Anda di halaman 1dari 22

IMPLEMENTASI PEMBERIAN RESEP OBAT GENERIK

DI UNIT RAWAT JALAN RSUD WALED CIREBON

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
IBNU SUJONO
NPM :

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNGJATI
CIREBON
2012

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Problematika utama sehubungan dengan pemerataan akses pelayanan

kesehatan di indonesia ialah isu kemiskinan. Biaya kesehatan yang mahal yang

menyebabkan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati hak-

haknya di bidang kesehatan sulit diwujudkan. Namun karena hak atas kesehatan

merupakan hak dari setiap orang tanpa memandang statusnya maka negara negara

wajib merealisasikan untuk kepentingan warganya.

Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan semestinya dapat

memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat sehingga usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

dapat tercapai. Pelayanan bermutu merupakan isu yang paling kompleks dalam

dunia pelayanan kesehatan. Ruang lingkupnya sangat luas, mulai dari

kemungkinan derajat kesempurnaan teknik intervensi klinik, sampai pada

peranannya dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Salah satu aspek

tersebut adalah bahwa pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak dapat dipisahkan

dari obat. Oleh karena itu rumah sakit harus mempunyai unit yang berwenang

untuk mengatur dan mengelola segala hal yang berkaitan dengan obat

Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu

obat mesti tersedia dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan

2
berkualitas baik. Biaya obat dalam realitasnya merupakan bagian yang cukup

besar dari biaya intervensi medik secara keseluruhan1.

Untuk mendukung penyelenggaraan kesehatan yang terjangkau dan

berkualitas pemerintah mengeluarkan kebijakan pemakaian obat generik. Obat

generik menurut Permenkes No. HK. 02.02/Menkes/068/I/2010 adalah obat

dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat

berkhasiat yang dikandungnya. Sedangkan produk obat generiknya disebut obat

generik berlogo (OGB), yaitu obat jadi dengan nama generik yang diedarkan

dengan mencantumkan logo khusus pada penandaannya2.

Obat memiliki peran yang penting dalam menunjang kesehatan manusia,

obat juga bagian dari fungsi sosial untuk membantu menyembuhkan orang sakit

khususnya bagi konsumen kelas menengah kebawah. Sering dijumpai resep obat

dokter yang menggunakan obat paten dengan harga yang cukup tinggi, sehingga

tidak setiap orang dapat membelinya. Maka pemerintah mengeluarkan subsidi

anggaran guna memproduksi obat generik dengan harga terjangkau dan

berkualitas baik. Subsidi pemerintah ditujukan terutama guna pengadaan bahan

baku obat yang sebagian besar masih impor.

Dewasa ini di seluruh tanah air sedang digalakan penulisan resep obat

generik, guna menjamin kebutuhan masyarakat akan obat-obatan dengan harga

terjangkau dan berkualitas baik. Sementara itu obat generik lebih banyak

digunakan konsumen pelayanan umum dan belum dipercaya kalangan atas, karena

harga yang murah maka kualitasnya diragukan. Bila semua pihak terkait sadar dan
1
Balai POM RI. Pantauan Ketersediaan dan Harga Obat Generik Berlogo di Apotek.
(Jakarta : 2002)
2
Ketentuan Umum dalam Pasal 1 Permenkes No. HK. 02.02/Menkes/068/I/2010

3
peduli terhadap konsumen tidak mampu, obat itu ada segmentasi pasarnya. Untuk

pasien tidak mampu dapat diberikan obat generik, sedangkan pasien yang mampu

dapat ditawarkan obat paten (bermerek). Tetapi bila pasien menghendaki obat

dengan harga yang lebih murah, maka mereka juga dapat menggunakan obat

generik.

Menurut beberapa pendapat dari farmasi, dokter masih lebih banyak

menuliskan resep dengan obat nongenerik, penggunaan obat generik maksimal

hanya 32%, sedangkan di apotek pemerintah secara nasional, penggunaannya

kurang dari 50% atau sekitar 48%, padahal, obat yang tidak ada obat generiknya

hanya sebesar 10% dari obat yang beredar di apotek pemerintah. Dengan

demikian, seharusnya obat yang beredar ada generiknya.3

Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu

obat tersedia pada saat diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat

nyata dan berkualitas baik. Biaya obat dalam realitasnya merupakan bagian yang

cukup besar dari biaya intervensi medik secara keseluruhan 4. Obat generik

menurut Permenkes No. HK. 02.02/Menkes/068/I/2010 adalah obat dengan nama

resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang

dikandungnya. Sedangkan produk obat generiknya disebut obat generik berlogo

(OGB), yaitu obat jadi dengan nama generik yang diedarkan dengan

mencantumkan logo khusus pada penandaannya5.

3
www.kompas.com. Artikel Peraturan Resep Obat Generik. Jakarta : 2010
4
Balai POM RI. Pantauan Ketersediaan dan Harga Obat Generik Berlogo di Apotek.
(Jakarta : 2002)
5
Ketentuan Umum dalam Pasal 1 Permenkes No. HK. 02.02/Menkes/068/I/2010

4
Harga obat generik lebih murah karena harganya sudah ditetapkan oleh

pemerintah agar terjangkau oleh masyarakat. Sedangkan harga obat bermerek

(branded) ditetapkan sesuai dengan kebijakan perusahaan farmasi masing-masing.

Selain itu biaya promosi obat generik tidak sebesar obat bermerek, sehingga lebih

ekonomis.

Obat Generik adalah hak pasien. Hal ini berdasarkan pasal 5 UU no. 36

tahun 2009 tentang kesehatan yaitu diantaranya :6

1. Setiap orang orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas

sumber daya dibidang kesehatan

2. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang

aman, bermutu, dan terjangkau.

3. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan

sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

Dengan demikian pemberian obat generik merupakan salah satu hak dari

pasien yaitu dalam mendapatkan pelayanan obat yang bermutu dan terjangkau.

Ketika pasien merasa dirugikan, dokter sebagai penerima jasa pelayanan

kesehatan dari rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam

bidang keperawatan kesehatan. Maka dibutuhkan suatu perlindungan hukum,

perlindungan hukum bagi pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan. Dan

rumah sakit berkewajiban untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan sesuai

dengan ukuran atau standar perawatan kesehatan.

Berdasarkan deskripsi permasalahan sebagaimana diuraikan diatas, maka

penulis mempunyai ketertarikan untuk mengadakan penelitian yang hasilnya


6
Undang-undang No.36 tahun 2009 tenang kesehatan

5
ditulis dalam bentuk tesis dengan judul : IMPLEMENTASI KEWAJIBAN

PEMBERIAN RESEP OBAT GENERIK TERHADAP PASIEN DI UNIT

RAWAT JALAN RSUD WALED CIREBON.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi kewajiban peresepan obat generik terhadap pasien di

Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Waled Cirebon?

2. Bagaimanakah konsekuensi hukum terhadap dokter yang melanggar

kewajiban meresepkan obat generik di Rawat Jalan Rumah Sakit Umum

Daerah Waled Cirebon?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pola rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin

dicapai pada penelitian ini adalah:


1.3.1 Untuk mengetahui implementasi kewajiban pemberian obat generik

terhadap pasien di Unit Rawat Jalan RSUD Waled Cirebon.


1.3.2 Untuk mengetahui konsekuensi hukum yang dapat diberikan kepada

dokter yang melanggar kewajiban meresepkan obat generik di Unit

Rawat Jalan RSUD Waled.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum pada umumnya dan hukum

kesehatan pada khususnya terutama dalam perlindungan hukum bagi pasien

dan pelaksanaan pelayanan kesehatan dari rumah sakit.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

sumbangan pemikiran bagi para pihak dalam pelaksanaan kewajiban

memberikan resep obat generik di Rumah Sakit Umum Daerah Waled

Cirebon.

1.5. Kerangka Pemikiran

Hukum kesehatan dalam pelayanan kesehatan masyarakat adalah

merupakan salah satu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan

kemasyarakatan maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya ia

ditentukan oleh sejarah sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan

tersebut. Sebagaimana diperlihatkan pada zaman sekarang ini, kepastian

hubungan sebab akibat antara setiap aspek tersebut dan perkembangan hukum itu

sendiri, satu sama lain karena sejumlah besar faktor kemasyarakatan ini bekerja

secara bersamaan.

Perkembangan hukum dan kesehatan dapat dilihat dari perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya hukum harus bisa

membiasakan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut,

dari abad ke abad kehidupan manusia sering mengalami perubahan yang sangat

7
cepat demikian halnya dengan kesehatan memasuki zaman modern sekarang

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan begitu cepat berdampak

pada perubahan kondisi sosial masyarakat serta peran serta hukum dalam

mengatur kehidupan masyarakat.

Semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan antara

lain disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan

kesehatan, meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia untuk

memperoleh pelayanan kesehatan, pertumbuhan yang sangat cepat dibidang ilmu

teknologi kedokteran dihubungkan dengan kemungkinan penanganan secara lebih

luas dan mendalam terhadap manusia, adanya spesialisasi dan pembagian kerja

yang telah membuat pelayanan kesehatan itu lebih merupakan kerjasama dengan

pertanggungjawaban di antara meningkatnya pembentukan lembaga pelayanan

kesehatan.

Dengan demikian, adanya gejala seperti itulah yang mendorong orang

untuk berusaha menemukan dasar yuridis bagi pelayanan kesehatan. Lagi pula,

perbuatan yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan itu sebenarnya

juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan

hukum, walaupun hal tesebut seringkali tidak di sadari oleh para pelaksana

pelayanan kesehatan pada saat dilakukan perbuatan yang bersangkutan. Pelayanan

kesehatan itu sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas profesional

di bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi

juga meliputi misalnya lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya,

pembiayaannya, pengelolaannya, tindakan pencegahan umum dan penerangan.

8
Pemahaman tentang timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan

perorangan atau individual yang disebut pelayanan medik, dasar hukum hubungan

pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak dalam pelayanan medik dan

resiko dalam pelayanan medik.

Timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan medik dapat dipahami, jika

pengertian pelayanan kesehatan, prinsip pemberian bantuan dalam pelayanan

kesehatan, tujuan pemberian pelayanan kesehatan dapat dipahami sebagai

memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si pasien. Dalam hal ini

antara hubungan hukum yang terjadi antara pelayanan kesehatan didalamnya ada

dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berkompeten, sehingga terciptanya

hubungan hukum yang akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian.

Pelayanan kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan dalam pasal 52 ayat (1) mengatakan bahwa pelayanan

kesehatan terdiri atas : Pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan

masyarakat. Sangat jelas dalam undang-undang mengatur hal tersebut merujuk

dari pasal tersebut dalam pasal selanjutnya yaitu dalam pasal 53 ayat (2) lebih

tegas juga mengatakan bahwa Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu

kelompok dan masyarakat, hal ini sangat jelas bahwa dalam keadaan

bagaimanapun tenaga kesehatan harus mendahulukan pertolongan dan

keselamatan jiwa pasien. Pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang No. 36

Tahun 2009 seperti dalam penjelasan diatas bahwa dalam memberikan pelayanan

kesehatan baik itu perorangan maupun masyarakat sangat dijamin dalam Undang-

9
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam beberapa pasal sangat jelas

ditegaskan bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka pemerintah

mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mencapai

Indonesia yang sehat.

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah baik itu berupa

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan obat, jasa pelayanan

kesehatan itu sendiri. Fasilitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

pemerintah dalam upaya menjamin kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan

kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas : Pelayanan kesehatan

perorangan, pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan

dilaksanakan oleh praktek dokter atau tenaga kesehatan yang dibantu oleh

pemerintah baik daerah maupun swasta. Dalam pelayanan kesehatan perorangan

ini harus tetap mendapat izin dari pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No.

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, seperti yang termaktub di dalam Pasal 30 ayat

(1), (2), dan (3), yaitu : 1. Pasal 30 ayat (1) : Fasilitas pelayanan kesehatan,

menurut jenis pelayanannya terdiri : a. Pelayanan kesehatan perorangan, dan b.

Pelayanan kesehatan masyarakat. 2. Pasal 30 ayat (2) Fasilitas pelayanan

kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. Pelayanan kesehatan

tingkat pertama, b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan c. Pelayanan

kesehatan tingkat ketiga. 3. Pasal 30 ayat (3) Fasilitas pelayanan kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak pemerintah,

pemerintah daerah dan swasta. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan

akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan dibidang kesehatan,

10
dalam hal demikian fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan pelayanan

kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih

dahulu, dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun

pemerintah wajib untuk melayani pasien tanpa memandang siapa pasien tersebut,

hal ini dalam undang-undang melarang bagi siapa saja yang terlibat dalam

pelayanan kesehatan menyia-nyiakan pasien dalam keadaan darurat untuk

menolak pasien atau meminta uang muka sebagai jaminan.

Pelayanan kesehatan adalah kegiatan dengan melakukan pendekatan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam pelayanan kesehatan

perorangan sesuai dengan pasal 30 ayat (1) adalah ditujukan untuk

menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan dan keluarga.

Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan

masyarakat. Pelayanan kesehatan ini adalah mendahulukan pertolongan

keselamatan nyawa pasien dibandingkan kepentingan lainnya. Penyelenggaraan

pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggungjawab, aman, bermutu serta

merata dan nondiskriminatif, dalam hal ini pemerintah sangat bertanggung jawab

atas pelayanan kesehatan, serta menjamin standar mutu pelayanan kesehatan.

Dengan demikian sangat jelaslah bahwa dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan

pemerintah sangat peduli dengan adanya ketentuan-ketentuan yang berlaku

menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sehingga hak

pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan tersebut dapat dilindungi.

11
Praktek kedokteran tentang pelanggaran etika kedokteran dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 merupakan pedoman bagi

praktek para dokter dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 02.02/MENKES/068/I/2010 yang mewajibkan penulisan resep obat generik

pada pasien dalam layanan kesehatan pemerintah.

Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan.

Mengingat obat merupakan komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan,

peningkatan pemanfaatan obat generik akan memperluas akses terhadap

pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Di kalangan masyarakat istilah obat biasanya dikenal dalam berbagai

pengelompokkan seperti : obat paten, obat generik, obat tradisional/jamu, obat

keras, narkotika, obat dengan resep, obat tanpa resep, obat racikan, obat cina dan

istilah obat lainnya misalnya yang berkaitan dengan harga misalnya istilah obat

murah dan obat mahal. Pengertian obat paten atau dalam kamus obat dikenal

dengan nama spesialite adalah obat milik suatu perusahaan dengan nama yang

khas dilindungi hukum, yaitu merek terdaftar atau proprietary name. Sedangkan

yang dimaksud dengan obat generik adalah nama obat sesuai dengan kandungan

zat berkhasiat obat tersebut. Sebagai contoh : Asam Mefenamat (nama/obat

generik) terdapat dalam obat paten seperti Ponstan, Mefinal, Pondex, Topgesic

dan masih banyak lagi. Begitu juga dengan Amoxycillin (nama/obat generik)

terdapat dalam nama obat paten seperti Amoxsan, Kalmoxillin, Kimoxil, dan juga

masih banyak lagi nama obat paten dengan kandungan yang sama.

12
Walaupun berisikan kandungan zat berkhasiat dengan nama

generik/official yang sama namun setiap obat paten mempunyai harga yang

berbeda-beda dari pabrik yang memproduksinya. Perbedaan harga tersebut

umumnya terkait dengan faktor-faktor pembuatan obat tersebut dari mulai jenis

bahan baku yang digunakan, alat-alat produknya, biaya produksi, mutu

pengujiannya, cara pengemasan sampai dengan promosi pemasarannya. Semua

faktor tersebut kemudian dihitung serinci mungkin sehingga diperoleh harga netto

dari pabrik yang selanjutnya dijual dalam jumlah besar kepada para pedagang

besar farmasi (PBF)/distributor. Apotek kemudian membeli obat tersebut sebagai

harga netto untuk apotek (HNA) yang selanjutnya dijual kepada konsumen

dengan harga yang berbeda-beda tergantung masing-masing apotek menetapkan

faktor harga jual apotek (HJA) nya. Perbedaan harga yang sampai ke konsumen

ini masih mendapat toleransi dari pemerintah pada range faktor harga

penjualan/harga eceran tertinggi (HET) tertentu.

Jumlah item obat di Indonesia itu sendiri sampai saat ini sudah mencapai

lebih dari 5.000 macam obat, baik itu obat paten maupun obat generik sehingga

hampir dipastikan, setiap apotek tidak mungkin menyediakan seluruh item obat

tersebut secara lengkap, hal ini dikarenakan tidak semua obat tersebut digunakan

oleh pasien atau bahkan distributor tidak menyediakan karena memang sebagian

besar obat memang tidak pernah ditulis oleh dokter dan tidak pernah dipesan oleh

apotek. Keadaan ini perlu dipahami oleh pasien bahkan juga oleh dokter penulis

resep, mengingat ada kasus seorang pasien yang membawa resep dari dokter,

merasa putus asa untuk mencari obat tersebut di seluruh apotek. Setelah ditelusuri

13
ternyata dokter penulis resep menuliskan obat berdasarkan pengalamannya bahwa

banyak tersedia obat tersebut, tanpa memberikan alternatif lainnya jika obat

tersebut tidak tersedia sehingga pasien tidak merasa dipersulit untuk mencari

alternatif penyembuhan untuk diri atau keluarganya.

Kasus di atas merupakan salah satu dari peristiwa yang berhubungan

dengan hak pasien atas obat. Hal ini karena seharusnya pasien berhak

mendapatkan obat yang diinginkannya sesuai resep dokter. Namun pasien juga

berhak atas penggantian obat apabila memang obat tersebut tidak tersedia di

apotek dengan jalan berkonsultasi kepada dokter atau apoteker di apotek.

Penggantian obat secara ilmiah tidak menyalahi aspek pengobatan karena apabila

obat pengganti mempunyai hubungan dan komposisi zat berkhasiat yang sama

maka obat tersebut juga memiliki khasiat/indikasi yang sama pula dengan obat

sebelumnya. Kemanjuarn obat menurut ilmu farmakologi biasanya terkait dengan

aspek farmasi yang disebut dengan tingkat bioavailabilitas (ketersediaan hayati)

obat. Maksudnya adalah obat dinyatakan telah manjur apabila telah dilakukan

pengujian dengan sediaan hayati dan melalui tes sediaan, obat tersebut telah layak

dikonsumsi oleh konsumen. Pasien berhak mengetahui aspek seperti ini agar saat

memperoleh kesempatan mengkonsumsi obat, pasien tidak kebingungan dan

terpaku pada obat di satu pabrik saja. Pasien dalam hal ini berhak menentukan

obat yang akan digunakan termasuk juga berhak memperoleh informasi tentang

khasiat, efek samping, kontraindikasi, alternatif obat lainnya bahkan harga obat.

Hak pasien atas obat sebenarnya merupakan kewajiban pasien untuk

melindungi dirinya sendiri, mengingat sediaan obat tidak bisa disamakan dengan

14
sediaan konsumtif lainnya. Konsep dasar obat dari dulu hingga sekarang tetaplah

sama yaitu obat adalah racun. Sifatnya yang bisa menyembuhkan dan mengurangi

sakit hanya terjadi apabila seseorang mengalami gangguan pada fungsi anatomi

dan fisiologinya. Pada orang yang sehat, obat sama sekali tidak berguna bahkan

cenderung merusak organ tubuh yang lainnya seperti ginjal dan hati. Begitu juga

apabila cara pengobatannya tidak tepat atau dalam istilah farmasi tidak rasional,

maka obat tidak akan menyembuhkan penyakit tetapi justru memperoleh penyakit

yang ada dan bahkan akan menimbulkan penyakit baru bagi dirinya. Dengan

demikian bagi pasien tidak ada kata lain untuk wajib mematuhi prosedur

pengobatan yang telah dianjurkan oleh petugas medis yang mengetahui tentang

rasionalitas pengobatan. Namun tentunya pasien harus kritis dan tanggap apabila

ada yang memaksa melakukan pengobatan atau berobat dengan produk pabrik

tertentu. Walaupun secara indikasi tepat dan manjur, namun bisa dipastikan

harganya akan menjadi tidak normal karena biasanya petugas medis yang

menggunakan satu produk pabrik saja akan terlibat aspek promosi untuk

memasarkan produk tersebut dan apabila ini terjadi faktor harga menjadi aspek

penting dalam rasionalitas pengobatan.

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Implementasi Pemberian Obat Generik Terhadap


Pasien di Rawat Jalan RSUD Waled Cirebon

15
Kewajiban
Peresepan Obat PASIEN
Generitk

1. Undang-Undang Nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
2. Undang-Undang Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-undang 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit
4. Permenkes Nomor HK
02.02/MENKES/068/I/2010

IMPLEMENTASI
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

SANKSI HUKUM

1.6 Metode penelitian

1.6.1 Obyek Penelitian

16
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Waled

Kabupaten Cirebon. Di dalam penelitian ini adalah total populasi dokter yang

melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan medik di instalasi

rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Waled Kabupaten Cirebon.

1.6.2. Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

empiris, yaitu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah

penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu, untuk kemudian

dilanjutkan dengan mengadakan penelitian primer di lapangan. Penelitian ini

didukung dengan penelitian kepustakaan, yaitu meneliti data-data sekunder.

Faktor yuridisnya, adalah seperangkat aturan-aturan diantaranya Undang-Undang

No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan maupun Undang-Undang No. 29 Tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran pada khususnya, Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban

Pemberian Obat Generik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah.

Sedangkan faktor empirisnya, adalah dokter dan manajemen RSUD Waled

Kabupaten Cirebon selaku pihak yang terkait dalam pelaksanaan persetujuan

tindakan medis ini.

1.6.3. Jenis Penelitian

17
Berdasarkan pada permasalahan yang diambil, maka spesifikasi penelitian

yang digunakan adalah deskriptif analitis. Bersifat deskriptif, karena penelitian ini

dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan

menyeluruh mengenai segala sesuatu yang diteliti. Sedangkan analitis, berarti

mengelompokkan, menghubungkan dan memberi makna terhadap data yang

berkaitan dengan impelemetasi Permenkes tentang kewajiban pemberian obat

generik di rawat jalan RSUD Waled Cirebon. Analisis dari data yang diperoleh

diharapkan dapat memberikan jawaban dari permasalahan dalam tesis ini.

1.7. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dipilih di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Waled

Cirebon sebagai rumah sakit milik pemerintah. Pemelihan lokasi tersebut karena

satu-satunya rumah sakit yang terbesar di Kabupaten Cirebon dan menjadi

rujukan dari rumah sakit lainnya.

1.8. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah :

a. Instrumen utama adalah peneliti sendiri.

b. Instrumen pembantu adalah buku catatan, alat perekam, data dan fakta.

1.9 Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama di

lapangan melalui penelitian, yaitu meliputi wawancara dengan beberapa pihak

18
terkait, seperti wawancara dengan dokter, ketua komite medik dan pihak

manjemen rumah sakit.

Data sekunder yang yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat seperti Sumber-

sumber hukum nasional yang berkaitan dengan pengaturan kewenangan

kewajiban pemberian obat generik.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang

bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau risalah perundang-undangan

yang kaitannya dengan kewajiban pemberian resep obat generik.

3. Bahan hukum tersier yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai

bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain :

a. Ensiklopedia Indonesia.

b. Kamus Hukum.

c. Kamus Bahasa Inggris Indonesia.

d. Berbagai majalah atau jurnal hukum.

1.10. Metode Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini memperhatian pada data primer dan sekunder,

maka pengumpulan data ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan

studi dokumen. Di dalam pengumpulan data, sebanyak mungkin data yang

diperoleh dan dikumpulkan diusahakan mengenai masalah-masalah yang

berhubungan dengan penelitian ini.

Data atau sumber sekunder berupa data penulisan resep obat, maka

pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan, mengkaji dan mengolah

19
secara sistematis bahan-bahan kepustakaan serta dokumen-dokumen yang

berkaitan. Data selanjutnya dalam penelitian kepustakaan ini asas-asas, konsepsi-

konsepsi, pandangan-pandangan, doktrin-doktrin hukum serta isi kaidah hukum

diperoleh melalui dua referensi utama yaitu :

a) Bersifat umum, terdiri dari buku-buku, teks, ensiklopedia.

b) Bersifat khusus terdiri dari data penulisan obat generik, laporan hasil

penelitian, majalah maupun jurnal penelitian ini memusatkan penelitian pada

data sekunder, maka pengumpulan data ditempuh dengan melakukan

penelitian kepustakaan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber pertama

dan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kepustakaan.7

1.11. Analisis Data dan Validitas Data

Data dianalisis dengan menggunakan Traingulasi data, yaitu teknik

pemeriksaan data yang memanfaatkan data yang lain yang sesuai diluar data itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang

diperoleh. Menurut Sudarwan Danim8 adalah melakukan pengumpulan data untuk

membuka peluang untuk menguji bagaimana peristiwa dialami oleh kelompok

yang berbeda dari orang-orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula.

Tujuan triangulasi ialah mengecek kebenaran data tertentu dengan

membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase

penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan, dan dengan menggunakan

7
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UII Press. 1986, Hal. 12.
8
Sudarwan Danim. Menjadi Peneliti Kualitatif. CV. Pustaka Setia. Bandung, 2002, hal.

20
metode yang berlainan. Triangulasi tidak sekedar menilai kebenaran data, tetapi

juga menyelidiki validitas data, oleh karena itu triangulasi bersifat selektif.

Dengan prinsip Snow balling, maka pilihan sumber informasi dalam perolehan

data berakhir apabila tidak ada lagi indikasi muncul informasi baru.9 Validitas

data. Data yang terkumpul dilakukan pengecekan dengan Triangulasi, yaitu

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu lain di luar data untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding.10 Teknik Triangulasi yang

digunakan adalah Triangulasi Sumber, Patton dalam Qualitative Data Analysis: A

Sourcebook of New Methods, sebagaimana yang dikutip oleh Lexi Moleong11

yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal

ini dapat dicapai dengan jalan :

Membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara.

Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakan secara pribadi.

Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakan orang sepanjang waktu.

Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan

menengah, tinggi, orang berada, orang pemerintahan.

Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

9
Sanafiah Failsa, Penelitian Kualitatif Dasar-dasar dan Aplikasi, YA3, Malang, 1990, hal. 44.
10
S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Kualitatif. Tarsito Bandung, hal. 32.
11
Lexi Moleong, 1995, Log. Cit, hal. 178.

21
Dengan penggunaan triangulasi sumber, diharapkan informasi yang

diperoleh dapat dicross check sehingga akurasinya dapat diuji. Dengan melakukan

penelitian analisis budaya, model dalam metode analisis data dalam penelitian ini

merupakan model interaktif yang meliputi empat tahap pengumpulan data, tahap

reduksi data, tahap pengujian data dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.

22

Anda mungkin juga menyukai