Anda di halaman 1dari 3

MAHASISWA COPAST

Seorang pelajar tertinggi dan terdidik yang berusaha menyempurnakan pembelajarannya

hingga menjadi manusia terpelajar yang paripurna, itulah MAHASISWA. Seorang yang memiliki

tanggung jawab yang besar untuk diri sendiri, orang lain, serta tanah air. Sesuai Tridharma

Perguruan Tinggi yang terdiri atas pendidikan, penelitian, dan pengabdian.

Mahasiswa, begitu menggelegar sebutan itu. Seorang yang telah dinanti untuk perubahan

dan dijadikan tolak ukur di masyarakat. Tapi apakah sebutan itu tetap menggelegar ketika sebutan

mahasiswa hanya dijadikan ajang gengsi? Tak ada kerja ataupun analisis untuk mencari solusi

alternatif dalam menghadapi masalah.

Kenyataannya saat ini tidak sedikit orang yang mendaftar ke universitas atau perguruan

tinggi hanya untuk sebatas gengsi. Dan tidak sedikit juga mahasiswa yang masuk perkuliahan hanya

untuk mencari nilai konkrit belaka. Nilai yang didapatkan dari hasil googling inilah yang saya

maksud MAHASISWA COPAST.

Pertanyaannya, apakah mahasiswa copast ini kelak dapat bekerja secara maksimal baik

dalam profesionalnya maupun di dalam masyarakat?, jawabannya TIDAK. Lalu apakah mahasiswa

copast memang benar-benar mendapatkan nilai yang memuaskan? Dan apa alasan mahasiswa

melakukan plagiat tersebut?.

Semua pertanyaan di atas tidak lepas dari Universitas Hasyim Asyari. Yang mana

mahasiswanya tidak sedikit yang melakukan plagiat seperti yang telah dipaparkan di atas. Dibalik

itu semua banyak juga alasan dari mahasiswa yang berasal dari sebuah pertanyaan Apa alasan anda

saat membuat makalah copy paste 100% dan kalau ujian googling? .

Mahasiswa A mengatakan bahwa Bikin makalah dengan cara copy paste lebih cepat karena

kebanyakan males mikir atau buat sendiri. Ketika melihat contoh makalah yang ada di google terasa

lebih bagus dari pemikiran sendiri, walaupun sebenarnya lebih bagus hasil pemikiran sendiri.

Begitu juga ketika ujian, lebih percaya hasil mbah google karena biasanya tidak percaya diri dengan
hasil pemikiran sendiri dan merasa yang di google paling benar karena yang di google bahasanya

bagus.

Mahasiswa B mengatakan bahwa karena sumber buku di daerah jombang sulit dijangkau

adapun harganya mahal, kalau internet lebih murah dan hasilnya sama terus bisa lebih cepat

menyelesaikan tugas jadi tidak numpuk dan bisa kerja.

Kalau ujian, karena takut aja padahal tahu cuman nyusun katanya yang takut salah. Maklum

nilai adalah emas.

Mahasiswa C mengatakan bahwa ya karena sudah kepepet dan tidak ada yang bisa bantu,

nah mau bagaimana lagi yang bisa nolong ya hanya google.

Ketiga alasan diatas hanya sebagian dari beberapa alasan yang diungkap oleh mahasiswa.

Namun pada intinya sama, yaitu tidak sedikit mahasiswa Universitas Hasyim Asyari yang malas

untuk menganalisis suatu masalah dan berpikir kreatif, mereka tidak percaya diri dengan apa yang

telah Alloh SWT anugerahkan kepada mereka dan apa yang telah para dosen ajarkan.

Disini saya juga mendapatkan alasan yang lumayan baik. Mahasiswa D mengatakan bahwa

mengambil dari internet (copy paste) memang biasa saya lakukan tapi itu semuanya hanya sebagai

sumber lalu sumber yang telah mengumpul banyak saya rangkai sendiri. Dan ketika ujian saya lebih

pilih membuat coretan kecil daripada googling.

Tapi tetap saja itu semua masih jauh dari jati diri mahasiswa yang seharusnya dapat

memunculkan alternatif solusi dengan pertimbangan yang matang. Dan harus mampu

mempresentasikan solusi yang dipilih ke orang lain dan bertanggung jawab. Sedangkan mahasiswa

copast memuncukan solusi untuk masalahnya sendiri dan tanggung jawab atas dirinya saja belum

bisa.

Kemudian, bagaimana mereka dapat maksimal dalam mengajar atau bekerja nantinya bila

dalam perkuliahan menjadi mahasiswa copast. Bisa-bisa perkuliahan yang telah ditempuh tidak

menghasilkan manfaat apapun selain nilai yang mereka inginkan.


Namun, apakah nilai yang diinginkan benar-benar tercapai ketika menjadi mahasiswa

copast?. Berikut jawaban dari beberapa dosen dari sebuah pertanyaan Bagaimana cara dosen

menilai mahasiswa yang makalahnya copast dan ujiannya googliing ?.

Gunanto Amintoko S.Si, M.Pd. mengatakan bahwa makalah boleh copast tapi ketika

penyajian akan keliatan bagaimana yang ikut buat, benar-benar baca dan tidak. Dan jika ujian

googling kan saya juga bisa lihat apakah sama persis atau bahasa dia sendiri.

Oktaffi Arinna Manasikana, S.Si., M.Pd. mengatakan bahwa kalau saya pribadi sangat

tidak suka karena pencari ilmu terdidik sudah level atas seharusnya lebih pandai, kreatif, dan kritis.

Beda dengan pencari ilmu bawahnya. Lagipula tidak selayaknya dan sepantasnya ilmuwan atau

mahasiswa melakukan plagiat tidak layak mendapatkan predikat ilmuwan. Dapat juga dikatakan

tidak pantas menjadi mahasiswa. Untuk ujian googling, ada beberapa yang tahu mungkin juga ada

beberapa yang tidak tahu. Kalau tahu langsung saya beri skor terendah.

Lina Arifah Fitriyah, M.Pd. mengatakan bahwa ya rata-rata semuanya pada copast di

internet dan saya tahu itu. Kriteria penilaiannya akan berbeda.

Dari jawaban para dosen diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya para dosen

mengetahui hasil kreatif pikiran mahasiswa ataukah dari internet dan yang terjadi pada mahasiswa

copast adalah gagal dalam segalanya mereka tidak mendapatkan nilai yang memuaskan, tidak

mendapatkan cara dalam menyelesaikan masalah dalam bidangnya dan pada akhirnya mereka tidak

dapat maksimal dalam mengajar dan bekerja,

Mari jadikan diri kita menjadi mahasiswa seutuhnya. Mahasiswa yang bertindak efektif,

aktif, dan terus mengasah kemampuan reflektif supaya kita semua menjadi mahasiswa yang

bermanfaat yang siap menerapkan ilmu dan sukses. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai