Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses korosi pada logam merupakan salah satu masalah utama yang dialami oleh
kelompok kelompok industry maju. Diperkirakan bahwa di negara Amerika Serikat saja
biaya tahunan untuk korosi mencapai sepuluh milyar dollar. Korosi atau bisa disebut juga
dengan pengkaratan merupakan suatu peristiwa kerusakan atau penurunan mutu dari suatu
bahan logam yang disebabkan karena terjadinya reaksi antara logam dan lingkungan. Proses
korosi logam berlangsung secara elektrokimia yang pada prosesnya terjadi secara simultan di
anoda dan katoda yang membentuk rangkaian arus listrik tertutup. Dengan seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan, ditemukanlah caracara yang dapat digunakan untuk
mencegah korosi. Contohnya adalah dengan pelapisan permukaan logam, perlindungan
katodik, penambahan inhibitor korosi, dan lain lain. Pada makalah kali ini yang akan
dibahas lebih lanjut adalah metode penambahan inhibitor korosi. Pengertian dari inhibitor
korosi adalah suatu zat yang apabila ditambahkan dalam jumlah sedikit ke dalam lingkungan
akan menurunkan serangan korosi lingkungan terhadap logam. Pada umumnya inhibitor
korosi berasal dari senyawa senyawa organic dan anorganik yang mengandung gugus-
gugus yang memiliki pasangan electron bebas, seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin,
imidazolin dan senyawasenyawa amina. Tapi pada kenyataannya bahan kimia sintesis ini
merupakan bahan kimia yang berbahaya dan tidak ramah lingkungan. Maka dari itu
pemakaian inhibtor yang berbahan organik dan bio-degradable bisa menjadi solusi atas
permasalahan tersebut untuk melindungi besi/baja dari serangan korosi. Untuk itu
penggunaan inhibitor yang aman, mudah didapatkan, biaya murah dan ramah lingkungan
sekarang ini sangatlah diperlukan. Pada makalah ini akan dibandingkan efektifitas inhibitor
organic dari teh rosella dan tembakau serta tingkat penuruan laju korosinya.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan korosi?
2. Reaksi kimia apakah yang terjadi pada baja saat korosi?
3. Bagaimana tembakau dan teh rosella dapat melindungi baja dari korosi?
4. Seberapa besar pengaruh tembakau dan teh rosella terhadap korosi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dan proses kimia dari korosi
2. Mengetahui bagaimana cara tembakau dan teh rosella dapat melindungi baja dari korosi
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh tembakau dan teh rosella terhadap laju korosi baja
1.4 Batasan masalah
1. Pengertian korosi, penyebabnya, dan reaksi kimia yang terjadi
2. Reaksi kimia pada korosi
3. Penggunaan tembakau dan teh rosella pada besi
http://www.academia.edu/7646302/MAKALAH_KIMIA_LANJUT

KOROSI
1. Pengertian Korosi
Korosi atau perkaratan berasal dari bahasa latin Corrodere yang berarti perusakan
logam. Adapun definisi korosi sebagai berikut.
- Korosi adalah proses degradasi atau deteorisasi perusakan material yang terjadi disebabkan
oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya.
- Korosi adalah perusakan material tanpa perusakan mekanis.
- Korosi adalah proses elektrokimia dalam mencapai kesetimbangan thermodinamika suatu
sistem. Jadi korosi adalah merupakan sistem termodinamika logam dengan lingkungan (air,
udara, tanah), yang berusaha mencapai kesetimbangan . sistem ini dikategorikan setimbang
bila logam telah membentuk oksidasi atau senyawa kimia lain yang lebih stabil (berenergi
lebih rendah).
- Korosi adalah reaksi antara logam dengan lingkungannya.
Korosi adalah suatu penyakit dalam dunia teknik, walaupun secara langsung bukan
merupakan produk teknik. Adanya studi tentang korosi adalah usaha untuk mencegah dan
mengendalikan kerusakan supaya serangannya serendah mungkin dan dapat melampaui nilai
ekonomisnya, atau umur tahannya material lebih lama untuk bisa dimanfaatkan. Caranya
dengan usaha prefentif atau pencegahan dini untuk menghambat korosi. Dan hal ini lebih baik
dari pada harus mengeluarkan biaya perbaikan yang tidak sedikit akibat serangan korosi.
Secara kimiawi korosi adalah reaksi pelarutan (dissolution) logam menjadi ion pada
permukaan logam yang berinteraksi dengan lingkungan yang dapat bersifat asam atau basa
melalui reaksi elektrokimia. Logam tersebut memiliki ion negatif dan ion positif, yang
apabila berhubungan dengan udara maka akan membentuk senyawa baru. Hal ini
dikarenakan udara mengandung bermacam-macam unsur salah satunya hidrogen sebagai
oksidator, karenanya korosi ini juga dapat disebut atmospheric corrosion (Graedel dan
Leygraf, 2001).
2. Jenis-jenis Korosi
Adapun beberapa jenis korosi yang umum terjadi pada logam sebagai berikut.
1. Korosi Galvanis (Bemetal Corrosion)
Disebut juga korosi dwilogam yang merupakan perkaratan elektrokimiawi apabila dua
macam metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang sama.
Elektron akan mengalir dari metal yang kurang mulia (anodik) menuju ke metal yang lebih
mulia (katodik). Akibatnya metal yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena
kehilangan elektron. Ion-ion positif metal bereaksi dengan ion-ion negatif yang berada di
dalam elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa ini, permukaan anoda kehilangan
metal sehingga terbentuk sumur-sumur karat atau jika merata akan terbentuk karat
permukaan.
2. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Adalah korosi yang terjadi karena komposisi logam yang tidak homogen dan ini
menyebabkan korosi yang dalam pada berbagai tempat. Dapat juga adanya kontak antara
logam yang berlainan dan logam yang kurang mulia, maka pada daerah batas akan timbul
korosi berbentuk sumuran.
3. Korosi Erosi (Errosion Corrosion)
Logam yang sebelumnya telah terkena erosi akibat terjadinya keausan dan menimbulkan
bagian-bagian yang tajam dan kasar. Bagian-bagian inilah yang mudah terserang korosi dan
apabila terdapat gesekan maka akan menimbulkan abrasi yang lebih berat.
4. Korosi Regangan (Stress Corrosion)
Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau kompresi (compressive) berpengaruh sangat kecil
pada proses pengkaratan. Adanya kombinasi antara regangan tarik (tensile stress) dan
lingkungan yang korosif, maka akan terjadi kegagalan material berupa retakan yang disebut
retak karat regangan.
5. Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain atau non logam dan
diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kotoran dan air sebagai sumber terjadinya
korosi. Konsentrasi oksigen pada mulut lebih kaya dibandingkan pada bagian dalam,
sehingga bagian dalam lebih anodik dan bagian mulut menjadi katodik. Maka terjadi aliran
arus dari dalam menuju mulut logam yang menimbulkan korosi.
Atau juga perbedaan konsenrasi zat asam. Dimana celah sempit yang terisi elektrolit (pH
rendah) akan terbentuk sel korosi, dengan katodanya permukaan sebelah luar celah yang
basah dengan air yang lebih banyak mengandung zat asam dari pada daerah dalam yang
besifat anodik. Maka dari sinilah terjadinya korosi dengan adanya katoda dan anoda.

6. Korosi Kavitasi (Cavitation Corrosion)


Terjadi karena tingginya kecepatan cairan menciptakan daerah-daerah bertekanan tinggi
dan rendah secara berulang-ulang pada permukaan peralatan dimana cairan tersebut mengalir.
Maka terjadilah gelembung-gelembung uap air pada permukaan tersebut, yang apabila pecah
kembali menjadi cairan akan menimbulkan pukulan pada permukaan yang cukup besar untuk
memecahkan film oksida pelindung permukaan. Akibatnya bagian permukaan yang tidak
terlindungi terserang korosi. Karena bagian tersebut menjadi anodik terhadap bagian yang
terlindungi.
Karena terjadinya korosi pada bagian tersebut, maka akan kehilangan massa dan menjadi
takik. Takik-takik tersebut akan bertambah dalam karena permukaan di dalam takik tidak
sempat membentuk film pelindung karena kecepatan cairan yang tinggi dan proses kavitasi
akan berlangsung secara berulang-ulang.
7. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)
Bila logam mendapat beban siklus yang berulang-ulang, tetapi masih dibawah batas
kekuatan luluhnya. Maka setelah sekian lama akan patah karena terjadinya kelelahan logam.
Kelelahan dapat dipercepat dengan adanya serangan korosi. Kombinasi antara kelelahan dan
korosi yang mengakibatkan kegagalan disebut korosi lelah. Korosi lelah terjadi di daerah
yang menderita beban, lasan dan lainnya.
8. Korosi Antar Kristal
Terjadinya korosi hanya pada batas kristal, akibat dari serangan elektrolit. Karena
tegangan pada kristal adalah paling tinggi. Dan terjadinya karbida pada batas butir yang dapat
mengakibatkan korosi ini.
9. Penggetasan Hidrogen
a. Hydrogen Embrittlement
Penggetasan hidrogen adalah suatu proses hilangnya duktilasi baja dengan terserapnya
hidrogen ke dalam struktur material baja. Kekuatan tarik tidak terpengaruh secara nyata.
Duktilasi ini dapat dikembalikan melalui perlakuan panas. Kerusakan hidrogen
menggambarkan pelemahan baja secara permanen karena berkembangnya retak-retak mikro
(microfissures). Retak yang disebabkan oleh kerusakan hidrogen biasanya terjadi di
sepanjang batas butir, karenanya berbeda dengan retak dingin akibat kemasukan hidrogen
yang biasanya bersifat transgranular. Di dalam material baja, atom-atom hidrogen ini
bergabung menjadi molekul (H2) dan menyebabkan terjadinya regangan lokal yang hebat.
Jika baja cukup duktil maka kemungkinan dapat bertahan terhadap regangan lokal ini.
Namun jika baja getas dan keras, maka akan terjadi retak-retak halus, yang kemudian
menjadi besar dan mengakibatkan kegagalan material.
b. Hydrogen Damage
Kerusakan hidrogen di dalam material baja terjadi akibat atom-atom hidrogen ini
bergabung menjadi molekul (H2) dan menyebabkan terjadinya regangan lokal. Jika kemudian
gas H2 terperangkap di dalam cacat material seperti inklusi dan laminasi, maka gas hidrogen
lama-kelamaan berkumpul dan menaikkan tekanan di lokasi tersebut. Karena besarnya
tekanan menyebabkan gelembung atau blister. Hal ini tidak terjadi pada suhu yang tidak
terlalu tinggi dan pada daerah yang dekat dengan permukaan.

3 Faktor Penyebab Terjadinya Korosi


Faktro penyebab terjadinya korosi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu sifat dari
material, faktor lingkungan dan adanya reaksi
3.1 Sifat material
1. Pengaruh susunan kimia material
Semua logam termasuk baja tahan karat, alumunium, dan sebagainya cenderung akan akan
mengalami pengkaratan oleh media korosif.
2. Pengaruh struktur kristal
Kurangnya homogenitas struktur dapat emnimbulkan efek-efek galvanis mikro pada material
yang menyebabkan pengkaratan. Perbedaan potensial akan mneyebabkan terjadinya aliran
elektron bila baja dimasukkan kedalam larutan elektrolit. Pada material yang mengalami
deformasi akan lebih mudah terjadi korosi, karena butiran dalam material mengalami
perubahan bentuk dan susunanya.
3. Pengaruh beda potensialbila dua logam mempunyai beda potensial tidak sama digabungkan
dan dimasukkan dalam larutan elektrolit maka akan terjadi pengkaratan.
4. Pengaruh bentuk permukaan material
Permukaan logamm yang mempunyai bentuk sendiri akan menyebabkan terjadinya korosi.
Adanya kotoran pada permukaan material akan menyebabkan korosi karena terperangkapnya
oksigenn dalam material.
3.2 Lingkungan Korosi
Adapun beberapa pengaruh lingkungan korosi secara umum sebagai berikut.
1 Lingkungan Air
Air atau uap air dalam jumlah sedikit atau banyak akan mempengaruhi tingkat korosi
pada logam. Reaksinya bukan hanya antara logam dengan oksigen saja, tetapi juga dengan
uap air yang menjadi reaksi elektrokimia. Karena air berfungsi sebagai:
- Pereaksi. Misalnya pada besi akan berwarna cokelat karena terjadinya besi hidroksida.
- Pelarut. Produk-produk korosi akan larut dalam air seperti besi klorida atau besi sulfat.
- Katalisator. Besi akan cepat bereaksi dengan O2 dari udara sekitar bila ada uap air.
- Elektrolit lemah. Sebagai penghantar arus yang lemah atau kecil.
Mekanisme reaksi uap air di udara dengan logam sebagai berikut (Sumber: Supardi,
1997:72).
4H2O 4H+ + 4OH-
4H+ + O2 2H2O
Fe Fe2+ + 2e
2Fe + 4H+ 2Fe2+ + 4H+
2Fe2+ + 4OH2- 2Fe(OH)2

2Fe(OH)2 + H2 + 1/2 O2 2Fe(OH)3


4Fe + 6H2O + 3O2 4Fe(OH)3
Proses reaksi uap air terjadi seperti pada gambar 1 di bawah ini

Gambar 1. Sel Karat Logam di dalam Titik Embun


Korosi pada lingkungan air bergantung pada pH, kadar oksigen dan temperatur.
Misalnya pada baja tahan karat pada suhu 300-500oC bisa bertahan dari karat. Namun pada
suhu yang lebih tinggi 600-650oC baja tahan karat akan terserang korosi dengan cepat.
Demikian juga dengan penambahan kadar O2 dalam air maka akan mempercepat laju korosi
pada logam. Pengaruh kondisi lingkungan yang berubah-ubah sangat mempengaruhi laju
korosi. Seperti faktor-faktor berikut.
2.pH
Menurut penelitian Whitman dan Russel ternyata pH dari suatu elektrolit sangat
mempengaruhi pada proses terjadinya korosi pada besi. Pengaturan pH dilakukan dengan
pembubuhan KOH pada air yang pH 6-14 dan pembubuhan asam pada 7-0. Seperti terlihat
pada gambar 2.
Gambar 2.

3. Kadar Oksigen
Oksigen hampir ada dimana-mana, karena potensial redoks sangat tinggi maka oksigen
dalam proses korosi akan terlebih dahulu akan direduksi oleh H+.
Potensial redoks reaksi: O2 + H2O + 4e 4OH- , E=1,23 V.
Kelarutan O2 dalam larutan harus dikurangi oleh garam yang terlarut dalam larutan dan
kelarutannya bergantung pada logam yang tercelup dan luasan permukaan logam tercelup
serta temperaturnya. Lihat gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Kelarutan O2
Adapun macam-macam air seperti air suling merupakan air yang paling bersih dan
bebas dari kation dan anion serta terisolir dari udara dan bebas mikroba. Adapun air hujan
atau salju merupakan proses sulingan alam, namun demikian air ini masih mengandung CO 2
dari udara yang dapat membentuk senyawa H2CO3 dan akan bersifat asam menyebabkan
korosif pada baja. Untuk air permukaan komposisi zat terlarut bergantung pada tanah yang
ditempati atau tergenang. Tetapi pada umumnya zat yang terlarut lebih rendah dari pada air
laut. Biasanya air permukaan mengandung Ca2+, Mg2+, NH4+, Cl-, dan SO-4 yang
agresifitasnya lebih rendah daripada air laut.
Korosi oleh air bersih pada logam yang tidak mulia akan terbentuk reaksi sebagai
berikut: L + 2H2O L(OH)2 + H2
Sedangkan untuk air bersih dan adanya O2, akan ada proses oksidasi dari udara
sekitarnya. Hal ini biasanya terjadi pada air dekat permukaan.
Reaksinya: 2L + 3H2O + 3/2O2 2L(OH)3
3.1 Lingkungan Udara
Temperatur, kelembaban relatif, partikel-partikel abrasif dan ion-ion agresif yang
terkandung dalam udara sekitar, sangat mempengaruhi laju korosi. Dalam udara yang murni,
baja tahan karat akan sangat tahan terhadap korosi. Namun apabila udara mulai tercemari
maka serangan korosi dapat mudah terjadi. Salah satu polusi udara yang menimbulkan karosi
adalah NOX dari pabrik asam nitrat, SO2 dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, Cl2 dari
pabrik soda dan NaCl dari air laut.
3.3 Lingkungan Asam, Basa dan Garam
Pada lingkungan air laut, dengan konsentrasi garam NaCl atau jenis garam-garam
yang lain seperti KCl akan menyebabkan laju korosi logam cepat. Sama halnya dengan
kecepatan alir dari air laut yang sebanding dengan peningkatan laju korosi, akibat adanya
gesekan, tegangan dan temperatur yang mendukung terjadinya korosi.
Pada larutan basa seperti NaOH (caustic soda), baja karbon akan tahan terhadap
serangan korosi pada media ini dengan suhu larutan 75 oF (24 oC) dan konsentrasi 45% berat.
Pada larutan asam seperti asam kromat (CrO3), dengan konsentrasi asam kromat 10% pada
suhu 60oC, tidak akan menyerang baja tahan karat. Dan tingkat korosi akan naik sebanding
dengan temperatur dan konsentrasi yang juga meningkat.
Sedangkan pada larutan asam seperti H2SO4, proses terjadinya perkaratan pada
permukaan baja yang terbuka keseluruhannya terhadap hujan lebih baik dari pada sebagian
saja terkena hujan atau sebagian terlindungi. Mekanismenya sebagai berikut.
FeH2SO4 + 1/2O2 FeSO4 1/4O2 + 1/2 H2SO4 1/2Fe2(SO4)
1
/2Fe2(SO4) 1/2H2O 1
/2Fe2O3 + 3/2 H2SO4
(Sumber: Widharto,1999:5)
Senyawa kromat mampu sebagai pemasif yang efektif terhadap laju korosi pada
logam. Dalam kenyataannya dapat tereduksi menjadi Cr2O3 yang membentuk serpih yang
berwarna hijau kecoklatan. Cr2O3 banyak digunakan sebagai abrasi pada pemolesan karena
Cr2O3 keras, tajam sehingga mampu mengikis atau mengasah logam menjadi mengkilap.
Penggunaan larutan garam natrium kromat atau sodium kromat (Na2CrO4) dengan
kadar tertentu mampu menghambat laju korosi. karena natrium kromat sebagai inhibitor
kimia, yaitu suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia.
Secara khusus, inhibitor korosi merupakan suatu zat kimia yang bila ditambahkan ke dalam
suatu lingkungan tertentu, dapat menurunkan laju penyerangan lingkungan itu terhadap suatu
logam.
Selain itu, fungsi dari inhibitor adalah mampu memperpanjang umur pakai logam,
melindungi dan memperindah permukaan logam, lebih mengkilap dan terang dengan warna
tertentu yang dihasilkan sesuai inhibitornya.
Penggunaannya sebagai berikut:
- Na2CrO4 dengan konsentrasi 50 ppm digunakan pada pipa baja.
- 2,3 gr/l Na2CrO4 untuk sambungan galvanik Cu-Zn-Fe.
- 2,4 gr/l Na2CrO4 untuk sambungan galvanik Fe-Al.
- 0,1% Na2CrO4 digunakan untuk penghambat laju korosi logam Fe, Cu, Zn dalam sistem air
pendingin (water cooling) dan pada larutan garam (Brines).
- 0,1% - 1% Na2CrO4 digunakan untuk penghambat laju korosi (inhibisi) logam Fe, Pb, Cu,
Zn dalam sistem mesin pendingin (engine coolants).

Terdapat berbagai macam media korosi dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi,
seperti yang terlihat pada gambar 4 di bawah ini (Sumber: Widharto S, 1999:2).

Gambar 4. Berbagai Media Korosi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

4. Perhitungan Laju Korosi


Logam baja karbon dicelupkan pada lingkungan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Volume lingkungan yang digunakan mengikuti rasio minimum volume larutan terhadap luas
permukaan benda uji adalah 20 ml/cm2, sesuai dengan ASTM G31-72 (Reapproved 1990)
Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metals.
Untuk perhitungan laju korosi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Laju korosi = (mpy)
Dimana :
mpy = laju korosi, (mils/year)
W = berat yang hilang, (gr)
A = luas, (cm2)
T = waktu, (jam)
D = density, (gr/cm3)
(Sumber: Annual Book Of ASTM Standart)

Efisiensi Inhibitor dihitung berdasarkan rumus empiris di bawah ini:

Dimana:
E = Efisiensi Inhibitor (%)
R0 = Laju korosi tanpa adanya inhibitor (mpy)
Ri = Laju korosi dengan adanya inhibitor (mpy)
5. Inhibitor
Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan atau dimasukkan dalam
jumlah sedikit ke dalam suatu zat koroden (lingkungan yang korosif), dapat secara efektif
memperlambat atau mengurangi laju korosi. Selain itu, fungsinya mampu memperpanjang
umur pakai logam, melindungi dan memperindah permukaan logam, lebih mengkilap dan
terang dengan warna tertentu yang dihasilkan sesuai inhibitornya.
Terdapat beberapa jenis inhibitor sebagai berikut.
1. Passivating Inhibitor
Inhibitor pemasif adalah yang paling efektif dari seluruh inhibitor yang ada. Karena
dapat melumpuhkan korosi hampir secara menyeluruh. Namun jenis inhibitor ini sangat
berbahaya karena pada kondisi tertentu justru akan mempercepat laju korosi. Terdapat dua
jenis inhibitor pemasif, yaitu anion yang mengoksidasi seperti kromat, nitrat, nitrit yang dapat
memasifkan baja jika tidak terdapat oksigen dan yang kedua adalah ion yang tidak
mengoksidasi seperti tungsten, fosfat dan molibdat yang memerlukan keberadaan oksigen
untuk memasifkan baja.
2. Cathodic Inhibitor
Perlambatan laju korosi dengan mempolarisasi reaksi katodik. Terdapat tiga kategori
utama tentang inhibitor yang mempengaruhi reaksi katodik adalah racun katoda, endapan
katoda dan pemulung.
a) Racun katoda
Adalah suatu zat yang mengganggu reaksi, misalnya pembentukan atau hidrogen
menjadi gas hidrogen pada permukaan metal yang terkorosi. Laju reaksi katoda diperlambat
dan karena reaksi katodik dan anodik harus berlanjut pada laju yang sama, seluruh proses
korosi menjadi lambat pula. Beberapa racun katoda seperti sulfida dan selenida teradsorpsi
pada permukaan metal. Senyawa lain seperti arsenik, bismut, antimon teredusir pada katoda
untuk mengendap menjadi lapisan dari metal-metal tersebut. Arsenat dipergunakan untuk
melemahkan atau melambatkan laju korosi pada asam kuat.
Terdapat suatu hal yang merugikan penggunaan racun katoda adalah zat tersebut
menyebabkan blister atau gelembung pada baja dan meningkatkan kepekaan baja terhadap
kerapuhan hidrogen. Karena proses pengkombinasian kembali atom-atom hidrogen
diperlambat, konsentrasi permukaan meningkat dan karenanya sejumlah besar hidrogen yang
dihasilkan pada proses korosi diabsorp oleh baja. Untuk menaikkan tingkat penetrasi
hidrogen ke dalam baja hanya diperlukan sejumlah kecil sulfida atau arsenik, sebagai faktor
penentu seringnya terjadi kasus kerusakan dan kegetasan hidrogen akibat pengaruh racun
tersebut.
b) Endapan katoda
Inhibitor tipe endapan katoda yang paling banyak dipakai adalah senyawa karbonat
dengan kalsium dan magnesium. Hal ini disebabkan proses persenyawaan ini terjadi dalam
air alami dan inhibitasi dengan senyawa ini biasanya hanya diperlukan pengaturan pH saja.
Pada tingkat pH yang tepat, endapan berupa lapisan halus dan relatif keras yang mirip dengan
kulit telur. Dengan terbentuknya lapisan tersebut, pH air harus dijaga pada posisi setimbang.
Sebab jika kondisinya menjadi asam (acidid), endapan yang keras tadi akan mencair kembali.
Keadaan di mana pH menciptakan lapisan keras disebut Langelier index.
c) Pemulung oksigen (oxygen scavenger)
Korosi pada baja dalam air dengan pH di atas 6 biasanya disebabkan oleh adanya zat
asam yang larut dalam air tersebut yang mendepolarisasi reaksi katoda. Air netral
mengandung sedikit garam yang berequilibrium dengan udara pada 21oC akan mengandung
sekitar 8 ppm zat asam yang larut dalam air. Konsentrasi zat asam ini akan menurun dengan
naiknya konsentrasi garam dan naiknya suhu. Sedangkan untuk kenaikan laju korosi yang
serius pada sistem yang dinamis hanya diperlukan penambahan 0,1 ppm zat asam larut.
Dalam suatu sistem yang statis diperlukan penambahan oksigen yang lebih banyak
untuk menaikkan laju korosi yang cukup besar. Karena reaksi korosi akan menghabiskan
pasokan oksigen di sekitar metal. Zat pemulung atau pemungut zat asam dimasukkan ke
dalam air, baik sendiri maupun bersamaan dengan zat penghambat korosi untuk menekan laju
korosi logam. Zat penghambat karat organik mampu menghambat laju korosi pada air asin
yang mengandung oksigen, namun tidak selalu mencegah terjadinya pitting.
Zat pemulung oksigen yang umum dipakai di dalam air pada suhu ambient (lingkungan)
adalah sodium sulfit dan sulfur dioksida.
3. Organic inhibitor
Senyawa organik banyak yang bersifat menghambat laju korosi yang tidak dapat
digolongkan sebagai bersifat anodik atau katodik. Secara umum dapat dikatakan bahwa zat
ini mempengaruhi seluruh permukaan metal yang sedang terkorosi apabila diberikan dalam
konsentrasi secukupnya. Kemungkinan kedua daerah katodik dan anodik dihambat, namun
dalam tingkat yang berbeda bergantung pada potensial metal, susunan kimiawi dari molekul
zat inhibitor dan ukuran molekulnya.
Kenaikan tingkat perlambatan pada proses korosi selaras dengan kenaikan konsentrasi
inhibitor. Hal ini memberikan gambaran bahwa proses perlambatan laju korosi (inhibition)
pada hakikatnya adalah hasil absorpsi zat tersebut pada permukaan metal. Lapisan film yang
terbentuk oleh proses absorpsi dari zat inhibitor organik yang larut hanya beberapa molekul
saja tebalnya sehingga tidak tampak oleh pandangan mata. Inhibitor kationik seperti amine
atau inhibitor anionik seperti sulfonat diserap ke dalam larutan secara cepat atau lambat
bergantung muatan metal apakah negatif atau positif. Potensial antara dimana tidak
diperlukan baik molekul kationik ataupun anionik disebut titik nol atau ZPC (zero point of
charge).
Pada amine organik akan lebih efisien sebagai unsur penghambat korosi, apabila
terdapat ion halogen. Ion halogen sendiri bersifat menghambat korosi hingga tingkat tertentu
pada larutan asam. Ion-ion lain seperti iodida, bronida, klorida, dan ion fluorida yang
menghambat laju korosi pada pada baja di dalam asam belerang (sulfuric acid).
4. Precipitate inducing inhibitor
Inhibitor penyebab pengendapan adalah sejenis senyawa pembentuk film yang
menutupi keseluruh permukaan metal sehingga secara tidak langsung mengganggu daerah
katoda dan anoda sekaligus. Jenis yang paling utama adalah silikat dan fosfat. Dalam air yang
hampir netral yang mengandung sedikit konsentrasi silikat, fosfat dan klorida menyebabkan
pasifasi pada baja akibat terdapat kandungan oksigen pada air tersebut. Sehingga unsur-unsur
tersebut bersifat inhibitor anodik. Apabila jumlah fosfat atau silikat yang ditambahkan dalam
air yang asin sedikit, maka akan timbul korosi sumuran.
Namun demikian baik silikat atau fosfat akan membentuk lapisan endapan
dipermukaan baja yang meningkatkan polarisasi katodik, sehingga sifat tersebut dikatakan
mixed (kombinasi pengaruh anodik dan katodik). Zat silikat sering digunakan di dalam air
dengan salinitas rendah yang mengandung oksigen larut. Zat ini mampu menghambat korosi
pada permukaan baja yang telah terkorosi atau berkerak. Sedangkan jumlah silikat untuk
melindungi, bergantung pada tingkat salinitas air.
5. Vapor phase inhibitor
Inhibitor bentuk uap adalah senyawa yang dialirkan dalam sistem tertutup ke bagian
yang terkorosi dengan penguapan dari asalnya. Di dalam ketel uap, dasar senyawa yang
mudah menguap (volatil) seperti morpholine atau ethyline diamine dicampur dengan uap air
untuk mencegah korosi di dalam tube kondenser dengan menetralisir karbon dioksida yang
bersifat asam. Senyawa ini menghambat korosi dengan menciptakan suasana alkalin. Zat
padat volatil seperti garam nitrit, karbonat, benzoat dari dicyclohexylamine, cyclohexylamine
dan hexylamethylene-amine yang dipergunakan sebagai penghambat laju korosi. Proses
terjadinya adalah sewaktu menyinggung permukaan metal, uap inhibitor mengembun
(kondensasi) dan dihidrolisa oleh kelembaban yang ada untuk membebaskan ion-ion nitrit,
benzoat atau bikarbonat. Karena keberadaan oksigen, ion-ion ini mampu membuat pasif baja
sebagaimana pada kondisi normal dalam air.

6. Beberapa Masalah dalam Penggunaan Inhibitor


Adapun masalah-masalah yang akan timbul dalam penggunanan inhibitor sebagai
penghambat laju korosi sebagai berikut.
1. Pembuihan (foaming)
Sifat zat inhibitor sebagai sabun (deterjen). Akibat pengaruhnya (organic inhibitor)
terhadap permukaan karena fungsinya diserap oleh permukaan tersebut. Foaming terjadi pada
peralatan yang mengandung gas dan gerakan agitasi. Untuk mencegah hal tersebut perlu
diinjeksikan zat anti foaming atau menggunakan inhibitor secara tepat.
2. Terjadi Emulsi
Terjadinya emulsi karena terdapatnya fase-fase gas dan cairan yang bercampur atau dua
jenis cairan yang bercampur disertai gerakan agitasi. Dalam hal ini inhibitor berlaku sebagai
stabilisator emulsi. Untuk mengatasi masalah tersebut ditambahkan zat demulsifier.
3. Penyumbatan (plugging)
Ada jenis inhibitor tertentu dapat mengakibatkan terkelupasnya lapisan oksida atau kerak
yang sudah ada pada permukaaa baja, sehingga kerak tersebut ikut aliran dan menyumbat
pada opening-opening kecil seperti filter, tubing dan lain-lain. Untuk mengatasinya peralatan
dibersihkan dahulu permukaannya dari kerak-kerak sebelum diberi inhibitor. Atau
melindungi sistem dengan filter untuk menyaring kerak yang terlepas.
4. Terciptanya masalah korosi baru
Pemberian inhibitor diharapkan mampu menghambat laju korosi suatu metal yang
dilindungi. Namun dalam waktu yang bersamaan inhibitor justru mempercepat laju korosi.
Misalnya beberapa amine melindungi baja dengan baik, namun akan semakin menyerang
metal baja dan kuningan. Untuk itu perlu diperhatikan susunan kimia material dan sifat-sifat
inhibitor yang akan dilindungi metal dari korosi.
5. Masalah Heat Transfer
Adanya endapan fosfat, silikat atau sulfat sebagai zat inhibitor secara berlebihan pada
permukaan alat penukar kalori, dapat menimbulkan masalah karena mengurangi pertukaran
panas sehingga mengurangi efisiensi alat tersebut. Maka dari itu perlunya pemberian zat tidak
berlebihan atau dipertahankan dalam batas minimum.
6. Pengaruh beracun
Pengaruh beracun harus dipikirkan dari zat inhibitor terhadap panca indra. Maka dalam
pemilihan harus sangat hati-hati dan teliti. Serta perlakuan atau pemrosesan yang benar akan
mengurangi resiko ini.
7. Kehilangan inhibitor
Pada proses inhibition tidak akan efektif bila terjadi kehilangan zat sebelum sempat
berhubungan dengan permukaan metal atau sebelum terciptanya perubahan yang
dikehendaki. Suatu inhibitor akan menghilang karena pengendapan (presipitation), proses
absorpsi dan reaksi dengan komponen sistem yang dilindungi atau karena mudah larut atau
terlalu lambat pelarutannya. Misalnya proses pengendapan fosfat oleh ion kalsium, reaksi
antara kromat dan sulfida, proses adsorpsi zat inhibitor pada butir padat yang mengembang
(suspended solid) dan penginjeksian zat inhibitor yang sulit larut tanpa bahan pelarut
(dispersing agent).

7. Pengendalian Korosi
Korosi tidak mungkin sepenuhnya dapat dicegah karena memang merupakan proses
alamiah bahwa semuanya akan kembali ke sifat asalnya. Asalnya dari tanah maka akan
kembali ke tanah. Hal ini adalah siklus alam yang akan terus terjadi selama kesetimbangan
alam belum tercapai. Namun demikian pengendalian dan pencegahan korosi harus tetap
dilakukan secara maksimal, karena dilihat dari segi ekonomi dan dari segi keamanan
merupakan hal yang tidak boleh ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja.
Pengendalian korosi harus dimulai dari suatu perencanaan, pengumpulan data
lingkungan, proses, peralatan dan bahan yang dipakai serta pemeliharaan yang akan
diterapkan. Adapun metode-metode yang dilakukan dalam pengendalian korosi sebagai
berikut:
1. Pengubahan lingkungan
2. Pemilihan bahan
3. Modifikasi rancangan
4. Teknik pelapisan
5. Proteksi anodik dan katodik

Korosi Lingkungan Industri


Korosi dilingkungan industri yang menggunakan bahan kimia seperti pada pembuatan
H2SO4, HNO, HCl dan sebagainya maka akan sangat korosif sekali. Yang akan terjadi di sini
dapat saja sejak mesin dan fasilitas lainya sehingga seringkali menimbulkan hal yang fatal.
Oleh karena itu pengendalian korosi di daerah ini adalah paling pelik
Tujuan pengendalian korosi dilingkungan Industri:
1. Untuk menjaga, stabilitas, kelancaran dan mencapainya tugas dari Industri itu sendiri
2. Bahwa dengan pengendalian maka nilai ekonomis dari seluruh Industri akan tidak menyusut
secara dramatis.
HF bila tercampur air dan O2 juga sangat korosif
SO2 di atas kelembaban relatif (70%), akan membentuk SO3 dan H2SO4 sangat koroasif pada
logam.
NH3 dalam lembab sangat merusak pada paduan tembaga, macam macam yang biasa adalah
lingkungan Industri Cl2, Br2, dan J2 ternyata dalam udara lembab akan sangat korosif.
Pengendalian korosi dilingkungan Industri.
1) Dipilih/ Dicari bahan logam untuk kontruksi yang paling ekonomis tapi teknis masih dapat
dipertanggungjawabkAN.
2) Dapat pula memilih bahan non logam seperti plastik keramik beton dan sebagainya. Dengan
tidak boleh melupakan kondisi kerjA.
3) Memberi logam lindung yang tepat atau lapis lindung lainya.
Didalam air terdapat beberapa unsur seperti oksigen terlarut,sodium klorida,kalsium
sulfat,kalsium karbonat,dan unsur kimia lainnya.sebagian unsur-unsur yang terdapat didalam
air merupakan ion ion agresif, sehingga kemungkinan besar akan terjadi suatu reaksi. Jika
reaksi ini terjadi pada logam, maka reaksi dinamakan korosi.
http://ifankiwon.blogspot.co.id/2012/05/korosi.html

Anda mungkin juga menyukai