Anda di halaman 1dari 5

Tugas

Wawasan Kemaritiman
PROFIL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI
BELIEFS IN MATHEMATIC

OLEH:
NIAR RAHMAYATI ASNIL
G2I1 16 040
KELAS B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
PROFIL KEMAMPAUN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI
BELIEF IN MATHEMATICS

A. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai karakteristik tertentu bila


dibandingkan dengan disiplin-disiplin ilmu lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
matematika itu berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis
dengan penalaran yang bersifat deduktif. Karena matematika tersusun secara hirarkis, yang satu sama
lainnya berkaitan erat, maka untuk memahami konsep matematika perlu memperhatikan konsep-
konsep sebelumnya.
Hampir semua materi matematika di sekolah menengah pertama berorientasikan pada
numerik (angka). Akibatnya hampir semua penyajian konsep di sekolah menengah pertama selalu
terkait dengan manipulasi angka. Keadaan ini berakibat pada munculnya persepsi yang keliru, yakni
bahwa matematika identik dengan angka atau bilangan. Dalam pembelajaran tradisional, bilangan
dipandang sebagai objek yang dimanipulasi dibawah syarat tertentu. Kebanyakan siswa tidak
memahami bagaimana memaknai hasil perhitungan yang diperoleh. Banyak siswa yang merasa
kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita, yang harus menggunakan model matematika sebelum
sampai pada penyelesaian masalah yang diberikan (Kusumah, 2011).
Masalah matematika adalah soal matematika tidak rutin yang mencakup aplikasi prosedur
matematika. Untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam
dimana soal tersebut cukup kompleks sehingga siswa tidak mengetahui gambaran tentang jawaban
soal itu namun berkeinginan untuk menyelesaikannya. Disamping itu, masalah matematika harus
kompleks secara nalar namun dapat diselesaikan dan untuk menyelesaikannya sama sekali tidak
membutuhkan tingkat kemampuan matematika yang tinggi (Joseph, 2011). Dengan kata lain, masalah
berupa pertanyaan matematika yang solusinya tidak secara langsung dapat dilakukan oleh
pemecahnya, karena tidak memiliki sebuah algoritma untuk menghubungkan data dengan sesuatu
yang tidak diketahui atau sebuah proses yang secara otomatis menghubungkan data tersebut dengan
kesimpulannya. Oleh karena itu, dia harus mencari, menyelidiki, membuat kaitan, melibatkan
pengetahuannya, dan untuk memecahkannya (Callejo dan Vila, 2009).
Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan pendekatan pembelajaran
yang merangsang siswa untuk mau berpikir, menganalisa suatu permasalahan sehingga dapat
menentukan pemecahannya. Menurut Krulik and Rudnick (1980) dalam Carson (2007), pemecahan
masalah sebagai alat atau media sehingga seseorang individu menggunakan pengetahuan, ketrampilan
dan pemahaman yang diperoleh sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan situasi yang baru. Selain itu,
suatu tahapan dalam memecahkan masalah, yaitu (1) memahami masalah, (2) membuat rencana
pemecahan masalah, (3) melaksanakan pemecahan masalah, dan (4) memeriksa kembali hasil
pemecahan masalah yang diperoleh (Polya, 1973).
Kemampuan siswa dapat dilihat dari beberapa segi, seperti kemampuan kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Ketiga kemampuan tersebut tentu memiliki kontribusi yang berbeda pada
kehidupan siswa. Ketiga kemampuan itu pula merupakan komponen penting yang dapat membawa
siswa kemana minat siswa dimasa depan. Salah satu kemampuan afektif yang penting adalah beliefs
siswa terhadap matematika. Hal ini diungkapkan berdasarkan hasil penelitian Shoenfeld (1989), Mc
Leod (1992), dan Cobbs (1986) (Eleftherios & Theodosios, 2007:97) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara beliefs dengan kinerja matematika siswa, artinya hasil-hasil belajar siswa
berhubungan erat dengan beliefs siswa terhadap matematika.
Beliefs siswa menggambarkan keyakinan subjektif siswa, hal ini dilihat dari seberapa baik
siswa melakukan matematika dalam kehidupannya dan bagaimana peran individu dalam
mengembangkan keterampilan dan kompetensi matematika. Berdasarkan kinerja siswa yang diperoleh
sebelumnya, beliefs siswa mempengaruhi bagaimana fungsi siswa ketika berhadapan dengan masalah
matematika, dan bagaimana siswa memilih dan memutuskan sesuatu dalam hidupnya (OECD, 2013:
81). Beliefs dalam matematika menurut Schoenfeld (De Corte & Eynde, 2002: 96) dapat menentukan
bagaimana memilih satu pendekatan untuk menyelesaikan masalah, teknik yang akan digunakan atau
dihindari, berapa lama menyelesaikan masalah dan seberapa keras usaha yang dilakukan, dan
sebagainya.
Schoenfeld (Kaur, 1997:104) menyatakan bahwa sikap terhadap matematika dan keyakinan
tentang matematika mungkin memiliki efek yang penting pada bagaimana siswa mengelola
kemampuan kognitif mereka. Hal ini memperkuat pendapat bahwa beliefs siswa terhadap metematika
memiliki hubungan dengan kemampuan kognitif siswa. Matematika masih dianggap sebagai mata
pelajaran yang sulit bagi siswa. Anggapan tesebut merupakan beliefs siswa yang terbangun melalui
pengalaman yang mereka peroleh ketika belajar matematika. Greer, Verscaffel, dan De Corte
(Sugiman, 2010) menyatakan bahwa keyakinan seorang siswa dipengaruhi oleh faktor guru, buku
teks, strategi pembelajaran dan pemanfaatan masalah-masalah yang terdapat disekitar siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Spangler (1992:19) yang
menyatakan bahwa jenis pembelajaran matematika dapat memberikan pengalaman matematika yang
akan memperkaya keyakinan siswa tentang matematika.
Sebagai Negara kepulauan, Indonesia tentu saja memiliki kawasan pesisir yang terbentang
luas mengelilingi Indonesia. Hal tersebut juga membuat tidak sedikit masyarakat tinggal di daerah
pesisir dan bermata pencaharian sebagai nelayan. Masyarakat daerah pesisir umumnya dibagi menjadi
empat antara lain : 1. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata
pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut; 2. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul,
adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan; 3.
Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai
dalam kehidupan masyarakat pesisir; dan 4. Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan
pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh.
Indonesia juga dikenal sebagai pemilik kekayaan laut yang luar biasa. Tetapi sayangnya hal
itu tidak ditunjang dengan pendidikan yang baik. Masyarakat pesisir masih terbuai dengan kekayaan
laut yang melimpah. Bahkan bisa disebut dengan dimanjakan dengan hasil laut yang sebenarnya dapat
sewaktu-waktu habis apabila tidak dikelola dengan baik. Hal tersebut yang menjadi penghambat
perkembangan pendidikan di daerah pesisir khususnya masyarakat suku bajo. Mereka masih
beranggapan bahwa tanpa pendidikan mereka pun bisa hidup. Menurut mereka hanya dengan dapat
menangkap ikan sebanyak-banyaknya mereka bisa menjadi kaya. Jika masih dengan pemikiran yang
tradisional tersebut maka tidak memungkinkan pendidikan di daerah pesisir menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil penelitian Elisa (2013) bahwa pendidikan anak dalam perspektif
masyarakat nelayan suku Bajo adalah tidak begitu penting. Hal ini didominasi oleh kalangan orang
tua yang miskonsepsi (salah faham) dengan pendidikan yang menganggap bahwa tidak ada gunanya
menyekolahkan anak karena hanya menambah beban ekonomi dan mereka cukup diberi pendidikan di
rumah saja sehingga lebih baik untuk anak-anak tersebut membantu orang tua mencari nafkah di laut
karena bersekolah ujung-ujungnya untuk mencari gelar dan memperoleh penghasilan. Padahal
manfaat pendidikan secara jangka panjang, khususnya kemampuan pemecahan masalah, dapat
membantu mengangkat majunya perekonomian mereka karena secara tidak langsung dengan
kemampuan tersebut bisa menumbuhkan solusi atau bahkan inovasi yang lebih baik untuk
perekonomian.

B. Penelitian Yang Relevan

1. Kloosterman P. (2002) Beliefs About Mathematics and Mathematics Learning in the


Secondary School: Measurement and Implications for Motivation. In Mathematics Education
Library, vol 31. Springer, Dordrecht.
Students beliefs about mathematics and mathematics learning can have a substantial impact
on their interest in mathematics, their enjoyment of mathematics, and their motivation in
mathematics classes.
2. Isharyadi, Ratri (2015). Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual terhadap Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Beliefs Matematis Siswa SMP. S2 thesis, Universitas
Pendidikan Indonesia.
Beliefs matematis memberikan pengaruh terhadap pencapaian kemampuan pemecahan masalah
matematis

C. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang akan menngambarkan profil
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang hidup di pesisir ditinjau dari beliefs ini
mathematic. Sasaran subjek penelitian ini adalah siswa pada sekolah menengah pertama yang
mayoritas hidup dengan mata pencaharian di pesisir. Instrumen yang akan digunakan adalah
instrumen tes untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan juga
instrumen non-tes untuk mengetahui tingkat beliefs in mathematic siswa, serta wawancara
terstruktur. Analisis data dalam penelitian ini melalui proses: redukasi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan

Referensi

Callejo, ML dan Vila, A. 2009. Approach to Mathematical Problem Solving and Students Belief
System: Two Case Studies. Journal of Education Studies in Mathematics. 72 (1): 111-126.

De Corte, E., & Opt Eynde, P. (2002). Unraveling Students Belief Systems Relating To
Mathematics Learning and Problem Solving. In Proceedings of the International Conference
The Humanistic Renaissamce in Mathematics Education, hlm 96-101.

Eleftherios, K., & Theodosios, Z. (2007). Students Beliefs and Attitudes about Studying and
Learning Mathematics. Proceedings of the 31st Conference of the International Group for the
Psychology of Mathematics Education, 3, hlm 97-104. Kusumah, Y. S. 2011. Literasi
Matematis. Makalah pada Seminar Nasional, 26 November 2011, Universitas Lampung.

Elisa. 2013. Nelayan Suku Bajo. Kendari: Stain kendari

Joseph, YKK. 2011. An Exploratory Study of Primary Two Pupils Approach to Solve Word
Problems. Journal of Mathematics Education. 4 (1): 19-30.

OECD. (2013). PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics, Reading, Science,
Problem Solving and Financial Literacy. OECD Publishing.

Polya, G. 1973. How To Solve It (A New Aspect Of Mathematical Method). New Jersey: Priceton
University Press.

Spangler, D. A. (1992). Assessing Students' Beliefs about Mathematics. Arithmetic Teacher, 40, hlm
148-148.

Sugiman. (2010). Dampak Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Peningkatan Kemampuan


Pemecahan Masalah Dan Keyakinan Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Di Kota
Yogyakarta. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Anda mungkin juga menyukai