Anda di halaman 1dari 97

PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG DIJUAL DI

PASAR CIPUTAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis


DISERTAI KOLORIMETRI MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH

Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Oleh:
SANNY SUSANTI
106102003428

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

NAMA : SANNY SUSANTI


NIM : 106102003428
JUDUL : PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG
DIJUAL DI PASAR CIPUTAT DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DISERTAI KOLORIMETRI
MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH.

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Zilhadia M.Si, Apt Dr. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU


NIP. 197308222008012007

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt.


NIP. 195601061985101001

ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul


PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG DIJUAL DI
PASAR CIPUTAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
DISERTAI KOLORIMETRI MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh

Sanny Susanti
NIM: 106102003428

Menyetujui,

Pembimbing:
1. Pembimbing I Zilhadia M.Si, Apt ........................
2. Pembimbing II Dr. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU ........................

Penguji:
1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
2. Anggota Penguji I Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
3. Anggota Penguji II Sandra Hermanto, M.Si. ........................
4. Anggota Peguji III Lina Elfita, M.Si, Apt. ........................

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And


Tanggal lulus : 23 Agustus 2010

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:


PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG DIJUAL DI
PASAR CIPUTAT DENGAN METODE SPKETROFOTOMETRI UV-Vis
DISERTAI KOLORIMETRI MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH
Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka

Sanny Susanti

iv
ABSTRAK

JUDUL : PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG


DIJUAL DI PASAR CIPUTAT DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DISERTAI KOLORIMETRI
MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH

Tahu merupakan suatu produk makanan terbuat dari kedelai. Tahu


memiliki kandungan air yang banyak sehingga mudah ditumbuhi
mikroba. Berdasarkan survei telah ditemukan banyak produk tahu yang
mengandung formaldehid sebagai pengawetnya. Formaldehid
merupakan pengawet yang dilarang pemakaiannya sebagai pengawet
makanan karena dapat menyebabkan kanker pada manusia. Telah
dilakukan penelitian tentang penetapan kadar formaldehid
menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada tahu yang dijual
di pasar Ciputat. Proses ekstraksi sampel menggunakan metode destilasi
uap. Destilat direaksikan dengan pereaksi Nash. Hasil validasi metode
menunjukkan bahwa kurva kalibrasi dengan konsentrasi pada rentang
100 300 g/mL memiliki koefisien korelasi r = 0,9992. Dari
perhitungan diperoleh persamaan regresi y = 0,0032x 0,0079. Metode
yang digunakan mempunyai batas deteksi 11,1328 g/mL, sedangkan
batas kuantitasinya 37,1094 g/mL. Metode analisis ini memiliki
presisi kurang dari 2% sedangkan nilai akurasi untuk tahu 98,69%
0,4085%. Hasil analisis sampel pasar Ciputat seluruh sampel terdeteksi
mengandung formaldehid. Konsentrasi formaldehid yaitu 104,87
g/mL, 11,21 g/mL, 1,96 g/mL, 190,80 g/mL, 201,98 g/mL,
10,47 g/mL, dan 3,31 g/mL.

Kata kunci : Formaldehid, Spektrofotometri UV-Vis, Tahu, Pereaksi


Nash.

v
ABSTRACT

TITLE : DETERMINATION CONCENTRATION OF FORMALDEHYDE IN


TOFU FROM TRADITIONAL MARKET CIPUTAT WITH
SPECTROFOTOMETRY UV-Vis METHOD USING
COLORIMETRY WITH NASH REAGENT

Tofu is a food product made from soybean. Tofu contain of water and it
is very easy to overgrown microbes. Based on a survey, many products
of tofu contain of formaldehyde as preservative. Formaldehyde is a
preservative that the use is prohibited for food because it can cause
cancer in humans. A research on determination concentration of
formaldehyde in tofu from traditional market Ciputat using
spectrofotometry UV-Vis method has been conducted. Steam
distillation has been used for sample extraction process. Distillate was
reacted with Nash reagent. The calibration curve with range between
100 300 g/mL has correlation coefficient of the linear regression
0,9992. From calculation, the equation of linear regression was
y=0,0032x 0,0079. The result also showed that this methods
detection limit was 11,1328 g/mL and the quantitation limit was
37,1094 g/mL. The precision of this analytical method were lower
than 2% for each of the sample, while methods accuration for tofu
was 98,69% 0,4085%. Results of sample analysis from Ciputat
market, some samples were detected containing formaldehyde.
Formaldehyde concentrations are 104,87 g/mL, 11,21 g/mL, 1,96
g/mL, 190,80 g/mL, 201,98 g/mL, 10,47 g/mL, and 3,31 g/mL.

Keywords: Formaldehyde, Spectrofotometry UV-Vis, Tofu, Nash


reagent.

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT karena atas limpahan nikmat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang
senantiasa mengikuti sunnahnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun judul skripsi ini adalah Penetapan Kadar
Formaldehid Pada Tahu Yang Di Jual Di Pasar Ciputat Dengan Metode
Spektrofotometri UV-Vis Disertai Kolorimetri Menggunakan Pereaksi
Nash.
Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya
kepada:
1. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Zilhadia, M.Si, Apt sebagai pembimbing I dan Bapak Dr. Mirzan T
Razzak, M.Eng, APU sebagai pembimbing II, yang dengan sabar
membimbing dan mengajari penulis serta telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran kepada penulis selama ini.
4. Ayahanda tercinta Dasma E. Djunaedi, SE dan Ibunda tersayang Sisyanti
Rasyid, SIP juga Nenek Emik tersayang di Sumedang yang tiada henti
mendoakan penulis, memberikan kasih sayang, semangat dan dukungannya,
baik moral maupun material yang tak terhingga kepada penulis.
5. Untuk kakak-kakak dan adikku tersayang Achmad, Dian dan Farid, Ka Asep
dan istri juga keponakan-keponakan kecilku Naufal dan Farrel meskipun tidak

vii
terjun langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun
tawa kalian memberikan keceriaan di hari-hari penulis.
6. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Untuk para kakak-kakak laboran di Pusat Laboratorium Terpadu, ka Prita dan
ka Pipit di laboratorium pangan yang telah membantu mengoperasikan alat
dan berdiskusi tentang skripsi penulis, juga ka Erni, pak Adi, pak Aris, dll di
laboratorium kimia lantai 3 yang telah membantu dalam jalannya proses
penelitian selama ini.
8. Ka eris yang membantu penulis selama melakukan pekerjaan di laboratorium
farmasi, ka via yang membantu penulis dalam pengurusan surat dan ka nurul
yang menemani berdiskusi.
9. Ayun, Mia, Rahma, Yayah, Wulan, Tri, dan Sarah terimakasih atas
persahabatan yang sudah terjalin selama 4 tahun ini, dan karena semangat
yang terus diberikan kepada penulis.
10. Laukha Mahfudloh dan Yopi Mulyana yang telah berbaik hati menolong
penulis dalam survei, memenuhi kebutuhan penelitian juga berdiskusi dan tak
lupa memberi semangat selalu. Mba Dini yang memberi pesan-pesan khusus
seputar penelitian, Serta teman-teman seperjuanganku Farmasi teofilin yang
lain, khususnya kelas B angkatan 2006. Terimakasih atas tawa ceria dan
penghiburan yang kalian berikan selama ini.
11. Indah, Erma dan Shelvy sebagai teman kosan sejak pertama masuk kuliah,
terimakasih atas kebersamaannya selama ini.
12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada


kekurangan dan jauh dari kesempunaan, kritik dan saran dari para pembaca
diharapkan oleh penulis guna memperbaiki kemampuan penulis kedepannya.

Jakarta, Agustus 2010


Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI . iii
LEMBAR PERNYATAAN . iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT . .. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan masalah 3
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Manfaat Penelitian .. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Formaldehid ............................ 5
2.1.1. Pengertian Formaldehid .. 5
2.1.2. Sifat Fisikokimia Formaldehid 6
2.1.3. Sifat Farmakologi 7
2.1.4. Penggunaan Formalin .. 10
2.1.5. Dampak Terpapar Formaldehid .. 11
2.1.6. Cara Penyimpanan Formaldehid . 13
2.2. Tahu (Tofu).... 13
2.2.1. Pengertian Tahu... 13
2.2.2. Tahu Yang Mengandung Formaldehid ... 14
2.3. Bahan Tambahan Makanan 15
2.3.1. Peranan Bahan Tambahan Makanan ..................... 15
2.3.2. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan ........... 16
2.4. Destilasi . 17
2.4.1. Pengertian Destilasi ............................................... 17
2.4.2. Macam Destilasi ..................................................... 18
2.5. Sektrofotometri UV-VIS 21
2.5.1. Pengertian Spektrofotometri .................................. 21
2.5.2. Tipe instrumentasi dari spektrofotometri UV-Vis .. 24
2.6. Validasi Metode . 27
2.6.1. Pengertian Validasi Metode ................................... 27
2.6.2. Parameter Validasi Metode .................................... 28
2.7. Teknik Sampling . 33
2.7.1. Pengertian Teknik Sampling .................................. 33
2.7.2. Teknik Pengambilan Sampel .................................. 34

ix
BAB III KERANGKA KONSEP .......................................................... 37

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .. 38


4.1. Pengambilan Sampel .. 38
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian . 38
4.3. Alat dan Bahan Penelitian ... 38
4.4. Prosedur Penelitian . 39
4.4.1. Penyiapan Bahan Baku dan Pereaksi . 39
4.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 41
4.4.3. Validasi Metoda...................................................... 41
4.4.4. Analisa sampel pasar .. 43

BAB V HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 45


5.1. Hasil Percobaan .. 45
5.1.1. Panjang gelombang maksimum ................... 45
5.1.2. Linearitas dan Kurva kalibrasi ............................. 46
5.1.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ............. 47
5.1.4. Kecermatan / Akurasi ........... 47
5.1.5. Keseksamaan / Presisi ........... 48
5.1.6. Analisis Sampel Pasar ........... 49
5.2. Pembahasan . 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 59


6.1. Kesimpulan ... 59
6.2. Saran ..... 59

DAFTAR PUSTAKA .... 60

LAMPIRAN ........ 64

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi formaldehid .............. 47
Tabel 2. Hasil uji perolehan kembali formaldehid pada tahu simulasi ....... 47
Tabel 3. Hasil uji presisi formaldehid pada tahu simulasi .......................... 48
Tabel 4. Hasil uji penetapan kadar formaldehid pada tahu pasar Ciputat ... 79
Tabel 5. Hasil data uji linearitas larutan standar formaldehid..................... 81
Tabel 6. Data uji batas deteksi, batas kuantitasi formaldehid ..................... 82
Tabel 7. Data uji perolehan kembali formaldehid pada tahu simulasi ........ 83
Tabel 8. Data uji keseksamaan pada tiga konsentrasi formaldehid............. 84

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Serapan optimum formaldehid ............................................... 45


Gambar 2. Kurva kalibrasi formaldehid .................................................. 46
Gambar 3. Grafik hasil analisis tahu pasar Ciputat ................................. 49
Gambar 4. Reaksi perubahan warna pada campuran formaldehid dan
pereaksi Nash............................................................................ 52
Gambar 5. Bahan proses pembuatan tahu.................................................. 64
Gambar 6. Bahan dalam proses analisis tahu dan formaldehid ............... 64
Gambar 7. Kurva absorbsi formaldehid dengan pereaksi Nash............... 66
Gambar 8. Sampel tahu pasar .................................................................. 74
Gambar 9. Gambar pembuatan tahu simulasi .......................................... 76
Gambar 10. Gambar proses analisis sampel tahu pasar ............................. 78
Gambar 11. Gambar alat yang digunakan dalam proses analisis sampel... 80

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bahan yang digunakan dalam analisis ..................................... 64


Lampiran 2. Perhitungan jumlah sampel yang dianalisis ........................... 65
Lampiran 3. Penentuan panjang gelombang maksimum formaldehid ........ 66
Lampiran 4. Skema bagan kerja .................................................................. 67
Lampiran 5. Sampel tahu pasar Ciputat...................................................... 74
Lampiran 6. Pembuatan tahu simulasi........................................................ 76
Lampiran 7. Proses analisis sampel ........................................................... 78
Lampiran 8. Penetapan kadar formaldehid pada tahu pasar Ciputat .......... 79
Lampiran 9. Alat yang digunakan pada analisis ......................................... 80
Lampiran 10. Uji linearitas dan pembuatan kurva kalibrasi ......................... 81
Lampiran 11. Data penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi................. 82
Lampiran 12. Data uji kecermatan ......................... ......................... 83
Lampiran 13. Data uji keseksamaan......................... ........................ 84

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Formaldehid adalah suatu senyawa kimia yang berbentuk gas dengan rumus

CH2O. Formaldehid merupakan suatu aldehida yang juga disebut metanal.

Larutannya tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan biasanya ditambah

metanol hingga 15% sebagai stabilisator. (Dir. Jen. POM., 2003 ; Winarno, 2007).

Formaldehid biasa digunakan sebagai pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan

untuk pembersih, bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku dalam

konsentrasi <1%, cairan pembalsam atau pengawet mayat (Dreisbach, 1982).

Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan

sejumlah produk pangan yang menggunakan formaldehid sebagai pengawet.

Beberapa contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan asin,

ikan segar, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar di pasaran . (Dir. Jen.

POM, 2003). Penggunaan formaldehid pada bahan makanan oleh produsen

dimaksudkan untuk memperpanjang umur penyimpanan, karena formalin adalah

senyawa antimikroba serbaguna yang dapat membunuh bakteri, jamur bahkan

virus. Selain itu interaksi antara formaldehid dengan protein dalam pangan

menghasilkan tekstur yang tidak rapuh dan untuk beberapa produk pangan seperti

tahu, mie basah, ikan segar, memang dikehendaki oleh konsumen. Bau yang

ditimbulkan oleh formaldehid menyebabkan lalat tidak mau hinggap.

Penyimpanan yang lebih lama ini sangat menguntungkan bagi produsen maupun

pedagang. Alasan lain penggunaan formaldehid sebagai bahan pengawet makanan

adalah tingginya harga solar dan mahalnya harga es balok untuk mengawetkan

ikan saat nelayan melaut. Tetapi bahaya yang ditimbulkan dari konsumsi

formaldehid itu sendiri sangat serius (Suwahono, 2009).

Formaldehid atau formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi

kesehatan manusia. Dampak yang ditimbulkan dari konsumsinya tidak langsung

terlihat tetapi akan terasa bertahun-tahun kedepan setelah kadar formaldehid pada

tubuh terakumulasi. Dosis Fatal formaldehid adalah 60 90 mL (Dreisbach,

1982). Ambang batas kadar Formaldehid yang dapat ditolerir oleh tubuh adalah

0,2 miligram per kilogram berat badan. (Anonim, 2006 ; Dir. Jen. POM., 2003 ).

Berdasarkan Peringatan Badan POM No. KH.01.04.53.094 tanggal 24 Juli

2007 tentang Produk Pangan Impor China dan produk pangan dalam negeri yang

Mengandung Bahan Berbahaya, Balai POM di daerah telah mengambil sampel di

beberapa sarana penjualan dan menguji kandungan formaldehid dalam produk-

produk tersebut yang hasilnya positif mengandung formaldehid. Sebelumnya

BPOM mengumumkan bahwa berdasarkan hasil penelitian tahun 2002 terhadap

700 sampel produk makanan yang diambil dari Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan

Lampung, 56% diantaranya mengandung Formaldehid.

Ada 3 dasar hukum yang melarang penggunaan formaldehid. Pertama, UU

No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kedua, formaldehid merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang

penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes)

Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Ketiga, Peraturan Pemerintah RI Nomor 28

Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. (Depkes RI, BPOM

2003).
3

Dengan alasan tersebut maka pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar

formaldehid pada berbagai sampel tahu yang beredar di sekitar pasar Ciputat.

Diduga tahu yang beredar dipasaran menggunakan formaldehid sebagai pengawet

pada pembuatannya. Pasar Ciputat dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel

karena letaknya yang dekat dengan Kampus UIN Syarif Hidayatullah dan

merupakan pasar tradisional besar sehingga penelitian ini dilakukan sebagai

dharma UIN terhadap masyarakat sekitar.

Penetapan kadar formaldehid dilakukan dengan metode spektrofotometri

sinar tampak, dengan menggunakan pereaksi larutan Nash yang mengandung

campuran ammonium asetat, asam asetat glasial, asetil aseton dan air.

Formaldehida dengan adanya asetil aseton dan ammonium asetat akan

berkondensasi membentuk senyawa 2,6-dimetil-3,5-diasetil-1,4-dihidropiridin

yang berwarna kuning dengan disertai fluorosensi hijau dan memberikan serapan

pada daerah cahaya tampak pada panjang gelombang 412nm.

1.2. Perumusan Masalah

Pada penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai

berikut:

1. Apakah hasil validasi metode penetapan kadar formaldehid pada tahu

menggunakan Spektrofotometer UV-VIS memenuhi standar yang

disyaratkan?

2. Apakah tahu yang beredar di pasar Ciputat mengandung formaldehid

sebagai bahan tambahan makanan?


4

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya formaldehid

yang digunakan sebagai pengawet dalam pembuatan makanan tahu secara

kuantitatif pada makanan tahu yang dijual di pasar Ciputat. Dan untuk

mengetahui cara kerja penetapan kadar formaldehid dengan metode

spektrofotometri UV-Vis disertai kolorimetri menggunakan pereaksi Nash.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

tentang tahu yang dijual disekitar pasar Ciputat dari aspek kandungan

formaldehid.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Formaldehid

2.1.1. Pengertian Formaldehid

Formaldehid adalah suatu senyawa kimia berbentuk gas dan

baunya sangat menusuk. Formalin mengandung 37 persen formaldehid

dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai

pengawet dan stabilisator (Mulono, H.J. 2005). Formaldehid berbentuk

serbuk atau padatan disebut dengan paraformaldehid. Formalin dan

paraformaldehid dapat melepaskan gas formaldehid (Anonim, 2004).

Formaldehid dalam bentuk formalin biasanya digunakan untuk

mengawetkan spesimen hayati. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh

hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. (Dir. Jen. POM,

2003 ; Norliana, S et al. 2009). Formaldehid sangat sesuai untuk

digunakan sebagai desinfektan hanya dalam situasi yang memang dapat

mempertahankan tingkat keamanan terhadap bahan kimia. Hal ini

dikarnakan penggunaan formaldehid yang memang membutuhkan

keamanan yang tinggi, sebab merupakan bahan yang berbahaya (Fauziah,

2005 ; Norliana, S et al. 2009).

Formaldehida awalnya disintesa oleh kimiawan Rusia Alexander

Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1868.

Formaldehida ditemukan August Wilhelm von Hoffman pada tahun 1868

ketika ia mengalirkan uap methanol dan air di atas spiral platinum yang
6

panas. Namun, fungsinya sebagai disinfektan (pembasmi kuman) baru

ditemukan pada tahun 1888. (Anonim, 2006 ; Dir. Jen. POM, 2003)

2.1.2. Sifat Fisikokimia Formaldehid

Rumus Molekul : CH2O

Nama Kimia : Formaldehyde

Nama lain : Formol , Morbicid , Methanal , Formic aldehyde,

Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene

aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith,

Karsan, Methylene glycol, Paraforin,

Polyoxymethylene glycols, Superlysoform,

Tetraoxymethylene, Trioxane.

Massa molar : 30,03 g/mol

Titik Leleh : - 920C

Titik didih : - 210C

Kelarutan dalam air (g/100 ml): bercampur sempurna

Rumus stuktur :

Formaldehid gas pada suhu ambien mudah terbakar dan meledak

jika dicampur dengan udara pada konsentrasi 7- 73% reaktif pada suhu

ambien, dapat berpolimerisasi pada suhu di bawah 800C. Formalin adalah

larutan formaldehid 37%. Ambang bau formaildehid 0,11 ppm

(Fauziah, 2005).
7

Formaldehid bergabung dengan protein dari jaringan sehingga

membuatnya keras dan tidak larut dalam air. Keadaan ini mencegah

pembusukan dari spesimen (Sihombing, 1996).

Suhu tinggi mempercepat volatilisasi atau penguapan formaldehid

dan juga mempercepat pembentukan senyawa formaldehid. Sebenarnya

formaldehid yang terdapat pada cumi kering juga terbentuk akibat proses

pemanasan dan pendidihan. Hal ini menunjukkan bahwa proses memasak

dapat mempercepat produksi formaldehid. Dari hasil data penelitian

penentuan formaldehid pada cumi menggunakan metode HPLC

menunjukan bahwa hasil dari metode HPLC dapat digunakan untuk

menentukan formaldehid dari cumi dan juga produk makanan lainnya

dengan memberi hasil yang memuaskan (Li, 2007).

2.1.3. Sifat Farmakologi

A. Absorpsi

Absorpsi dari saluran pernapasan sangat cepat, absorpsi dari

saluran pencernaan juga cepat, namun absorpsi lambat bila dikonsumsi

dengan makanan. Jika formaldehid dimetabolisme menjadi asam format,

dapat menyebabkan ketidakseimbangan asam basa dan sejumlah efek

sistemik.

Reaksi-reaksi yang terjadi secara alamiah, terdapat di dalam hati.

Methanol yang kadang-kadang disebut sebagai alkohol kayu, sangat

beracun. Jika methanol masuk ke dalam tubuh, senyawa ini cepat diserap

ke aliran darah dan diangkut ke hati untuk dioksidasi menjadi formaldehid.


8

Formaldehid merupakan senyawa yang sangat reaktif. Senyawa ini

menghancurkan daya katalis enzim dan menyebabkan jaringan hati

mengeras. Jika methanol dicerna, terjadi kebutaan sementara atau tetap

karena kerusakan saraf mata (Gosselin, 1976).

B. Ekskresi

Hampir semua jaringan di tubuh mempunyai kemampuan untuk

memecah dan memetabolisme formaldehid. Salah satunya membentuk

asam format dan dikeluarkan melalui urin. Formaldehid dapat dikeluarkan

sebagai CO2 dari dalam tubuh. Tubuh juga diperkirakan bisa

memetabolisme formaldehid bereaksi dengan DNA atau protein untuk

membentuk molekul yang lebih besar sebagai bahan tambahan DNA atau

protein tubuh (Gosselin, 1976).

C. Toksisitas

Menurut WHO maupun US-EPA, Reference dose (RfD) untuk FA

adalah 0.2 mg per kilogram per hari. RfD (istilah versi WHO untuk RfD

adalah acceptable daily intake, ADI) adalah jumlah maksimun suatu zat

asing yang dapat masuk ke dalam tubuh setiap harinya tanpa menimbulkan

efek samping yang merugikan. (Anonim, 2009 ).

Nilai acuan dari WHO untuk masyarakat umum 0,1 ppm. Nilai

acuan dari WHO untuk pajanan pekerjaan 1 ppm selama 5 menit, dengan

tidak lebih dari 8 puncak dalam satu periode bekerja (sampai 8 jam). Efek

iritan dapat terjadi pada konsentrasi 13 ppm ke atas. Pajanan terhadap


9

konsentrasi di atas 10 ppm dapat mengakibatkan iritasi yang parah pada

mata dan saluran pernapasan. Batas keselamatan kerja 1 ppm di AS.

Dengan demikian, semua tindakan pencegahan harus dilakukan untuk

menghindari inhalasi senyawa ini selama penanganannya. NIOSH IDLH:

20 ppm (Fauziah, 2005).

Toksisitas formaldehid telah dievaluasi oleh berbagai organisasi

ternama seperti IARC (International Agency for Research on Cancer),

ATSR (Agency for Toxic Substances and Disease Registry, USA), dan

IPCS (International Programme on Chemical Safety). Aldehid-aldehid

toksik yang bersifat volatil terutama formaldehid telah diklasifikasi oleh

International Agency For Researh On Cancer (IARC) kedalam kelompok

senyawa pertama yang beresiko menyebabkan kanker. Hasil evaluasi

semua organisasi tersebut memberikan kesimpulan yang sama bahwa

formaldehid merupakan suatu karsinogen (dapat menyebabkan kanker).

Status terakhir yang diberikan oleh IARC menunjukan adanya data

epidemiologi terbaru yang merujuk pada kesimpulan bahwa formaldehid

positif dapat menyebabkan kanker saluran pernafasan pada manusia.

Kesimpulan ini merupakan peningkatan dari status sebelumnya pada tahun

1995 (Uzairu, A et al. 2009).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, formaldehid kemungkinan

besar dapat menyebabkan kanker pada manusia dan positif menyebabkan

kanker pada hewan percobaan. Penggunaan bahan tersebut dalam

pengawetan makanan tentu sangat berbahaya dan tidak dapat ditolerir.

Penggunaannya sebagai pengawet dalam produk-produk non-pangan


10

haruslah memperhitungkan segala risiko terpaparnya manusia saat produk

tersebut digunakan (Sihombing, 1996).

2.1.4. Penggunaan Formaldehid

A. Penggunaan Formaldehid Yang Benar

Formaldehid biasanya digunakan sebagai pembunuh kuman

sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan

pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada

pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.

Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan

gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Bahan

untuk pembuatan produk parfum. Bahan pengawet produk kosmetika

dan pengeras kuku. Pencegah korosi untuk sumur minyak. Bahan

untuk insulasi busa. Bahan perekat untuk produk kayu lapis

(plywood). Cairan pembalsam (pengawet mayat). Dalam konsentrasi

yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai

barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci

piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih

karpet (Dir. Jen. POM, 2003).

B. Penggunaan Formaldehid Yang Salah

Penggunaan Formalin yang salah adalah hal yang sangat

disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium,

ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin


11

sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan oleh

produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab.

Beberapa contoh produk yang sering diketahui mengandung formalin

misalnya:

1. Ikan segar : Ikan basah yang warnanya putih bersih, kenyal,

insangnya berwarna merah tua (bukan merah segar), awet sampai

beberapa hari dan tidak mudah busuk.

2. Ayam potong : Ayam yang sudah dipotong berwarna putih bersih,

awet dan tidak mudah busuk.

3. Mie basah : Mie basah yang awet sampai beberapa hari dan tidak

mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung

formalin.

4. Tahu : Tahu yang bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah

hancur, awet beberapa hari dan tidak mudah basi.

5. Ikan Asin : ikan yang keringnya merata, awet sampai beberapa

minggu atau bulan dan tidak mudah busuk. (Dir. Jen. POM,

2003).

2.1.5. Dampak Terpapar Formaldehid

Formalin atau formaldehid merupakan bahan beracun dan

berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemakaian formalin pada makanan

dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa

timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah,

mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan


12

peredaran darah (Norliana, S et al. 2009). Efek pada kesehatan manusia

terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang, efek

sampingnya terlihat setelah jangka panjang karena terjadi akumulasi

formalin dalam tubuh. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan

bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga

menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan

keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam

tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik

(menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan

fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah,

diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang

disebabkan adanya kegagalan peredaran darah (Gosselin, 1976).

Formaldehid bila menguap di udara, berupa gas yang tidak

berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang

hidung, tenggorokan, dan mata. Dalam tubuh manusia, formaldehid

dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah,

tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau

sampai pada kematian (Anonim, 2006 ; Norliana, S et al. 2009). Beberapa

penelitian yang dilakukan oleh NCI (National Cancer Institute) di Amerika

menunjukkan bahwa para petugas anatomis (pembuat preparat biologi dari

makhluk hidup untuk penelitian) atau yang bekerja di pengawetan mayat,

lebih beresiko terkena kanker otak dan leukemia. Formaldehida juga dapat

membuat jembatan amin yang menghubungkan asam amino satu dengan

yang lain, sehingga bisa mengganggu metabolisme sel hidup. Inilah


13

sebabnya formaldehid sangat ampuh membunuh kuman dan sering

digunakan sebagai desinfektan (Windholz, 1983).

2.1.6. Cara Penyimpanan Formaldehid

Formalin yang merupakan 37% formaldehid dalam air sering

digunakan untuk berbagai keperluan. Maka dari itu dibutuhkan

pengetahuan cara penyimpanan formalin yang baik agar menghindari

bahaya yang ditimbulkan. Cara penyimpanan diantaranya adalah disimpan

di lingkungan bertemperatur suhu di atas 150C, tempat penyimpanan harus

terbuat dari baja tahan karat, alumunium murni, polietilen atau poliester

yang dilapisi fiberglass, tempat penyimpanan tidak boleh terbuat dari baja

biasa, tembaga, nikel atau campuran seng dengan permukaan yang tidak

dilindungi/dilapisi, tidak menggunakan bahan alumunium bila temperatur

lingkungan berada di atas 60 derajat Celsius (Dir. Jen. POM, 2003).

2.2. Tahu (Tofu)


2.2.1. Pengertian Tahu

Tahu berasal dari Cina. Metode pembuatan tahu pertama kali

ditemukan oleh Liu An pada tahun 164 SM. Liu An adalah seorang filsuf,

guru, ahli hukum dan ahli politik yang mempelajari kimia dan meditasi

dalam agama Tao. Dia memperkenalkan tahu pada teman-temannya yang

tidak menyantap daging, yaitu para pendeta. Pada masa itu kedelai

termasuk salah satu bahan makanan utama orang-orang kuil


14

(pendeta). Oleh para pendetalah sambil menyebarkan agama Budha, tahu

tersebar ke seluruh dunia (Purwoningsih, 2007).

Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari basil

penggumpalan protein kedelai yang diendapkan dengan batu tahu (CaSO4)

atau dengan asam asetat (CH3COOH). Sehingga kandungan protein dalam

tahu ditentukan oleh kandungan protein pada kedelai yang digunakan.

Kedelai yang biasa digunakan untuk membuat tahu adalah kedelai kuning

atau kedelai hitam. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas

unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan

beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur

ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir

menyamai kadar protein susu skim kering. Dalam perdagangan dikenal 2

jenis tahu, yaitu tahu biasa dan tahu Cina. Kedua jenis tahu ini berbeda

dalam bentuk dan cara pembuatannya. Pada pembuatan tahu Cina, kedelai

direbus terlebih dahulu sebelum direndam dan biasanya mempunyai

ukuran lebih besar. (Suprapti, 2005)

2.2.2. Tahu yang mengandung formaldehid

Tahu yang mengandung formaldehid memiliki ciri yang dapat

dibedakan. Semakin tinggi kandungan formalin, maka tercium bau obat

yang semakin menyengat; sedangkan tahu tidak berformaldehid akan

tercium bau protein kedelai yang khas. Tahu yang berformalin mempunyai

sifat membal (jika ditekan terasa sangat kenyal), sedangkan tahu tak
15

berformalin jika ditekan akan hancur. Tahu berformalin akan tahan lama,

sedangkan yang tak berformalin paling hanya tahan satu dua hari. Tahu

yang memakai pewarna buatan dapat ditandai dengan cara melihat

penampakannya. Jika tahu memakai pewarna buatan, warnanya sangat

homogen/seragam dan penampakan mengilap. Sedangkan jika memakai

pewarna kunyit, warnanya cenderung lebih buram (tidak cerah). Jika kita

potong tahunya, maka akan kelihatan bagian dalamnya warnanya tidak

homogen/seragam. Bahkan, ada sebagian masih berwarna putih (Dir. Jen.

POM, 2003).

2.3. Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan-bahan yang

ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan,

pengemasan atau penyimpanan untuk tujuan tertentu.

2.3.1. Peranan Bahan Tambahan Makanan

Peranan BTM pada dasarnya sebagai senyawa yang ditambahkan

dalam bahan pangan untuk memperbaiki penampilan, cita rasa, tekstur,

atau sifat-sifat penyimpanannya serta untuk mempengaruhi kualitas yang

dikehendaki. BTM digunakan di industri-industri makanan untuk

meningkatkan mutu pangan olahan penggunaan. Bahan tambahan

makanan tersebut hanya dibenarkan jika ditujukan untuk keperluan

mempertahankan nilai gizi makanan, sebagai konsumsi segolongan orang

tertentu yang memerlukan makanan diet, mempertahankan mutu atau


16

kestabilan makanan, sebagai keperluan pembuatan, pengolahan,

penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, pemindahan, atau

pengangkutan, membuat makanan menjadi lebih menarik (Mulono, H.J.

2005).

2.3.2. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan (BTM)

Bahan Tambahan Makanan (BTM) dapat dibagi menjadi dua

golongan besar, yaitu :

1. BTM yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan.

BTM ini dibagi lagi berdasarkan fungsinya dalam pengolahan makanan,

antara lain sebagai anti oksidan; pemanis buatan; pemutih tepung;

pengemulsi dan pengental; pengeras; pewarna serta penyedap rasa dan

aroma.

2. BTM yang tidak sengaja tidak ditambahkan pada makanan.

BTM ini tidak mempunyai fungsi dalam makanan, terdapat secara fisik

sengaja baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan

selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan.

Menurut sumbernya, BTM dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a) Alamiah, seperti lesitin dan asam sitrat.

b) Buatan/ sintetik dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa

dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimis maupun

sifat metabolismenya, seperti asam askorbat.Pada umunya bahan

sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil dan


17

lebih murah. Walaupun demikian terdapat kelemahan yaitu sering

terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zatzat

yang berbahaya bagi kesehatan, kadang bersifat karsinogenik

(Winarno, 1988 ).

2.4. Destilasi

2.4.1. Pengertian Destilasi

Destilasi adalah proses pemisahan komponen dari dua atau lebih

cairan berdasarkan perbedaan kecepatan dan kemudahan menguap masing-

masing komponen. Dalam destilasi, cairan dididihkan sehingga menguap

sehingga menguap, dan uap itu kemudian didinginkan kembali dalam

bentuk cairan. Zat yang memeiliki titik didih paling rendah akan menguap

terlebih dahulu. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada

suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik

didihnya. Metode ini merupakan jenis operasi kimia perpindahan massa,

dan idealnya model destilasi berdasarkan pada hukum Dalton dan Hukum

Raoult, yaitu jika larutan yang terdiri dari dua komponen yang cukup

mudah menguap dididihkan, maka fase uap yang akan terbentuk akan

mengandung komponen yang lebih menguap dalam jumlah yang relative

banyak dibandingkan dengan fase cair. Contohnya adalah: larutan

benzene-toulena, larutan n-Heptan dan n-Heksan dan larutan lain yang

sejenis dididihkan.
18

Destilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani pada abad

pertama masehi oleh Hypathia dan Alexandria. Dan Zossimus dan

Alexandria-lah yang dianggap berhasil menggambarkan proses destilasi

secara akurat sekitar abad ke-4, dan dimodernisasi oleh ahlikimia islam

pada masa khalifah Abbasiyah terutama masa Al-Razzi.

2.4.2. Macam-macam destilasi

Berdasarkan ekstraksi secara fitokimia, destilasi dibagi menjadi:

1. Destilasi Uap

Merupakan suatu proses pemisahan yang umumnya dilakukan

untuk bahan yang sangat sensitive terhadap suhu, seperti senyawa

alam aromatik. Karena banyak senyawa organik akan terurai pada

suhu tinggi. Tapi jika yang didestilasi sangat sensitive terhadap panas,

destilasi dengan uap dapat juga dikombinasikan dengan destilasi

dalam vakum.

Aplikasi dari destilasi uap ini adalah untuk pengerjaan minyak

essensial, contohnya parfum. Pada metode ini, uap air dilewatkan

melalui material tumbuhan yang berisi minyak yang diinginkan.

Namun, penggunaan destilasi uap ini hanya digunakan dalam skala

industri karena biaya yang diperlukan sangatlah mahal walaupun hasil

yang didapat akan menghasilkan hasil yang maksimal.

Prinsip Kerja :

Ketel uap dan penyulingan terpisah, ketel uap yang berisi air

dipanaskan dan uapnya dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi


19

bahan baku, partikel minyak terbawa uap dan dialirkan dalam

pendingin kemudian dipisahkan.

2. Destilasi Air

Destilasi air merupakan cara tertua, ditemukan di Negara Mesir

dan India Kuno. Namun, sampai sekarang masih dipakai oleh petani

tradisional. Karena peralatan yang digunakan masih sederhana dan

relative murah, namun hasil yang didapat tidak setinggi/sebagus dari

cara yang lain.

Proses ini menggunakan bunga dan tumbuhan herba yang telah

ditumbuk sempurna. Kemudian ditaruh diatas air dan bau harumnya

disadap.

Prinsip Kerja :

Ketel penyulingan diisi air sampai volume hamper separuh, lalu

dipanaskan, sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan dalam

ketel, bahan baku biasanya yang tidak rusak oleh panas uap air

misalnya bunga atau daun yang mudah bergerak dalam air.

3. Destilasi Uap Air

Metode ini menggunakan kombinasi uap dan air untuk

membebaskan kotoran minyak yang masuk kedalam kantung aromatik

tumbuhan. Karena panas dan tekanan maka akan berubah bentuk

kedalam intisari cairan tersebut. Proses destilasi ini sangat rumit, dan

harganya pun lebih mahal.


20

Pada proses destilasi ini air dan material ditemukan keduanya

dalam labu yang dipenuhi lubang/jaringan, yang akan digunakan

untuk memisahkan keduanya. Pembakaran langsung merupakan satu

pendekatan yang digunakan dalam dasar destilasi, karena pembakaran

langsung ini menampakkan bagian atas dari labu destilasi. Karena

pembakaran langsung ini material tumbuhan dapat menjadi sangat

panas.

Uap air akan berkontak sendiri, karena adanya pemisahan dari

material tumbuhan dari air, di dalam system ini. Uap air yang

disebabkan dari air dalam labu destilasi akan menjadi terlalu panas

atau kering, dan harus dihindari ketika temperature tidak bisa naik

keatas sehingga akan terbentuk uap jenuh. Destilasi seperti ini,

menghadirkan suatu kasus penyulingan yang khas dengan uap tekanan

rendah dipenuhi. Persiapan material tumbuhan jauh lebih penting

didalam metode destilasi uap dibandingkan didalam destilasi air,

karena uap air hanya akan kontak dengan material sebagai kenaikan

saja.

Prinsip Kerja :

Ketel diisi air sampai batas saringan/langsang. Bahan baku

diletakkan diatas angsang sehingga tidak kontak langsung dengan air

yang mendidih tetapi berhubungan dengan uap air, air yang menguap

akan membawa partikel minyak atsiri dan dialirkan kealat pemisah

(Anonim, 2000)
21

2.5. Spektrofotometri UV-Vis

2.5.1. Pengertian Spektrofotometri

Pada awalnya, spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang

radiasi sinar tampak yang berinteraksi dengan molekul pada panjang

gelombang tertentu dan menghasilkan suatu spektra, yang merupakan hasil

interaksi antara energi radian dengan panjang gelombang atau frekuensi.

Kemudian pengertian ini dikembangkan tidak hanya untuk radiasi sinar

tampak, tapi juga jenis radiasi elektromagnetik yang lain seperti sinar X,

ultraviolet, inframerah, gelombang mikro, dan radiasi frekuensi radio.

Ilmu yang berhubungan dengan pengukuran spektra tersebut dinamakan

spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan

untuk mengukur serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi

elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada

daerah UV-Vis (FI edisi IV, 1995).

Jangkauan panjang gelombang yang tersedia untuk pengukuran

membentang dari panjang gelombang pendek ultraviolet sampai ke garis

inframerah.

Untuk kemudahan pengacuan, daerah spektrum secara garis

besarnya dibagi dalam :

1. Daerah ultraviolet jauh : 100 nm 190 nm

2. Daerah ultraviolet dekat : 190 nm 380 nm

3. Daerah cahaya tampak : 380 nm 780 nm

4. Daerah inframerah dekat : 780 nm 3000 nm


22

5. Daerah inframerah : 2,5 m 40 m atau 4000 cm-1

250 cm-1

Spektrofotometer UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopik

yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (190-380 nm)

dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrument

spektrofotometer.

Spektrofotometer UVVis merupakan metoda analisa yang

penggunaannya cukup luas, baik untuk analisa kualitatif maupun

kuantitatif. Untuk analisa kuantitatif yang diperhatikan adalah :

a) Membandingkan maksimum.

b) Membandingkan serapan (A), daya serap (a), .

c) Membandingkan spektrum serapannya

Prinsip dari spektrofotometri UV-Vis adalah mengukur jumlah

cahaya yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di

dalam larutan. Ketika panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui

larutan, sebagian energi cahaya tersebut akan diserap (diabsorpsi).

Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi

cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi

(A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang

berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometri) ke

suatu point dimana persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau

diabsorbsi diukur dengan phototube.


23

Spektrofotometri sederhana terdiri dari :

1. Sumber radiasi

Sumber radiasi monokromator kuvet detektor amplifier rekorder 21

Sumber cahaya berasal dari lampu Deutrium (H0) untuk UV

dengan panjang gelombang 180 400 nm dan lampu Tungsten

(wolfram) untuk Vis dengan panjang gelombang 400 800 nm.

2. Monokromator

Monokromator merupakan alat yang berfungsi sebagai penyeleksi

cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Monokromator akan

memisahkan radiasi cahaya putih yang polikromatis menjadi

cahaya monokromatis (mendekati monokromatis).

3. Kuvet

Pada umumnya spektrofotometri melibatkan larutan, dengan

demikian diperlukan wadah/ sell untuk menempatkan larutan.

4. Detektor

Fungsinya mengubah energi radiasi yang jatuh mengenainya

menjadi suatu besaran yang dapat diukur.

5. Amplifier

Fungsinya untuk memperkuat sinyal listrik.

6. Rekorder

Alat untuk mencatat, dapat berupa gambar/angka-angka.


24

2.5.2. Tipe instrumentasi dari spektrofotometri UV-Vis

1. Single Beam

Pada spektrofotometri UV-Vis tipe single beam absorbsi

berdasarkan pada sinar tunggal dimana sampel akan ditentukan

jumlahnya pada satu panjang gelombang atau fix wave lenght.

Hasil biasanya dibandingkan dengan blangko (biasanya pelarut).

2. Double Beam

Pada spektrofotometri UV-Vis tipe double beam absorbsi biasanya

mempunyai variabel panjang gelombang atau multi wave length.

Hasilnya bisa langsung dibandingkan dengan blangko.

Persyaratan suatu sampel dapat dianalisa menggunakan Spektrofotometri

UV Vis adalah :

1. Bahan mempunyai gugus kromofor

2. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna

3. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dan tidak berwarna, maka

ditambahkan pereaksi warna (Vis)

4. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunannya yang

mempunyai gugus kromofor (UV). (Harmita, 2006)

Dasar dari metoda ini karena adanya perubahan sifat fisikokimia

dari bahan yang diperiksa dengan jalan mengamati sifat serapannya

terhadap energi cahaya atau radiasi elektromagnetik. Spectrum UV-Vis

merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dengan


25

molekul. REM merupakan bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat

gelombang dan partikel (foton). Karena bersifat sebagai gelombang maka

beberapa parameter perlu diketahui, misalnya panjang gelombang (),

frekuensi, bilangan gelombang, dan serapan (A).

REM mempunyai vektor listrik dan vektor magnet yang bergetar

dalam bidang-bidang yang tegak lurus satu sama lain dan masing-masing

tegak lurus pada arah perambatan radiasi.

Bila suatu cahaya monokromatis atau bukan monokromatis jatuh

pada medium homogen, maka sebagian dari cahaya ini akan dipantulkan,

sebagian akan diabsorbsi dan sisanya akan diteruskan, sehingga dalam hal

ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

I O = Ir + Ia + It

Dimana :

I0 = intensitas cahaya yang datang

Ir = intensitas cahaya yang dipantulkan

Ia = intensitas cahaya yang diserap

It = intensitas cahaya yang diteruskan

Pengaruh Ir dapat dihilangkan dengan menggunakan

blanko/kontrol, sehingga :

I0 = Ia + I t

Dua hukum empiris telah merumuskan tentang intensitas serapan.

Hukum Lambert telah menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak


26

bergantung dari intensitas sumber cahaya. Hukum Beer mengatakan

bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap

(Sudjadi, 1983)

Gabungan dari hukum Lambert-Beer menurunkan secara empiris

hubungan antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya

larutan, dan hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat

(Depkes, 1995).

Rumus :

A = log (Io/It) = . b . c = a.b.c

Dimana : A = Serapan

Io = Intensitas sinar yang datang

It = Intensitas sinar yang diteruskan

= Absorptivitas molekuler ( L.mol-1.cm-1) = a x BM

a = Daya serap (L.g-1.cm-1)

b = Tebal larutan / kuvet (cm)

c = Konsentrasi zat (g/L, mg/mL)

Sampel yang sering dianalisis dengan metode spektrofotometer

UV-Vis adalah senyawa organik. Senyawa organik yang dapat

memberikan serapan adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor dan

auksokrom. Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang

memberikan serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Hampir

semua kromofor mempunyai ikatan rangkap seperti alkena (C=C), C=O, -

NO2, benzene, dan lain-lain.


27

Sedangkan auksokrom adalah gugus fungsional seperti OH, -NH2,

-X, yaitu gugus yang mempunyai elektron nonbonding dan tidak

mengabsorbsi radiasi pada diatas 200 nm, akan tetapi mengabsorbsi

radiasi UV jauh (Harmita, 2006).

Ruang lingkup spektroskopi serapan dapat diperluas dengan

menggunakan reaksi warna, yang seringkali diiringi dengan peningkatan

sensitivitas atau selektivitas. Reaksi warna digunakan untuk memodifikasi

spektrum dari molekul pengabsorbsi sehingga dapat dideteksi pada daerah

visible, dan terpisah dari senyawa pengganggu lain yang memiki serapan

di daerah UV. Selain itu, modifikasi kimia ini dapat digunakan untuk

mengubah molekul yang tidak mengabsorbsi menjadi senyawa turunan

yang stabil yang memiliki serapan yang bermakna.

Panjang gelombang dimana absorbsi spektrum maksimum disebut

panjang gelombang maksimum ( maks). Pengukuran ditunjukkan untuk

menghitung jumlah senyawa dalam sampel. Jika konsentrasi senyawa

semakin tinggi maka lebih banyak cahaya yang diabsorbsi oleh sampel.

2.6. Validasi Metode

2.6.1. Pengertian Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk

penggunaanya. (Harmita, 2006)


28

2.6.2. Parameter Validasi Metode

1. Kecermatan (Accuracy)

Kecermatan adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh

dengan hasil sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai hasil

perolehan kembali dari analit yang ditambahkan.

Cara penentuan akurasi dapat dilakukan dengan cara absolute dan cara

audisi. Syarat akurasi yang baik : 98 102 %, untuk sampel hayati

(biologis atau nabati) : 10 %. Beberapa pendapat mangatakan antara

95-105 %, dan beberapa berpendapat antara 80-120 %. Hal ini

dikarenakan semakin kompleks penyiapan sampel dan semakin sulit

metode analisis yang digunakan, maka recovery yang diperbolehkan

semakin rendah atau kisarannya semakin lebar. Perhitungannya sebagai

berikut :

% Perolehan kembali = Kadar hasil analisis x 100%

Kadar sesungguhnya

Dianjurkan untuk melakukan penentuan akurasi dengan 5 konsentrasi

berbeda. (Gandjar, 2009)

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual

dari rata rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel

sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan

diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien

variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan


29

(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Kriteria seksama

diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau

koefisien variasi 2% atau kurang.

Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

a. Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,.xn

maka simpangan bakunya adalah :

SD = ( (x x )2 )

n1

b. Simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) adalah :

KV = SD x 100 % (Harmita, 2006)

3. Selektivitas (specificity)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan

adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.

Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan

(degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang

mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,

senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap

hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang

ditambahkan. Pada metode analisa yang melibatkan kromatografi,

selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).

Pemisahan kromatogram yang baik diperoleh bila nilai resolusinya

lebih besar dari 1,5 (Gandjar, 2009).


30

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik

yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit

yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan,

keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Penentuan linearitas

dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya

antara 50 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering

ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 200%.

Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah

sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan

koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bx. Untuk

memperoleh nilai a dan b digunakan metode kuadrat terkecil (least

square):

a = (yi) (xi)2 (xi) (yi)

N (xi2) (yi2)

b = N(xi.yi) - (xi) (yi)

N (xi2) (xi) 2

Linieritas ditentukan berdasarkan nilai koefisien (r)

r = N(xy) - (x) (y)

[ (N (x2) (x) 2) (N (y2) (y)2) ]1/2


31

Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1

bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan

analisis terutama instrument yang digunakan. Parameter lain yang harus

dihitung adalah simpangan baku residual (Sy).

Sy = (y1 1)2 di mana 1 = a + bx

N2

Sx0 = Sy Sx0 = standar deviasi dari fungsi

Vx0 = Sx0 X 100% Vx0 = koefisien variasi dari fungsi

Syarat kelinearan garis :

a) Koefisien korelasi (r)

r 0,9990

b) Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri) mendekati nol (0)

(ri)2 sekecil mungkin 0

ri = yi (b x i + a)

c) Koefisien fungsi regresi

Vx0 2,0% (sediaan farmasi)

5,0% (sediaan biologi)

d) Kepekaan analisis (y/x)

y/x = y2 y1 y3 y2 y4 y5 yn yn-1

X2 x1 X3 x2 x4 x5 xn xn-1 (Harmita, 2006)


32

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat

dikuantitasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik

menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Batas

kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan

sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat

memenuhi kriteria cermat dan seksama. Pada analisis instrument batas

deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali

lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini

dapat digunakan untuk perhitungan

Q = k x Sb

S1

Keterangan :

Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)

k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi

Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko

S1 = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap

konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)

Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis

regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan

nilai b pada persamaan garis linier y = a+bx, sedangkan simpangan

baku blangko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x)


33

a. Batas deteksi (Q)

karena k = 3 atau 10

Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka

Q = 3. S y/x

S1

b. Batas kuantitasi (Q)

Q = 10. S y/x

S1 (Harmita, 2006; Gandjar, 2009)

2.7. Teknik Sampling

2.7.1. Pengertian Teknik Sampling

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian.

Sampel sendiri secara harfiah dapat diartikan sebagai contoh.

Pengambilan sampel perlu dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga

dan biaya, lebih cepat dan lebih mudah, memberi informasi yang lebih

banyak dan dalam, dapat ditangani lebih teliti.

Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi

sasaran. Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti,

sedangkan populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan

sumber data.Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya

penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang

dapat menggambarkan populasinya.


34

2.7.2. Teknik pengambilan sampel dibagi atas 3 kelompok

1.Sampel Acak (Random Sampling / Probability Sampling)

Pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasinya

mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.

Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling adalah

derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan. Beda penaksiran

parameter populasi dengan statistik sampel, dapat diperkirakan. Besar

sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik.

Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu

sebagai berikut :

a. Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling)

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi

kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi

anggota sampel. Keuntungannya adalah prosedur mudah dan

sederhana. Kerugiannya adalah membutuhkan daftar seluruh

anggota populasidan biaya transportasi besar.

b. Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling)

Proses pengambilan sampel, setiap urutan dari titik awal yang

dipilih secara random. Keuntungannya adalah perencanaan dan

penggunaannya mudah, sampel tersebar di daerah populasi.

Kerugiannya adalah membutuhkan daftar populasi.

c. Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling)

Populasi dibagi strata-strata (sub populasi), kemudian pengambilan

sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara sampel random


35

sederhana, maupun secara sampel random sistematik.

Keuntungannya adalah taksiran mengenai karakteristik populasi

lebih tepat. Kerugiannya adalah daftar populasi setiap strata

diperlukan.

d. Sampel Random Berkelompok (Cluster Random Sampling)

Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana

sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item

(individu) di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai

sampel. Keuntungannya adalah tidak memerlukan daftar populasi.

Kerugiannya adalah prosedur sulit.

e. Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling)

Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat

dua maupun lebih. Keuntungannya adalah biaya transportasi

kurang. Kerugiannya adalah prosedur sulit dan prosedur

pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih cermat.

2. Sampel Non Acak (Non Probability Sample / Selected Sample)

Pemilihan sampel tidak secara random. Cara ini dipergunakan bila

biaya sangat sedikit, hasil yang diminta segera dan tidak memerlukan

ketepatan yang tinggi.


36

Ada 3 cara yang dikenal :

a. Sampel Pertimbangan (Pusposive Sampling)

Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan

penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki

telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

b. Sampel Kebetulan (Accidental Sampling)

Sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih

dahulu. Juga jumlah sampel yang dikehenadaki tidak berdasarkan

pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan, asal memenuhi

keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan

sementara saja.

c. Sampel Kuota (Quota Sampling)

Pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti saja,

hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu.

Cara ini dipergunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan

situasi daerah dimana penelitian akan dilakukan.

3. Sampel Penyelidikan (Investigatif Sampel)

Pemilihan sampel diambil secara acak dan dilihat dari nomor registrasi

yang berbeda untuk setiap sampel serta peminatan masyakarakat yang

cukup tinggi terhadap produk tersebut.

(Harmita, 2006 ; Isgiyanto, 2009).


37

BAB III

KERANGKA KONSEP

ALUR PENELITIAN

Formaldehid merupakan Formaldehid akan menimbulkan Berdasarkan penelitian-


zat pengawet yang efek yang sangat berbahaya pada penelitian sebelumnya, masih
berbahaya dan kesehatan jika terakumulasi banyak ditemukan formaldehid
penggunaannya dilarang dalam tubuh manusia dan pada berbagai produk pangan
sebagai bahan pengawet terlihat setelah jangka waktu yang dijual dipasaran, termasuk
makanan yang lama dan berulang. produk tahu

Formalin merupakan bahan tambahan pangan


Perlu dilakukan penelitian terhadap (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam
produk tahu yang beredar di sekitar makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan
pasar Ciputat (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999.

Pengambilan sampel dilakukan dengan


teknik sampling yaitu investigatif sampel
Larutan Baku Induk
Formaldehid 6 mg/ml
Penyiapan Alat dan Bahan
Larutan baku kerja
Formaldehid 100 300
ppm dari larutan induk
Pembuatan Kurva
Kalibrasi Pembuatan Larutan Uji dan Larutan Blanko
Pereaksi
Uji Linearitas Pembuatan Tahu dengan
kadar formaldehid 100
Uji Validasi 300 ppm
Uji Akurasi

Larutan Uji dari sampel


Uji Presisi Penetapan Kadar dengan tahu
Sampel Uji

Uji LOD dan LOQ


Uji Kuantitatif dengan
Spektrosfotometer UV-Vis
38

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Pengambilan Sampel

Sampel berupa produk tahu yang terdiri dari beberapa jenis tahu

yang dijual di pasar Ciputat. Sampel tahu diambil secara acak dengan

menghitung sumber produsen tahu kemudian jumlah sampel yang diuji

dihitung menggunakan rumus populasi. Data perhitungan selengkapnya

terdapat di Lampiran 2.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan laboratorium

pangan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah. Lama

penelitian kurang lebih selama 3 bulan dari bulan Mei hingga Juli 2010.

4.3. Alat dan Bahan Penelitian

4.3.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah labu ukur, labu destilasi, alat destilasi

uap, gelas ukur, erlanmeyer, thermometer, tabung reaksi, kaca arloji,

spatula besi, neraca analitik, alumunium foil, sarung tangan dissposable,

masker, cawan petri, pipet volumetri, waterbath, spektrofotometer UV-

Vis.
39

4.3.2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah Formalin (Merck)

Mengandung 37% formaldehid dalam air, Ammonium asetat (Merck),

Asam asetat glacial (Merck), Asetil aseton (Merck), Asam fosfat 10%

(Merck), Kacang kedelai, CaSO4/Sioko, Aquadest.

4.4. Prosedur Penelitian

4.4.1. Penyiapan Bahan Baku dan Pereaksi

1. Pembuatan Larutan Nash

Ditimbang 150 gram ammonium asetat dilarutkan dalam 700 ml

air. Ditambahkan 3 ml asam asetat glasial dan 2 ml asetil aseton.

Ditambahkan aquadest hingga volume tepat 1000 ml. (Anonim,

1995 ; Marliana, 2008)

2. Pembuatan larutan baku induk formaldehid 6 mg/ml

Dipipet formalin (mengandung 37% formaldehid dalam air)

sebanyak 1,1 ml (jika berbentuk larutan), dimasukkan kedalam

labu ukur 200 ml. Kemudian di cukupkan dengan aquadest hingga

garis tanda.

3. Pembuatan larutan baku formaldehid konsentarsi 100 300

ppm.

Dari larutan baku induk formaldehid 6 mg/ml, dibuat konsentrasi

100 ppm dengan mengukur 1,7 ml larutan induk di cukupkan

dengan aquadest sampai 100 ml, kemudian dibuat konsentrasi 150

ppm dengan mengukur 2,5 ml larutan induk di cukupkan dengan


40

aquadest sampai 100 ml, lalu dibuat konsentrasi 200 ppm dengan

mengukur 3,3 ml larutan induk di cukupkan dengan aquadest

sampai 100 ml, kemudian dibuat konsentrasi 250 ppm dengan

mengukur 4,2 ml larutan induk di cukupkan dengan aquadest

sampai 100 ml, lalu dibuat konsentrasi 300 ppm dengan mengukur

5 ml larutan induk dicukupkan dengan aquadest sampai 100 ml.

Digunakan labu ukur 100 ml untuk pembuatannya.

4. Pembuatan larutan asam fosfat 10%

Diukur asam fosfat (85%) 11,8 ml dilarutkan dengan air suling

sampai larut dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan

aquadest sampai garis tanda.

5. Pembuatan Tahu Simulasi untuk Penambahan Formaldehid

Dicuci kedelai sebanyak 1 kg, kemudian direndam dengan air

bersih selama kurang lebih 5 - 6 jam. Dicuci kembali kedelai yang

sudah direndam dengan air bersih, lalu ditumbuk atau dihancurkan

kedelai menggunakan blender dengan ditambahkan air hangat

(perbandingan kedelai dan air yaitu 1:2). Dikumpulkan hasil

blender ke suatu wadah lalu dipanaskan hingga membentuk bubur

tetapi tidak sampai mengental. Ditandai dengan gelembung-

gelembung kecil pada suhu 70 - 80C. Disaring bubur kedelai

dengan kain saring, dan dibuang ampasnya. Dipanaskan kembali

hasil saringan dan ditambahkan batu tahu/ bubuk sioko/ CuSO4

sebanyak 1 sendok makan per kg kedelai untuk pengendapannya

secara perlahan sambil diaduk pelan sampai terbentuk gumpalan


41

tahu. Didiamkan beberapa menit sampai gumpalan menjadi

banyak. Disiapkan tempat cetak tahu dengan dialaskan kain putih

dan tahu dicetak pada tempatnya lalu lipat kain hingga menutupi

seluruh permukaan adonan tahu. Cetakan ditindih dengan

menggunakan sesuatu yang berat selama 15 menit agar tahu

menjadi mampat. Didiamkan beberapa menit sampai tahu

mengeras.

4.4.2. Penentuan panjang gelombang maksimum.

Dipipet 1 ml larutan formaldehid konsentrasi 150 ppm dimasukkan

kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan air hingga volumenya 10 ml

dan 5 ml pereaksi Nash lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu

37C selama 30 menit. Setelah dingin dipindahkan kedalam labu ukur 25

ml secara kuantitatif dan ditepatkan volumenya menggunakan air, dikocok

hingga homogen. Diamati serapannya pada panjang gelombang 400 500

nm dengan alat spektrofotometer UV-Vis hingga didapat panjang

gelombang maksimum.

4.4.3. Validasi Metoda

1. Pembuatan Kurva kalibrasi dan Penentuan Linearitas

Dipipet 1 ml larutan formaldehid konsentrasi 100 ppm dimasukkan

kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan air hingga volumenya 10 ml

dan 5 ml pereaksi Nash lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu

37C selama 30 menit. Dipindahkan kedalam labu ukur 25 ml secara


42

kuantitatif setelah dingin dan ditepatkan volumenya menggunakan air,

dikocok hingga homogen. Diamati serapannya pada panjang gelombang

400 500 nm dengan alat spektrofotometer uv-vis. Dilakukan cara yang

sama untuk konsentrasi 150, 200, 250 dan 300 ppm kemudian dibuat kurva

kalibrasi hingga didapat persamaan linier y=a+bx. Linieritas dari kurva

kalibrasi dilihat dengan menghitung koefisien korelasi (r) dari persamaan

garis regresi linier.

2. Penentuan Batas Deteksi / Limit Of Detection (LOD) dan Batas

Kuantitasi / Limit Of Quantitation (LOQ)

LOD dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi,

dengan rumus :

LOD =

Sedangkan nilai batas kuantitasi (LOQ) diperoleh dengan rumus :

LOQ =

Dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari

persamaan regresi.

3. Uji Kecermatan / Perolehan Kembali (Akurasi)

a. Penyiapan sampel uji tahu simulasi

Ditimbang sampel tahu sebanyak 10 g, dihancurkan dalam lumpang

kemudian ditambahkan formaldehid konsentrasi 125 ppm dan dimasukkan

kedalam labu destilasi. Ditambahkan 100 ml air dan 10 ml asam fosfat

10% kemudian dilakukan destilasi uap menggunakan alat destilasi uap.

Destilat ditampung kedalam erlenmeyer 100 ml yang telah berisi 10 ml air

(ujung pendingin/pipa destilat dicelup kedalam air) dan dilakukan destilasi


43

hingga diperoleh destilat sampai tanda batas, ditutup dengan alumunium

foil dan kocok sampai homogen. Dilakukan cara yang sama pada sampel

tahu yang dicampur formaldehid dengan kadar 175 ppm dan 225 ppm

kemudian dihitung nilai perolehan kembali. Dilakukan 3 kali destilasi

untuk masing-masing konsentrasi sehingga diperoleh 9 destilat dan diukur

serapannya menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis.

b. Perhitungan Nilai UPK

Nilai perolehan kembali dihitung dengan cara membandingkan konsentrasi

yang diperoleh dari hasil formaldehid ekstraksi tahu simulasi dengan

konsentrasi formaldehid sebenarnya yang ditambahkan pada tahu simulasi

dan dikalikan 100%.

Nilai UPK = Konsentrasi yang diperoleh x 100%


Konsentrasi yang sebenarnya

4. Uji Keseksamaan (Presisi)

Selisih dari nilai UPK rata-rata ketiga konsentrasi formaldehid tahu simulasi

dikurangi nilai UPK rata-rata per konsentrasi. Kemudian dihitung nilai

simpangan baku (SD) dan nilai Simpangan baku relatif atau koefisien

variasi (KV) masing-masing konsentrasi.

4.4.4. Analisa sampel pasar secara Kuantitatif

Ekstraksi dan Pengukuran Sampel Pasar

Ditimbang sampel tahu sebanyak 10gram dan dimasukkan kedalam

labu destilasi. Ditambahkan 100 ml air dan 10 ml asam fosfat 10%

kemudian dilakukan destilasi uap menggunakan alat destilasi uap. Destilat

ditampung kedalam labu ukur 100 ml yang telah berisi 10 ml air ( ujung
44

pendingin dicelup) dan dilakukan destilasi hingga diperoleh destilat

sampai tanda batas, kocok sampai homogen. Dipipet 1 ml destilat dan

dimasukkan kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan air hingga

volumenya 10 ml dan 5 ml pereaksi Nash lalu dipanaskan dalam penangas

air pada suhu 37oC selama 30 menit. Dipindahkan kedalam labu ukur 25

ml secara kuantitatif setelah dingin dan ditepatkan volumenya

menggunakan air. Dikocok hingga homogen (Anonim . 1995).


45

46

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Percobaan

5.1.1. Panjang gelombang maksimum

1.00

0.9
412.73
0.8
0.7
0.6
A
0.5
0.4

315.89
0.3
0.2
0.1
0.00

300.0 320 340 360 380 400
nm
420 440 460
480 500.0

Gambar 1. Serapan optimum formaldehid

Formaldehid yang diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis

memberikan serapan optimum di daerah panjang gelombang 412,73 nm

dalam pelarut air dan penambahan pereaksi Nash (Ammonium asetat,

Asam asetat glasial dan Asetil aseton). Hasil spektrum serapan larutan

formaldehid lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 3, gambar 7.

5.1.2. Linearitas dan Kurva kalibrasi

Kurva Kalibrasi
1,2

1
47

Gambar 2. Kurva kalibrasi formaldehid berupa konsentrasi (g/ml)


dibandingkan dengan nilai absorbansi.

Kurva kalibrasi Formaldehid yang dibuat dari lima konsentrasi

formaldehid bertingkat yaitu 100 g/ml, 150 g/ml, 200 g/ml, 250

g/ml dan 300 g/ml. Berdasarkan hasil kurva yang didapat

menunjukkan bahwa nilai absorbansi yang dihasilkan meningkat sejajar

dengan peningkatan konsentrasi formaldehid yang dibuat. Dan dari

kurva didapatkan persamaan linier antara konsentrasi dan absorbansi

formaldehid yaitu y=0,0032x-0,0079. Persamaan linier tersebut dapat

digunakan sebagai penentu konsentrasi formaldehid dari absorbansi yang

diperoleh. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10, Tabel 5.

5.1.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Tabel 1. Hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi formaldehid


48

(y - y) 0,00042294

S(y/x) 0,00014098

S(y/x) 0,011875

LOD (Limit Of Detection) 11,1328 g/ml

LOQ (Limit Of Quantitation) 37,1094 g/ml

Dari data kurva kalibrasi dan liearitas didapat nilai LOD (Limit

Of Detection) atau batas deteksi adalah 11,1328 g/ml, sedangkan nilai

LOQ (Limit Of Quantitation) atau batas kuantitasi yang didapat adalah

sebesar 37,1094 g/ml. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

11, Tabel 6.

5.1.4. Kecermatan / Perolehan kembali (Akurasi)

Tabel 2. Hasil uji perolehan kembali formaldehid pada tahu simulasi

C Rata-rata Rata-rata UPK

(g/ml) UPK (%) SD (%)

125 99,14

175 98,59 98,69 0,4085

225 98,36

X = 98,69

Tabel 2 menunjukkan nilai uji perolehan kembali (UPK) atau uji

kecermatan (Akurasi) formaldehid pada tahu buatan dengan konsentrasi

125 g/ml, 175 g/ml dan 225 g/ml. Rata-rata nilai UPK seluruh

konsentrasi sebesar 98,69%. Syarat nilai UPK yang baik adalah 98%.
49

Maka hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat uji kecermatan. Data

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12, Tabel 7

5.1.5. Keseksamaan (Presisi)

Tabel 3. Hasil uji presisi formaldehid pada tahu simulasi

C (sebenarnya) Rata-rata
(x x) ((x x)) SD KV
(g/ml) UPK (%)

125 99,14 0,45 0,2025

175 98,54 - 0,15 0,0225


0,4086 0,4139%
225 98,36 - 0,33 0,1089

X = 98,69 0,3339

Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan simpangan baku (SD)

dari data yang diperoleh sebesar 0,4086 dan nilai koefisien variasi (KV)

sebesar 0,4139%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13,

Tabel 8.

5.1.6. Analisis Sampel Pasar


50

Grafik Kadar Formaldehid Pasar Ciputat

250
Sampel 1
200
Konsentrasi (g/ml)

Sampel 2
Sampel 3
150
Sampel 4
100 Sampel 5
Sampel 6
50
Sampel 7
0

Gambar 3. Grafik hasil analisis tahu yang dijual di pasar Ciputat

Grafik diatas menunjukkan besar konsentrasi (g/ml) formaldehid

yang terdapat pada sampel tahu pasar Ciputat yang dianalisis. Masing-

masing sampel memiliki kadar formaldehid yang bervariasi. Kadar

formaldehid tertinggi terdapat pada sampel 5 sebesar 201,98 g/ml.

Berikutnya sampel 4 sebesar 190,80 g/ml dan sampel 1 sebesar 104,87

g/ml. Dan kadar formaldehid terendah terdapat pada sampel 2 sebesar

11,20 g/ml. Sedangkan pada sampel 3, sampel 7 sebesar, dan sampel 6

dikatakan tidak terdeteksi karena nilai yang di dapat berada dibawah batas

deteksi yang diperoleh. Data selengkapnya pada lampiran 8, tabel 4.

5.2. Pembahasan
51

Tahu dipilih sebagai sampel penelitian ini karena tahu merupakan

makanan tradisional sederhana yang konsumsinya cukup besar setiap

harinya oleh masyarakat karena rasanya enak dan tidak mahal.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling acak dan mencari

tahu asal pabrik pemasok tahu ke pasar Ciputat dan mencatat jumlah

pabriknya sehingga dapat dihitung jumlah sampel yang akan diambil

dengan menggunakan rumus pengambilan sampel populasi (N) diketahui.

Validasi metode dan penetapan kadar formaldehid dilakukan

menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan penambahan

pereaksi Nash (Anonim, 1995; Arifin, 2005). Pemilihan metode

spektrofotomentri UV-Vis karena formaldehid memiliki serapan pada

daerah sinar tampak. Daerah sinar tampak yaitu berada pada daerah

380nm-780nm. Metode spektrofotometri UV-Vis merupakan metode

sederhana, tetapi dapat digunakan untuk penentuan kadar dengan

konsentrasi yang kecil. Selain itu metode tersebut memiliki daya

sensitivitas yang baik dalam proses analisis.

Penelitian didahului dengan proses penentuan panjang gelombang

maksimum atau serapan optimum dari larutan formaldehid yang

dilarutkan dengan air dan pereaksi nash menggunakan alat

spektrofotometer UV-Vis pada rentang panjang gelombang 400 500 nm.

Menurut literatur, formaldehid memiliki serapan optimum pada 412

415nm. Setelah di lakukan pengukuran, formaldehid yang dilarutkan

dengan air dan ditambah pereaksi Nash menghasilkan panjang gelombang

maksimum 412,73nm. Panjang gelombang yang diperoleh berada di


52

daerah serapan optimum formaldehid. Pemilihan panjang gelombang

maksimum formaldehid dilakukan agar dapat mengetahui daerah

formaldehid bekerja memberi serapan warna yang dapat diabsorbsi oleh

alat spektrofotometer UV-Vis, sehingga dapat dihasilkan nilai berupa

absorbansi. Selain itu pemilihan panjang gelombang maksimum juga

berfungsi untuk mengetahui selektifitas dan sensitifitas formaldehid, jika

panjang gelombang maksimum yang dihasilkan berada pada daerah

serapan optimum formaldehid sesuai literatur, maka formaldehid yang

digunakan memenuhi syarat penggunaannya untuk analisis. Contoh

spektrum serapan formaldehid dapat dilihat pada lampiran 3, gambar 7.

Larutan formaldehid merupakan larutan yang tidak berwarna.

Syarat senyawa yang dapat diukur serapannya dengan alat

spektrofotometer UV-Vis adalah senyawa organik yang dapat

memberikan serapan yaitu senyawa yang memiliki gugus kromofor.

Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang memberikan

serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Oleh karena itu pada

proses pengukuran sampel direaksikan dengan pereaksi yang dapat

memberikan spektrum serapan berwarna dengan formaldehid yaitu

pereaksi Nash yang terdiri dari campuran ammonium asetat, asam asetat

glasial dan asetil aseton. Campurannya dengan formaldehid dapat

memberi serapan berwarna kuning terang. Semakin kuning warna larutan

yang didapat maka diperkirakan konsentrasi yang terdapat dalam analit

juga semakin besar.


53

Formaldehid dengan penambahan pereaksi Nash disertai

pemanasan selama 30 menit akan menghasilkan warna kuning yang

mantap, sehingga dapat diukur serapannya menggunakan spektrofotometri

sinar tampak pada panjang gelombang 412 - 415 nm. (Jon, 1980 ; Nash,

1953)

Gambar 4. Reaksi perubahan warna pada campuran formaldehid dan

pereaksi Nash.

Pada proses preparasi sampel, dilakukan proses ekstraksi sampel

dengan cara metode destilasi menggunakan alat destilasi uap. Metode

destilasi uap dilakukan karena formaldehid merupakan senyawa yang

berbentuk gas dan bersifat sangat volatil atau mudah menguap juga

memiliki titik didih dibawah 100C yaitu 96C. Destilasi uap diperlukan

untuk menjaga senyawa formaldehid agar tidak rusak, karena destilasi uap

digunakan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak tahan


54

pemanasan atau suhu tinggi. Sampel tahu ditimbang 10gram dan

dihancurkan pada lumpang. Kemudian sampel yang telah halus

dimasukkan ke dalam labu destilasi dengan ditambahkan 100 ml aquadest

dan 10 ml asam phospat 10%. Formaldehid yang terdapat dalam tahu akan

terikat dengan protein dalam tahu, maka penambahan asam phospat

ditujukan untuk menghancurkan atau melepaskan ikatan antara

formaldehid dengan protein sehingga formaldehid dapat terpisah dengan

proses destilasi uap. Sampel yang telah siap langsung diekstraksi

menggunakan destilasi uap dengan suhu 96C, labu penampung destilat

terlebih dahulu diisi air 10ml, kemudian ujung pendingin tercelup

kedalam air, hal ini bertujuan untuk menangkap uap formaldehid yang

dihasilkan proses destilasi ke dalam air yang telah ditampung. Setelah

hasil destilat diperoleh 100 ml lalu proses destilasi dihentikan. Sebanyak 1

ml destilat dimasukkan ke tabung reaksi, ditambahkan 9 ml aquadest dan

ditambahkan 5 ml pereaksi Nash (campuran ammonium asetat, asam

asetat glasial, dan asetil aseton) kemudian di vortex selama 1 menit

bertujuan agar campuran destilat-air-pereaksi nash terdispersi sempurna

sehingga warna yang dihasilkan merata, lalu di panaskan diatas penangas

air dengan suhu 37C selama 30 menit. Larutan sampel akan berubah

menjadi berwarna kuning jika menunjukkan hasil positif. Sampel di

cukupkan 25 ml dengan aquadest dan divortex kembali. Kemudian

dilakukan pengukuran dengan alat spektrofotometer ultraviolet-visibel

pada panjang gelombang 412,73mn. Validasi metode dilakukan dengan

tujuan untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat


55

memberikan hasil yang valid. Validasi metode penetapan kadar diawali

dengan melakukan pembuatan kurva kalibrasi dan penentuan linearitas.

Kurva kalibrasi yang dibuat adalah hubungan antara nilai absorbansi dari

analit terhadap konsentrasi dari analit. Nilai yang dihasilkan oleh kurva

kalibrasi dikatakan baik apabila nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1.

Artinya peningkatan nilai absorbansi analit berbanding lurus dan

signifikan dengan peningkatan konsentrasinya. Pada pembuatan kurva

kalibrasi dibuat deret standar formaldehid dari larutan induk formaldehid

konsentrasi 6mg/ml. Konsentrasi yang digunakan sebagai deret standar

formaldehid adalah 5 konsentrasi bertingkat dengan rentang 100, 150,

200, 250 dan 300 ppm (g/ml). Dihasilkan kurva kalibrasi dengan

persamaan Y = 0,0032x - 0,0079 dan nilai koefisien korelasi (r) = 0,9992,

nilai koefisien variasi fungsi regresi sebesar 0,4139%. Koefisien variasi

fungsi regresi menunjukkan besarnya penyimpangan data yang dihasilkan

dari data yang sebenarnya. Semakin kecil nilai persen koefisien variasi

fungsi maka menunjukkan data yang diperoleh memiliki akurasi yang

tinggi. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, kedua nilai yang

didapat memenuhi persyaratan yaitu syarat nilai koefisien kolerasi (r)

yang baik adalah 0,9990, sedangkan nilai koefisien variasi fungsi

regresi (Vxo) yang baik adalah sebesar 2%.

Setelah didapat kurva kalibrasi yang memenuhi persyaratan

analisis, kemudian data yang didapat diolah dan dilanjutkan dengan

menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ). Batas

deteksi merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih


56

dapat dideteksi (Harmita, 2006). Hasil percobaan didapat nilai LOD

sebesar 11,1328 g/ml. Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil

analit dalam sampel yang masih dapat ditentukan dengan metode yang

digunakan dan memenuhi criteria cermat dan seksama. Nilai LOD dapat

digunakan sebagai acuan dalam pemilihan konsentrasi sampel pada

pengujian selektivitas (Harmita, 2006). Dari data hasil percobaan

diperoleh nilai LOQ sebesar 37,1094 g/ml.

Lalu dilanjutkan dengan uji kecermatan (uji akurasi). Akurasi

merupakan kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil

sebenarnya dan dinyatakan dalam persen perolehan kembali (UPK).

Dilakukan pengukuran dari 3 konsentrasi berbeda formaldehid yaitu 125

g/ml, 175 g/ml, dan 225 g/ml yang dimasukkan kedalam sampel tahu

buatan. Kemudian tahu diekstraksi dengan metode destilasi uap untuk

memisahkan formaldehid dari tahunya hingga dihasilkan destilat sebanyak

100 ml dan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer uv-vis

dengan 3 kali pengulangan. Dari percobaan 3 konsentrasi berbeda

formaldehid pada tahu buatan diperoleh rata-rata persen nilai UPK tiap

konsentrasi pertama sebesar 99,14% untuk konsentrasi 125 g/ml, yang

kedua sebesar 98,59% untuk konsenrasi 175 g/ml dan yang ketiga

98,36% untuk konsentrasi 225 g/ml. Rata-rata persen nilai UPK seluruh

konsentrasi yaitu sebesar 98,69% dengan nilai simpangan baku (SD)

sebesar 0,4086 sedangkan syarat uji perolehan kembali nilai UPK rata-

rata berkisar 98 102% telah terpenuhi. Seluruh data yang diperoleh

memenuhi syarat uji akurasi sehingga data yang diperoleh dapat dikatakan
57

memberi hasil uji akurasi yang baik dan metode analisis dapat bekerja

cukup akurat dan memberi hasil yang baik untuk pengukuran sampel

pasar selanjutnya.

Uji selanjutnya yang dilakukan sebagai pendukung proses validasi

metode yaitu uji keseksamaan. Uji keseksamaan atau uji presisi

merupakan ukuran derajat kesesuaian antara hasil individual dari rata-rata

jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang

diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2006). Hasil percobaan

yang dilakukan didapat nilai koefisien variasi sebesar 0,4139% dan nilai

simpangan baku (SD) sebesar 0,4086. Syarat uji keseksamaan yaitu

menghasilkan nilai koefisien variasi 2%.

Maka dapat dilihat bahwa semua hasil uji hasil yang didapat

memenuhi syarat sebagai parameter uji dari validasi metode penetapan

kadar formaldehid pada tahu. Sehingga metode yang digunakan dapat

dikatakan valid dan dapat memberikan hasil yang baik dalam pengukuran

sampel selanjutnya.

Jika kandungan dalam tubuh tinggi, formaldehid akan bereaksi

secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan

fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan kerusakan

pada organ tubuh Penemuan di bidang patologi menunjukkan bila bahan

ini terhirup dapat menyebabkan nekrosis atau kematian sel yang

disebabkan oleh kerusakan sel secara akut pada membran mukosa. Selain
58

itu, ditemukan perubahan degeneratif pada hati, ginjal dan otak

(Dreisbach, 1971).

Hasil penetapan kadar dari seluruh sampel yang diperiksa

menghasilkan data absorbansi. Kadar formaldehid dihitung menggunakan

persamaan linier yang didapat dari kurva kalibrasi yaitu Y=0,0032x-

0,0079. Dari sampel pertama diperoleh rata-rata absorbansi sampel setelah

3 kali pengukuran sebesar 0,3277 dan kadar formaldehid yang ditafsirkan

sebesar 104,879g/ml. Sampel kedua diperoleh rata-rata nilai absorbansi

sebesar 0,0279 dan kadar formaldehid yang terkandung sebesar 11,2083

g/ml. Sampel ketiga memiliki nilai rata-rata absorbansi sebesar 0,0010

dan dikatakan tidak terdeteksi adanya formaldehid karena nilai yang

diperoleh berada dibawah batas deteksi sehingga ketepatannya diragukan.

Sampel keempat diperoleh nilai rata-rata absorbansi sebesar 0,6026 dan

konsentrasi formaldehid sebesar 190,8021 g/ml. Sampel kelima

memiliki rata-rata nilai absorbansi sebesar 0,6384 dan kadar formaldehid

sebesar 201,9896 g/ml. Sampel keenam memiliki rata-rata nilai

absorbansi sebesar 0,0256 dan dikatakan tidak terdeteksi adanya

formaldehid. Sampel ketujuh memiliki rata-rata nilai absorbansi sebesar

0,0027 dan dikatakan tidak terdeteksi adanya formaldehid.

Dari penentuan kadar masing-masing sampel tahu pasar, dapat

dilihat bahwa semua tahu yang analisis mengandung formaldehid dengan

kadar berbeda tiap ml nya. Kadar formaldehid terbesar yaitu pada sampel

kelima sebesar 201,9896 g/ml, sedangkan kadar formaldehid terrendah

yaitu sampel kedua sebesar 11,2083 g/ml.


59

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Uji linearitas pada rentang konsentrasi 100 - 300 g/mL memberikan

nilai koefisien korelasi (r) 0,9992 dan nilai koefisien variasi fungsi

sebesar 0,4139 % dengan batas deteksi (LOD) formaldehid 11,1328

g/mL dan batas kuantitasi (LOQ) 37,1094 g/mL. Rata-rata persen

perolehan kembali yang dihasilkan pada konsentrasi 125 g/mL, 175

g/mL dan 225 g/mL adalah 98,690,4085%. Dari hasil tersebut,

dapat disimpulkan bahwa metode penetapan kadar formaldehid pada

produk dengan metode spekrtofotometri UV-Vis terbukti memiliki nilai

validitas yang cukup baik.

2. Sampel tahu pasar yang diperiksa beberapa mengandung formaldehid

sebagai pengawetnya. Kadar terbesar adalah sampel 5 sebesar

201,9896g/ml, sedangkan kadar terendah adalah sampel 2 yaitu sebesar

11,2083g/ml.

6.2. Saran

Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan analisis penetapan kadar

formaldehid dalam produk makanan tahu ataupun produk makanan lainnya

yang beredar dipasar Ciputat dengan menggunakan metode lainnya seperti

GC-MS atau HPLC.


60

DAFTAR PUSTAKA

Anonim . 1995. Jurnal Association Of Official Analytical Chemests. Chap 47:548

Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.

Anonim. 2004. Guidelines: Formaldehyde. Environmental and Occupational


Health and Safety Services. Newark: University Of Medicine Dentistry
Of New Jersey.

Anonim, 2006. IAEC Monographs on the Evaluation of Carsinogenic Risks to


Humans Vol 88. World Health Organization International Agency For
Reasearch On Cancer.

Arifin, Zainal dkk. 2005. Deteksi Formalin Dalam Ayam Broiler Dipasaran.
Bogor: Balai Penelitian Veteriner.

Dir. Jen. POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal: 259-260; 676.

Dir. Jen. POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal: 1157

Dir. Jen. POM. 2001. Kodeks Makanan Indonesia Tentang Bahan Tambahan
Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 630, 665-669

Dir. Jen. POM. 2003. Formalin. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 3-20

Dreisbach, Robert H. 1982. Hand Book Of Poisoning. Washington: University Of


Washington. Hal: 200-201
61

Doyle ME et al. Food Safety. New York-Basel-Hongkong: Marcel Dekker, Inc.


1993.

Fauziah, Munayah. 2005. Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan.


Jakarta: EGC. Hal: 104. Terjemahan Dari Safe Management Of Wastes
From Health Care Activities. 1999. Pruss, A. WHO.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 18-19;199;456-474

Gosselin ER et al. Clinical Toxicology of Commercial Products: Acute Poisoning,


4th ed. Baltimore: The Williams and Wilkins Co, 1976, p. 16667.

Harmita. 2006. Analisa Fisikokimia .UI Press. Jakarta. 2006;17, 144-152.

Isgiyanto, Awal. 2009. Teknik Pengambilan Sampel. Jogjakarta: Mitra Cendikia


Press. Hal: 80-81.

Jon Compton, Bruce, et al. 1980. Jurnal of The mechanism of the reaction of the
Nash and the Sawicki aldehyde reagent. Department of Chemistry,
McGill University, 801 Sherbrooke St. W., Montreal, P.Q., Canada H3A
2K6.

Li, Jianrong, et al. 2007. Jurnal of Determination of formaldehyde in squid by


high-performance liquid chromatography. College of Food Science,
Biotechnology and Environmental Engineering, Zhejiang Gongshang
University, Food Safety Key Lab of Zhejiang Province, Hangzhou, China,
310035

Marliana, Herci. 2008. Optimasi Pereaksi. Skripsi FMIPA UI. Jakarta: UI. Hal: 5-
16

Mulono, H.J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Universitas Airlangga.


Hal: 134-155
62

Nash, T. 1953. Jurnal of The Colorimetric Estimation of Formaldehyde by Means


of the Hantzsch Reaction. Air Hygiene Laboratory, Public Health
Laboratory Service, Colindale Avenue, London, N.W. 9.

Norliana, S et al. 2009. The Health Risk of Formaldehyde to Human Beings.


Malaysia: University Putra Malaysia, Faculty of Food Science and
Technology.

Pujaatmaka, Dr. A. Handayani dan Ir. L Setiono. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik edisi 4. Jakarta: EGC. Hal: 4-9

Purwoningsih, Eko. 2007. Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Bekasi:
Ganeca Exact. Hal: 5-7

Reynold, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, 28th ed. London:


The Pharmaceutical Press. Hal: 563 564

Sihombing, Marice. 1996. Kandungan Zat Gizi Tahu Yang Direndam Dalam
Formalin. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia Ed:24. Hal: 173-174

Sihombing, Marice dan Geertruida Sihombing. 1996. Nilai Biologik Tahu Yang
Direndam Dalam Formalin. Cermin Dunia Kedokteran No:111. Hal: 17-
19.

Suprapti, Ir. M. Lies. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 11

Suwahono, S.Pd, et al.2009 Jurnal Analisis Kualitatif Adanya Formaldehid Pada


Mie Basah. Semarang: IAIN Walisongo.

Terelak, K et al. 2003. Pilot Plant Formaldehyde distillation Experiments and


Modelling. Poland: Institute of Heavy Organic Synthesis Blachownia
63

Tunhun, Dusadee et al. Detection of Illegal Addition of Formaldehyde to Fresh


Fish. Thailand: The Kasetsart University Research and Development
Institute.

Uzairu, A et al. 2009. Formaldehyde Levels In Some Manufactured Reguler


Foods In Makurdi, Benue State, Nigeria. (Jurnal Of Applied Sciences in
Environmental Sanitation, V N 211-214)

Windholz, Martha, et al. The Merck Index, 10th ed. Merck&Co, Inc. New York,
USA. 1983. Hal: 604-605

Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Hal: 214, 224-225

Winarno, F.G.,Sulistyowati, Titi. Bahan Tambahan untuk Makanan dan


Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1994; 104-105, 108.
64

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bahan yang digunakan dalam analisis

Kedelai CaSO4 / Sioko

Gambar 5. Bahan dalam proses pembuatan tahu

Formaldehid Asam Phospat

Ammonium Asetat Asetil Aseton Asam Asetat Glasial

Gambar 6. Bahan dalam proses analisis tahu dan formaldehid


65

Lampiran 2. Perhitungan jumlah sampel yang dianalisis

Terdapat 7 pabrik utama pemasok tahu ke Pasar Ciputat

Menggunakan Rumus Sampling populasi (N) diketahui (Isgiyanto, 2009)

N= 7

Z1-/2 = 1,96

d = 0,1

P = 0,25

n = ??

n = N Z1-/2 P(1-P)
Nd+ Z1-/2 P(1-P)

= 7 (1,96) (0,25) (1-0,25) = 6,3799 6 sampel


7 (0,1)+(1,96)(0,25)(1-0,25)

Dari perhitungan didapat 6 sampel yang harus diperiksa, karena hanya

terdapat 7 pabrik utama, maka dapat diperiksa seluruhnya, yaitu 1 sampel

dari tiap pabrik.


66

Lampiran 3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Formaldehid

Spectrum: FORMALIN
Comment: Panjang gelombang max formalin
Threshold: 0.1000
Abscissa units: nm
Ordinate units: A

No. Abscissa Ordinate Type


-------------------------------------
1 412.73 0.6555 Peak
2 315.89 0.1874 Peak
3 311.93 1.3908 Peak
4 305.87 6.6468 Peak
1 321.36 -0.941 Base
2 314.25 -0.000 Base
3 309.27 -0.713

Date: 3/5/2010 Time: 2:05:05 PM

1.00

0.9

0.8 412.73

0.7

0.6

0.5
A

0.4


315.89
0.3

0.2

0.1

0.00
300.0 320 340 360 380 400
nm
420 440 460 480 500.0

Description: Panjang gelombang max formalin

Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\FORMALIN.SP Scan Speed: 240.00 nm/min

Date Created: Mon May 03 14:05:05 2010 Slit Width: 1.0000 nm

Instrument Model: Lambda 25 Smooth Bandwidth: 6.00 nm

Data Interval: 1.0000 nm

Gambar 7. Kurva absorbsi formaldehid dengan pereaksi nash


67

Lampiran 4. Skema bagan kerja

a. Skema bagan pembuatan larutan pereaksi

Larutan Pereaksi

Larutan Nash Larutan Asam Fosfat


10%

150 gram
Diukur asam fosfat
ammonium asetat
(85%) sebanyak 11,8
dilarutkan dengan
ml
700 ml air

Dimasukkan
Ditambah 3 ml asam
kedalam labu ukur
asetat glasial
100 ml dan di ad
dengan aquades
hingga tanda batas
2 ml asetil aseton

Ad dengan air
hingga 1000 ml
68

b. Skema Pembuatan larutan baku

Larutan Baku

Larutan baku induk Larutan baku kerja Larutan blanko


formaldehid 6
mg/ml
Dibuat larutan baku Dimasukkan 10ml air
konsentrasi 100 ppm + 5ml pereaksi Nash
Ditimbang 1,2 g 300 ppm dari larutan ke dalam tabung reaksi
(padatan) atau 1,1ml baku induk bertutup
(cairan) formalin

Dipanaskan dalam
Di ad kan dengan 1,7 ml di ad 100ml penangas air suhu
aquadest pada labu aquadest dalam labu 37oC selama 30 menit
ukur 200 hingga tanda 100ml (100 ppm)
batas

Setelah dingin
2,5 ml di ad 100ml dimasukkan kedalam
Kocok hingga aquadest dalam labu labu ukur 25ml secara
homogen 100ml (150 ppm) kuantitatif. Volume
ditepatkan hingga
batas tanda
3,3 ml di ad 100ml
aquadest dalam labu
100ml (200 ppm) Kocok hingga
homogen

4,2 ml di ad 100ml
aquadest dalam labu
100ml (250 ppm)

5 ml di ad 100ml
aquadest dalam labu
100ml (300 ppm)
69

c. Skema pembuatan tahu dengan penambahan formalin

Disortasi kemudian Kacang Kedelai


ditimbang kg
Dicuci berkali-kali
dengan air bersih

Direndam dengan air


bersih
Dicuci kembali dan
ditiriskan
Perbandingan air
dan kedelai yaitu Kacang kedelai
2:1 pada blender dihancurkan dengan
blender
Hasil blender berupa air
kedelai yang masih
berampas
Dimasak sampai
mengental

Disaring dangan
kain saring
Ampas dibuang

Hasil saringan
diendapkan dengan
batu tahu / CuSO4

Dicetak pada
Tahu cetakan tahu

Tahu dibagi 3
bagian

+ formalin + formalin + formalin


125 ppm 175 ppm 255 ppm
70

d. Skema pembuatan larutan tahu formalin

Tahu formalin Ditimbang tahu Dihancurkan hingga


sebanyak 10mg halus

Ditambahkan
formaldehid
konsentrasi 125 ppm

destilasi uap + 100 ml air dan 10 Dimasukkan


ml asam fosfat 10% kedalam labu
destilasi

Destilat ditampung Hasil destilat ditutup


kedalam erlenmeyer rapat dan kocok
100 ml yang telah homogen, perlakuan
berisi 10 ml air sama untuk konsentrasi
(ujung pendingin lainnya yaitu 175 dan
harus tercelup) 225 ppm.
71

e. Skema penentuan panjang gelombang maksimum

Dipipet sejumlah Dimasukkan Tambahkan air


larutan (1ml) kedalam tabung hingga volumenya
formaldehid dengan reaksi bertutup 10 ml dan 5 ml
kadar formaldehid pereaksi Nash
150 ppm

Panaskan dalam
penangas air pada
suhu 37C selama 30
menit

Setelah dingin
masukkan ke labu
Amati serapannya Kocok homogen ukur 25 ml +
pada panjang aquadest hingga
gelombang tanda batas
maksimum
72

f. Skema pembuatan kurva kalibrasi

Dipipet sejumlah Dimasukkan Tambahkan air


larutan (1ml) kedalam tabung hingga volumenya
formaldehid dengan reaksi bertutup 10 ml dan 5 ml
kadar formaldehid pereaksi Nash
100 ppm

Panaskan dalam
penangas air pada
suhu 37C selama 30
menit

Setelah dingin
masukkan ke labu
Amati serapannya Kocok homogen ukur 25 ml +
pada panjang aquadest hingga
gelombang tanda batas
maksimum

Lakukan hal yang


sama pada kadar
formaldehid 150
ppm, 200 ppm, 250
ppm, 300 ppm
73

g. Skema analisa sampel pasar secara kuantitatif

Analisa Kuntitatif

Ditimbang 10 g
sampel kedalam labu
destilasi

100 ml air dan 10 ml


asam fosfat 10%


Destilasi Uap

Destilat ditampung
kedalam labu ukur
100 ml yang telah
berisi 10 ml air
(ujung pendingin
harus tercelup)

Dipipet sejumlah
destilat dan Tambahkan air Panaskan dalam
dimasukkan kedalam hingga volumenya penangas air pada
tabung reaksi 10 ml dan 5 ml suhu 37oC selama 30
bertutup pereaksi Nash menit

Setelah dingin pindahkan


kedalam labu ukur 25 ml
Periksa dengan alat
secara kuantitatif dan
spektrofotometer
tepatkan volumenya
Uv-Vis
menggunakan air , kocok
hingga homogen
74

Lampiran 5. Sampel tahu pasar Ciputat

Bentuk : segi empat, besar

Warna : putih kekuningan

Kekenyalan : kenyal

Bau : tercium bau formaldehid

Kepadatan : padat keras

Sampel 1. Tahu TOP

Bentuk : segi empat, kecil

Warna : putih

Kekenyalan : kenyal

Bau : tercium bau kedelai

Kepadatan : padat

Sampel 2. Tahu JM

Bentuk : segi empat, besar

Warna : putih

Kekenyalan : kenyal

Bau : bau kedelai

Kepadatan : agak lembek

Sampel 3. Tahu NS
75

Bentuk : Segi empat, besar

Warna : Putih agak kekuningan

Kekenyalan : kenyal

Bau : tercium bau formaldehid

Kepadatan : sangat padat

Sampel 4. Tahu ARN

Bentuk : segi empat, besar

Warna : putih agak kekuningan

Kekenyalan : kurang kenyal

Bau : tercium bau formaldehid

Kepadatan : sangat padat

Sampel 5. Tahu BNS

Bentuk : segi tiga, kecil

Warna : coklat

Kekenyalan : kurang

Bau : bau tengik

Kepadatan : keras

Sampel 6. Tahu SS

Bentuk : segi empat, kecil

Warna : kuning tak merata

Kekenyalan : agak kenyal

Bau : tercium bau kedelai

Kepadatan : agak lembek

Sampel 7. Tahu DS

Gambar 8. Sampel tahu pasar


76

Lampiran 6. Pembuatan tahu simulasi

Kedelai Setelah direndam, diblender Diblender dengan air 2:1

Hasil blender dimasak Disaring dengan kain putih Hasil berupa susu kedelai

Ampas kedelai diperas Bubuk sioko dilarutkan air Dicampur kedalam susu kedelai
77

Proses penggumpalan Cetakan tahu dan kain putih Adonan tahu dituang

Tahu dicetak Kain dilipat dalam cetakan Diberi pemberat hingga mampat

Hasil tahu buatan

Gambar 9. Gambar pembuatan tahu simulasi


78

Lampiran 7. Proses analisis sampel

Sampel tahu dihaluskan sampel dimasukkan labu hasil destilat tahu

destilasi + air + as fosfat 10%

1ml destilat dalam tabung reaksi setelah ditambahkan preaksi nash

+ 9 ml aquadest (contoh sampel mengandung formaldehid)

Gambar 10. Gambar proses analisis sampel tahu pasar


79

Lampiran 8. Penetapan kadar formaldehid pada tahu pasar Ciputat

Tabel 4. Hasil uji penetapan kadar formaldehid pada tahu pasar Ciputat
Berat sampel Kadar Kadar
Sampel Absorbansi Kadar rata-rata
(gram) (ppm) (rata-rata)

10,003 0,3146 100,7812

Sampel 1 10,003 0,3510 112,1562 104,8749 104,8749

10,003 0,3175 101,6875

10,001 0,0279 11,1875

Sampel 2 10,001 0,0274 11,0312 11,2083 11,2083

10,001 0,0286 11,4062

10,008 0,0000 -
Dianggap
Sampel 3 10,008 0,0021 3,1250 -
tidak terdeteksi
10,008 0,0009 2,7500

10,003 0,6113 193,5000

Sampel 4 10,003 0,5918 187,4062 190,8021 190,8021

10,003 0,6049 191,5000

10,006 0,6334 200,4062

Sampel 5 10,006 0,6387 202,0625 201,9896 201,9896

10,006 0,6433 203,5000

10,001 0,0247 10,1875


Dianggap
Sampel 6 10,001 0,0230 9,6562 -
tidak terdeteksi
10,001 0,0291 11,5625

10,004 0,0021 3,1250


Dianggap
Sampel 7 10,004 0,0040 3,7187 -
tidak terdeteksi
10,004 0,0020 3,0937
80

Lampiran 9. Alat yang digunakan

Destilasi Uap Spektrofotometer Uv-Visible

Water bath / Penangas air

Blender & Cetakkan Tahu Alat-alat gelas Timbangan Analitik

Alumunium Foil Pipet Volume Vortex

Gambar 11. Gambar alat yang digunakan dalam proses analisis sampel
81

Lampiran 10. Uji Linearitas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi

Tabel 5. Hasil Data Uji Linearitas Larutan Standar Formaldehid

Konsentrasi (g/mL) Absorbansi (A)

100 0,3113

150 0,4523

200 0,6354

250 0,7937

300 0,9562

Keterangan :

Persamaan regresi : Y = 0,0032 x 0,0079

Koefisien korelasi (r) : 0,9992

Panjang gelombang : 412,73 nm


82

Lampiran 11. Data Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Tabel 6. Data penentuan batas deteksi, batas kuantitasi dan koefisien variasi
fungsi Formaldehid

Konsentrasi Absorbansi
y y y (y y)
g/ml(ppm) (A) / y

100 0,3113 0,3121 - 0,0008 0,00000064

150 0,4523 0,4721 - 0,0198 0,00039204

200 0,6354 0,6321 0,0033 0,00001089

250 0,7937 0,7921 0,0016 0,00000256

300 0,9562 0,9521 0,0041 0,00001681

Jumlah 0,00042294

S(y/x) = = = 0,00014098

S(y/x) = = = 0,011875

LOD = = = 11,1328 g/ml

LOQ = = = 37,1094 g/ml


83

Lampiran 12. Data Uji Kecermatan / Perolehan Kembali (Akurasi)

Tabel 7. Data uji perolehan kembali Formaldehid pada tahu simulasi

C Absorban C diperoleh UPK Rata-rata Rata-rata

(g/ml) (A) (g/ml) (%) UPK (%) UPKSD (%)

0,3876 123,59 98,87

125 0,3904 124,47 99,57 99,14

0,3880 123,72 98,97

0,5452 172,84 98,77

175 0,5443 172,56 98,61 98,59 98,69 0,4085

0,5423 172,22 98,41

0,6986 220,78 98,12

225 0,7024 221,96 98,65 98,36

0,6999 221,18 98,3

X = 98,69
84

Lampiran 13. Data Uji Keseksamaan (Presisi)

Tabel 8. Data uji keseksamaan pada tiga konsentrasi Formaldehid

Rata-rata
Absorban C UPK
C UPK
diperoleh (x x) ((x x))
(g/mL) (A) (g/mL) (%)
(%)

0,3876 123,59 98,87

125 0,3904 124,47 99,57 99,14 0,45 0,2025

0,3880 123,72 98,97

0,5452 172,84 98,77

175 0,5443 172,56 98,61 98,59 - 0,15 0,0225

0,5423 172,22 98,41

0,6986 220,78 98,12

225 0,7024 221,96 98,65 98,36 - 0,33 0,1089

0,6999 221,18 98,3

0,3339

SD = ( (x x )2 ) = 0,3339 = 0,16695 = 0,4086


n1 2

KV = SD x 100% = 0,4085 x 100% = 0,413922383% = 0,4139%


X 98,69

Anda mungkin juga menyukai