gunung
Merbabu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

IV. ALAT PRAKTIKUM


Alat yang dipergunakan pada praktikum ini yaitu :
1. Alat tulis
2. Meteran jahit
3. Meteran gulung
4. Tali rafia (ditandai setiap 10 meter)

V. PROSEDUR KERJA
Dalam penghitungan jumlah karbon ini, biasanya menggunakan dua persamaan
allometris, yaitu untuk pohon lunak (Pinus dll.) dan pohon keras (pohon-pohon dikotil).
1. Data pohon menggunakan hasil pengamatan praktek analisis vegetasi point-centered
quarter method yang telah dilakukan.
2. Data dimasukkan dalam rumus:
B = a DBHb
Dimana:
B = Biomass (ton)
a dan b = konstanta
DBH = Diameter at Breast Height
3. Biomassa dihitung dari seluruh pohon dalam ton dengan menggunakan nilai a dan b
sebagai berikut :
Pohon lunak (Pinus, pisang dll) a = 0,006
b = 2,172
Pohon keras (Jati, mahoni dll) a = 0,133
b = 1,164
4. Biomassa dari setiap pohon dikonversi menjadi karbon dengan rumus:
Carbon = B x 0,5 ton (diasumsikan bahwa bagian dari biomass adalah Karbon)
5. Dari pengukuran di atas, dihitung jumlah karbon total yang tersimpan dalam semua
pohon dalam area seluas 1 hektar.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada praktek ini pengukuran karbon dengan menghitung biomassa atas permukaan.
Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan (Sutaryo, 2009).
Biomassa tersebut termasuk batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi
baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. Namun dalam
praktek ini yang diukur hanya biomassa dari batang pohon. Hasil pengukuran adalah sebagai
berikut :
Tabel (3) Hasil Pengukuran Carbon Batang Pohon
Titik Spesies Kua- Jarak Keliling Diameter Konstanta Konstanta B (ton) Carbon
dran (m) Batang Batang A B (ton)
(cm) (cm)
Pinus I 3 160 50.95 0.006 2.172 30.63 15.31
Pinus II 2.5 126 40.12 0.006 2.172 18.23 9.11
1.
Pinus III 3.5 109 34.71 0.006 2.172 13.30 6.65
Pinus IV 5 124 39.49 0.006 2.172 17.60 8.80
Pinus I 3.4 148 47.13 0.006 2.172 25.86 12.92
Puspa II 2.9 90 28.66 0.133 1.164 6.60 3.30
2.
Puspa III 3.9 100 31.84 0.133 1.164 7.47 3.73
Puspa IV 5.4 104 33.12 0.133 1.164 7.82 3.91
Pinus I 3 105 33.43 0.006 2.172 12.26 6.13
Puspa II 6 125 39.80 0.133 1.164 9.68 4.84
3.
Puspa III 4 170 54.14 0.133 1.164 13.85 6.92
Pinus IV 4.8 84 26.75 0.006 2.172 7.55 3.77
Puspa I 4.2 102 32.48 0.133 1.164 7.64 3.82
Pinus II 3.3 149 47.45 0.006 2.172 26.24 13.12
4.
Pinus III 4.5 100 31.84 0.006 2.172 11.03 5.51
Pinus IV 3.2 80 25.47 0.006 2.172 6.79 3.39
Pinus I 3.5 75 23.88 0.006 2.172 5.90 2.95
Pinus II 4.5 60 19.10 0.006 2.172 3.63 1.81
5.
Puspa III 3.7 155 49.36 0.133 1.164 12.44 6.22
Pinus IV 2.8 76 24.20 0.006 2.172 6.08 3.04
Puspa I 4.3 160 50.95 0.133 1.164 12.91 6.45
Pinus II 4.5 137 43.63 0.006 2.172 21.86 10.93
6.
Cemara III 5.5 107 34.07 0.006 2.172 12.78 6.39
Pinus IV 5.6 88 28.02 0.006 2.172 8.36 4.18
Cemara I 2.3 129 41.08 0.006 2.172 19.18 9.59
Puspa II 3.8 137 43.63 0.133 1.164 10.77 5.38
7.
Pinus III 5.5 78 24.84 0.006 2.172 6.43 3.21
Pinus IV 3 125 39.80 0.006 2.172 17.91 8.95
Pinus I 2.3 146 46.49 0.006 2.172 25.10 12.55
Pinus II 2.8 125 39.80 0.006 2.172 17.91 8.95
8.
Pinus III 3 109 34.71 0.006 2.172 13.30 6.65
Pinus IV 2.7 124 39.49 0.006 2.172 17.60 8.80
Pinus I 2.9 104 33.12 0.006 2.172 12.01 6.00
Pinus II 5.5 81 25.79 0.006 2.172 6.98 3.49
9.
Pinus III 3 113 35.98 0.006 2.172 14.39 7.19
Pinus IV 3.1 124 39.49 0.006 2.172 17.60 8.80
Pinus I 3.5 138 43.94 0.006 2.172 12.01 6.00
Pinus II 2.9 122 38.85 0.006 2.172 6.98 3.49
10.
Pinus III 3.3 145 46.17 0.006 2.172 14.39 7.19
Pinus IV 2.5 134 42.67 0.006 2.172 17.60 8.80
Total 149.1 268.44
Total luas plot = 400 m2
Total karbon = 268.44 ton
Rata-rata karbon per pohon = 9.33 ton
Jumlah pohon per Ha = 719 pohon
Jumlah karbon dalam 1 Ha = 6711.15 ton/Ha
Jadi dalam 1 hektar kawasan tersimpan 6711.15 ton/Ha karbon yang tersimpan dalam
pohon. Hutan, tanah laut dan atmosfer semuanya menyimpan karbon yang berpindah secara
dinamis diantara tempat-tempat penyimpanan tersebut sepanjang waktu. Tempat
penyimpanan ini disebut dengan kantong karbon aktif (active carbon pool)(Sutaryo, 2009).
Penggundulan hutan akan mengubah kesetimbangan karbon dengan meningkatkan jumlah
karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon yang tersimpan di hutan, tetapi hal
ini tidak menambah jumlah keseluruhan karbon yang berinteraksi dengan atmosfer.
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis dan
menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan
kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong
karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan
bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga
merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri.
KAJIAN INDEKS BIODIVERSITAS

Tabel (4) Kajian Biofisik Indeks Kepekaan Lingkungan (VI)

Erosi/Akresi Kemiringan Jarak tumbuhan Penutupan Jumlah


Geomorfologi Penutupan Kanopi Total nilai
Sel Tanah Tanah dari Jalan Pohon
rangking semua VI
Lahan
Hasil Pengamatan VI m/tahun VI % VI M VI % VI Pohon/ha VI variabel

+1.0 +
1,20- Penutupan 600
Kanan 1 2.0 2 4 100-200 3 4 4 64 8
Tanah bertebing 0.90 70% pohon/ha
berbatu
-1.0
0.6- Penutupan 200
Kiri Bertebing 2 1.0 3 2 100-50 4 1 1 48 2.2
0.3 50% pohon/ha
menengah berbatu

VI Sel Lahan Kanan: 8 Kerentanan < 20, 5, maka Kerentanan Rendah


VI Sel Lahan Kiri: 2,2 Kerentanan < 20, 5, maka Kerentanan Rendah
Berdasarkan kajian index biodiversitas, diperoleh indeks kepekaan lingkungan (VI)
untuk sel lahan kanan 8 dan sel lahan kiri 2,2, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kerentanan pada Taman Wisata Kopeng
dikategorikan sebagai kerentanan rendah karena VI < 20,5. Penghitungan nilai skor indeks
kerentanan dilakukan berdasarkan orisinalitas konsep perhitungan nilai indeks kerentanan
dalam metode CVI (hasil perhitungan ranking), yakni merupakan akar dari perkalian tiap
nilai ranking variabel dibagi jumlah variabel. Penghitungan nilai skor indeks kerentanan (VI)
pada Taman Wisata Kopeng merupakan modifikasi dari Indeks Kepekaan Pantai (Coastal
Vulnerability Index/ CVI) sebagaimana rumus di bawah ini (Pendletton et al., 2010 dalam
Kasim dan Vincentius, 2012):
CVI = a x b x c x d x e x f/6
Dimana CVI = nilai (skor) Indeks Keretanan Pantai, a,b,c,d,e dan f adalah ranking
variabel yang berturut-turut: geomorfologi, perubahan garis pantai, slope pantai, rerata tinggi
gelombang, rerata kisaran pasang surut, dan laju perubahan paras laut. Terkait dengan rumus
di atas, maka variabel yang digunakan untuk penghitungan nilai skor indeks kerentanan (VI)
pada Taman Wisata Kopeng antara lain geomorfologi, erosi/akresi tanah, kemiringan tanah,
jarak tumbuhan dari jalan, penutupan kanopi, dan penutupan jumlah pohon.
Hasil ekstraksi nilai laju perubahan pegunungan Kawasan Hutan Pegunungan untuk
sel lahan kanan dan sel lahan kiri masing-masing adalah > + 2,0 m/tahun (erosi/akresi) dan +
1,0-+2,0 m/tahun (erosi/akresi). Hasil ekstraksi aspek geomorfologi dan kemiringan tanah
diperoleh bahwa secara umum, Taman Wisata Kopeng terdiri atas jenis bertebing, rendah,
berbatu, dataran alluvial dengan kemiringan tanah < 0,30 (sangat rendah) untuk sel lahan
kanan dan tanah, bertebing, berbatu dengan kemiringan tanah 0,90-0,60 (menengah) untuk
sel lahan kiri. Jarak tumbuhan dari jalan tinggi yaitu 100-50 meter untuk sel lahan kanan dan
untuk sel lahan kiri dikategorikan sangat tinggi dengan jarak tumbuhan dari jalan < 50 meter.
Penutupan kanopi dan penutupan jumlah pohon sangat erat kaitannya. Dari hasil pengamatan
pada kegiatan lapangan ini, diketahui bahwa penutupan kanopi pada sel lahan kanan adalah <
50% dengan penutupan jumlah pohon < 200 pohon/ha. Sedangkan untuk sel lahan kiri,
penutupan kanopi sebesar 80% dengan penutupan jumlah pohon 800 pohon/ha. Pada sel
lahan kanan ini, kerapatan pohon sudah menurun dibandingkan dengan kerapatan pohon pada
sel lahan kiri yang kerapatan pohonnya masih tinggi. Hal ini disebabkan pada sel lahan kanan
ini kawasannya sudah banyak dikonversi.
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang
diselidiki adalah suatu tegakan (Fachrul, 2007). Analisis vegetasi dimaksudkan untuk
mengetahui dan memahamai bagaimana kondisi berbagai jenis vegetasi dalam suatu
komunitas atau populasi tumbuhan bereaksi dan berkembang dalam skala waktu dan ruang.
Dalam analisis vegetasi yang diperoleh adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif
merupakan data frekuensi, jumlah temuan/kehadiran, ukuran, basal area atau penutupan tajuk
(coverage) diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan di lapangan dengan luas daerah
tertentu. Sedangkan data kualitatif cenderung diperoleh dari hasil pengamatan pada kawasan
yang lebih luas (Arrijani dkk., 2006).
Analisis vegetasi pada Taman Wisata Kopeng menggunakan Metode Teknik
Sampling Tanpa Plot (Point-Quarter Method). Pada metode ini tidak membutuhkan plot
dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada
individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan
perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Metode ini sangat baik
untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tiang, contohnya vegetasi hutan.
DAFTAR PUSTAKA

Arrijani. Dede, Edi, G.s. dan Ibnul, Q. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman
Nasional Gunung Gede-Pangrango. Jurnal Biodiversitas, Volume 7.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara
Mitchell, K., & Colleges, W.S. 2015. Quantitative Analysis by Point-Centered Quarter
Method. Retrieved from http://people.hws.edu/mitchell/PCQW.pdf
Sutaryo, D. 2009. Perhitungan Biomassa Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan
Perdagangan Karbon. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai