Anda di halaman 1dari 41

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu ( State of The Art )

2.1.1 Penelitian oleh Anis Massaroh (2014)

Anis Massaroh (2014) Perhitungan struktur jembatan rangka (Truss

bridge) bentang 60 meter di samboja Kabupaten Kutai Kertanegara. Penelitian

ini bertujuan untuk melakukan perhitungan perencanaan jembatan rangka yang

akan dibangun di daerah tersebut dan merencanakan pembangunan jembatan yang

sesuai dengan wilayah handil Usu RT. 19 Kecamatan Samboja. Metode yang

digunakan yaitu metode Cremona (grafis).Untuk menentukan besar dan jenis gaya

pada rangka baja.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bentang jembatan 60

meter, jenis konstruksi jembatan adalah jembatan rangka baja. Lebar jembatan 9

meter, lebar lantai kendaraan 2x3,5 meter dan lebar trotoar 1 meter di kanan dan

kiri jembatan.

Struktur atas jembatan memiliki hasil sebagai berikut :

a. Pipa sandaran, bahan : pipa baja, diameter : 76,3 mm

b. Lantai trotoar, bahan : beton bertulang, tebal : 25 cm, fc : 25 mpa, tulangan :

D12, fy : 240 mpa

c. Pelat lantai kendaraan, bahan : beton bertulang, tebal : 25 cm, fc : 30 mpa,

tulangan : D16, fy : 390 mpa, deck baja :t: 0,5 cm

d. Gelagar memanjang : baja IWF 450.200.9.14


7

e. Gelagar melintang : baja IWF 900.300.18.34

f. Shear connector : stud connector dengan jumlah 282 buah sepanjang bentang

g. Ikatan angin ,baja siku : 150.150.18, fy : 240 mpa, B. vertical : 300.300.10.15,

B. H atas : 300.300.10.15, B. H bawah : 300.300.10.15, fy : 240 mpa

h. Rangka baja : baja IWF 400.400.20.35, B. H atas 400.400.20.35, B. H bawah

400.400.20.35, B. H diagonal 400.400.20.35, fy : 240 mpa

i. Elastomer, jenis : TRB A, ukuran : 20.20.1,5 0,1 mm

j. Pelat injak, Tebal : 25 cm, lebar 7 meter, panjang 3,3 meter, fc : 30 mpa, fy :

240 mpa, tulangan : D16

Struktur bawah jembatan memiliki hasil sebagai berikut :

a. Abutment, bahan : beton bertulang, fc : 30 mpa, tulangan : D32 dan D25,

fy : 240 mpa

b. Pondasi, bahan : pondasi tiang pancang, pipa : 40 cm, kedalaman : 25

meter.

2.1.2 Penelitian oleh Fajar Santoso (2009)

Fajar Santoso (2009), Tinjauan Bangunan Bawah ( Abutment ) jembatan

Karang Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar . Peniliti ini

meninjau bangunan bawah sebuah jembatan di Kecamatan Karangpandan

Kabupaten Karanganyar. Dari hasil penelitian ini peniliti merencanakan sebagai

berikut :

1. Dimensi abutment

2. Dimensi plat sanding

3. Dimensi plat injak


8

4. Dimensi pada penulang konsul

5. Dimensi penulangan tubuh abutment

6. Dimensi penulangan kaki abutment

7. Dan RAB tulangan Struktur bawah bangunan secara keseluruhan.

2.1.3 Penelitian oleh Rizqih Annizaar (2008)

Rizqi Annizaar ( 2008 ), Perencanaan Pondasi Tiang Pancang dan Tiang

Bor pada Pekerjaan Pembuatan Abutment Jembatan Labuhan Madura . Peniliti

ini merencanakan sebuah pondasi bertujuan membandingkan dua pondasi pada

pekerjaan pembuatan abutment Jembatan Labuhan madura. Dari hasil penelitian ini

peniliti merencanakan kedua pondasi sebagai berikut :

1. Perhitungan kapasitas dukung ultimit cara statis untuk pondasi tiang

pancang,

2. Metode Poulos dan Davis (1980) dan daya dukung gesekan tiang oleh Reese

dan ONeill (1989) untuk pondasi tiang bor

3. Jumlah pondasi tiang pancang, daya dukung batas tiang gesekan tiang.

4. Kapasitas dukung ijing tiang terhadap daya desak

5. Kapasitas dukung ijing tiang terhadap gaya lateral

6. Kapasitas dukung ijing tiang terhadap gaya tarik

7. Penurunan segera ( elastic )

8. Dan perbandingan biaya.


9

2.2 Defenisi Jembatan

Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan

dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah

yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, jalan kereta api, jalan raya yang

melintang tidak sebidang dan lain-lain. Jembatan juga merupakan bagian dari

infrastruktur transportasi darat yang sangat vital dalam aliran perjalanan.

Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana

transportasi jalan yang menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lainnya, yang

dapat di lintasi oleh sesuatu benda yang bergerak misalnya suatu lintasan yang

terputus akibat suatu rintangan atau sebab lainnya.

2.3 Jenis jenis dan Klasifikasi Jembatan

Jembatan terbagi dalam beberapa jenis menurut fungsi, jenis material, dan

berdasarkan tipe struktural jembatan. Berdasarkan tipe strukturalnya jembatan

dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Jembatan Gelagar I (Roller steel bridge)

Roller steel bridge memiliki panjang bentang berkisar antara 10 30

meter. Jembatan gelagar ini dapat bersifat komposit dan non komposit

tergantung pada penggunaan penghubung geser (Shear connector) dan juga

penggunaan bahan untuk lantai jembatan.


10

2. Jembatan Rangka (Truss bridge)

Gambar 1. Jembatan Truss baja


Truss bridge tersusun dari batang batang yang dihubungkan satu sama lain

dengan pelat buhul dengan pengikat paku keling, baut, atau las. Batang-batang

rangka ini hanya memikul gaya dalam aksial tekan atau tarik, tidak seperti pada

jembatan gelagar yang memikul gaya-gaya dalam momen lentur dan gaya

lintang.

3. Jembatan Gelagar Kotak (Box girder bridge)

Box girder bridge terbuat dari pelat pelat berbentuk empat persegi atau

trapesium, umumnya digunakan dengan panjang bentang 30 60 meter.

Jembatan dapat terdiri dari gelagar kotak tunggal maupun terdiri dari beberapa

gelagar.

4. Jembatan Gelagar pelat (Plate girder bridge)

Plate girder bridge atau sering juga disebut dengan jembatan dinding penuh,

tersusun dari dua atau lebih gelagar, yang terbuat dari pelat pelat baja dan baja
11

siku yang diikat menggunakan paku keling atau dilas. Panjang bentang berkisar

antara 30 90 meter.

5. Jembatan Pelengkung (Arch bridge)

Arch bridge adalah bentuk struktur non linier yang mempunyai kemampuan

sangat tinggi terhadap momen lengkung. Yang membedakan bentuk pelengkung

dengan bentuk-bentuk yang lain adalah bahwa kedua perletakan ujungnya

berupa sendi sehingga pada perletakan tidak diijinkan adanya pergerakan kearah

horizontal. Bentuk jembatan lengkung hanya bisa dipakai apabila tanah

pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien digunakan

untuk jembatan dengan panjang 100 300 meter.

6. Jembatan Gantung (Suspension bridge)

Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable)

yang memikul kabel gantung (suspension bridge). Lantai lalu lintas jembatan

biasanya tidak terhubungkan langsung dengan pilar, karena prinsip pemikulan

gelagar terletak pada kabel. Apabila terjadi beban angin dengan intensitas tinggi

jembatan dapat ditutup dan arus lalu lintas dapat dihentikan. Hal ini untuk

mencegah sulitnya berkendara dalam keadaan goyangan yang tinggi.

Pemasangan sistem jembatan gantung dilakukan setelah proses sistem kabel

terpasang, dan kabel sekaligus merupakan bagian dari struktur launching

jembatan. Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai

1400 meter.
12

7. Jembatan Cable stayed

Jembatan cable stayed menggunakan kabel sebagai elemen pemikul lantai

lalu lintas. Pada cable stayed kabel langsung ditumpu oleh tower. Jembatancable

stayed merupakan gelagar penerus dengan tower satu atau lebih terpasang diatas

pilar-pilar jembatan ditengah bentang. Jembatan cable stayed memiliki titik

pusat massa yang relatif rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik

dipakai pada daerah yang memiliki resiko gempa dan digunakan untuk variasi

jembatan bentang 100 600 meter.

2.4 Bagian bagian Jembatan

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (Pengantar dan Prinsip-Prinsip

Perencanaan Bangunan bawah /pondasi jembatan, 1988) suatu bangunan jembatan pada

umumnya terdiri atas 6 bagian pokok, yaitu :

1. Bangunan Atas

2. Landasan

3. Bangunan Bawah

4. Pondasi

5. Oprit

6. Bangunan pengaman Jembatan


13

Gambar 2. Bagian-bagian jembatan

Struktur jembatan terbagi menjadi dua bagian utama yaitu bagian atas jembatan

(Upper Structure) dan bagian bawah jembatan (Sub Structures).

1. Bangunan bawah (Sub Structures)

a. Abutment (Kepala jembatan)

b. Pondasi

c. Pilar

2. Bangunan Atas (Upper Structure)

a. Ikatan angin

b. Pelat Injak

c. Lantai Kendaraan

d. Gelagar Induk

e. Gelagar Diafragma

f. Perletakan atau Andas

g. Trotoar
14

2.4.1 Struktur Atas ( Upper Structure )

Struktur atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang memindahkan

beban-beban lantai jembatan ke perletakan horizontal. Lantai jembatan adalah

bagian dari suatu jembatan yang langsung menerima beban lalu lintas kendaraan,

pejalan kaki dan beban yang membebaninya secara langsung.

Secara umum bangunan atas terdiri dari :

1. Ikatan Angin

Gambar 3. Ikatan Angin Pada Jembatan

Ikatan angin mempunyai fungsi sebagai pemberi kekuatan pada struktur

jembatan, menstabilkan terhadap batang tepi atas yang tertekan dan meneruskan

sebagian besar dari beban angin ke tiang ujung (end post), kemudian meneruskan

ke landasan.
15

2. Pelat Injak

Pelat injak berfungsi menghubungkan jalan dan jembatan sehingga tidak

terjadi perbedaan tinggi keduanya, juga menutup bagian sambungan agar tidak

terjadi keausan antara jalan dan jembatan pada pelat lantai jembatan.

3. Lantai Jembatan

Berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan yang menahan langsung beban

lalu lintas yang melewati jembatan itu. Komponen ini menahan suatu beban yang

langsung dan ditransferkan secara merata keseluruh lantai kendaraan.

4. Gelagar Induk

Gambar 5. Gelagar Induk

Komponen ini terletak pada jembatan yang letaknya memanjang arah

jembatan atau tegak lurus. Komponen ini merupakan suatu bagian struktur yang

menahan beban langsung dari pelat lantai kendaraan.


16

5. Gelagar Diafragma

Gambar 6. Gelagar Diafragma

Komponen ini terletak pada jembatan yang letaknya melintang arah

jembatan yang mengikat balok-balok gelagar induk. Komponen ini juga

mengikat beberapa balok gelagar induk agar menjadi suatu kesatuan supaya

tidak terjadi pergeseran antar gelagar induk.

6. Perletakan atau Andas

Gambar 7. Perletakan pada jembatan


Perletakan merupakan tumpuan atau landasan gelagar pada abutment.

Landasan ini terdiri dari landasan roll dan landasan sendi. Landasan sendi

dipakai untuk menahan dan menerima beban vertikal maupun horizontal dari

gelagar memanjang, sedangkan landasan roll dipakai untuk menerima beban

vertikal sekaligus beban getaran.


17

7. Trotoar

Gambar 8. Trotoar pada jembatan


Merupakan bagian dari konstruksi jembatan ynag ada pada kedua

samping jalur lalu lintas. Trotoar ini berungsi sebagai jalur pejalan kaki dan

terbuat dari beton tumbuk yang menyatu dan homogen dengan pelat lantai

kendaraan dan sekaligus berfungsi sebagai balok pengeras pelat lantai

kendaraan.

2.4.2 Struktur Bawah ( Sub structure )

Bangunan bawah memiliki fungsi utama yaitu memikul beban-beban pada

bangunan atas jembatan dan pada bangunan bawah jembatan itu sendiri untuk

selanjutnya akan disalurkan ke pondasi. Kemudian selanjutnya beban-beban

tersebut oleh pondasi akan disalurkan ke tanah.

Bangunan bawah jembatan terdiri dari :

A. Abutment ( Kepala Jembatan )

Abutment terletak pada ujung jembatan, maka abutment ini juga berfungsi

sebagai penahan tanah dan menahan bagian ujung dari balok gelagar induk.

Umumnya abutment dilengkapi dengan konstruksi sayap yang berfungsi untuk

menahan tanah dalam arah tegak lurus as jembatan dari tekanan lateral.

a. Beban-beban yang dipikul abutment :


18

1. Berat sendiri dan beban mati tambahan akibat bangunan atas

2. Tekanan tanah lateral

Bagian bangunan yang menahan tanah harus direncanakan untuk

dapat menahan tekanan tanah sesuai dengan ketentuan yang ada.

Besar tekanan tanah dalam arah lateral ditentukan oleh:

- Besarnya koefisien tekana tanah aktif, pasif dan keadaan diam

- Besarnya kohesi tanah

- Besarnya beban yang bekerja pada permukaan tanah timbunan

b. Koefisien tekanan tanah aktif dan pasif

Tekanan tanah aktif dan pasif dihitung dengan rumus dibawah ini :

a = v Ka 2 c Ka + q Ka ... (1)

p = v Kp 2 c Kp...... (2)

p = i. (3)

Dimana :

Ka dan Kp = tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif


C = kohesi tanah
q = beban merata diatas permukaan tanah

c. Tekanan dalam keadaan diam

Dalam perencanaan abutment tekana tanah pasif dibatasi sampai

tekanan pada kondisi diam, koefisien tekanan tanah pasif pada kondisi

diam dihitung dengan rumus berikut :

Ko = 1 sin .... (4)


19

B. Pondasi

Pondasi merupakan perantara dalam penerimaan beban yang bekerja pada

bangunan pondasi ketanah dasar dibawahnya. Maka bentuk banguanan pondasi

sangat tergantung dari tanah dasar dibawahnya atau tergantung dari jenis tanah

bawah dasar pondasi yang menentukan besarnya kuat dukung tanah dan

penurunan yang terjadi.

a. Pondasi Sumuran (caisson)

1. Pondasi sumuran pada pasir

Pondasi sumuran biasanya berfungsi untuk memindahkan berat

bangunan ke suatu lapisan tanah yang lunak. Jika tiang tiang

dipancang ke dalam lapisan semacam ini (pasir), maka hampir semua

beban tiang pada akhirnya dipikul oleh tahanan ujung tiang. Untuk

alasan alasan yang serupa, praktisnya semua beban pondasi sumuran

yang dikelilingi oleh tanah yang relatif berpasir tidak boleh sedikitpun

memperhitungkan hambatan lekat sumuran.

Bagian sumuran jembatan terbenam bisa saja dikelilingi

sepenuhnya oleh pasir yang mempunyai kemampuan mampatan

(compressibility) rendah, dan mampu memikul sebagian besar beban

pondasi dengan hambatan lekat sumuran. Namun, dasar pondasi

sumuran semacam ini biasanya diletakan pada kedalaman yang cukup

dalam di bawah kedalaman maksimum penggerusan. Pada saat terjadi

banjir yang luar biasa, sebagian besar pasir di sekeliling sumuran untuk

sementara menghilang terbawa arus. Karena itu, sekalipun jembatan


20

dikelilingi sepunuhnya dengan pasir, tapi harus dianggap bahwa

seluruh beban pada sumuran dipikul oleh dasarnya.

Daya dukung ultimit sumuran pada pasir di bawah endapan yang

mampu mampat dapat dihitung dimana istilahnya dianggap sebagai

berat efektif tanah anatara permuakaan tanah dan elevasi dasar

sumuran. Karena pengaruh besaran tadi, maka daya dukung ultimit

sumuran meningkat cepat dengan bertambahnya kedalaman pondasi.

Karena itu, kecuali jika sumuran secara komparatif mempunyai lebar

kecil dan dangkal, maka biasanya dapat diambil suatu jaminan bahwa

sumuran ini tidak aka mengalami keruntuhan dasar. Maka dari itu, nilai

daya dukung ijin pondasi sumuran sangat ditentukan oleh pertimbangan

pertimbangan penurunan.

Walaupun begitu dalam kebanyakan masalah praktis yang

melibatkan kondisi bawah permukaan dari gejala alam ini, tampaknya

penurunanlah yang menentukan tekanan izin sedangkan daya dukung

ultimit tampaknya tidak berpengaruh terhadapnya. Tetapi daya dukung

ultimit ini mungkin harus dievaluasi, dalam kaitannya dengan suatu

proyek seperti jembatan besar yang memindahkan beban hidup yang

sangat kecil kepada pondasi jika dibandingkan dengan beban matinya,

dan dimana penurunan selama pelaksanaan tidak berpengaruh apa apa

karena dapat segera dilakukan penyesuaian penyesuaian selama

pemasaran bentang bentang jembatan.


21

Penurunan suatu daerah pembebanan di atas pasir sungai sangat

tergantung pada kondisi tegangan yang ada pada pasir sebelum beban

itu bekerja. Pelaksanaan sumuran selalu diawali dengan penggalian

lubang sumuran. Proses ini dikaitan dengan relaksasi semua tegangan

yang ada pada pasir di dekat dinding dinding dan dasar lubang itu.

Jika kedalaman lubang melampaui empat atau lima kali diameternya,

maka keadaan tegangan pada pasir di dekat dasar lubang praktis tidak

tergantung pada kedalaman lubang, oleh karena itu, dapat diharapkan

bahwa pengaruh kedalaman pondasi terhadap penurunan sumuran

adalah relatif kecil dibandingkan dengan pngaruhnya terhadap daya

dukung ultimitnya.

Jika dasar dasar semua sumuran kurang lebih mempunyai lebar

yang sama, maka beda penurunan antara sumuran sumuran ini tidak

akan melebihi inchi. Jika perancang merasa bahwa dia dapat

mentolelir penurunan yang lebih besar, dia dapat menaikkan nilai daya

dukungnya sesuai dengan itu.

Penyesuaian prosedur ini mungkin dibutuhkan jika dasar sumuran

jembatan terletak cukup dekat dengan elevasi dimana pasir dapat

tergerus. Penggerusan ini sementara waktu mengurangi kedalaman

pondasi sumuran itu sampai kurang dari 4 atau 5 kali dasarnya. Karena

itu tekanan di dasar pondasi telapak di daerah yang sama yang terletak

pada pasir yang sama dalam kondisi jenuh. Untuk rumus daya dukung

pondasi sumuran pada pasir berdasarkan data N SPT (Meyerhof)


22


Pa = + ........................................................................ (5)
1 2

Dimana :

Pa = daya dukung ijin tekan


qc = 20 N. Untuk silt/clay
= 40 N. Untuk sand
N = Nilai SPT
Ap = luas penampang tiang
Ast = keliling penampang tiang
Ii = panjang segmen tiang yang ditinjau
fi = gaya geser pada selimut segmen tiang
= N maksimum 12 ton / m2, untuk silt /clay
= N/5 maksimum 10 ton/m2
FK1,FK2 = faktor keamanan 3 dan 5

2. Pondasi sumuran pada lempung

Daya dukung ultimit dari sumuran yang diletakkan pada lapisan

lempung kaku yang berada di bawah endapan mampu mampat yang

lunak ditentukan dimana Df diambil sebagai jarak vertikal antara

puncak lempung kaku dan elevasi dasar pondasi sumuran. Nilai Nc

tidak dinaikkan diatas nilai Nc yang susuai untuk pondasi telapak

dangkal, karena kekuatan yang rendah dan sifat mampu mampat dari

bahan yang melapisinya mencegah perkembangan zona karakteristik

kesetimbangan plastis suatu bahan kohesif homogen. Akibatnya,

prosedur ini adalah konservatif, karena kekuatan bahan yang

melapisinya meningkatkan daya dukung ultimit pondasi sumuran

sampai tingkat tertentu.


23

Dibeberapa tempat, termasuk London dan sebagian Southern

California, tanah di bawah endapan permukaan terdiri dari lempung

kaku, seringkali retak retak, sampai kedalaman yang dalam. Sumuran

sumuran yang dasarnya diperbesar, adalah ideal dan ekonomis untuk

memindahkan beban beban dari kolom bangunan ke dalam lempung.

Sebagian besar beban, sekalipun pada sumuran yang dasarnya

diperbesar, dipikul oleh hambatan lekat sumuran. Pengujian

pengujian skala besar (Skempton 1959, Whitaker dan Colman 1965,

Woodward et al. 1961) menunjukkan bahwa daya dukung ultimit

diberikan secara pendekatan sebagai berikut :

Qd = Qp + Qs = qp . Ap + 2. fs Df .................................................... (2)

Dimana :

Qd = daya dukung ultimit

Qp = tahanan dasar ultimit

Qs = kapasitas dasar ultimit

qp = daya dukung per satuan luas tanah yang terletak di dasar pondasi

Ap = luas permukaan dasar

r = jari jari pondasi

fs = gesekan permukaan

Df = kedalaman tanah

Tahanan dasar ultimit Qp boleh dianggap sama dengan c Nc Ap,

dimana c adalah kekuatan geser tak ter-drainase dari lempung asli, Nc

mempuyai nilai 9 sesuai dengan pondasi dalam tanah kohesif homogen,

Ap adalah luas dasar sumuran. Nilai c dari contoh yang utuh nampaknya
24

lebih besar daripada nilai c dari lempung asli yang retak retak, tapi di

dasar sumuran biasanya pengaruh retakan retakan ini adalah kecil.

Kapasitas ultimit lubang Qs dapat dinyatakan dengan c As, dimana

adalah faktor reduksi yang harus dipergunakan pada kekuatan geser tak-

terdrainase rata rata dari lempung yang dekat dengan lubang seluas As,

Faktor harus dievaluasi berdasarkan uji skala-penuh. Sejauh ini,

percobaan percobaan yang ektensif telah dilakukan hanya pada beberapa

daerah. Untuk lempung London, tampaknya berkisar sekitar 0,45

(Skempton 1959), Sedangkan nilai nilainya pada lempung kaku di

Southern California berkisar 0,49 sampai 0,52 (Woodward et al 1961).

Hasil hasil ini kira kira tidak tergantung pada ada atau tidaknya

pembesaran dasar sumuran, asalkan semua hambatan lekat pada

pembesaran ini diabaikan.

Di lain pihak, pada faktor keamanan tertentu, penurunan tiba tiba

dari sumuran dengan dasar berbentuk lonceng, adalah lebih besar daripada

penurunan sumuran lubang lurus (straight shafted) pada bahan yang

sama. Kondisi ini muncul karena hambatan lekat sumuran mencapai nilai

ultimitnya selama penurunan selanjutnya, sebaliknya, tahanan ujung

berkembang perlahan dengan bertambahnya beban, dan belum mencapai

nilai maksimum sampai penurunannya mencapai sekitar 10% dari

diameter dasar sumuran (Whitaker dan Colman 1965).

Beban total yang dapat dipikul secara aman oleh lempung di bawah

sumuran adalah jumlah dari beban izin pada dasar sumuran dan berat

efektif tanah yang digali selama penggalian. Karena itu, beban rancangan
25

untuk sumuran yang besar pada beban izin dasar tertentu, dapat bertambah

secara mencolok dengan membuat sumuran itu berongga. Kenyataan ini

telah seringkali digunakan dalam perancangan sumuran jembatan.

Penurunan sumur pada lempung, seperti halnya penurunan pondasi

telapak, sebagian besar tergantung pada sejarah pembebanan lempung

itu. Pondasi sumuran pada lempung terbebani normal adalah tidak

ekonomis, dan penurunannya menjadi penghambat. Oleh karena itu,

sumuran hanya dibuat pada lempung pra-mampat. Walaupun begitu, jika

daerah yang tertutup oleh sumuran ini cukup luas, maka keadaan pra-

mampat dari lempung bawahnya ini tidaklah selalu dapat mencegah

terjadinya penurunan luar biasa yang penting. Pernyataan ini

digambarkan dengan pengamatan berikut ini. Mendekati akhir abad yang

lalu, suatu sumuran jembatan dibuat dengan merode udara-mampat pada

suatu lempung pra-mampat yang sangat kaku dan tebal di bawah sungai

Danube. Namun dalam setengah abad, perbedaan antara penurunan

sumuran sumuran menjadi sama dengan 3 inchi. Nilai penurunan

maksimumnya tak dapat dipastikan, tapi tidak diragukan lagi bahwa

penurunan ini adalah jauh lebih besar daripada penurunannya. Karena

itu, jika dasar sumuran pada lempung kaku meliputi daerah yang luas,

maka harus dibuat perhitungan penurunannya.

3. Kapasitas daya dukung pondasi sumuran

Pondasi berfungsi menyalurkan beban-beban terpusat dari bangunan

bawah ke dalam tanah pendukung dengan cara demikian sehingga hasil


26

tegangan dan gerakan tanah dapat di pikul oleh struktur secara keseluruhan.

Daya dukung pondasi harus lebih besar dari pada beban yang di pikul oleh

pondasi tersebut dan penurunan yang terjadi harus sesuai batas yang di ijinkan

yaitu 2,54 cm, daya dukung pondasi sumuran dapat di tentukan berdasarkan

data-data hasil penyelidikan tanah dilaboratorium dan data hasil pelaksanaan

test sondir.

4. Perhitungan daya dukung sumuran berdasarkan data sondir

Test sondir atau Cone Penetration Test (CPT) pada dasarnya untuk

memperoleh tahanan ujung qc dan tahanan selimut c sepanjang tiang. Tes

sondir ini, biasanya dilakukan pada tanah tanah kohesif dan tidak

dianjurkan pada tanah berkerikil dan lempung Daya dukung ultimit pondasi

tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = ( qc x Ap ) + (JHP x K ) .......................................................... (3)

Daya dukug ijin pondasi dinyatakan dengan rumus


Qijin = + ...................................................................... (4)
3 3

Dimana :

Qult = kapasitas daya dukung pondasi


Qc = tahanan ujung sondir
Ap = luas penampang tiang
JHP = jumlah hambatan pelekat
K = keliling tiang
27

5. Penurunan pondasi sumuran

Menurut Cheng Lim dan Jack B.Evett (1981) besarnya penurunan pada

tanah yang mengandung lempung adalah


S = 1+ . .......................................................................................... (5)

Dimana :
S = settlement (penurunan)
e0 = void rasio awal
e = void rasio akhir
H = tebal lapisan tanah yang ditinjau
Dapat juga dicari dengan rumus :
+
S = . 1+ log ............................................................................ (6)

Dimana :
Cc = compressibility index
P = tekanan konsolidasi
Po = tekanan efektir
e0 = void rasio awal
sedangkan settlemet pada tanah berpasir adalah :

S = H.
.............................................................................................. (7)

Dimana :
S = settlement (penurunan)
en = void rasio tanah setempat
ed = void rasio tanah dalam keadaan padat
2
......................................................................................................... (8)
2

Dimana

Vs =

Gs = Spesific gravity
H = tebal lapisan tanah yang ditinjau
28

2.5 Jembatan Truss Baja

Gambar 9. Macam-macam model jembatan rangka

Jembatan rangka baja adalah jembatan dengan beban suprastruktur terdiri

dari truss. Jembatan rangka tersusun dari batang-batang yang dihubungkan satu

dengan yang lainnya menggunakan pelat buhul dengan pengikat paku keling, baut,

atau las. Batang-batang rangka ini hanya memikul gaya tekan atau Tarik.

2.6 Kerusakan Tipikal Jembatan Rangka

Dibandingkan dengan bangunan-bangunan sipil lainnya, jembatan

mempunyai kekhususan. Pada umumnya, jembatan tidak terlindungi atau

berhubungan langsung dengan lingkungan sehingga menyebabkan berbagai

kerusakan.

Kerusakan yang umumnya terjadi pada elemen beton jembatan rangka

adalah retak, kebocoran, dan retak yang kaitannya dengan penyusutan.


29

2.7 Keuntungaan dan Kerugian Pemilihan Jenis Jembatan Rangka

Kuntungan pemilihan jenis jembatan rangka adalah :

a. Dibandingkan dengan beton baja lebih ringan

b. Konstruksi baja dapat lebih mudah dibongkar dan dipindahkan

c. Konstruksi baja bisa dipergunakan kembali

d. Baja telah memiliki ukuran dan mutu dari pabrik

Kerugian pemilihan jenis jembatan rangka adalah :

a. Bila terjadi kebakaran pada konsruksinya kekuatan baja berkurang

b. Baja rentan terhadap korosi yang diakibatkan atmosfer dan lingkungan

c. Memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengadaannya

d. Dalam pembuatan konstruksi dibutuhkan tenaga ahli dalam bidang

konstruksi baja.

2.8 Pembebanan Umum pada Jembatan

2.8.1 Beban Primer

Berdasarkan, Peraturan Muatan Untuk Jembatan Jalan Raya No. 12/

Tahun 1987 pasal 1.

1. Beban Mati

Dalam Menentukan besarnya beban mati tersebut, harus digunakan nilai

berat isi untuk bahan-bahan bangunan dibawah ini :

- Baja tuang 7,85 t/m3

- Besi tuang 7,25 t/m3

- Alumunium paduan. 2,80 t/m3

- Beton Bertulang/Pracetak 2,50 t/m3


30

- Beton biasa, tumbuk, atau siklop. 2,20 t/m3

- Pasangan Batu/bata.. 2,00 t/m3

- Kayu. 1,00 t/m3

- Tanah, pasir, kerikil (semua dalam keadaan padat). 2,00 t/m3

- Perkerasan jalan beraspal. 2,00 t/m3 sampai 2,50 t/m3

- Air. 1,00 t/m3

Untuk beban-beban yang belum disebut diatas, harus diperhitungkan berat

isi yang sesungguhnya.

Apabila bahan bangunan setempat memberikan nilai berat isi yang jauh

menyimpang dari nilai-nilai yang tercantum diatas, maka berat isi harus

ditentukan tersendiri dan nilai yang didapat, setelah disetujui oleh pihak yang

berwenang, selanjutnya digunakan dalam perhitungan.

2. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang diakibatkan beban kendaraan dan pejalan

kaki yang bekerja pada jembatan. Beban hidup harus ditinjau dinyatakan

dalam dua macam yaitu :

a. Beban T

Beban T adalah beban yang merupakan kendaraan truk yang

mempunyai roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton dengan

ukuran-ukuran serta kedudukan seperti tertera pada gambar

Diamana :

a1 = a2 = 30,00 cm
b1 = 12,50 cm
b2 = 50,00 cm
Ms = Muatan rencana sumbu = 20 ton.
31

Gambar 10. Pembebanan Truk T

b. Beban D

Beban D atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur

lalu lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar q ton/m

panjang perjalur, dan beban garis P ton per jalur lalu lintas tersebut.

Gambar 11. Beban D


32

Besar q ditentukan sebagai berikut :

q = 2,2 t/m. untuk L < 30 m

q = 2,2 t/m 1,1/60 x ( L - 30 ) t/m untuk 30 m <L< 60 m

q = 1,1 ( 1 + 30/L ) t/m... untuk L > 60 m

Gambar 12. Ketentuan penggunaan beban D

Dalam menentukan beban terbagi merata di perhatikan ketentuan

sebagai berikut :

/
- Beban Terbagi rata = . (9)
2,75


- Beban Garis = . (10)
2,75

Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung

pada lebar jalur lalu lintas.

c. Beban pada trotoar, kerb, dan sandaran

- Konstruksi trotoar harus diperhitungkan beban hidup sebesar 500

kg/m untuk perhitungan kekuatan gelagar diperhitungkan 60 %

beban trotoar

- Beban kerb pada lantai jembatan


33

Harus diperhitungkan untuk dapat menahan satu beban horizontal

sebesar 500 kg/m pada puncak kerb atau 25 cm diatas permukaan

lantai kendaraan.

- Sandaran harus diperhitungkan beban sebesar 100 kg/m bekerja

arah horizontal

3. Beban Kejut

Untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran-getaran dan

pengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat beban P harus

dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum,

sedangkan beban merata q dan beban T tidak dikalikan dengan

koefisien kejut.

Koefisien kejut ditentukan dengan rumus :

K = 1 + 20 / (50 + L ) (11)

Dimana :

K = Koefisien Kejut
L = Panjang bentang dalam meter,

ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan (keadaan statis) dan

kedudukan muatan garis P sesuai tabel 1

Koefisien kejut tidak diperhitungkan tehadap bangunan bawah apabila

bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan.

Bila bangunan bawah dan bangunan atas merupakan satu kesatuan

maka koefisen kejut diperhitungkan terhadp bangunan bawah.


34

Tabel 1. Bentang L untuk penentuan kofisien kejut


35

Sumber : Peraturan Muatan untuk Jembatan Jalan Raya Tahun 1987

4. Gaya akibat tekanan tanah

Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan dapat

menahan tekanan tanah sesuai rumus-rumus yang ada.

2.8.2 Beban Sekunder

Beban sekunder meliputi :

a. Beban angin

Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin

tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut ini :

TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab ................................................. (12)

Dengan :

TEW = Kecepatan angin rencana (kN)

Vw = Kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas


yang ditinjau

Cw = Koefisien Seret

Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian

yang massif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan.

Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap 30% dari luas

yang dibatasi oleh batang batang bagian terluar. Angin harus

dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas, apabila

suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata


36

tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai

seperti diberikan dengan rumus:

TEW = 0,0012 Cw (Vw) Ab ...................................................... (13)

Dengan :
Cw = 1,2

b. Gaya akibat perbedaan suhu

Peninjauan dilakukan terhadap timbulnya tegangan struktural karena

adanya perubahan bentuk akibat perbedaan suhu antara bagian-bagian

jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama maupun bahan

yang berbeda.

Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu tersebut dapat dihitung

dengan mengambil perbedaan suhu untuk:

- Bangunan baja :

perbedaan suhu maksimum-minimum = 30 C

perbedaan suhu antara bagian jembatan = 15 C

Untuk perhitungan tegangan dan pergerakan pada jembatan/perletakan

akibat perbedaan suhu dapat diambil niali modulus elastisitas dan

koefisien muai panjang sesuai tabel

Tabel. 2 Modulus elastisitas dan koefisien muai panjang

Sumber: Peraturan Muatan untuk Jembatan Jalan Raya Tahun 1987


37

c. Gaya Rem

Pengaruh gaya rem ini diperhitungkan seniali dengan pengeruh gaya

rem sebesar 5% dari beban D tanpa koefisien kejut yang memenuhi

semua jalur lalu lintas yang ada dan dalam satu jurusan.

Gaya rem dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan

dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter diatas permukaan lantai

kendaraan.

d. Gaya akibat gempa

Pengaruh gempa bumi pada jembatan diperhitungkan senilai

dengan pengaruh horizontal yang bekerja pada titik berat

konstruksi/bagian konstruksi yang ditinjau dalam arah yang paling

berbahaya.

Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut:

= (14)

Dimana :

Dengan pengertian :

adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang di tinjau (kN)
adalah Koefisien beban gempa horizontal
adalah Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi
setempat yang sesuai
adalah Faktor Kepentingan
adalah tipe bangunan

adalah Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi


percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah dengan
beban mati tambahan (Kn).
38

2.9 Disribusi Beban

1. Beban Mati

a. Beban mati primer :

Beban mati yang digunakan dalam perhitungan kekuatan gelagar

induk maupun gelagar diafragma adalah berat sendiri pelat, dan sistem

lainnya yang dipikul langsung oleh gelagar tersebut.

b. Beban mati sekunder

Beban mati sekunder meliputi beban trotoar, kerb, dan tiang sandaran

yang dipasang setelah pelat dicor dan dianggap sebagai beban merata

pada semua gelagar.

2. Beban Hidup

a. Beban T

Beban T dianggap bekerja meneyebar kebawah tanah dengan arh 45

sampai ke tengah tebal lantai.

b. Beban D

Perhitungan momen dan gaya lintang dianggap bahwa gelagar

mepunyai jarak dan kekuatan yang sama atau hamper sama, sehingga

penyebaran beban D melalui lantai kendaraan harus diperhitungkan

dengan cara berikut :

3.. Perhitungan Momen

- Beban hidup yang diterima oleh tiap gelagar diafragma adalah

sebagai berikut :

Beban merata : q = q/2,75 x x s


39

Beban garis : P = P/2,75 x x s

Diamana :

S = Jarak gelagar yang berdekatan (yang ditjau) dalam meter, diukur


dari sumbu ke sumbu
= Faktor distribusi 0,75 bila kekuatan gelagar diperhitungkan 1 bila
kekuatan gelagar tidak diperhitungkan

- Beban hidup yang diterima oleh gelagar induk

Beban yang diterima gelagar induk adalah beban hidup yang tidak

memperhitungkan faktor distribusi. Beban hidup yang diterima

gelagar induk adalah sebagai berikut:

Beban merata : q = q/2,75 x s

Beban garis : p/2,75 x s

Dimana :

S = lebar pengaruh beban hidup pada gelagar induk

2.10 Kombinasi Pembebanan

Konstruksi jembatan serta bagian-bagian jembatan harus ditinjau terhadap

kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat serta

kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan dinaikan terhadap

tagangan yang diizinkan sesuai dengan keadaan elastis.

Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam persen terhadap tegangan yang

diizinkan sesuai kombinasi pembebanan dan gaya. Berikut adalah tabel kombinasi

pembebanan dan gaya.


40

Tabel 3. Kombinasi pembebanan dan gaya

Sumber :Peraturan Muatan untuk Jembatan Jalan Raya Tahun 1987

Dimana :

A = beban angin
Ah = gaya akibat aliran dan hanyutan
AHg = akibat aliran dan hanyutan pada saat gempa
Gg = gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh = gaya horizontal ekivalen akibat gempa
(H + K) = beban hidup dengan kejut
M = beban mati
P1 = gaya-gaya pada waktu pelaksanaan
Rm = gaya rem
S = gaya sentrifugal
SR = gaya akibat susut rangkak
Tm = gaya akibat perubahan suhu
Ta = tekanan tanah
Tag = gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Tb = gaya tumbuk
Tu = gaya angkat

2.11 Pedoman Perencanaan

Pedoman-pedoman perencanaan yang di gunakan pada perencanaan ini

adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan struktur baja untuk jembatan (RSNI T-03-2005).

2. Bridge Management System ( BMS ) 1992


41

Perencanaan pembebanan jembatan jalan raya (SKBI 1.3.28. 1987)

2.12 Pembebanan Struktur

Dalam perencanaan jembatan, pembebanan yang diberlakukan pada jembatan

jalan raya, adalah mengacu pada standar SNI 1725 Tahun 2016Pembebanan Untuk

Jembatan.

Standar ini menetapkan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi yang akan

digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki

dan bangunan-bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan.

A. Aksi dan Beban Tetap

a. Beban Hidup

Beban Hidup adalah beban dari berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu

lintas dan pejalan kali yang dianggap bekerja pada jembatan.

b. Beban Mati (Dead Load)

Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing struktural dan

elemen-elemen non structural. Beban mati adalah semua muatan yang berasal

dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau.

Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan

elemen-elemen lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan

dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan

elemen non struktural yang dianggap tetap.

Berikut isi dari bagian bahan adalah sebagai berikut:


42

Tabel 4.berat isi untuk beban mati (kN/m)


Berat/Satuan Kerapatan
No Nama Bahan Isi Massa
(kN/m) (kg/m)
Lapisan permukaan beraspal
1 22,0 2245
(bituminus wearing surace)
2 Besi tuang(cast iron) 71,0 7240
Timbunan tanah dipadatkan
3 17,2 1755
(compacted sand, silt or clay)
Kerikil dipadatkan
4 (rolled gravel, macadam or 18,8 22,7 1920 2315
ballast)
Aspal beton
5 22,0 2245
(asphalt concreta)

Beton ringan
6 12,25 19,6 1250 2000
(low density)
Beton fc < 35 Mpa 22,0 25,0 2320
7 35 < fc < 105 Mpa 2240 + 2,29
22 + 0,022 fc
fc
8 Baja (Steel) 78,5 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (Hard wood) 11,0 1125
Sumber : SNI 1725 Tahun 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
Faktor beban untuk berat sendiri (beban mati) diambil berdasarkan yang

tercantum dalam tabel berikut :

Tabel 5. Faktor beban untuk berat sendiri

FAKTOR BEBAN
TIPE
BEBAN JENIS MATERIAL (- Keadaan batas ultimate (-
sMS) uMS)

Bahan Biasa Terkurangi


Baja 1,0 1,10 0,90
Aluminium 1,0 1,10 0,90
TETAP Beton pracetak 1,0 1,20 0,85
Beton dicor ditempat 1,0 1,30 0,75
Kayu 1,0 1,40 0,70
Sumber : SNI 1725 Tahun 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
43

c. Beban mati tambahan

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membetuk

suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non-struktural, dan

besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Beban mati tambahan

meliputi:

Pelapisan kembali permukaan jembatan.

1. Semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban

tambahan yang berupa aspal beton setebal 50mm untuk pelapisan

kembali dikemudian hari.

2. Sarana lain jembatan

Pengaruh dari alat pelelngkap dan sarana umum yang ditempatkan

pada jembatan harus dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa

untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain-lainnya harus

ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang

paling membahayakan dapat diperhitungkan. Faktor beban mati

tambahan diambil berdasarkan yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 6. Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan


FAKTOR BEBAN
Tipe Keadaan batas ultimate
Keadaan Batas
Beban (uMS)
Layan (sMS)
Biasa Terkurangi
Keadaan Umum 1,00(1) 2,00 0,70
TETAP
Keadaan Khusus 1,00 1,40 0,80
Catatan (1) faktor beban daya layan 1.3 digunakan untuk beban utilitas
Sumber : SNI 1725 Tahun 2016 Pembebanan Untuk Jembatan
44

2.13 Pembebanan Standar Rangka Baja Jembatan

Rangka jembatan telah memiliki standar rangka baja bangunan atas yang

memudahkan dalam penentuan beban untuk bangunan atas rangka baja

jembatan. Berikut adalah tabel standar rangka baja jembatan berdasarkan

panjang bentangan jembatan.

Tabel 7. Daftar kuantitas/berat jembatan rangka bentang 40 meter

Sumber : Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B

Tabel 8. Rangka batang untuk deck (lantai jembatan)

Sumber :Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B
45

Tabel 9. Rangka batang untuk top bracing (ikatan angin)

Sumber :Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B

Tabel 10. Handrail

Sumber :Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B

Tabel 11. Lantai Jembatan beton bertulang

Sumber :Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B

Tabel 12. Trotoar jembatan beton bertulang

Sumber :Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B
46

Tabel 13. Trapezoid steel sheets

Sumber :Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B

Tabel 14. Overlay asphalt concrete

Sumber :Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B

Tabel 15. Berat total bangunan atas jembatan rangka baja

Sumber : Pedoman Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas
A dan B

Anda mungkin juga menyukai