Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronchiale
Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronchiale
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
maupun jangka panjang pada dasarnya mengarah kepada pencapaian kemampuan untuk
hidup sehat dan produktif bagi setiap warga negara agar dapat terwujud derajat kesehatan
yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional kita.
Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan tersebut, telah disusun suatu sistem
kesehatan nasional melalui rencana pembangunan lima tahunan bidang kesehatan sebagai sub
sistem dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK). Sebagai
wujud nyata dari hasil pembangunan bidang kesehatan khususnya bidang pengamatan
penyakit selama lima tahun terakhir angka kesakitan sepuluh penyakit terbesar adalah
termasuk infeksi saluran pernafasan dari penyakit infeksi saluran pernafasan tersebut
Asma yang merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hypersentifitas cabang-
reversibel. Perubahan patologis yang menyebabkan penyempitan jalan nafas ini oleh karena
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini tentang Askep Asma Bronchiale
Untuk membatasi pembahasan makalah penulis hanya menjelaskan tentang Askep Asma
bronchiale
D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
d. Dapat mengevaluasi hasil keperawatan yang telah diberikan pada pasien asma bronchiale.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronchus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan luas jalan napas dan
derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. (The
bersifat reversible disertai dengan berkurangnya aliran udara dan wheezing. (J. Purnawan,
1997 ; 208).
Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan bronchus reversible,
dipisahkan oleh masa dimana ventilasi mendekati keadaan normal. (Sylvia AP, 1992 ; hal.
147).
2. Etiologi
Dari kategori asma, maka penyebab dari penyakit asma dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Asma ekstrensik atau alergik, disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini biasanya
ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakit atopik dengan demam jerami, eksema,
dermatitis dan asma sendiri. Asma ini disebabkan oleh kepekaan individu terhadap alergen.
b. Asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor yang jelas. Faktor faktor yang
c. Asma campuran, yang mana terdiri dari komponen-komponen asma ekstrensik dan intrinsik.
3. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronchus dan terdiri dari
Mobilisasi sekret pada lumen dihambat oleh penyempitan saluran udara dan
mengelupasnya sel epitel bersilia, yang dalam keadaan normal membantu membersihkan
mukus.
Salah satu sel yang memegang peranan penting pada patogenesis asma ialah sel mast.
Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergen, infeksi, exercise, dan
lain-lain. Sel ini akan mengalami degranulasi dan mengeluarkan bermacam-macam mediator
misalnya histamin, bradikinin, enzim-enzim dan peroksidase. Selain mast, sel basofil dan
sel plasma/sel pembentuk antibodi lainnya untuk menghasilkan antibodi reagenik (Ig E).
selanjutnya Ig E akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel
mast. Sel mast yang demikian disebut sel mast yang tersensitasi. Alergen tersebut akan
menempel pada sel mast yang tersensitasi dan kemudian akan terjadi degradasi dinding dan
degranulasi sel mast. Mediator dapat bereaksi langsung dengan reseptor di mukosa bronchus
sehingga menurunkan siklik AMP (Adenosin Mono Fosfat) kemudian terjadi bronkokontriksi.
Permeabilitas epitel dapat juga meningkat karena infeksi, asap rokok dengan
peningkatan aktivitas reseptor iritan. Mediator dapat pula meninggikan permeabilitas dinding
kapiler sehingga Ig E dan leukosit masuk ke dalam jaringan ikat bronkus, terjadi reaksi type
III pada leukosit (reaksi kompleks antigen antibodi) kemudian terjadi kerusakan leukosit,
lisosom keluar, kerusakan jaringan setempat dan pengeluaran prostaglandin serta mediator
Ujung syaraf vagus merupakan reseptor batuk dan reseptor taktil (iritan) yang dapat
terangsang oleh mediator, peradangan setempat dan pencetus bukan alergen lainnya sehingga
Terjadinya obstruksi bronchus dapat dimulai dari aktivitas biologik pada mediator sel
Jika ada pencetus terjadilah peningkatan tahanan saluran nafas yang cepat dalam 10
tahanan saluran nafas. Fase cepat ini kemungkinan besar melalui kerja histamin terdapat otot
nafas yang menghebat maksimum setelah 6 8 jam. Reaksi ini tergantung pada Ig E yang
biasanya berhubungan dengan pengumpulan netrofil 4 8 jam setelah rangsangan. Reaksi ini
juga berhubungan dengan reaktivasi sel mast. Lekotrin, prostaglandin dan tromboksan
mungkin juga mempunyai peranan pada reaksi ini karena mediator ini menyebabkan
kontraksi otot polos bronchus yang lama dan oedema sub mukosa.
Mediator PAF (Platelet Activating Factor) yang dihasilkan oleh sel mast, basofil dan
makrofag dapat menyebabkan hipertropi otot polos dan kerusakan mukosa bronchus. PAF
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak nafas dan mengi (wheezing) dan pada
sebagian penderita disertai rasa nyeri di dada. Pada waktu serangan penderita bernafas cepat
dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu
a. Tingkat Pertama, yaitu penderita asma yang secara klinis normal, tanpa kelainan
pemeriksaan fisis maupun kelainan pemeriksaan fungsi parunya. Pada penderita ini timbul
b. Tingkat kedua, yaitu penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan
c. Tingkat ketiga, adalah penderita asma tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisis maupun
pemeriksaan fungsi paru menunjukkan tanda obstruksi jalan nafas. penderita ini sudah
sembuh dari serangan asmanya, tetapi bila tidak meneruskan pengobatannya akan mudah
d. Tingkat keempat, adalah penderita yang mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.
Pada pemeriksaan fisis maupun pemeriksaan spirometri dan ditemukan tanda-tanda obstruksi
jalan nafas. penderita tingkat ini terbagi atas beberapa tingkat atau derajat.
Keadaan Klinis/Kemampuan
Derajat Aktivitas Jasmani
I A Dapat bekerja dengan agak susah, tidur kadang-
kadang terganggu.
B Dapat bekerja dengan susah payah, tidur seringkali
terganggu.
Pada serangan asma yang berat gejala-gejala yang timbul makin banyak antara lain:
2). Cianosis
7). Takikardia
e. Tingkat kelima, adalah status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma acut yang berat bersifat refrakter sementara, terhadap pengobatan yang diberikan/lasim
Diluar serangan tidak ada gejala asma, fungsi paru tanpa provokasi tetap normal.
Penderita jarang jatuh kedalam status asmatikus dan pengobatannya jarang memerlukan
kortikosteroid.
b) Kegiatan jasmani
c) Lingkungan pekerjaan
Demikian beratnya asma sehingga penderita segera mencari pertolongan. Bila serangan
dapat diatasi dengan obat-obatan adrenergik beta dan teofilin, disebut status asmatikus.
Pada pasien ini sering dijumpai gejala-gejala obstruksi jalan nafas, sehingga diperlukan
c. Asma berat, penderita tidak dapat berbicara lagi karena terlalu sesak.
5. Pemeriksaan Diagnosis
Umumnya diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti
sebagai berikut :
Peningkatan FEV, atau FVC sebanyak > 20% menunjukkan diagnosis asma.
b. Tes provokasi, untuk menunjukkan hyperaktivitas bronchus. Penurunan FEV, sebesar 20%
c. Pemeriksaan test kulit, untuk menunjukkan adanya antibodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
Test ini hanya menyokong anamnesis, karena alergen yang menunjukkan test kulit positif (+)
tidak selalu merupakan penyebab asma, sedangkan hasil negatif (-) tidak selalu berarti tidak
d. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik untuk menyokong adanya penyakit atopi.
e. Pemeriksaan radiologi (foto thoraks), dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses
Pada keadaan tersebut dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik.
g. Pemeriksaan eosinofil dalam darah, dapat membantu membedakan asma dengan bronchitis
kronik. Pada penderita asma jumlah eosinofil dalam darah biasanya meningkat.
h. Pemeriksaan sputum, untuk melihat adanya eosinofil dan meselium Aspergilus Fumigatus.
6. Penatalaksanaan
Jenis obat yang diberikan tergantuna kepada riwayat pengobatan sebelumnya serta derajat
berat penyakit.
adrenergik beta banyak dipilih karena bekerja cepat terutama aerosol. Bila obat golongan
adrenergik beta tidak memberikan hasil yang memuaskan dapat ditambah teofilin oral dengan
dosis 4 mg.kg BB/kali dan apabila hal ini masih belum menolong dapat ditambah prednison
Pada penderita asma acut dan status asmatikus, tindakan yang segera dilakukan adalah
Pada penderita dengan gagal nafas harus segera dirawat di ruang intensif karena
3.) Aminofilin 5 6 mg/kg BB, IV (dosis awal) dan 0,5 0,9 mg/kg BB/jam (dosis
pemeliharaan).
4.) Kortikosteroid, hidrokortison 4 mg/kg.BB IV atau Dexamethason 10 20 mg.
mungkin. Selain itu perlu disertai penyuluhan dan pendidikan, baik terhadap penderita
Selain itu tidak kalah pentingnya adalah menghindari faktor pencetus serangan asma.
oterapi : Terutama mengajarkan cara bernafas efektif yang berguna pada serangan akut,
1. Pengkajian Keperawatan
Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda : Keletihan
Gelisah, insomnia
Sirkulasi
Integritas Ego
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah
Berkeringat
Pernafasan
Perkusi : hyperresonan (jebakan udara), pekak pada area paru (cairan, mukosa).
Keamanan
Adanya/berulangnya infeksi
Kemerahan/berkeringat
KLASIFIKASI DATA
Data Subyektif Data Obyektif
- Klien mengeluh sesak nafas dan batuk
- Klien nampak sesak nafas dan
ANALISA DATA
berlendir. nafas
DO : nafas
No. Data Etiologi Problem
x/menit.
efektif
2.
Proses penyakit
DS : Kecemasan.
- Klien menyatakan sakit
Kurang pengetahuan klien
yang dideritanya berat.
DO :
kitnya. Cemas
cemas.
cepat sembuh.
3.
Peningkatan frekuensi nafas
DS : Gangguan peme-
No. Data Etiologi Problem
tidur. dur.
keringat.
Pasien terjaga
4
Resiko terjadinya
infeksi.
Peningkatan sekresi lendir
DS :
- Klien mengeluh susah
sekret terakumulasi di jalan
mengeluarkan dahak.
nafas
DO :
- Klien sesak nafas dan
Mukus adalah media yang
batuk berlendir.
cocok untuk
perkembangbiakan bakteri
No. Data Etiologi Problem
sekret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, spasme bronchus.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja
6. Gangguan pemenuhan istrahat tidur berhubungan dengan sesak napas dan batuk
oksigen,kelemahan
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit yang
dideritanya.
11. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
12. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernapasan dan
2. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
sekret.
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif tanpa adanya sumbatan pada jalan nafas
Intervensi :
Rasional : Tacipnea biasanya pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
kronis.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode
akut.
Rasional : Batuk sebagai variabel adanya sumbatan jalan nafas bagian bawah.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, spasme bronchus.
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dan bebas gejala distress
pernafasan.
Intervensi :
Rasional : Sekret adalah penyebab utama gangguan pertukaran gas pada jalan
nafas kecil.
f) Palpasi fremitus
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,
Intervensi :
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama dari
nafsu makan.
f) Kolaborasi dengan ahli gizi/pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna.
kebutuhan individu.
nutrisi.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja
- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
a) Observasi demam
paru.
e) Batasi pengunjung
Intervensi :
6. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
Kriteria : Klien dapat tidur dengan tenang, istirahat tidur 6-8 jam sehari.
Intervensi :
b) Batas aktivitas.
7. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan
Intervensi:
berjalan, membungkuk).
Rasional : Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan
b) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum
Rasional : Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun
Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga diri dan
Intervensi :
selanjutnya.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan
dirasakan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan
kebutuhan oksigen
Tujuan: klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri setelah dilakukan tindakan
Intevensi :
c) Berikan dukungan pada klien dalam melakukan latihan secara teratur, seperti: berjalan
d) Diskusikan dengan klien untuk rencana pengembangan latihan berdasarkan status fungsi
dasar
Rasional: untuk memberikan terapiyang sesuai pada status pasien saat ini
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
a) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Rasional : Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan
peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien
tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan
ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki
kualitas hidup.
kelompok.
Rasional : Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan
mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
11. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Intervensi :
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan
Tujuan : Mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit elastis,
membrane mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan, output urine :
Intervensi:
c) Setelah fase akut, anjurkan penderita untuk minum 3-8 gelas / hari, tergantung usia dan berat
badan
3. Tindakan Keperawatan
4. Evaluasi
3. Bebas infeksi/komplikasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya respon trakhea
dan bronhus terhadap berbagai alergen yang menyebabkan terjadinya penyempitan jalan
nafas.
2. Faktor predisposisi asma bronchiale adalah adanya riwayat keluarga yang pernah menderita,
pola hidup yang buruk, serta berbagai alergen yang berada di sekitar tempat tinggal atau di
lingkungan kerja.
3. Gejala spesifiknya berupa sesak nafas, batuk dan adanya bunyi nafas tambahan (wheezing).
5. Secara umum tampak adanya beberapa perbedaan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus.
Hal ini disebabkan karena klien sudah pernah mendapatkan pengobatan dan perawatan secara
intensif sebelumnya serta respon tiap individu yang berbeda-beda terhadap asma bronchiale.
B. Saran-Saran
1. Untuk tenaga keperawatan, bahwa dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien,
tindakan yang tepat adalah mengurangi penderitaan yang dirasakan oleh klien.
2. Untuk klien, diharapkan untuk memahami bahwa proses penyakit membutuhkan waktu
memenuhi kebutuhan klien sehingga terbina kerjasama dan saling percaya antara