Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

CONTUSIO CEREBRI DI TEMPORAL DENGAN PNEUMOENCHEPALY

Disusun oleh:
Nuvita Hasrianti
NIM : 030 10 210

Pembimbing :
dr. Julintari Indriyani, SpS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM BUDHI ASIH
PERIODE 05 September 2016 07 Oktober 2016
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN

Presentasi Kasus

Judul:
CONTUSIO CEREBRI DI TEMPORAL DENGAN PNEUMOENCHEPALY

Nama Koas: Nuvita Hasrianti


NIM 030.10.210

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada Hari .........................................

Pembimbing,

dr. Julintari Indriyani, SpS


PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik secara langsung maupun
tidak langsung, yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis (gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial) baik temporer maupun permanen.1. Penyebab utama cedera kepala adalah
kecelakaan kendaraan bermotor, terpeleset atau jatuh, dan cedera olahraga.2 Sekitar 80 % orang
mengalami cedera kepala ringan, 10 % cedera kepala sedang dan sisanya 10% cedera kepala
berat.3

Menurut WHO 2012, sekitar 1,3 juta orang per tahun meninggal karena cedera kepala
di 90% negara berkembang.4 Berdasarkan data Depkes 2012, Cedera kepala di Indonesia
merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pasien dirawat di rumah sakit.4 Sekitar 5.3 juta
orang akan mengalami disabilitas yang disebabkan oleh cedera kepala dan konsekuensi dari
cedera kepala berat.5 Komplikasi dari cedera kepala adalah adanya cedera saraf kranial dan
pneumoencephali. Penyebab terbanyak pneumoencephali adalah trauma (75-90%).6
Berdasarkan study kasus di Malaysia, sekitar 0,5-1% dari cedera kepala berakibat
pneumoencephali.6 Prevalensi cedera saraf cranial pada pasien cedera kepala sekitar 5-23%.7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 49 pasien dengan cedera kepala ringan,
didapatkan hasil sekitar 38 pasien (77.6%) mengalami paralisi saraf cranial tunggal dan
sisanya 11 pasien (22.4%) mengalami cedera saraf kranial multipel. Dan dari 62 kasus cedera
saraf kranial yang paling sering mengalami kerusakan adalah saraf olfaktorius (CN I), diikuti
saraf fasialis (CN VII), dan saraf okulomotor (CN III), sedangkan saraf trigerminal dan saraf
kranial lainnya yang memiliki inti lebih rendah jarang mengalami kerusakan. Saraf fasialis (CN
VII) dan vestibulokoklearis (CN VIII) adalah yang tersering mengalami cedera saraf secara
bersamaan.8
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M.I

Umur : 21 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Alamat : Jl. Dewi Sartika 200 Jakarta.

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Tanggal Masuk : 07 September 2016

No Rekam Medik : 01.05.69.27

ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan istriku pasien, tanggal 14
September 2016, pukul 11.30 WIB di Bangsal Lantai 9 Barat, RSUD Budhi Asih.

Keluhan utama : Muntah darah 4 kali sejak 3 jam SMRS

Keluhan tambahan : Mual, pusing, nyeri wajah sisi kanan, luka lecet pada wajah sisi
kanan, tangan kanan dan kaki, keluar cairan warna merah dari telinga kiri dan hidung.
Riwayat penyakit sekarang (RPS) :

Pasien, laki-laki usia 21 tahun, datang diantar ke IGD RSUD Budhi Asih pada
tanggal 07 September 2016 pukul 00.00 WIB dirujuk dari Klinik setempat dengan
muntah darah 4 kali sejak 3 jam SMRS. Pasien sebelumnya mengalami kecelakaan
bermotor pada tanggal 06 September 2016 sekitar pukul 21.00 WIB. Menurut pasien,
motornya tiba-tiba diserempet oleh pengendara lain hingga terjatuh. Pasien
menggunakan helm, namun terlepas. Saat kejadian, pasien terlempar cukup jauh dari
motornya, kepala dan wajah sisi kanan pasien membentur aspal. Pasien sadar sebelum
dan sesudah kejadian, pasien mampu berdiri sendiri setelah kejadian, namun teriak
kesakitan. Kemudian pasien dibawa ke Klinik setempat. Dalam perjalanan pasien
mengeluhkan nyeri pada luka lecet disekitar tangan dan kaki, keluar darah dari telinga
kiri dan hidung, serta merasa mual dan muntah darah sebanyak 4 kali.

Dari Klinik pasien disarankan ke RSUD Budhi Asih. Dari IGD RSUD Budhi
Asih pasien diputuskan untuk dirawat. Selama masa perawatan pasien mengeluhkan,
muntah, nyeri kepala dan wajah sisi kanan, lemas dan mata kanan yang tidak dapat
dibuka.

Riwayat penyakit dahulu (RPD): -

Riwayat pengobatan: -

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan fisik pada hari Rabu, 14 September 2016 pukul 11.30 WIB
pada hari pertama perawatan.
A. Status generalis
1. Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
2. Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/m, regular, isi cukup
Pernafasan : 20 x/m, irama teratur
Suhu : 36.3oC axilar
3. Kepala
Mesosefali, rambut berwarna hitam, distribusi merata, tampak hematoma di
temporal kanan.
4. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat anisokor diameter
6mm/4mm, reflek cahaya langsung (-/+), reflek cahaya tidak langsung (-/-),
hematoma palpebra (+/-), ptosis (+/-), visus 1/~ OD,
5. Telinga
Normotia (+/+), discharge (-/-)
6. Mulut
Bibir sianosis (-), luka (+)
7. Leher
Trakea terletak di tengah, Kelenjar Getah Bening dan tiroid teraba
membesar (-), tidak tampak jejas dileher
8. Thoraks
Inspeksi bentuk thoraks simetris, Retraksi intercostae (-/-)

Paru Anterior Posterior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Inspeksi Gerak dinding dada statis dan dinamis Gerak dinding dada statis dan dinamis
tampak simetris kanan-kiri tampak simetris kanan-kiri

Palpasi Vocal fremitus simetris Vocal fremitus simetris


Perkusi sonor pada seluruh lapang paru kanan- sonor pada seluruh lapang paru kanan-
kiri (+/+) kiri (+/+)

Auskultasi Suara dasar : vesikuler (+/+) Suara dasar : vesikuler (+/+)


Suara tambahan : ronki (-/-), Wheezing Suara tambahan : ronki (-/-), Wheezing
(-/-) (-/-)

Jantung
Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : SI, SII murni, regular, murmur (-),
gallop (-)
9. Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak tampak lesi
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
10. Extremitas

Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
Capillary Refill <2 <2
Time

Oedem -/- -/-


Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

B. Status neurologis
1. Rangsang meningen
Tidak dilakukan
2. Nervus cranialis
N. I (OLFAKTORIUS)
PENCIUMAN Tidak dilakukan
N. II (OPTIKUS)
Kanan Kiri
VISUS (kualitatif ) Menurun Baik
LIHAT WARNA Tidak dilakukan
KAMPUS (KONFRONTASI) Tidak dilakukan
FUNDUSKOPI Tidak dilakukan
N. III, IV, VI (OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSEN)
SIKAP BOLA MATA
- STRABISMUS :-/-
- NISTAGMUS : - /-
- DIPLOPIA :-
PERGERAKAN BOLA MATA Kanan Kiri
- LATERAL KANAN : negative baik
- LATERAL KIRI : negative baik
- MEDIAL KANAN : negative baik
- MEDIAL KIRI : negative baik
- ATAS : negative baik
- BAWAH : negatve baik
PUPIL
- BENTUK : Bulat
- ISOKOR : anisokor
- DIAMETER : 6mm / 4mm
Kanan Kiri
- REFLEKS CAHAYA
- Langsung - +
- Tidak langsung - -
N. V (TRIGEMINUS)
Kanan Kiri
MOTORIK
MEMBUKA MULUT Baik Baik
GERAKAN RAHANG Baik Baik
MENGGIGIT Baik Baik
SENSORIK Kanan Kiri
RASA RABA Baik Baik
RASA NYERI Baik Baik
RASA SUHU Tidak dilakukan
REFLEKS
REFLEKS KORNEA (+)

N. VII (FASIALIS)
SIKAP WAJAH (dalam istirahat) : simetris
Kanan Kiri
ANGKAT ALIS + +
KERUT DAHI + +
KEMBUNG PIPI + +
MENYERINGI + +
RASA KECAP (2/3 depan) Tidak dilakukan
N. VIII (VESTIBULOKOKHLEARIS)
VESTIBULARIS
Tidak dilakukan
KOKHLEARIS Kanan Kiri
- GESEKAN JARI Tidak dilakukan
- TES RINNE Tidak dilakukan
- TES WEBER Tidak dilakukan
- TES SCHWABACH Tidak dilakukan
N. IX, X (GLOSOFARINGEUS, VAGUS)
ARKUS FARING : Simetris
UVULA : Letak ditengah
MENELAN : Baik
REFLEKS MUNTAH : tidak dilakukan

N. XI (ASESORIUS)
Kanan Kiri
MENOLEH tidak dilakukan
ANGKAT BAHU tidak dilakukan
N. XII (HIPOGLOSUS)
JULUR LIDAH : simetris
GERAKAN LIDAH : baik
TREMOR :-
3. Motorik
DERAJAT KEKUATAN OTOT (0-5)

5555 5555

5555 5555
TONUS OTOT (Hiper, normo, hipo, atoni)
Kanan Kiri
LENGAN
- Fleksor Normotoni Normotoni
- Ekstensor Normotoni Normotoni
TUNGKAI
- Fleksor Normotoni Normotoni
- Ekstensor Normotoni Normotoni
TROFI OTOT
Kanan Kiri
LENGAN Normotrofi Normotrofi
TUNGKAI Normotrofi Normotrofi
4. Keseimbangan dan Koordinasi
- Telunjuk Hidung : Tidak dilakukan
- Jari-jari : Tidak dilakukan
- Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
- Tes Romberg : Tidak dilakukan
5. Refleks
REFLEKS FISIOLOGIS
- Biseps :+/+
- Triseps :+/+
- Patella :+/+
- Achilles :+/+
REFLEKS ABNORMAL
- Hoffman Tromer :-/-
- Babinski :-/-
- Chaddok :-/-
- Oppenheim :-/-
- Gordon :-/-
- Shcaeffe :-/-
- Klonus kaki :-/-
6. Sensibilitas
EKSTEROSEPTIF
- Rasa raba : baik
- Rasa nyeri : baik
- Rasa suhu : tidak dilakukan
PROPRIOSEPTIF
- Rasa gerak dan arah : Tidak dilakukan
- Rasa sikap dan posisi : Tidak dilakukan
- Rasa getar : Tidak dilakukan
7. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Salivasi : tidak dilakukan
- Sekresi Keringat : baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 07/009/2016 jam 01:54

Nama tes Hasil Unit Nilai rujukan

HEMATOLOGI
Darah Rutin
Leukosit 28.0 ribu/Ul 4.5-13
Eritrosit 6.0 juta/uL 3.8-5.2
Hemoglobin 14.6 g/dL 12.8-16.8
Hematokrit 46 % 35-47
Index eritrosit
MCV 77.0 fL 80-100
MCH 24.4 pg 26-34
MCHC 31.5 % 32-36
RDW 14.0 % <14
Trombosit 311 ribu/uL 154-442
KIMIA KLINIK
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah CITO 115 Mg/dl <110
ELEAKTROLIT
Elektrolit Serum
Natrium (Na) 144 Mmol /L 135 155
Kalium (K) 4.1 Mmo/L 3.6 - 5.5
Klorida (Cl) 109 Mmol/L 98 109

Pemeriksaan Laboratorium 07/09/2016 jam 07:08

Nama tes Hasil Unit Nilai rujukan

Kimia Darah

Ginjal
Ureum 37 Mg/dl 13-43
Kreatinin 1.59 Mg/dl < 1.2

Pemeriksaan Laboratorium 07/09/2016 jam 14:56

Nama tes Hasil Unit Nilai rujukan

Kimia Darah

Ginjal
Ureum 36 Mg/dl 13-43
Kreatinin 1.02 Mg/dl < 1.2
PEMERIKSAAN CT SCAN (07 September 2016)
Kesan : fraktur wajah dan temporal kanan, pneumoencephali di temporal kanan.
RESUME
Pasien laki-laki, usia 21 tahun, datang ke IGD dengan keluhan muntah 4 kali sejak 3
jam SMRS. Pasien sadar sebelum dan setelah kejadian. Pasien mengeluhkan keluar darah dari
telinga kiri dan hidung, nyeri kepala dan wajah sisi kanan, lemas dan mata kanan tidak bisa
dibuka.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis. Tekanan darah 110/80
mmHg, Nadi 80 x/m, pernafasan 20 x/m, dan suhu 36,3 0C. Didapatkan hematoma di temporal
kanan, hematoma palpebra kanan, visus mata kanan menurun dan ptosis mata kanan. Pada
pemeriksaan neurologis didapatkan pupil bulat anisokor 6mm/4mm, tidak dijumpai adanya
refleks cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan,
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis dan hiperglikemia. Hasil CT
Scan didapatkan kesan fraktur linear temporal dextra dengan pneumoencepali temporal dextra.

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Cedera kepala berat (contusio serebri), rhinorrhea, otorrhea,
nyeri kepala, hematome palpebra kanan, ptosis mata kanan, pupil anisokor,
optalmoplegia dextra, visus mata kanan menurun.
Diagnosis etiologi : benturan dengan benda tumpul
Diagnosis topis : tulang temporal dextra.
Diagnosis patologi : trauma

KONSULTASI
Dokter Spesialis Bedah Saraf
Dokter Spesialis Mata
Dokter Spesialis THT

PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
Evaluasi KU, TTV, dan Tanda perdarahan

Medikamentosa
- IVFD Assering 500mg / 12 jam
- Injeksi Citicoline 2 x 500 mg iv
- Injeksi Ceftriaxone 2 x 2 gr iv
- Ranitidin 2 x 1 ampul iv
- Nutriflam 3 x 1 tablet/hari p.o

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : in dubia
FOLLOW UP
Pasien dirawat di ruang biasa. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan pupil
bulat -mm/4mm RCL -/+, RCTL -/- dengan pemeriksaan motorik tidak didapatkan
paresis. Terapi yang diberikan IVFD Assering 500 cc/12 jam , Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr,
Inj citicoline 2 x 500 mg, Nutriflam 3 x 1 tablet, ketesse drip dalam NaCl 100 cc 3x/hari,
observasi KU, TTV, dan Perdarahan (muntah kecoklatan).
Tanggal 08 September 2016 (Hari perawatan ke-2) pasien sempat muntah 1 kali,
keluar sedikit, warna coklat, nyeri kepala hebat, dan lemas. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum pasien composmentis dengan GCS 15, tekanan darah 120/70
mmHg, OD hematoma palpebra (+), dan ptosis (+). Pada pemeriksaan neurologist
didapatkan pupil bulat anisokor 6mm/4mm, RCL -/+, RCTL -/-, Parese N.III dextra
et cause trauma, dengan pemeriksaan motorik tidak didapatkan paresis. Pemeriksaan
CT Scan menunjukkan lesi temporal dextra dengan pneumoencephali di frontal dextra
dan sinistra. Terapi yang diberikan IVFD Assering 500 cc/12 jam , Inj. Ceftriaxone 2 x
1 gr, Inj citicoline 2 x 500 mg, Inj dexamethason 4 x 10mg untuk 2 hari dan 3 x 10 mg
untuk 1 hari selanjutnya, Inj Ranitidin 2 x 10 mg untuk 1 hari dan 2 x 5 mg untuk 1 hari
sampai selesai, Nutriflam 3 x 1 tablet, ketesse drip dalam NaCl 100 cc 3x/hari jika perlu,
observasi KU, TTV, dan Perdarahan (muntah kecoklatan). Pasien dikonsulkan ke
Sp.THT.
Tanggal 09 September 2016 (Hari perawatan ke-3), pasien tidak mengeluhkan
muntah, keluhan nyeri kepala dan lemas mulai berkurang. Pada pemeriksaan fisik
keadaan umum pasien CM dengan GCS 15 dengan tekanan darah 120/80 mmHg, OD
hematoma palpebra (+), dan ptosis (+). Pada pemeriksaan neurologist didapatkan pupil
bulat anisokor 6mm/4mm, RCL -/+, RCTL -/-, Parese N.III dextra et cause trauma,
dengan pemeriksaan motorik tidak didapatkan paresis. Terapi tetap lanjut dan pasien
dikonsulkan dengan Sp. Mata. Belum ada jawaban dr Sp. THT.
Tanggal 10 September 2016 (Hari perawatan ke-4), pasien tidak mengeluhkan
muntah, keluhan nyeri kepala, lemas, dan nyeri wajah mulai berkurang. Pada
pemeriksaan fisik keadaan umum pasien CM dengan GCS 15 dengan tekanan darah
120/60 mmHg, OD hematoma palpebra (+), dan ptosis (+). Pada pemeriksaan
neurologist didapatkan pupil bulat anisokor 6mm/4mm, RCL -/+, RCTL -/-, Parese
N.III dextra et cause trauma, dengan pemeriksaan motorik tidak didapatkan paresis.
Terapi tetap lanjut dan pasien dikonsulkan dengan Sp. Bedah Saraf. Sudah dapat
jawaban dari dr Sp. THT, Sp. Mata dan Sp. Bedah Saraf.
Tanggal 11 September 2016 - 12 September 2016 (Hari perawatan ke-5 dan ke-
6), pasien di follow up oleh dr Jaga ruangan, keluhan cegukan dan terapi tetap lanjut.
Tanggal 13 September 2016 (Hari perawatan ke-7), pasien tidak mengeluhkan
muntah, keluhan pusing hilang timbul, keluhan lemas dan muntah disangkal pasien,
kelopak mata kanan sudah dapat dibuka. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien
CM dengan GCS 15 dengan tekanan darah 120/60 mmHg, OD hematoma palpebra (+),
dan ptosis (+). Pada pemeriksaan neurologist didapatkan pupil bulat anisokor
6mm/4mm, RCL -/+, RCTL -/-, Parese N.III dextra et cause trauma disertai
optalmoplegia OD, dan visus OD menurun, dengan pemeriksaan motorik tidak
didapatkan paresis. Terapi yang diberikan IVFD Assering 500 cc/12 jam + lapibal 1
gr/12jam , Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr selesai, Inj citicoline 2 x 500 mg selesai, Inj
dexamethason 3 x 10 mg selesai, Inj Ranitidin 2 x 10 mg selesai, Nutriflam 3 x 1 tablet,
dari neuro pasien boleh berobat jalan.
Tanggal 14 September 2016 (Hari perawatan ke-8), pasien tidak mengeluhkan
muntah, keluhan pusing hilang timbul, keluhan lemas dan muntah disangkal pasien,
kelopak mata kanan sudah dapat dibuka. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien
CM dengan GCS 15 dengan tekanan darah 107/80 mmHg, OD hematoma palpebra (+),
dan ptosis (+). Pada pemeriksaan neurologist didapatkan pupil bulat anisokor
6mm/4mm, RCL -/+, RCTL -/-, Parese N.III dextra et cause trauma disertai
optalmoplegia OD, dan visus OD menurun, dengan pemeriksaan motorik tidak
didapatkan paresis. Terapi yang diberikan Aff infuse dan DC , dan pasien boleh berobat
jalan. Obat pulang, mecobalamin tablet 500 mg 2 x 1 perhari dan kontrol di Poli Neuro.

KONSULTASI
Konsultasi ke spesialis Bedah Saraf (dijawab tanggal 10/09/2016)
pasien dikonsulkan dengan GCS 15.
pro craniotomi debridement dengan dekompresi N.II
inform contsent pasien tetap buta, tapi bisa membuka mata kanan. ada resiko
meninggal, terapi yang diberikan Inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr, Dexamethason tapp
of 4 x 1 ampul, hari selanjutnya 2 x 1 ampul dan stop. Inj. Metilprednisolon 4
x 250 mg, dan inj. Rantin diganti dengan omeprazole 2 x 1 gr.

Konsultasi ke spesialis Telinga Hidung dan tenggorokan (Dijawab


tanggal 10/09/2016)
S = post KLL, perdarahan dari telinga kiri
O= AD Lapang telinga baik ; AS clotting (+), perdarahan artif (+)
A = post laserasi, saat ini tidak ada kearah THT
P = terapi lanjut teman sejawat

Konsultasi ke spesialis Mata (dijawab tanggal 10/09/2106)


S = pasien dengan riwayat KLL 3 hari yang lalu, trauma mengenai wajah kanan,
pingsan (-), keluar darah dari telinga dan hidung, lebam pada mata kanan,
melihat buram (+), merah (+), nyeri (-).
O = OD Gerak bola mata ke segala arah terhambat, visus 0, dan TIO 13,4,
terdapat hematome (+), ptosis (+), COA dalam,
OS gerak bola mata ke segala arah baik, visus > 3/60, TIO 13,4, Tenang.
COA dalam,
A = - parese nervous II, III komplit, IV, IV dextra
- Suspek avulsi N II dd/dekompresi
- hematoma papil OD
- fraktur os sphenoid Dextra
P = - lyteers GY OD
- neuroprotektor sesuai terapi TS
- Konsul ulang jika sudah ada hasil dr Sp.BS.
ANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis, diketahui pasien datang dengan riwayat kecelakaan bermotor.
Hal ini menjadi salah satu penyebab utama cedera kepala.2 Cedera kepala berupa contusio
cerebri dapat menyebabkan lesi struktural terutama pada daerah temporal dan frontal.9
Contusia cerebri umumnya ditemukan pada sekitar 8 % dari semua jenis cedera kepala dan
sekitar 13 % - 35 % dari cedera kepala berat.9 Lesi struktural sering dihubungkan dengan
iskemik dan inflamasi daerah yang terkena.10 Pasien datang ke IGD dengan keluhan muntah,
nyeri kepala dan wajah, lemas, dan pemeriksaan fisik didapatkan hematoma palpebra, ptosis,
penurunan visus dan optalmoplegia. Klinis tersebut bisa disebabkan adanya lesi temporal.10
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium, ditemukan adanya leukositosis
(peningkatan leukosit) dan hiperglikemia. Leukositosis menunjukkan adanya inflamasi, dan
kadar glukosa yang meningkat dapat menunjukkan adanya respon hipermetabolik akibat dari
stress paska trauma yang akan meningkatkan katekolamin plasma dan glukortikoid,
peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis serta adanya resistensi dan kadar insulin
yang menurun.11
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambaran fraktur linear temporal dextra dengan
pneumoencepali di temporal dextra. Faktur linear merupakan garis fraktur tunggal yang
meliputi seluruh ketebalan tulang. Pada radiologi akan terlihat gambaran garis radiolusent.12
Fraktur temporal beresiko pneumoencepali.6
Pneumoencepali dapat terjadi kurang dari tujuh hari atau lebih dari tujuh hari.6 dua
mekanisme yang menjelaskan terjadinya pneumoencepali, yaitu efek bola katub dan efek
inverted soda botle.6 Manifestasi klinisnya bisa berupa nyeri kepala, mual, muntah,
iritabilitas, pusing dan kejang.6 Tanda klinis yang umum dijumpai adalah rhinorrhea dan pada
pemeriksaan funduskopi adanya edema papil.6 Pada pasien dijumpai klinis tersebut.
Diagnosis pneumoencepali ditegakkan dari radiografi, namun dengan CT Scan yang sangat
sensitif, hanya dengan 0,5 cc udara, pneumoencepali dapat terlihat.6 Yaitu akan tampak
gambaran gunung Fuji. Namun tidak selalu muncul klinis tersebut.6
Diagnosis kasus ini ditegakkan berdasarkan klinis pasien, seperti ditemukannya otorea,
rhinorea, muntah darah, opthalmoplegia, hematoma palpebra, ptosis, penurunan visus, pupil
anisokor serta pada CT Scan didapatkan adanya pneumoencepali pada temporal.
Pemberian antibiotik ditujukan untuk pengobatan terhadap infeksi dan profilaksis. Pada
kondisi cedera kepala terbuka, adanya laserasi dapat menjadi sumber infeksi intrakranial.
Sehingga untuk mengatasinya diberikan antibotik yang sesuai dengan dugaan emfiris kuman
penyebab. Salah satunya dengan pemberian ceftriaxon (sefalosporin generasi 3), yang
memiliki penetrasi yang baik ke dalam CSS, dan untuk gram negative. Dosis 2 x 2 gr
diharapkan dapat menjadi profilaksis yang tepat.12

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pneumoencepali dapat reabsorpsi kembali


setelah 23 minggu.13 Dengan pemberian oksigenasi normobaric terus menerus 5L/menit
untuk 5 hari, terbukti dapat menurunkan volume udara dalam intrakranial dan meningkatkan
reabsorbsi nitrogen ke dalam aliran darah.13 Sehingga terdapat perbaikan klinis. Jika
ditemukan klinis seperti hipertensi intrakranial atau gangguan kesadaran, maka terapi yang
diberikan adalah dekompresi untuk mengurangi tekanan dan udara berlebih pada parenkim
otak.14 Komplikasi yang dapat terjadi selain tension pneumoencepali adalah kebocoran
cairan serebrospinal 9 % dan meningitis 1 %.15,16 Pada pasien sempat disarankan untuk
operasi, namun pihak keluarga menolak.

Prognosis ad vitam pasien ini adalah dubia ad bonam. Berdasarkan pemeriksaan fisik,
tidak didapatkan penurunan kesadaran dan peningkatan tekanan intrakarnial selama masa
perawatan. Dan pada CT Scan tidak ditemukan adanya gambaran lesi hiperdens
(perdarahan) yang berat.17 Sedangkan untuk ad functionam pasien adalah dubia ad malam.
Disebabkan adanya perbaikan untuk nervus II memerlukan waktu cukup lama, studi
mengatakan pasien dapat peningkatan ketajaman penglihatan sampai hitung jari pada jarak
2 kaki memerlukan waktu 5 minggu.18 Sedangkan untuk pemulihan nervus III memerlukan
waktu 6 minggu sampai beberapa bulan.18 Untuk nervus IV, pemulihannya memerlukan
waktu lebih dari satu tahun.18 Prognosis ad sanationam pasien adalah in dubia, sebab tidak
dapat diprediksi kemungkinan tidak mengalami kecelakaan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arifputera A, Calistania C, Klarisa C, etc. Trauma Kapitis. Dalam: Kapita Selekta


Kedokteran Essential of Medicine. Jakarta: MediaAesculapius.2014;p984-6.

2. Brain Injury. Ways the Brain is Injured. http://www.braininjury.com/injured.shtml.

3. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org

4. Sukraeny N, Songwathana P, Sae-Sia W, Quality of life among Traumatic Brain Injury


Survivors in Indonesia: A Preliminary Study. Songklanagarind Journal of Nursing.
Thailand. 2014:34;p119-28.

5. Thurman D, Alverson C, Dunn K, Guerrero J, Sniezek J. Traumatic brain injury in the


United States: a public health perspective. J Head Trauma Rehabil 1999;14(6):602-15

6. Loeng KM, Vijayananthan A, Sia F. Case Report. Pneumocephalus: An Uncommon


Finding in Trauma. Med J Malaysia 2008;63(3): 256-8.

7. Bathoe CHS. Trauma to the cranial nerves. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT), Vol.
4, No. 2, 2007.

8. Coello AF, Canals AG, Gonzalez JM, Martin JJ. Cranial nerve injury after minor head
trauma. J Neurosurg. 2010 Sep;113(3):547-55. doi: 10.3171/2010.6.JNS091620.

9. Alvis-Miranda H, Alcala-Cerra G, Moscote-Salazar L. Traumatic Cerebri Contusion:


Pathobiology and Critical Aspects. Romanian Neurosurgery. 2013;125-37.

10. March R.A, Temporal Bone Fracture. 2015.


http://emedicine.medscape.com/article/857365-overview#a6.

11. Chen, Pai, Wang, et al. Case Report. Isolated Oculomotor Nerve Palsy from Minor
Head 11. Kerby JD, Griffin RL, MacLennan P, Rue LW 3rd. Stress-induced
hyperglycemia, not diabetic hyperglycemia, is associated with higher mortality in
trauma. Ann Surg. 2012 Sep; 253(3):446-52. Doi:10.1097/SLA.0b013e3182654549.
available at http://www.ncbi.nih.gov/m/pubmed/22868366/Trauma. Br J Sport Med
2005;39(34): 1-2

12. Japardi I. Perawatan Penderita di Ruang Perawatan dan ICU. Dalam: Cedera Kepala.
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. 2004.p.83-5,92.

13. Karavelioglu E, Eser O, Haktanir A. Pneumoencephalus and pneumorrhachis after


Spinal Surgery: Case Report and Review of the Literature. Neural Med Chir
(Tokyo).2014.54:405-7
14. Paiva WS, de Andrade AF, Figueiredo EG, Amorim RL, Prudente M, Teixeira MJ.
Effects of Hyperbaric Oxygenation Therapy on Symptomatic Pneumocephalus. Ther
Clin Risk Manag.2014.10:769-73.

15. Romani R, Lehecka M, Gaal E, Toninell S, Celik O, Niemela M. Lateral Supraorbital


Approach Applied to Offactory Groove Meningiomas: Experience with 66 consecutive
patients. Neurosurgery. 2009.65:39-52.

16. Pankaj G. Normobaric Oxygen Therapy Strategies in the Treatment of Postcraniotomy


Pneumocephalus. J Neurosurg. 2008. 108:926-9

17. National Hospital Discharge Survey (NHDS), 2010; National Ambulary Medical Care
Survey (NHAMCS), 2010; National Vital Statistics Systes (NVSS), 2010. All data
sources are maintained by the CDC National Center for Health Statistics.

18. Patel P, Kalyanaram S, Reginald J, etc. Post-Traumatic Cranial Nerve Injury. Indian
Journal Of Neurotrauma. 2005;2(1):27-32.

Anda mungkin juga menyukai