Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
Kelompok 9
KATA PENGANTAR i
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Makalah 2
1.4 Kegunaan Makalah 2
1.5 Prosedur Makalah 3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bank Secara Umum 4
2.2 Sejarah Pendirian Bank 5
2.3 Pengertian Bank Secara Islam 6
2.4 Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank 6
2.5 Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank Secara Islam 7
2.6 Tujuan Perbankan Islam 8
2.7 Kedudukan Bank dalam Islam 9
2.8 Jenis jenis Bank 10
2.9 Dasar Hukum Bank dan Pegawai Bank 10
2.10 Pengertian Koperasi 17
2.11 Syarat Syarat Pendirian Koperasi 18
2.12 Macam Macam Koperasi 18
2.13 Hukum Pendirian Koperasi 19
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan 20
3.2 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
i
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini akan kami terima
dengan senang hati. Akhir kata semoga keberadaan makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak baik yang menyusun maupun yang membaca.
Penyusun,
Kelompok IX
1
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah bank berasal dari kata Italia Banco yang artinya bangku. Bangku inilah
yang digunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para
nasabah. Istilah bangku kemudian berkembang dan populer menjadi bank.
Menurut Fuad Mohd Fachruddin, bank berasal dari kata banko (Bahasa
Italia), sedangkan menurut Yan Pramadyapuspa sebagaimana dikutip Mohd.
Fachruddin, bank berasal dari bahasa Inggris atau Belanda yang berarti kantor
penyimpanan uang. Bank adalah simbol bahwa para penukar uang (money
changer) meletakkan uang penukaran di atas sebuah meja, meja ini
dinamakan banko yang berarti bangku dalam bahasa Indonesia.
Fuad Mohd Fachruddin berpendapat bahwa yang dimaksud dengan bank
menurut istilah adalah suatu perusahaan yang memperdagangkan utang-piutang,
baik yang berupa uangnya sendiri maupun uang orang lain.
Dari pengertian di atas, terlihat bahwa usaha bank lebih terarah tidak semata
mata memutar uang untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi undang
undang menghendaki agar taraf hidup rakyat dapat ditingkatkan.
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah
yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu
sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba
Bank), dan Bank Syariah (Sharia Bank). di Indonesia secara teknis yuridis
penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi Bank Syariah, atau yang
secara lengkap disebut Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.manusia dengan
manusia (muamalat).
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank
konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang
mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.
Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari
transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan
keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang
8
disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau
profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
b) simpanan (Wadiah) Konsep perbankan Islam yang hampir sama dengan konsep
akaun simpanan dalam perbankan konvensional. Dalam konsep Wadiah, bank
dianggap sebagai penjaga dan pemegang amanah dana.
g) Bai Bithaman Ajil (perjanjian jual beli balik) atau BBAMerupakan konsep
perbankan Islam yang digunakan dalam pembiayaan sewa beli atau pembelian
insurans. Di bawah konsep ini, bank memberi pembiayaan kepada pelanggan
untuk memiliki harta atau perkhidmatan dengan membeli aset kepunyaan
pelanggan atau daripada vendor dengan harga tunai dan kemudiannya
menjual kembali aset tersebut kepada pelanggan dengan harga belian ditambah
keuntungan.
10
Abu Zahrah (guru besar fakultas hukum, Kairo, Mesir), Abu Ala al-
Madudi (ulama Pakistan) dan Muhammad Abdullah al-Arabi (Kairo)
mengemukakan bahwa hukumnya adalah haram. Oleh sebab itu, kaum muslimin
11
12
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.
13
Telah sampai kepada kita hadits riwayat Ibnu Majah dari jalan Ibnu Masud
dari Nabi SAW:
Bahwa beliau (Nabi SAW) melaknat orang yang makan riba, orang yang
menyerahkannya, para saksi serta pencatatnya. (HR. Bukhari Muslim)
1. Penerima Riba
Penerima riba adalah siapa saja yang secara sadar memanfaatkan transaksi
yang menghasilkan riba untuk keperluannya sedangkan ia mengetahui aktivitas
tersebut adalah riba. Baik melalui pinjaman kredit, gadai, ataupun pertukaran
barang atau uang dan yang lainnya, maka semua yang mengambil atau
memanfaatkan aktivitas yang mendatangkan riba ini maka ia haram
melakukannya, karena terkategori pemakan riba. Contohnya adalah orang-orang
yang melakukan pinjaman hutang dari bank atau lembaga keuangan dan
pembiayaan lainnnya untuk membeli sesuatu atau membiayai sesuatu dengan
pembayaran kredit yang disertai dengan bunga (rente), baik dengan sistem bunga
majemuk maupun tunggal.
2. Pemberi Riba
Pemberi riba adalah siapa saja, baik secara pribadi maupun lembaga yang
menggunakan hartanya atau mengelola harta orang lain secara sadar untuk suatu
aktivitas yang menghasilkan riba. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah para
pemilik perusahaan keuangan, pembiayaan atau bank dan juga para pengelolanya
yaitu para pengambil keputusan (Direktur atau Manajer) yang memiliki kebijakan
disetujui atau tidak suatu aktivitas yang menghasilkan riba.
3. Pencatat Riba
Adalah siapa saja yang secara sadar terlibat dan menjadi pencatat aktivitas
yang menghasilkan riba. Termasuk di dalamnya para teller, orang-orang yang
menyusun anggaran (akuntan) dan orang yang membuatkan teks kontrak
perjanjian yang menghasilkan riba.
16
4. Saksi Riba
Adalah siapa saja yang secara sadar terlibat dan menjadi saksi dalam suatu
transaksi atau perjanjian yang menghasilkan riba. Termasuk di dalamnya mereka
yang menjadi pengawas (supervisor).
Sedangkan status pegawai bank yang lain, instansi-instansi serta semua
lembaga yang berhubungan dengan riba, harus diteliti terlebih dahulu tentang
aktivitas pekerjaan atau deskripsi kerja dari status pegawai bank tersebut. Apabila
pekerjaan yang dikontrakkan adalah bagian dari pekerjaan riba, baik pekerjaan itu
sendiri yang menghasilkan riba ataupun yang menghasilkan riba dengan disertai
aktivitas lain, maka seorang muslim haram untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut, semisal menjadi direktur, akuntan, teller dan supervisornya, termasuk
juga setiap pekerjaan yang menghasilkan jasa yang berhubungan dengan riba, baik
yang berhubungan secara langsung maupun tidak. Sedangkan pekerjaan yang
tidak berhubungan dengan riba, baik secara langsung maupun tidak, seperti juru
kunci, penjaga (satpam), pekerja IT (Information Technology/Teknologi
Informasi), tukang sapu dan sebagainya, maka diperbolehkan, karena transaksi
kerja tersebut merupakan transaksi untuk mengontrak jasa dari pekerjaan yang
halal (mubah). Juga karena pekerjaan tersebut tidak bisa disamakan dengan
pekerjaan seorang pemberi, pencatat dan saksi riba, yang memang jenis
pekerjaannya diharamkan dengan nash yang jelas (sharih).
Yang dinilai sama dengan pegawai bank adalah pegawai pemerintahan
yang mengurusi kegiatan-kegiatan riba, seperti para pegawai yang bertugas
menyerahkan pinjaman kepada petani dengan riba, para pegawai keuangan yang
melakukan pekerjaan riba, termasuk para pegawai panti asuhan yang
pekerjaannya adalah meminjam harta dengan riba, maka semuanya termasuk
pegawai-pegawai yang diharamkan, dimana orang yang terlibat dianggap berdosa
besar, karena mereka bisa disamakan dengan pencatat riba ataupun saksinya. Jadi,
tiap pekerjaan yang telah diharamkan oleh Allah SWT, maka seorang muslim
diharamkan sebagai ajiir di dalamnya.
Semua pegawai dari bank atau lembaga keuangan serta pemerintahan tersebut,
apabila pekerjaannya termasuk dalam katagori mubah menurut syara untuk
mereka lakukan, maka mereka boleh menjadi pegawai di dalamnya. Apabila
pekerjaan tersebut termasuk pekerjaan yang menurut syara tidak mubah untuk
dilakukan sendiri, maka dia juga tidak diperbolehkan untuk menjadi pegawai di
dalamnya. Sebab, dia tidak diperbolehkan untuk menjadi ajiir di dalamnya. Maka,
pekerjaan-pekerjaan yang haram dilakukan, hukumnya juga haram untuk
dikontrakkan ataupun menjadi pihak yang dikontrak (ajiir).
17
Koperasi berasal dari kata cooperation (bahasa inggris), yang berarti kerja
sama. sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan koperasi adalah suatu
perkumpulan yang dibentuk oleh para anggota peserta yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan para anggotanya dengan harga yang relatif rendah dan
bertujuan memajukan tingkat hidup bersama.
Menurut Masifuk Zuhdi, yang dimaksud dengan koperasi adalah suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum
yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan
anggota atas dasar suka rela secara kekeluargaan.
Sebagian ulama menyebut koperasi dengan yyirkah taawuniyah
(persekutuan tolong menolong, pen), yaitu suatu perjanjian kerja sama antar dua
orang atau lebih, yang satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak
lain melakukan usaha atas dasar profit sharing (membagi untung) menurut
perjanjian. Dalam koperasi ini terdapat unsur mudharabah karena suatu pihak
memiliki modal dan pihak lain melakukan usaha atas modal tersebut.
Mahmud syaltut dalam kitab SI-Fatwa, berpendapat bahwa didalam
syirkah taawuniyah tidak ada unsure mudharabah yang dirumuskan oleh para
fuqah (satu pihak pemilik modal dan pihak lain berusaha atas modal tersebut
sebab koperasi yang ada di Mesir modalu sahanya berasal dari anggota pemegang
saham dan usaha koperasi dikelola oleh pengurus dan karyawan yang dibayar oleh
koperasi menurut kedudukan dan fungsinya masing-masing. Apabila pemegang
saham turut serta mengelola koperasi itu, dia berhak mendapat upah sesuai dengan
kedudukan dan sistem perjanjian yang berlaku.
Koperasi yang di Mesir berbeda dengan koperasi yang di Indonesia sebab
di Indonesia pengurus yang mengelola koperasi dipilih dari dan oleh anggota
berdasarkan hasil rapat anggota. Mereka tidak mendapat gaji, tetapi merepa
mendapat uang kehormatan menurut ketetapan rapat anggota, kecuali karyawan
koperasi yang bukan anggota koperasi digaji oleh koperasi.
18
Macam-macam koperasi dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi
bidang usahanya dan yang kedua dari segi tujuannya.
Dari segi usahanya, koperasi dapat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Koperasi yang berusaha tunggal (single purpose), yaitu koperasi yang
hanya menjalankan suatu bidang usaha, serta koperasi yang hanya
berusaha dalam bidang konsumsi, bidang kredit, atau bidang produksi;
b. Koperasi serba usaha (multi purpose), yaitu koperasi yang berusaha dalam
berbagai (banyak) bidang, seperti koperasi yang melakukan pembelian dan
penjualan.
Dari segi tujuannya koperasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu;
a. Koperasi produksi, yaitu koperasi yang mengurus pembuatan barang-
barang yang bahan-bahannya dihasilkan oleh anggota koperasi;
b. Koperasi konsumsi, yaitu koperasi yang mengurus pembelian barang-
barang guna memenuhi kebutuhan anggotanya;
c. Koperasi kredit, yaitu koperasi yang memberikan pertolongan kepada
anggota-anggotanya yang membutuhkan modal.
19
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
http://istianursholihah.blogspot.co.id/2014/06/makalah-pendidikan-agama-islam-
lembaga.html
http://riau1.kemenag.go.id.index.php?a=artikel&id=344
http://materislam.blogspot.co.id/2015/03/makalah-sistem-ekonomi-islam.html
R.P. Hartojo. 1986. Ekonomi dan Koperasi. Bandung: Terate.
Swasono, Sri Edi. 1987. Koperasi di Dalam Orde Ekonomi Indonesia. Jakarta:UI
Press.
Muh. Nejatullah Shidiqqi. 1987. Asuransi dalam Islam. Bandung: Pustaka.