DISUSUN OLEH
Naurah Haddad
1102012190
DOKTER PEMBIMBING
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. I
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Januari 1975
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Depok
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Riwayat Perawatan
Tanggal 2 September 2014 dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan sampai tanggal 10
Oktober 2014, karena ngeracau dan berteriak melihat setan dan mendengar bisikan
bahwa dirinya seorang artis terkenal.
Tanggal 20 Maret 2015 dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan sampai tanggal 3 April
2015 karena pasien mengamuk dan membanting barang.
==================================================================
II. RIWAYAT PSIKIATRIK
Autoanamnesis
Tanggal 29 November 2017 , pukul 09.00 12.00 di ruang perawatan Psikiatri
Intensive Care Unit Wanita
Tanggal 30 November 2017, pukul 16.00 17.00 di ruang perawatan Psikiatri
Intensive Care Unit Wanita
Alloanamnesis
Wawancara dilakukan dengan ibu pasien (Ny. M, 69 tahun, IRT). Wawancara
dilakukan tanggal 2 Desember 2017 pukul 18.30-20.00 WIB via telepon
A. KELUHAN UTAMA
Pasien diantar oleh keluarganya dengan keluhan tidak tidur sejak 3 hari yang SMRS.
Di rumah pasien tampak diam melamun kemudian sering berbicara sendiri dan pasien
mengatakan mendengar suara-suara yang memanggilnya tetapi suara tersebut tidak
jelas kata-katanya.
Menurut keluarga pasien, sebelum kejadian ini, pasien sebelumnya pernah pingsan
karena terpeleset di kamar mandi, tetapi dari hasil pemeriksaan dokter, tidak terdapat
kelainan yang berarti sehingga pasien diperbolehkan pulang ke rumah. Karena keluarga
pasien takut dengan perilaku pasien dapat bertambah parah, maka keluarga pasien
membawa pasien berobat ke puskesmas kemudian pasien dirujuk ke RSJ Soeharto
Heerdjan dan mendapatkan pengobatan. Dan setelah mendapat pengobatan, pasien
mengalami banyak perbaikan dan sudah dapat berkomunikasi seperti sedia kala.
Setelah pengobatan, pasien istirahat di rumah dan hanya melakukan aktivitas rumah
tangga saja. Pasien mulai suka marah-marah tidak jelas dan sempat membanting barang
yang ada disekitarnya, setelah itu pasien kabur lari dari rumahnya. Pasien dibawa
kembali ke RSJ Soeharto Heerdjan untuk diperiksakan kembali. Sehingga pasien
kembali di rawat di rumah sakit.
Keyakinan, ketakutan, dan pikiran yang selalu dipikirkan oleh pasien disangkal. pasien
tidak merasa tidak nyaman atau dirinya berbeda seperti biasanya. pasien tidak merasa
lingkungannya berubah, namun pasien sering merasa kesepian karena pasien hanya
tinggal sama ibu dan ayahnya.
Menurut pasien, pasien mulai merasa sulit tidur sejak 3 hari yang lalu karena menurut
pasien dirinya tidak merasa capek atau lelah. Menurut keluarga pasien, pasien tampak
sibuk sekali. Mulai dari pekerjaan rumah tangga, pasien dapat mengulang aktivitas
tersebut lebih kurang 2 kali (pagi dan sore hari). Pada siang hari pasien ikut arisan
dengan tetangganya atau ikut pengajian. Sebelumnya pasien tidak pernah melakukan
aktivitas seperti ini. Menurut pasien, jika pasien aktif maka tetangga akan mengenal diri
pasien seperti sosok yang baru. Sehingga pasien memlih untuk tidak tidur karena akan
mengurangi jatah waktunya untuk memperbaiki diri. pasien mengatakan dirinya sangat
bugar jika terus menerus beraktivitas dan di dalam pikiran pasien banyak sekali
kegiatan yang ingin dilakukan sehingga terkadang pasien bingung ingin
memprioritaskan yang mana terlebih dahalu. Pasien ingin dapat aktif di organisasi
wanita di sekitar rumahnya, aktif ikut pengajian dan ingin sekali dapat membantu di
pemerintahan.
Oktober 2014
November 2017
April 2015
2000
2. Riwayat Pendidikan
Pasien menempuh SD selama 6 tahun, dan SMP 3 tahun serta SMA selama 3 tahun
dan selanjutnya tidak melanjutkan kuliah karena tidak bersemangat untuk kuliah.
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien mengatakan bahwa ia tidak bekerja hanya membantu ibunya saja dirumah.
4. Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam dan melakukan ibadah sholat lima waktu. Pasien
mengatakan bahwa pasien berusaha untuk membaca kitab suci setiap hari, berdoa,
dan mengikuti pengajian jika memungkinkan.
6. Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, tidak pernah berurusan dengan
aparat penegak hukum, dan tidak pernah terlibat dalam proses peradilan.
E. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak ke 2 dari 5 bersaudara. Semua saudara pasien sudah menikah,
ayah dan ibu pasien masih ada dan tinggal bersama pasien. Abang dan adik-adiknya
sudah tinggal dirumah masing-masing.
F. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG
Pasien hidup dirumah hanya membantu ibunya. Kadang pergi ikut pegajian dan ikut
arisan.
==================================================================
III. STATUS MENTAL (Tanggal 29 November pukul 10.00 WIB)
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien seorang perempuan usia 37 tahun, tampak sesuai usianya, bertubuh gemuk.
Pada saat wawancara pasien mengenakan baju coklat dari RSJSH Kebersihan dan
kerapihan diri cukup.
2. Kesadaran
a. Kesadaran sensorium/neurologik : compos mentis
b. Kesadaran psikiatrik : tampak terganggu.
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
a. Sebelum wawancara : pasien sedang sarapan pagi di bangsal PICU wanita
b. Selama wawancara : pasien duduk didepan pemeriksa, melakukan kontak
mata. Pasien duduk agak gelisah dan menjawab semua pertanyaan yang
diajukan dengan baik. Pasien kadang tampak termenung, sebelum melanjutkan
percakapan. Sesekali pasien tampak meremas tangannya.
c. Sesudah wawancara : Pasien beristirahat kembali menjalani aktivitas di
bangsal.
4. Sikap Terhadap Pemeriksa: kooperatif, tampak bersahabat
5. Pembicaraan
a. Cara berbicara : Pembicaraan spontan, lancar dan keras.
b. Gangguan berbicara : Artikulasi jelas
B. ALAM PERASAAN (EMOSI)
1. Mood : euthym
2. Afek ekspresi afektif
a. Arus : cepat
b. Stabilisasi : stabil
c. Kedalaman : normal
d. Skala diferensiasi : normal
e. Keserasian : serasi
f. Pengendalian impuls : cukup
g. Ekspresi : ada
h. Dramatisasi : ada
i. Empati : dapat dirasakan
C. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi : tidak ada
E. PROSES PIKIR
1. Arus Pikir
a. Produktivitas : berpikir cepat, banyak bicara
b. Kontinuitas : asosiasi baik
c. Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
a. Preokupasi : tidak ada
b. Waham : tidak ada
c. Obsesi : Tidak ada
d. Fobia : Tidak ada
e. Gagasan rujukan : Tidak ada
f. Gagasan pengaruh : Tidak ada
F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik, selama wawancara pasien bersemangat dan tidak menunjukkan gejala yang
agresif.
G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial :
Baik (pasien mengetahui bahwa mencuri itu berdosa)
2. Uji daya nilai :
Baik (pasien akan mengembalikan dompet ke kantor polisi apabila menemukan
dompet yang terjatuh di jalanan)
3. Daya nilai realitas :
Terganggu
H. TILIKAN
Derajat 3 : mempunyai sedikit pemahaman terhadap penyakit juga mengetahui
harus berobat tetapi tidak mengetahui penyebab ia sakit.
I. RELIABILITAS
Taraf dapat dipercaya
==================================================================
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : baik, tampak tidak sakit
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 130/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 97x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu Badan : 36,3 C
Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, kering (+).
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak ...
langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, oedem -/-.
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-), sekret -/-
Telinga : Normotia, membran timpani intak +/+, nyeri tarik -/-.
Mulut : Bibir merah, sariawan (-), trismus (-), halitosis (+), candidiasis (-).
Lidah : Normoglosia, warna merah muda, kotor (-), tremor (-), deviasi(-)
Gigi geligi : Baik
Uvula : Letak di tengah, hiperemis (-)
Tonsil :T1/T1, tidak hiperemis
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
Leher : KGB supra klavikular tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak
teraba .membesar, trakea letak normal
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun
dinamis, efloresensi dinding dada (-), pulsasi abnormal (-),
gerak napas simetris, irama teratur, retraksi suprasternal (-).
Palpasi : Tidak dilakukan.
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Tidak dilakukan.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1 normal,S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
B. STATUS NEUROLOGIK
1. Saraf kranialis (IXII) : Baik
2. Tanda rangsang meningeal : Tidak ada
3. Refleks fisiologis : (+) normal
4. Refleks patologis : Tidak ada
5. Motorik : Baik
6. Sensorik : Baik
7. Fungsi luhur : Baik
8. Gangguan khusus : Tidak ada
9. Gejala EPS : akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), tonus
otot (N), tremor (-), distonia (-)
Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini ialah perubahan suasana perasaan (mood)
atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya, atau ke arah
elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai
dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya
adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah difahami hubungannya dengan perubahan
tersebut. Sebagian besar dari gangguan ini cenderung berulang, dan timbulnya episode
tersendiri sering berkaitan dengan peristiwa atau situasi yang menegangkan.
Hubungan antara etiologi, gejala, proses biokimia yang mendasarinya, respon terhadap terapi
dan akibat dari gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) belim cukup difahami. dengan baik
untuk memungkinkan klasifikasinya disepakati secara universal.
Kriteria utama untuk klasifikasi gangguan afektif dipilih berdasarkan alasan praktis, yaitu
untuk memungkinkan gangguan klinis yang lazim ditemukan mudah diidentifikasi. Episode
tunggal dibedakan dari gangguan bipolar dan gangguan yang multiple lainnya oleh karena
sebagian besar dari pasien hanya mengalami satu episode penyakit dan keparahan ditonjolkan
oleh karena implikasinya bagi terapi dan penyediaan pelayanan yang berbeda tingkatannya.
Pembedaan antara kelas keparahan yang berbeda masih merupakan masalah ; ketiga kelas yaitu
ringan, sedang, dan berat ditentukan di sini oleh karena banyak klinisi menginginkannya.
Istilah mania dan depresi berat digunakan dalam klasifikasi ini untuk menunjukkan kedua
ujung yang berlawanan dalam spectrum afektif ; hipomania digunakan untuk menunjukkan
suatu keadaan pertengahan tanpa waham, halusinasi atau kekacauan menyeluruh dari aktivitas
normal, yang sering (meskipun tidak semata-mata) dijumpai pada pasien yang berkembang ke
arah mania atau dalam penyembuhan dari mania.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV), dua gangguan
mood utama adalah gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. Kedua gangguan ini
seringkali dinamakan gangguan afektif tetapi patolgi utama dalam gangguan ini adalah mood,
yaitu keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek yaitu ekspresif
eksternal dari isi emosional saat itu. Pasien yang menderita hanya episode depresif dikatakan
mengalami gangguan depresif berat. Pasien dengan episode manik dan depresif dan pasien
dengan episode manik saja dikatakan menderita gangguan bipolar I. Gangguan bipolar II
ditandai oleh adanya episode depresif berat yang berganti-ganti dengan episode hipomania,
yaitu episode gejala manik yang tidak memenuhi criteria lengkap untuk episode manik yang
ditemukan pada gangguan bipolar I.
Suasana perasaan/ mood mungkin normal, meninggi, atau terdepresi. Orang normal mengalami
berbagai macam mood dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya ; mereka merasa
mengendalikan, kurang lebih, mood dan afeknya. Gangguan mood/ suasana perasaan adalah
suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman
subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood meninggi (elevated) (yaitu mania),
menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang melonacat-loncat (flight of ideas), penurunan
kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood terdepresi
(yaitu depresi), merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan
berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Tanda
dan gejala lain adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan
fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya).
Perubahan ini hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.
Menurut ICD-X (International Classification of Disease and Related Health Problem) dan
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) :
F30.0 Hipomania
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi ringan atau sedang
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat dengan gejala psikotik
Tuliskan keadaan sekarang gangguan depresif berat atau gangguan bipolar I pada digit kelima :
1 ringan
2 sedang
0 tidak ditentukan
Gangguan Depresif
.3x rekuren
Gangguan mood akibat zat (lihat gangguan berhubungan zat untuk kode spesifik zat
296.90 Gangguan mood YTT
Saat ini dalam keadaan manik, tetapi belum pernah mengalami afektif sebelum atau
sesudahnya.
Terdapat 3 gradasi :
F30.0 Hipomania
Gambaran klinis lebih berat dari Mania tanpa gejala psikotik, dan disertai
waham atau halusinasi
Aktivitas fisik yang berlebihan tadi dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan;
pengabaian makan, minum, dan kesehatan pribadi yang dapat mengancam dirinya
PENGGOLONGAN DIAGNOSIS
1. Pedoman Umum
Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan
atau sedang.
F31.4 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik
Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat
tanpa gejala psikotik.
F31.5 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Berat dengan Psikotik
Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat
dengan gejala psikotik.
F31.6 Gangguan Bipolar, Episode Kini Campuran
PENGERTIAN UMUM
Perasaan depresif
Kehilangan minat dan kesenangan
Mudah menjadi lelah
( 2 ) Sekurang-kurangnya dua dari gejala B :
(3) Paling sedikit telah berlangsung dua minggu atau gejala amat berat dan onset sangat cepat.
Sama seperti F32.2 disertai dengan waham, halusinasi, atau stupor depresif.
EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresif berat merupakan suatu gangguan yang sering dengan prevalensi seumur
hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan sebesar 25 persen pada wanita. Gangguan
bipolar I lebih jarang daripada gangguan depresif berat, dengan prevalensi seumur hidup adalah
2 persen. Perbedaan lain antara gangguan bipolar I dan gangguan depresif berat adalah
sebagian besar pasien gangguan bipolar I akhirnya dating berobat ke dokter dan mendapatkan
pengobatan tetapi pada gangguan depresif berat hanya separuh pasien yang mendapatkan terapi
spesifik.
Jenis Kelamin
Prevalensi gangguan depresif berat terjadi dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-
laki. Sedangkan gangguan bipolar I mempunyai prevalensi yang sama antara laki-laki dan
wanita.
Usia
Pada umumnya onset gangguan bipolar I adalah lebih awal daripada onset gangguan depresif
berat. Usia onset untuk gangguan biplar I terentang dari masa anak-anak (seawalnya usia 5 atau
6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih, dengan rata-rata usia adalah 30 tahun. Pada gangguan
depresif berat rata-rata usia onsetnya adalah 40 tahun. Saat ini insidens gangguan depresif berat
meningkat pada orang yang berusi kurang dari 20 tahun, hal ini dihubungkan dengan
meningkatnya penggunaan alcohol dan zat lain pada kelompok usia tersebut.
Ras
Tidak ada perbedaan prevalensi gangguan mood pada satu ras ke ras lainnya.
Status Perkawinan
Pada umumnya, gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I terjadi paling sering pada
orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai atau berpisah.
Insidens gangguan bipolar I yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok sosioekonomi yang
tinggi. Contohnya gangguan bipolar I sering terjadi pada kelompok orang yang tidak lulus
perguruan tinggi daripada yang lulus. Sedangkan pada gangguan depresif berat lebih sering
terjadi di daerah pedesaan daripada daerah perkotaan.
ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Namun faktor penyebab dapat
secara buatan dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Perbedaan
tersebut adalah buatan karena ketiga bidang tersebut dapat saling berinteraksi dan
mempengaruhi antara mereka sendiri.
Faktor biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam
mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi kimiawi, yaitu neurotransmitter yang
berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. jika neurotransmitter ini
berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin
biogenik di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis pada pasien dengan gangguan mood.
Kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi.
Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain
itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania. Data yang dilaporkan paling konsisten dengan
hipotesis bahwa gangguan mood adalah berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin
biogenic.
Amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin, serotonin dan dopamin merupakan
neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Di samping itu,
bukti-bukti mengarahkan juga pada disregulasi asetil-kolin dalam gangguan mood.
NOREPINEFRIN. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian dasar antara regulasi turun (down-
regulation) reseptor adrenergic-beta dan reseptor antidepresen klinik kemungkinan merupakan
bagian data yang paling memaksakan yang menyatakan adanya peranan langsung sistem
noradrenergic dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor
adrenergic-alfa2 dalam depresi, karena aktivasi dari reseptor tersebut mengakibatkan
penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergic juga berlokasi
di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotin yang dilepaskan.
DOPAMIN. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data
menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Pada
penggunaan obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang
mengalami penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-
obat yang meningkatkan konsentrasi dopamine seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion
menurunkan gejala depresi. Dua teori terakhir tentang hubungan dopamine dan depresi adalah
disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamine tipe 1 (D1) yang
ditemukan pada depresi.
Faktor neurokimiawi lain. Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti
vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second messenger) seperti adenylate
cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan
penyebab gangguan mood.
Regulasi neuroendokrin. Hipotalamus adalah pusat regulasi sumbu neurohormonal dan
hipotalamus sendiri menerima banyak masukan neuroal yang menggunakan neurotransmitter
amin biogenik. Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin merupakan hasil dari
fungsi abnormal neuron yang mengandung amin biogenik. Sumbu neuroendkrin yang utama
yang menarik perhatian di dalam gangguan mood adalah sumbu adrenal, tiroid dan horman
pertumbuhan. Kelainan neuroendokrin lainnya adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin terhdap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar follicle-
stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dan penurunan kadar testosterone
pada laki-laki.
SUMBU ADRENAL. Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi adalah suatu
pengamatan yang paling tua dalam psikiatri biologi. Pada sumbu adrenal, hormone
adrenokortikotropik (ACTH) mengstmulas pelepasan kortisol dari korteks adrenal. Kortisol
memberikan umpan balik (feedback) melalui 2 mekanisme : mekanisme umpan balik cepat
melalui reseptor kortisol di hipokampus yang menurunkan pelepasan ACTH; dan mekanisme
umpan balik lambat memlaui reseptor hipofisis dan adrenal. Penelitian menemukan bahwa
pasien yang mengalami depresi memiliki gangguan fungsi pada loop umpan balik cepatnya,
yang menyatakan bahwa pasien depresi mungkin memiliki fungsi reseptor kortisol yang
abnormal di hipokampus. Karena ditemukan hiperkortisolemia dapat merusak neuron
hipokampus, suatu siklus yang melibatkan stress, stimulasi pelepasan kortisol dan
ketidakmampuan untuk menghentikan pelepasan kortisol dapat menyebabkan bertambahnya
kerusakan hipokampus. Pada Dexamethasone suppression test, 50% dari pasien yang
mengalami depresi gagal memiliki respon supresi kortisol (nonsupresi kortisol) yang normal
terhadap dosis tunggal dexamethasone.
SUMBU TIROID. Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah
mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan mood.
Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan tirotropin yang
tumpul. Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan ganggua mood khususnya
gangguan bipolar I memiliki antibody antitiroid yang dapat dideteksi.
Kelainan tidur. Gangguan tidur seperti insomnia awal dan terminal, terbangun berulang kali
(multiple awakening) dan hipersomnia, adalah gejala yang klasik dan sering ditemukan pada
depresi, dan perasaan menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania.Penelitian
telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat tidur pada orang yang menderita
depresi menunjukkan kelainan. Kelainan yang sering ditemukan antara lain perlambatan onset
tidur, pemendekan latensi rapid eye movement (REM), peningkatan panjang periode REM
pertama dan tidur delta yang abnormal.
Irama sirkadian. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama sirkadian. Beberapa
penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam
biologis inernal.
Regulasi neuroimun. Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien depresi
dan pada orang yang berdukacita berat. Disregulasi sumbu kortisol dan regulasi hipotalamik
yang abnormal mungkin mempengaruhi status imun.
Pencitraan otak. Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood, terdapat sekumpulan
pasien dengan gangguan bipolar I terutama laki-laki memiliki ventrikel serebral yang
membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat.
Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki nucleus kaudatus dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan
penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi
berat.
Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk
pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar. Satu teori yang diajukan untuk
pengamatan tersebut adalah stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan
biologik otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat menyebabkan
perubahan keadaan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi signal intraneuronal.
Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik.
Hasil akhirnya dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada dalam resiko
yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stressor eksternal.
Tidak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang
kepada depresi. Semua manusia,apa pun pola kepribadiannya dapat dan memang menjadi
depresi pada keadaan yang tepat, tetapi tipe kepribadiannya tertentu, seperti dependen-oral,
obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami
depresi daripada tipe kepribadian tipe antisosial, paranoid, dan lainnya. Tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa adanya gangguan kepribadian tertentu adalah berhubungan dengan
perkembangan gangguan bipolar kemudian. Gangguan distimik dan gangguan siklotimik
adalah berhubungan dengan perkembangan gangguan bipolar.
Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara
kehilangan obyek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien
depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan obyek yang hilang. Freud
membedakan melakolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien depresi
menunjukkan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungannya perasaan bersalah dan
mencela diri sendiri.
E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat
melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi
sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan
kenyataan seseorang. Jika pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan
idealnya, sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya.
Heinz Kohut, menyatakan bahwa respon tertentu di dalam lingkungan diperlukan untuk
mempertahankan harga diri dan dan kelengkapan perasaan.
Pada orang yang depresi, dapat ditemukan keadaan ketidakberdayaan. Depresi dapat membaik
apabila pasien yang terdepresi mampu mengendalikan diri dan penguasaan lingkungan.
Dorongan yang menyenangkan dan positif sangat berperan dalam usaha mengatasi depresi.
Teori kognitif
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru yang sering adalah melibatkan distorsi negatif
pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan
negatif tersebut selanjutnya mengakibatkan perasaan depresi.
GAMBARAN KLINIS
Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan mood, satu untuk depresi dan satu untuk mania.
Episode depresif dapat terjadi pada gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. beberapa
pasien dengan gangguan bipolar I memiliki keadaan campuran dengan cirri mania dan depresif
Episode Depresif
Suatu mood depresi dan hilangnya minat atau kesenangan merupakan gejala utama dari depresi.
Pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa murung, putus asa, dalam kesedihan, atau
tidak berguna. Pasien seringkali menggambarkan gejala depresi sebagai suatu rasa nyeri
emosional yang menderita sekali. Pasien terdepresi kadang-kadang mengeluh tidak dapat
menangis, suatu gejala yang menghilang saat mereka membaik.
Hampir semua pasien terdepresi (97%) mengeluh adanya penurunan energy yang
menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas, sekolah dan pekerjaan, dan penurunan
motivasi untuk mengambil proyek baru. 80% pasien mengeluh sulit tidur, khususnya terbangun
pada dini hari (yaitu, insomnia terminal) dan sering terbangun pada malam hari, selama mana
mereka mungkin merenungkan masalahnya.
Banyak pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Tetapi
beberapa pasien mengalami peningkatan nafsu makan, penambahan berat badan, dan tidur yang
bertambah. Pasien tersebut diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai cirri atipikal dan juga
dikenal sebagai memiliki disforia histeroid. Pada kenyataannya, kecemasan merupakan gejala
yang sering pada depresi, yang mengenai sebanyak 90% pasien depresi. Gejala vegetatif
lainnya adalah menstruasi yang tidak normal dan penurunan minat dan kinerja di dalam
aktivitas seksual.
Kecemasan (termasuk serangan panik), penyalahgunaan alcohol, dan keluhan somatic (seperti
konstipasi dan nyeri kepala) seringkali mempersulit pengobatan depresi. Kira-kira 50% dari
semua apsien menggambarkan suatu variasi diurnal dari gejalanya, dengan suatu peningkatan
keparahan di pagi hari dan gejala meringan di malam hari. Gejala kognitif adalah laporan
subjektif yang berupa ketidakmampuan berkonsentrasi (84% pasien di dalam suatu penelitian)
dan gangguan dalam berpikir (67% pasien pada penelitian lain)
Prestasi akademik yang buruk, penyalahgunaan zat, perilaku antisocial, promiskuitas seksual,
membolos, dan melarikan diri mungkin merupakan gejala depresi pada remaja.
Depresi lebih sering pada lanjut usia dibandingkan pada populasi umum. Sejumlah penelitian
telah melaporkan data yang menyatakan bahwa depresi pada lanjut usia mungkin berhubungan
dengan status sosioekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai, dan
isolasi social. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa depresi pada lanjut usia jarang
didiagnosis dan jarang diobati. Jarang dikenalinya depresi pada lanjut usia mungkin karena
pengamatan bahwa depresi lebih sering tampak dengan gejala somatic pada usia lanjut daripada
kelompok usia yang lebih muda.
Episode Manik
Suatu mood yang meningkat, meluap-luap, atau lekas marah merupakan tanda dari episode
manik. Selain itu, mood mungkin mudah tersinggung, khususnya jika rencana pasien yang
sangat ambisius terancam. Seringkali, seorang pasien menunjukan suatu perubahan mood yang
utama dari euphoria awal pada perjalanan penyakit menjadi lekas marah di kemudian waktu.
Seringkali salah di diagnosis sebagai gangguan kepribadian antisocial atau skizofrenia. Gejala
mania pada remaja mungkin berupa psikosis, penyalahgunaan alcohol atau zat lain, usaha
bunuh diri, masalah akademik, pemikiran filosofis, gejala gangguan obsesif-kompulsif,
keluhan somatic multiple, mudah tersinggung yang nyata yang menyebabkan perkelahian, dan
perilaku antisocial lainnya.
Gangguan Penyerta
Gangguan hubungan dengan zat lainnya. Pada tiap pasien individual penyalahgunaan zat
mungkin terlibat didalam pencetusan episode penyakit, atau sebaliknya, penyalahgunaan zat
mungkin merupakan usaha pasien untuk mengobati sendiri penyakitnya. Walaupun pasien
manic jarang menggunakan sedative untuk meredam euforianya. Pasien depresi seringkali
menggunakan stimulant, seperti kokain dan amfetamin, untuk menghilangkan depresinya.
Kondisi medis. Depresi seringkali menyertai kondisi medis, khususnya pada lanjut usia. Jika
depresi dan kondisi medis terjadi bersama-sama, klinisi harus mencoba untuk menemukan
apakah kondisi medis dasar berhubungan secara patologis dengan depresi atau apakah tiap obat
yang digunakkan pasien untuk mengobati kondisi medis menyebabkan depresi.
Episode Depresif
a. Deskripsi umum
Orientasi
Pasien yang paling terdepresi berorientasi terhadap orang, tempat, dan waktu,
walaupun beberapa pasien mungkin tidak memiliki cukup energi atau minat untuk
menjawab pertanyaan tentang hal tersebut selama suatu wawancara.
Daya ingat
Kira-kira 50% - 70% dari semua pasien terdepresi memiliki suatu gangguan
kognitif yang seringkali dinamakan pseudodemensia depresif. Pasien seringkali
mengeluh gangguan konsentrasi dan mudah lupa.
g. Pengendalian impuls
Kira-kira 10% - 15% dari semua pasien terdepresi melakukan bunuh diri, dan kira-
Pertimbangan
Meninjau kembali tindakan mereka belum lama berselang dan perilaku mereka
selama wawancara.
Tilikan
Tilikan pasien terdepresi terhadap gangguannya seringkali berlebihan, mereka
terlalu menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah hidupnya.
i. Reliabilitas
Semua informasi yang didapatkan dari pasien terdepresi terlalu menonjolkan hal
yang buruk dan menekan yang baik.
j. Skala penilaian objektif untuk depresi
Zung
Zung Self Rating Depression Scale adalah skala pelaporan yang terdiri dari 20
nomor. Skor normal adalah 34 atau kurang, skor terdepresi adalah 50 atau lebih.
Skala memberikan petunjuk global tentang kekuatan (intensitas) gejala depresif
pasien, termasuk ekspresi afektif dari depresi.
Raskin
Raskin Depression Scale adalah skala yang dinilai oleh dokter yang mengukur
keparahan depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien dan seperti yang
diamati oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga dimensi: laporan verbal,
pengungkapan perilaku, dan gejala sekunder. Skala ini memiliki rentang 3 sampai
13: normal adalah 3, dan terdepresi adalah 7 atau lebih.
Hamilton
Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala depresif yang
digunakan secara luas yang memiliki sampai 24 nomor, masing-masingnya
memiliki nilai 0 sampai 4 atau 0 sampai 2, dengan skor total adalah 0 sampai 76.
Penilaian diturunkan dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai
jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri,
kebiasaan tidur, dan gejala depresi lainnya.
Episode Manik
a. Deskripsi umum
Tereksitasi, banyak bicara, kadang-kadang menggelikan, dan sering hiperaktif.
Suatu waktu mereka jelas psikotik dan terdisorganisasi, memerlukan pengikatan
fisik dan penyuntikan intramuskular obat sedatif.
DIAGNOSA BANDING
Diagnosis ganggguan bipolar organik atau gangguan mood karena kondisi medis umum untuk
episode yang menjadi konsekuensi fisiologis secara langsung dari suatu kondisi medis tertentu
umum (misalnya, multiple sclerosis, stroke, hipotiroidisme). Penentuan ini didasarkan pada
riwayat, temuan laboratorium dan pemeriksaan fisik.
F1X.56 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
Jelas bahwa ada penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan, atau paparan
toksin) yang dinilai menjadi penyebab gangguan afektif.
Gejala seperti yang terlihat dalam episode manik, hipomanik atau campuran mungkin bagian
dari intoksikasi atau gejala putus zat dari penyalahgunaan obat dan harus didiagnosis sebagai
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.(misalnya, suasana gembira
yang terjadi hanya dalam keracunan dengan kokain akan didiagnosis sebagai gangguan mood
akibat peggunaan kokain.
F34.0 Siklotimia
Ketidakstabilan menetap suasana perasaan meliputi banyak periode depresi ringan dan elasi
ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria
gangguan afektif bipolar.
Onset : kira-kira 50% dari pasien di dalam episode pertama gangguan depresif berat mengalami
gejala depresif yang bermakna sebelum episode pertama yang diidentifikasikan. Identifikasi
awal dan terapi awal dapat mencegah perkembangan episode depresif yang lengkap. Episode
depresif pertama terjadi sebelum usia 40 tahun pada kira-kira 50% pasien. Onset yang lanjut
berhubungan dengan ada tidaknya riwayat keluarga gangguan mood, gangguan kepribadian
antisocial dan penyalahgunaan alcohol.
Durasi : Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan; sebagian besar
episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3
bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala. Saat perjalanan penyakit berkembang,
pasien cenderung menderita episode yang lebih sering yang berlangsung lama.
Perkembangan Episode Manik : kira-kira 5-10% pasien dengan diagnosis awal gangguan
depresif berat menderita suatu episode manik 6-10 tahun setelah episode depresif awal. Usia
rata-rata untuk pergantian tersebut adalah 32 tahun dan keadaan ini sering terjadi setelah 2 4
episode depresif.
Prognosis : Bukan suatu gangguan yang ringan dan cenderung kronis serta mengalami relaps.
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki
kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Persentase pasien yang sembuh setelah
perawatan di rumah sakit menurun dengan berjalannya waktu dan pada waktu lima tahun pasca
perawatan di rumah sakit, 10-15 % pasien tidak pulih. Kira-kira 25% pasien mengalami suatu
rekurensi dalam 6 bulan pertama setelah pulang dari rumah sakit, kira-kira 30 50% dalam 2
tahun pertama, dan kira-kira 50-75 % dalam 5 tahun. Insidens relaps jauh lebih rendah daripada
angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada
pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresif. Pada umumnya, saat pasien
mengalami lebih banyak episode depresif, waktu antara episode memendek, dan keparahan
masing-masing meningkat.
Gangguan Bipolar I
Perjalanan penyakit : Paling sering dimulai dengan depresi (75% pada wanita, 67% pada laki-
laki), dan merupakan gangguan yang rekuren. Sebagian besar pasien mengalami episode
depresif maupun manik, walaupun 10-20% hanya mengalami episode manik. Episode manik
biasanya memiliki onset yang cepat (jam atau hari), tetapi dapat berkembang lebih dari satu
minggu.
Prognosis : Lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40-
50% pasien gangguan bipolar I memiliki episode manik kedua dalam waktu 2 tahun setelah
episode pertama. Penelitian follow-up empat tahun pada pasien dengan gangguan bipolar I
menemukan bahwa status pekerjaan pramorbid yang buruk, ketergantungan alkohol, ciri
psikotik, ciri depresif, dan jenis kelamin laki-laki semuanya adalah faktor yang mengarah pada
prognosis buruk. Durasi episode manik yang singkat, usia onset yang lanjut, sedikit pikiran
bunuh diri, dan sedikit masalah psikiatrik dan medis yang bersama-sama mengarah pada
prognosis yang baik. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak menderita gejala
rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan 40% menderita gangguan kronis. Pasien
mungkin memiliki dari 2 sampai 30 epiosde manik, walaupun angka rata-rata adalah sekitar 9.
Kira-kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari 10 episode. Pada follow jangka panjang,
15% adalah sehat, 45% sehat tetapi memiliki relaps berganda, 30% remisi parsial, 10% sakit
kronis.
PENATALAKSANAAN
Penentuan Kegawatdaruratan
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti
depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi
yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan
rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati
sebagai pasien rawat jalan.
a) Rawat Inap
i. Berbahaya untuk diri sendiri
Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan
untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana
menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun,
bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita
depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.
Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana
untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak
dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari
keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap
penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali
secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan
rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.
c) Rawat jalan
Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.
i. Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat berasal
dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita menjadi
depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.
ii. Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan yang luar
biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping.
Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka
mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun
mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk
mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan
pengobatan.
iii. Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan
bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring
perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu
mempertahankan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita
tinggal dan diterima di masyarakat.
iv. Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit
bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi
yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan
kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.
Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi,
termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem
urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Terapi
a) Terapi Farmakologi
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita.
Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan
gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan
sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi
akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan
juga harus diberikan.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita
gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi. Obat ini bekerja
dengan cara menstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat menstabilkan manik
dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone,
aripiprazole dan olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut,
bahkan untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar.
Valproate Depakote X
Lamotrigine Lamictal X
Lithium X X
Aripiprazole Abilify X X X
Ziprasidone Geodon X X
Risperidone Risperdal X X
Quetiapine Seroquel X X
Chlorpromazine Thorazine X
Olanzapine Zyprexa X X X
Olanzapine/fluoxetine Symbyax X
Combination
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita
tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet
khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena
peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya,
sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan
menyebabkan toksisitas.
Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik. Jadwal
aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan
kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan
peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas
litium.
Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan edukasi
harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem
disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan dan
pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
o Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi
perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
o Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama tanda
awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan
memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
o Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam
kehidupannya.
o Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.