TESIS
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Program
Studi Geofisika Reservoar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr.rer.nat. Abdul Haris, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
(2) pihak JOB Pertamina-Medco Tomori yang telah banyak membantu dalam
usaha memperoleh data yang saya perlukan;
(3) pihak Seismic Geodata Processing, Geoscience Services Division, PT. Elnusa
Tbk. yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini;
(4) orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(5) sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Penulis
iv
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
ABSTRAK
Tidak seperti metoda tomografi pada umumnya, pada penelitian ini model
kecepatan akan ditentukan dengan metode tomografi gelombang normal incidence
point (NIP), dimana traveltime digunakan berasal dari proses common reflection
surface (CRS) stack dalam bentuk kinematic wavefield attributes atau attribut
CRS. Inversi traveltime tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa penjalaran balik
gelombang NIP akan fokus ketika traveltime pada reflektor. Dengan
demikian, model kecepatan yang konsisten (distribusi kecepatan yang smooth dan
secara horizontal tidak homogen) akan diperoleh ketika kondisi tersebut
terpenuhi untuk setiap picked set dari kuantitas traveltime, wavefield attribute,
dan zero-offset (ZO) emergence location.
Kata kunci:
CRS-stack, attribut CRS, inversi tomografi gelombang NIP, transformasi Dix,
model based tomography, pre-stack depth migration
vi
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
ABSTRACT
In this thesis, velocity models are determined which is makes use of traveltime
information derived from common reflection surface (CRS) stack processes in the
form of kinematic wavefield attributes (CRS attributes). Traveltime inversion is
done by an assumption that the back-propagated normal incidence point (NIP)
wave focuses at traveltime at the reflector. Thus, a consistent velocity
model (a smooth velocity distribution and not horizontally homogeneous) is found
when these conditions is fulfilled for each picked set of the quantities traveltime,
wavefield attributes, and zero-offset (ZO) emergence location
A velocity model from NIP wave tomography inversion and then used for the
PSDM purpose. Depth image resulted by NIP wave tomography inversion will be
compared to the results of depth image obtained through the application of Dix
transformation and model-based tomography. The comparison showed that
velocity model resulted by NIP wave tomography inversion suited to be an initial
velocity model, especially for geological complex structures.
Keywords:
CRS-stack, CRS attributes, NIP wave tomography inversion, model based
tomography, pre-stack depth migration.
vii
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.i
HALAMAN PENYATAAN ORISNALITAS..ii
HALAMAN PENGESAHAN......iii
KATA PENGANTAR..iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.v
ABSTRAKvi
DAFTAR ISI...viii
BABI. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Lingkup Dan Permasalahan 3
1.3. Tujuan Penelitian................ 3
1.4. Metode Penelitian....... 4
1.5. Sitematika Tesis.. 6
DAFTAR ACUAN.............................................................................. 55
viii
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
2
Dengan memanfaatkan hal tersebut di atas, maka pada penelitian ini akan
dibahas mengenai estimasi model kecepatan dan struktur bawah permukaan
tanpa adanya proses interpretasi (picking reflector envents dalam domain
time-migrated) dengan mengaplikasikan inversi tomografi gelombang NIP.
Estimasi ini menggunakan traveltime dalam bentuk kinematic wavefield
attributes, yaitu koefisien-koefisien orde ke-dua dari persamaan untuk
pendekatan traveltime dalam koordinat midpoint dan half-offset yang
diekstrak dari prestack data seismik menggunakan CRS-stack.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
3
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
4
Data seismik yang akan dijadikan input untuk proses CRS adalah data seismik
yang sudah terkoreksi di basic seismic processing dan sudah melewati proses
preconditioning menggunakan software Geovecteur yang diterbitkan CGG-
Veritas. Kemudian CRS-stack diperoleh dengan memproses data seismik
tersebut menggunakan software yang diterbitkan oleh konsorsium Wave
Inversion Technology (WIT) yang menggunakan algoritma (Mann, 2002).
Selanjutnya attribut CRS yang diperoleh di-smoothing untuk menghindari
kehadiran outlier dan kemudian di-pick secara otomatis menggunakan
algoritma (Kluver dan Mann, 2005). Terakhir, model kecepatan diperoleh
melaui inversi tomografi gelombang NIP dengan menggunakan algoritma
Duveneck, 2004.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
5
NIP Wave
Model Based Tomography
Tomography
Kecepatan Interval
Kecepatan Interval domain kedalaman
domain kedalaman
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
6
Bab I, pada bagian ini dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, lingkup
dan batasan permasalahan, tujuan penelitian dan metode penelitian.
Bab II, pada bagian ini di paparkan mengenai teori dasar yang menjadi acuan
penelitian, yaitu ulasan teori dasar CRS-stack yang dititk beratkan kepada
inversi tomografi gelombang NIP, model based tomography dan migrasi
Kirchhoff.
Bab III, bagian ini berisi mengenai aplikasi inversi tomografi gelombang NIP,
transformasi Dix dan model based tomography sehingga diperoleh model
kecepatan untuk masing-masing metoda tesebut. Kemudian masing-masing
model kecepatan tersebut digunakan untuk proses PSDM.
Bab IV, pada bagian berisi mengenai analisa dan pembahasan mengenai
model kecepatan dan image PSDM yang diperoleh melalui inversi tomografi
gelombang NIP serta perbandinganya terhadap masing-masing model
kecepatan dan image PSDM yang dihasilkan oleh transformasi Dix dan model
based tomography.
Bab V, berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian dan saran mengenai model
kecepatan dan image PSDM yang diperoleh melalui inversi tomografi
gelombang NIP.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
BAB II
INVERSI TOMOGRAFI ATTRIBUT CRS
(2.1.)
dimana , dan masing-masing merupakan koordinat midpoint
dan half-offset yang dinyatakan dalam koordinat geopon , dan sumber, ,
. Nilai optimal dari ketiga parameter tersebut ditentukan secara otomatis dan
independen untuk setiap sampel zero-offset pada saat proses CRS-stack dilakukan.
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
8
(gambar 2.1.b). Gelombang ini secara lokal normal terhadap elemen reflektor di
bawah permukaan yang dikenal sebagi gelombang normal (N). Untuk kuantitas
Gambar 2.1. Ilustrasi teorema gelombang NIP yang menyatakan bahwa orde
kedua pada domain koordiant offset, maka traveltime sinar paraxial (S-NIP-R)
sebanding dengan traveltime sinar non-Snell (S-PIP-R). (Nils A. Mler, 2007).
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
9
(2.2)
(2.3)
persamaan di atas ini identik dengan persamaan yang publikasikan oleh Mann et
al. (1999) dan Jger et al. (2001) apabila dan , dimana
dan masing-masing adalah jari-jari dari kelengkungan muka gelombang
gelombang normal dan NIP. Kuantitas , dan disebut sebagai kinematic
wavield attribute yang digunakan untuk menentukan bentuk dari operator CRS.
Jika kita substitusikan dan , maka diperoleh
(2.4)
(a) (b)
Gambar 2.2. Ilustrasi attribut CRS. (a) Gelombang NIP yang berasal dari sebuah
sumber titik NIP dengan jari-jari kelengkungan RNIP. (b) Gelombang normal
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
10
(2.5)
(2.6)
Dalam satu CMP gather ini, kurva refleksi hanya berupa fungsi dari offset ( )
saja, hal tersebut dikarenakan parameter yang lainnya untuk
setiap sampel zero-offset (ZO) adalah tidak berubah, sehingga bisa dianggap
sebagai konstanta. Maka kinematic wavield attribute dan dapat
dihunbungkan dengan kecepatan normal move out (vNMO) sebagai berikut:
(2.7)
Ekstraksi attribut CRS (, RNIP dan RN) dari data pre-stack digunakan untuk
merekonstruksi operator CRS berdasarkan persamaan (2.4). Proses stacking
dilakukan sepanjang operator CRS tanpa melalui proses flattening terlebih dahulu
sehingga tidak akan menimbulkan dispersi (perubahan frekuensi) pada sinyal
akibat flattening atau NMO stretch (Perroud dan Tygel, 2004). Proses stacking ini
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
11
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
12
elemen inversi tersebut, skema inversi untuk menghasilkan elemen model yang
optimal dan regularisasi yang dipergunakan untuk menjadikan skema inversi lebih
stabil.
Elemen data
Data-data yang diperlukan untuk melakukan inversi tomografi ini semuanya
didapatkan dari ZO CRS-stack. Secara umum hipotesa Gelombang NIP yang
diasosiasikan dengan sampel zero-offset pada event-event refleksi dikarakterisasi
oleh normal ray traveltime sebagai berikut:
(2.9)
- jari-jari kelengkungan gelombang NIP yang dinyatakan dalam turunan
waktu tempuh terhadap spasial orde ke-dua
(2.10)
- posisinya di permukaan
Keempat karakteristik normal ray seperti digambarkan oleh gambar 2.3. dijadikan
sebagai data space dan direpresentasikan sebagai,
dengan (2.11)
Gambar 2.3. Definisi data dan komponen model untuk inverse tomografi, dimana
sinar normal merambat dari titik NIP (x, z) pada reflektor ke permukaan .
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
13
Parameter Model
Distribusi kecepatan dibawah bawah permukaan adalah model yang akan dihitung
dengan inversi ini (gambar 2.3). Model kecepatan dinyatakan oleh B-spline
sebagai:
(2.12)
diamana nx dan nz masing-masing adalah jumlah grid atau knot dalam arah sumbu
horizontal x dan vertikal z, vjk adalah parameter model kecepatan yang akan
ditentukan. Untuk menghitung model kecepatan ini, sebelumnya kita harus
menentukan terlebih dahulu posisi NIP awal yang akan digunakan sebagai posisi
awal untuk melakukan ray tracing ke arah permukaan. Parameter yang digunakan
untuk menentukan posisi NIP awal ini adalah dan . Parameter model
secara lengkap dinyatakn dengan:
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
14
(2.13)
dengan ,
(2.14)
(2.15)
Hubungan antara model kecepatan m(v), model NIP m(NIP) dan elemen data d
diilustrasikan oleh gambar 2.3.
Fungsi Model
Fungsi model diperlukan untuk menghubungkan antara parameter model
(persamaan 2.13) dengan elemen data (persamaan 2.11). Fungsi model ini berguna
untuk memprediksi atau mengkalkulasi elemen data f(m) dari parameter model m
yang kita miliki melalui suatu proses yang disebut forward modeling. Proses
forward modeling ini dilakukan dengan melakukan ray tracing dari lokasi NIP ke
permukaan seperti diperlihatkan oleh gambar 2.3. Kinematic ray tracing
Skema inversi
Skema inversi yang dipergunakan adalah dengan melakukan minimalisasi selisih
atau misfit atau norm L2 berbobot antara elemen data d dengan elemen data hasil
forward modeling f(m). Ukuran misfit ini dinyatakan oleh fungsi objektif atau cost
function (Tarantola, 1987),
(2.16)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
15
Untuk stabilisasi solusi inversi, maka diperlukan suatu aplikasi model yang
smooth (minimum second spatial derivatives) sebagai additional constraint (bukan
pada model update ( ), melainkan pada kecepatan , sehingga persamaan matrik
dibawa kepada bentuk :
(2.17)
Persamaan di atas tersebut menghubungkan antara vektor perturbasi model dan
(2.18)
Bentuk matriks pada persamaan 2.18 disebut matriks turunan Frchet yang
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
16
(2.19)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
17
(2.20)
adalah cost function setelah iterasi.
Iterasi selanjutnya dimulai dari langkah 3 dengan model yang baru. Iterasi
ini berhenti apabila maksimum iterasi sudah tercapai atau cost function
sudah turun dibawah nilai sfesifik tertentu. Semua langkah-langkah
inverse dilakukan secara otomatis kecuali untuk langkah 1.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
19
Model baru
Evaluasi
cost function,
dan
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
20
Gambar 2.5. Ilustrasi rekontruksi raypath dengan model based tomography untuk
meng-update kecepatan formasi dan interface depth (Dan Kosloff, 1999)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
21
(2.21)
Suatu CRP ray pair berawal dari atas suatu reflektor ketika mengabaikan Hukum
Snellius, dan mencapai permukaan pada suatu offset tertentu (gambar 2.9),
dan adalah sudut dari sisi kiri dan kanan rays terhadap vertikal. Konversi dari
depth error ke dalam time error bisa menggunakan conventional time
tomography.
(2.22)
dimana adalah vektor kolom dari suatu model updates pada nodes
dari update mesh untuk suatu formasi, adalah vektor dari time yang
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
22
dikonversi ke depth errors pada seluruh CRP dan offset, adalah vector
kalkulasi perubahan time error yang yang dihasilkan dari model perturbation
. adalah variansi data dan adalah variansi model. N dan M adalah
data space dan model space.
Gambar 2.7. Offset migrated gather dan CRP yang berkorespondensi. (Dan
Kosloff, 1999)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
23
Gambar 2.8. Uncorrelated (kiri) dan correlated (kanan) CRP. (Dan Kosloff, 1999)
Gambar 2.9. Ilustrasi penjalaran ray pada CRP. (Dan Kosloff, 1999)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
24
Gambar 2.10. Skema penjumlahan data sampel pada migrasi Kirchhoff (Paradigm
Online Help)
Formulasi dari migrasi Kirchhoff yang digambarkan sebagai suatu solusi dari
pendekatan integral pada wave equation, secara explisit menunjukan mengenai
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
25
bagaimana kontribusi setiap input trace terhadap suatu penyelesaian image yang
lengkap adalah sebagai berikut:
(2.23)
dimana adalah lokasi image, adalah lokasi shot, adalah lokasi receiver,
dan adalah traveltime dari lokasi shot dan receiver, adalah fungsi
pembobotan, adalah wavefield yang direkam, dan adalah fungsi delta
Dirac.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
26
Gambar 2.11. Raypath dari lokasi source dan receiver, digunakan untuk
menghitung traveltime untuk migrasi Kirchhoff. Dalam beberapa kasus tertent,
incidence dan reflection angles dapat digunakan untuk menghitung subsurface
opening angles atau geological dip (John Etgen at al., 2009).
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
27
Gambar 2.12. Ilustrasi time dan depth migration. Pada migrasi domain kedalam,
migrasi dilakukan menggunakan kecepatan interval yang memperhitungkan
adanya pembelokan sinar, sedangkan pada migrasi domain waktu, migrasi
dilakukan menggunakan kecepatan RMS yang tidak memperhitungkan adanya
pembelokan sinar. (Husni, 2009)
Distance Distance
Time
Time
Difraction Migrated
Gambar 2.13. Skema penjumlahan data sampel pada hiperbola, diman nilai-nilai
data di sepanjang kurva difraksi dan menempatkan hasilnya pada titik difraksi.
(Yilmaz, 2001)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
BAB III
APLIKASI INVERSI TOMOGRAFI ATTRIBUT CRS
Pada bagian ini akan dibahas mengenai aplikasi inversi tomografi gelombang NIP,
transformasi Dix, dan model based tomography pada data seismik laut 2D untuk
mendapatkan model kecepatannya masing-masing. Selanjutnya masing-masing
model kecepatan tersebut digunakan untuk proses PSDM, dimana data seismik
tersebut memiliki parameter akuisisi sebagai berikut:
- Record length 8000 ms - Interval geophone 12.5 m
- Sampling interval 1 ms - Interval CMP 6.25 m
- Jumlah fold coverage 120 - Near offset 137 m
- Jumlah Channel 280 - Far offset 3637 m
- Interval shotpoint 12.5 m
27
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
28
CMP Gather
Setelah Preconditioning
CMP stacking
(Vstack)
CS/CR search
(Penentuan RNIP)
Gambar 3.1. Diagram alir proses CRS-stack. Output attribut CRS tersebut
nantinya merupakan input proses inversi tomografi gelombang NIP.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
29
CDP NO.
Time
(ms)
CDP NO.
Time
(ms)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
30
CDP NO.
Time
(ms)
Gambar 3.4. RNIP section. RNIP minimum 0 m ditunjukan oleh warna hijau, dan
untuk RNIP maksimum 55000 m ditunjukan oleh warna merah muda.
CDP NO.
Time
(ms)
Gambar 3.5. section. Sudut yang dihasilkan berkisar dari -45o hingga 45o
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
31
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
32
CMP Gather
Setelah Preconditioning
CRSStack
Analisa
Elemen Tomografi
Picking otomatis
NIP Wave
Tomography
Kecepatan Interval
domain kedalaman
PSDM
Kirchhoff
PSDM Stack
Gambar 3.6. Diagram alir PSDM menggunakan kecepatan interval hasil inversi
tomografi gelombang NIP.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
33
CDP NO.
Time
(ms)
Gambar 3.7. Overlay hasil picking otomatis (titik-titik berwarna merah) dengan
CRS-stack-nya.
Gambar 3.8. Elemen data o hasil picking otomatis (titik-titik berwarna biru) yang
diplot terhadap CMP.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
34
Gambar 3.9. Elemen data M() hasil picking otomatis (titik-titik berwarna biru)
yang diplot terhadap CMP.
Gambar 3.10. Elemen data p() hasil picking otomatis (titik-titik berwarna biru)
yang diplot terhadap CMP.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
35
Output dari inversi tomografi gelombang NIP terbaik, yaitu model kecepatan
interval (gambar 3.17.-3.20.), elemen model hasil forward modeling iterasi
(gambar 3.11.-3.13.), dan misfit iterasi (gambar 3.14.-3.16.) untuk masing-masing
elemen diperoleh setelah 27 iterasi. Selanjutnya model kecepatan tersebut di
reformat ke dalam format segy untuk input PSDM.
Gambar 3.11. Elemen model o hasil forward modeling (titik-titik berwarna biru)
yang diplot terhadap CMP.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
36
()
Gambar 3.12. Elemen model M hasil forward modeling (titik-titik berwarna
biru) yang diplot terhadap CMP.
()
Gambar 3.13. Elemen model p hasil forward modeling (titik-titik berwarna
biru) yang diplot terhadap CMP.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
37
Gambar 3.14. Misfit untuk elemen o (titik-titik berwarna biru) yang diplot
terhadap CMP.
()
Gambar 3.15. Misfit untuk elemen M (titik-titik berwarna biru) yang diplot
terhadap CMP.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
38
()
Gambar 3.16. Misfit untuk elemen p (titik-titik berwarna biru) yang diplot
terhadap CMP.
CDP NO.
Depth
(m)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
39
CDP NO.
Depth
(m)
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 3.19. Model kecepatan hasil iterasi 15. Kecepatan minimum diperoleh
sebesar 1500 m/s (warna ungu), dan kecepatan maksimumnya sebesar 5400 m/s
(warna merah)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
40
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 3.20. Model kecepatan hasil iterasi 27. Kecepatan minimum diperoleh
sebesar 1500 m/s (warna ungu), dan kecepatan maksimumnya sebesar 5400 m/s
(warna merah)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
41
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 3.21. Model kecepatan hasil inversi tomografi gelombang NIP. Model
kecepatan untuk zona data berada pada kisaran 1800 m/s hingga 5200 m/s
CDP NO.
Depth
(m)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
42
Transformasi
Dix
Kecepatan Interval
domain kedalaman
PSDM Kirchhoff
PSDM Stack
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
43
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 3.24. Model kecepatan hasil transformasi Dix. Model kecepatan untuk
zona data berada pada kisaran 1800 m/s hingga 5600 m/s
CDP NO.
Depth
(m)
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
44
Coherency Inversion
Kecepatan Interval
domain kedalaman
PSDM Kirchhoff
Model Based
Tomography
Kecepatan Interval
domain kedalaman
PSDM Kirchhoff
Stack PSDM
Gambar 3.26. Diagram alir PSDM menggunakan kecepatan interval hasil model
based tomography.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
45
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 3.27. Model kecepatan hasil model based tomography. Model kecepatan
untuk zona data berada pada kisaran 1800 m/s hingga 5100 m/s
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 3.28. Stack hasil migrasi dengan kecepatan model based tomography.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang penulis lakukan,
yaitu mengenai aplikasi tiga model kecepatan untuk pre-stack depth migration.
Pembahasan akan dititkberatkan kepada aplikasi serta hasil dari inverse tomografi
gelombang NIP yang akan dibandingkan terhadap hasil dari transformasi dix
(metoda yang cukup simpel untuk membangun model awal atau inisial PSDM)
serta terhadap hasi dari model based tomography (metoda yang sudah umum
digunakan dengan validitas yang sudah teruji)
Untuk attribute yang lainnya, yaitu dan RNIP bisa dipastikan sudah cukup
optimal dan repersentatif, karena untuk proses CRS ini, optimasi ketiga attribute
tersebut di-guide dengan kecepatan stack hasil dari basic processing.
46
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
47
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 4.1. Overlay antara model kecepatan hasil inversi tomografi gelombang
NIP dengan stack migrasinya.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
48
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 4.2. Overlay antara model kecepatan hasil transformasi Dix dengan stack
migrasinya.
CDP NO.
Depth
(m)
Gambar 4.3. Overlay antara model kecepatan model based tomography dengan
stack migrasinya.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
49
Kecepatan interval untuk model low angle thurst fault (elips berwarna hitam pada
gambar 4.1.) berkisar antara 4500-5200 m/s pada foot wall block dan hanging wall
block-nya. Hasil sembelance-nya (gambar 4.4) menunjukan bahwa; trend
sembelance maksimum berada disekitar nol, yang artinya event refleksi pada
depth gather sudah relatif flat yang menunjukan bahwa model kecepatan di
sekitar thrust fault tersebut sudah bagus. Hal tersebut juga bersesuaian dengan
hasil yang diperoleh pada model based tomography (gambar 4.6) dan informasi
geologi, dimana formasi tersebut batuannya adalah carbonat.
Dari hasil secara keseluruhan trend dari model kecepatan ini cukup
merepresentasikan struktur geologi bwah permukaan. Kecuali untuk zona antara
foot wall block dan hanging wall block (elips berwarna biru pada gambar 4.2.1.)
kecepatan intervalnya berkisar sekitar 4000 m/s, tentu saja kecepatan tersebut
terlalu tinggi untuk litologi yang relatif shaly. Hal tersbut kemungkinan
dikarenakan pemilihan spasi grid, terutama dari x-knot yang mengaruskan lebih
rapat lagi.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
50
Gambar 4.4. Depth gather, sembelance dan stack hasil migrasi dengan kecepatan
inversi tomografi gelombang NIP.
Gambar 3.5. Depth gather, sembelance dan stack hasil migrasi dengan kecepatan
transformasi Dix .
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
51
Gambar 3.6. Depth gather, sembelance dan stack hasil migrasi dengan kecepatan
model based tomography.
Dari stack hasil PSDM dan sembelance dari depth gather (gambar 3.4., 3.5., dan
3.6.) menunjukan bahwa walaupun tidak dilakukannya iterasi migrasi, model
kececepatan hasil dari inversi tomografi gelombang NIP cukup baik
merepresentasikan model geologi dari struktur low angle thrust fault, baik
dibandingkan dengan hasil transformasi Dix maupun model based tomography.
Hal tersebut dikarenakan apabila dibandingkan dengan metoda konvensional
dimana rekonstruksi traveltime hanya bergantung variable kecepatan, sedangkan
pada metoda CRS rekonstruksi traveltime melibatkan variabel kinematic
wavefield attribute (, RN dan RNIP)
Pada kasus ini jika melihat hasil dari gambar 3.4. dan gambar 3.5. sebagai model
inisial, maka model kececepatan hasil dari inversi tomografi gelombang NIP
mampu menghasilkan depth image yang lebih baik dibandingkan dengan hasil
transformasi Dix yang biasa digunakan untuk membangun model kecepatan
inisial. Hasil depth imaging dengan transformasi Dix ini tidak mampu
menghasilkan image struktur yang representatif untuk model struktur low angle
thrust fault yang dikarenakan formulasi Dix ini dibuat dengan asumsi bahwa
reflektor atau struktur di bawah permukaan relatif flat atau datar.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
52
Sebagai model kecepatan yang sifatnya final, apabila kita bandingkan antara depth
image hasil inversi tomografi gelombang NIP dengan depth image hasil model
based tomography yang notabenenya mampu menghasilkan image yang
mendekati benar dan bagus, maka adanya smile pada image hasil inversi
tomografi gelombang NIP (elips berwarna biru pada gambar 4.2.1) dan juga
formasi karbonat target (elips berwarna hijau pada gambar 4.2.1.) yang memiliki
posisi lebih dalam dibandingkan dengan image hasil model based tomography,
menunjukan adanya aplikasi kecepatan yang terlalu tinggi, baik pada formasi body
karbonat itu sendiri, mupun di atas formasi karbonat tersebut. Berbeda dengan
depth image hasil model based tomography yang lebih baik dibandingkan dengan
hasil dari inversi tomografi gelombang NIP. Hal tersebut dikarenakan untuk
menghasilkan model kecepatan, pada model based tomography melibatkan tiga
kali analisa kecepatan dan iterasi migrasi, yaitu pertama-tama model inisial di
bangun dengan aplikasi coherency inversion, yang ke-dua dan ke-tiga adalah
aplikasi refinement velocity analysis. Sehingga kecepatan yang dihasilkan pun
tepat serta memiliki akurasi yang tinggi. Sedangkan untuk model kecepatan hasil
inversi tomografi gelombang NIP tidak melibatkan iterasi migrasi.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Meskipun tidak dikombinasi dengan iterasi migrasi, model kecepatan yang
dihasilkan melalui inversi tomografi gelombang NIP cukup baik mendeteksi dan
mendeskripsikan adanya reef di zona shallow yang ditunjukan oleh anomali
kecepatan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 2800 m/s seperti halnya gambarkan
oleh model keceptan hasil transformasi Dix dan model based tomography.
Selain itu juga, model kecepatan hasil inversi tomografi gelombang NIP cukup
baik mendeteksi dan mendeskripsikan adanya model geologi low angle thurst
fault dari suatu litologi karbonat, yaitu di tunjukan dengan keceptan 4500-5200
pada foot wall block dan hanging wall block-nya serta hasil depth gather dan
sembelance-nya yang sudah cukup flat dan mendekati nol. Hal tersebut
bersesuaian dengan model kecepatan hasil model based tomography bahkan dari
sembelace serta PSDM stack yang dihasilkannya, hasil migrasi dengan
menggunakan model kecepatan inversi tomografi gelombang NIP menghasilkan
image low angle thurst fault yang lebih baik dibandingkan dengan hasil migrasi
oleh model kecepatan hasil model based tomography dan transformasi Dix
(kecepatnya berkisar 3500-4000 m/s).
Dari hasil migrasi secara keseluruhan setelah dibandingkan dengan hasil migrasi
model based tomography dan transformasi Dix menunjukan bahwa, model
kecepatan hasil inversi tomografi gelombang NIP cocok untuk dijadikan sebagai
model kecepatan inisial, terutama apabila struktur geologinya relatif komplek.
Untuk menjadikannya sebagai model kecepatan yang bersifat final, hasil inversi
tomografi gelombang NIP tersebut belum optimal secara menyeluruh, hal tersebut
dikarenakan masih diperlukannya keterlibatann iterasi migrasi.
53
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
54
5.2. Saran
Untuk mendapatkan model kecepatan yang optimal secara menyeluruh,
diperlukan juga penerapan konsep iterasi pada inversi tomografi gelombang NIP
ini, sehingga menghasilkan residual attribute CRS untuk optimasi model
kecepatan yang dihasilkan.
Universitas Indonesia
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011
DAFTAR ACUAN
55
Migrasi pre-stack..., Moh. Nurohman Krisnayadi, Program Studi Ilmu Fisika, 2011