Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

RETINOPATI DIABETIK

Oleh:

Dewi Esti Diantini 1210312084

Denisa Alfadilah 1210312026

Nurul Aini

Elza Hidayati Ajusbar 1210311025

Pembimbing:

Dr. dr. Hendriati, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. M.DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan

karunia-Nya serta kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis

bisa menyelesaikan CSS ini yang berjudul Retinopati Diabetikum. Shalawat dan

salam untuk junjungan mulia Rasulullah SAW dan para sahabat beliau.

Penyusunan CSS ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti

kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP. Dr. M. Djamil

Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Terima kasih penulis ucapakan

kepada Dr. dr. Hendriati, Sp.M (K) selaku pembimbing dalam kepanitraan klinik

senior ini beserta seluruh jajarannya dan semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan CSS ini.

Penulis menyadari bahawa CSS ini jauh dari sempurna, maka dari itu

sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan CSS ini. Semoga makalah

ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI i

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Batasan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

1.4 Manfaat Penulisan 2

1.5 Metode Penulisan 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina. 4

2.2 Retinopati Diabetika 7

2.2.1 Definisi 7

2.2.2 Epidemiologi 8

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko 9

2.5.4 Patogenesis dan Patofisiologi 9

2.2.5 Manifestasi Klinis 10

2.2.6 Klasifikasi 10

2.2.7 Diagnosis 13

2.2.8 Diagnosis Banding 15

2.2.9 Tatalaksana 15

2.2.10 Komplikasi 21

2.2.11 Prognosis 22

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan

penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Penelitian epidemiologis di

Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita

retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9

juta pada tahun 2030 dengan 30% diantaranya terancam mengalami kebutaan.

The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1785 penderita DM pada 18 pusat

kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42%

penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya

merupakan retinopati DM proliferatif.1

Retinopati Diabetikum atau Diabetic Retinopathy (DR) adalah komplikasi

mikrovaskuler akibat Diabetes Mellitus (DM) yang dapat menyebabkan

kebutaan.2 Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurisma,

melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat lemak.3 Retinopati Diabetikum (DR)

merupakan salah satu penyebab kebutaan yang sering ditemukan dan merupakan

penyebab kebutaan terbanyak pada usia dewasa. Diperkirakan pada tahun 2002,

retinopati diabetikum merupakan penyebab dari 5% kebutaan di seluruh dunia,


yang mewakili sekitar 5 juta kasus kebutaan. Angka tersebut dapat terus berubah

seiring perubahan dari cara pendeteksian dini, diagnosis, dan tatalaksana

retinopati. Status sosialekonomi, gizi, dan letak geografis pun dapat

mempengaruhi tingkat insidensi dari retinopati diabetikum ini.2,4

Risiko menderita retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin

lamanya seseorang menyandang DM. Faktor risiko lain untuk retinopati DM

adalah ketergantungan insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan

hipertensi. Sementara itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat

progresivitas retinopati DM.1

Dokter umum di pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting

dalam deteksi dini retinopati DM, penatalaksanaan awal, menentukan kasus

rujukan ke dokter spesialis mata dan menerimanya kembali. Apabila peranan

tersebut dilaksanakan dengan baik, maka risiko kebutaan akan menurun hingga

lebih dari 90%.1

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang retinopati diabetikum meliputi definisi,

epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, patofisiologi dan patogenesis,


manifestasi klinis, klasifikasi, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana,

komplikasi dan prognosis

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang retinopati

diabetikum meliputi definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor risiko,

patofisiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, klasifikasi, diagnosis, diagnosis

banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis.

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi

dan pengetahuan tentang retinopati diabetikum meliputi definisi, epidemiologi,

etiologi dan faktor risiko, patofisiologi dan patogenesis, manifestasi klinis,

klasifikasi, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis.

1.5 Metode Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan tinjauan pustaka yang merujuk

kepada berbagai literatur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam duapertiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan

berakhir di tepi ora serata.5

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor

yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dan sel

epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar

berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan dalam saraf. Lapisan saraf

memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat

cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan

perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat

warna, cahaya dengan intensitas tinggi dan penglihatan sentral. Retina memiliki

banyak pembuluh darah yang menyuplai nutrien dan oksigen pada sel retina1,5,6

Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam5:

1. Epitel pigmen retina.


2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk

ramping dan sel kerucut yang merupakan sel foto sensitif.

3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan

batang.

5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat

sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.

6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar , sel horizontal, dan

sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempai sinaps sel

bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron

kedua.

9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju

kearah saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar

pembuluh darah retina.

10. Membran limitan interna, merupakan membran hialinantara retina dan

badan kaca.
Gambar 1. Lapisan-lapisan Retina

a. Vaskularisasi retina

Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang

merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat

diluar membrana bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga
sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti

dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform

luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di

koroid. Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan

bercabang-cabang pada pada permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri

ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan retina bagian luar

tidak mengandung pembuluh darah pembuluh-pembuluh kapiler sehingga

nutrisinya diperoleh malalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang

kaya pembuluh darah pada koroid5,6.

b. Neurosensori Retina

Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiamter 5,5-6 mm.

Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis, yang secara

histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih

dari satu lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah

berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning. Fovea merupakan

zona avaskular retina pada angiografi fluoresens yang berdiameter 1,5 mm.

Ditengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus terdapat foveola yang

berdiameter 0,25 mm. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis dan
hanya mengandung sel kerucut. Foveola merupakan bagian retina yang

memberikan ketajaman visual yang optimal5,6.

2.2 Retinopati Diabetikum

2.2.1 Definisi

Retinopati Diabetikum atau Diabetic Retinopathy (DR) adalah komplikasi

mikrovaskuler akibat Diabetes Mellitus (DM) yang pada stadium awal bersifat

asimptomatik namun dapat berkembang menyebabkan kebutaan. Lesi vaskuler

yang paling awal dapat terlihat berupa adanya mikroaneurisma dan perdarahan

intraretinal. Kerusakan pada pembuluh darah halus retina dapat menyebabkan

terjadinya beberapa keadaan seperti, gagalnya perfusi pada kapiler retina,

pertambahan titik perdarahan intraretina, kelainan pada pembuluh darah.

Peningkatan permeabilitas vaskular juga dapat terjadi yang dapat menyebabkan

terjadi edema pada retina yang dapat menyebabkan kebutaan sentral.2,3

2.2.2 Epidemiologi

Retinopati Diabetikum (DR) merupakan salah satu penyebab kebutaan

yang sering ditemukan dan merupakan penyebab kebutaan terbanyak pada usia

dewasa. Hampir 86% penyandang DM tipe 1 dan 40% DM tipe 2 yang memiliki

gejala retinopati diabetikum.2,4


Retinopati diabetikum merupakan penyebab utama kebutaan pada orang

dewasa di Amerika Serikat. Tingkat prevalensi kasus retinopati pada orang

dewasa di atas 40 tahun dengan DM di Amerika Serikat tahun 2008 sekitar

28,5% (4,2 juta orang) sementara, tingkat prevalensi DR yang mengancam

penglihatan (Visual-Threatening Diabetic Retinopathy/VTDR) di Amerika

Serikat sekitar 4,4% (655 ribu orang).2

Jumlah penyandang DR di Amerika Serikat diperkirakan akan meningkat

tiga kali kipat pada tahun 2050 dari 5,5 juta pada tahun 2005 hingga 16 juta

penyandang dan 1,2 juta VTDR menjadi 3,4 juta orang. Durasi dari DM

merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap munculnya retinopati. Setelah

20 tahun mengalami diabetes, hampir seluruh penderita DM tipe I dan 60% dari

penderita DM tipe II mengalami retinopati diabetikum.10

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Beberapa hal berikut mempengaruhi kejadian retinopati diabetikum.

1. Durasi menderita diabetes. Faktor ini adalah faktor yang paling

menentukan. Hampir 50% dari penderita diabetes akan mengalami

retinopati setelah 10 tahun dan angka ini meningkat menjadi 80% setelah

15 tahun.2,11
2. Hereditas. Diabetes diturunkan sebagai gen resesif. Efek hereditas tampak

lebih nyata pada retinopati proliferatif.

3. Kadar gula darah yang tidak terkontrol.10

4. Hipertensi sistemik. Pada penderita diabetes, kondisi hipertensi sistemik

diketahui memiliki hubungan dengan retinopati.11 Secara independen

hipertensi juga dapat memperberat diabetes karena dapat menyebabkan

perubahan vaskular pada retina yang sebelumnya sudah mengalami

retinopati dabetikum sehingga mengakibatkan hambatan aliran darah

retina yang lebih berat.12

2.2.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Mekanisme pasti bagaimana diabetes melitus dapat menginduksi

terjadinya retinopati vaskular masih belum jelas. Saat ini dipercaya bahwa

paparan terhadap kondisi hiperglikemia dalam periode waktu yang lama akan

menyebabkan sejumlah perubahan fisiologis dan biokimia yang akhirnya

menyebabkan kerusakan endotel.2,12,13 Perubahan tersebut mencakup perubahan

hemodinamik, disfungsi endotel, inflamasi, dan perubahan pada faktor

pertumbuhan yang terjadi sebagai konsekuensi terbentuknya produk advance

glycation end (AGE), sorbitol, dan reactive oxygen species (ROS).13


Produk AGE merupakan salah satu gambaran dari kondisi hiperglikemia

yang lama dan terbentuk dari glikasi non-enzimatik protein. Produk

menyebabkan malfungsi berbagai protein intraselular dan ekstraselular sehingga

mengakibatkan kerusakan sel. AGE juga berhubungan dengan terbentuknya

ROS, kebocoran vaskular, dan produksi VEGF (vascular endothelial growth

factors).13

Pada kondisi hiperglikemia glukosa akan direduksi menjadi sorbitol yang

selanjutnya akan dioksidasi menjadi fruktosa. Namun, proses terebut berjalan

lambat sehingga terjadi penumpukan sorbitol di dalam sel. Kondisi ini akan

mengakibatkan kerusakan selular osmotik dan disfungsi endotel. Kondisi

hiperglikemia juga menyebabkan produksi ROS yang berlebihan yang merusak

sawar retina-darah, menyebabkan penurunan kadar oksida nitrat, leukostasis, dan

produksi VEGF. Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan kematian sel

kontraktil mikrovaskular yang mengatur aliran darah dan menjaga struktur

kapiler dan menghambat proliferasi endotel. Matinya pericytes akan

menyebabkan proliferasi sel endotel, terbentuknya mikroaneurisma, dan dilatasi

kecil kapiler retina yang dapat terlihat pada pemeriksaan oftalmoskop.12,13

2.2.5 Manifestasi Klinis


Pada tahap awal retinopati diabetikum, pasien umumnya asimtomatik.

Namun, pada tahap lanjut, dengan terjadinya perdarahan vitreous dan terkenanya

makula maka pasien dapat mengalami berbagai gejala yang meliputi pandangan

kabur, floaters, dan penurunan ketajaman penglihatan yang progresif.13

2.2.6 Klasifikasi

Nomenklatur internasional yang paling umum digunakan untuk

menggambarkan berbagai perubahan pada retinopati diabetikum adalah

berdasarkan klasifikasi dari Diabetic Retinopathy Study yang membagi penyakit

ini menjadi 2 tahap, yaitu retinopati diabetikum non-proliferatif dan retinopati

diabetikum proliferatif.9

1. Retinopati Diabetikum Non-proliferatif (Non-Proliferative Diabetic

Retinopathy)

Retinopati diabetikum non-proliferatif merupakan bentuk retinopati akibat

diabetes mellitus dimana lesi retina yang ditemukan masih sebatas perubahan

mikrovaskuler, seperti adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan dilatasi

vena pada retina. Secara klinis, lesi yang menjadi patokan untuk NPDR ini

berupa mikroaneurisma dan kelainan intraretina, seperti perdarahan. Peningkatan

permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan terjadinya penebalan retina karena


edema dan deposit lemak (eksudat keras), edema dan deposit lemak yang terjadi

pada/dekat dengan pusat retina dapat menyebabkan Clinically Significant

Macular Edema (CSME).9,10

Seiring berjalannya penyakit, terjadi penutupan yang perlahan pada

pembuluh darah retina akibat gangguan perfusi dan iskemi jaringan retina.

Tanda dari meningkatnya iskemi jaringan seperti adanya kelainan pada

pembuluh darah vena (dilatasi, looping, beading), IRMA (intraretinal

microvascular abnormalities), dan kebocoran pembuluh darah yang ekstensif

yang ditandai dengan peningkatan perdarahan dan eksudat pada retina.9 Tanda

klinis ini dapat menjadi patokan dalam mengukur tingkat keparahan dari NPDR

seperti pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Keparahan Retinopati Diabetikum2

Tingkat keparahan Lesi yang ada

NPDR Ringan (Mild) Mikroaneurisma saja

NPDR Sedang Terdapat salah satu dari tanda di bawah tanpa ada

(Moderate) tanda PDR

Perdarahan dan mikroaneurisma intraretinal

yang serius pada 1-3 kuadran retina

Venous beading pada kurang dari 2 kuadran

IRMA sedang pada satu kuadran


NPDR Parah (Severe) Terdapat salah satu dari tanda di bawah tanpa ada

tanda PDR

Perdarahan dan mikroaneurisma intraretinal

yang serius pada ke-empat kuadran retina

Venous beadingpada dua kuadran atau lebih

IRMA sedang pada satu kuadran atau lebih

NPDR Sangat Parah Terdapat dua atau lebih tanda NPDR Parah tanpa

(Very Severe) adanya tanda PDR

PDR Ditemukan salah satu atau kedua tanda berikut:

Neovaskularisasi

Perdarahan preretina/Vitreous

NPDR: nonproliferative diabetic retinopathy, IRMA: Intretinal microvascular

abnormalities, PDR: proliferative diabetic retinopathy

2. Retinopati Diabetikum Proliferatif

Bentuk lanjut dari retinopati diabetikum disebut dengan retinopati

diabetikum proliferatif (Proliferative Diabetics Retinopathy/PDR).PDR ditandai

dengan adanya neovaskularisasi atau pembentukan pembuluh darah baru pada

permukaan retina yang dikarenakan oleh iskemia retina yang menyeluruh.

Pembuluh darah baru di atas/dekat diskus optikus (Neovascularisation on the

optic disc/NVD) maupun pembuluh darah baru pada tempat

lain(neovascularisation elsewhere/NVE) bersifat rapuh dan mudah berdarah, dan


menyebabkan perdarahan pada vitreous. Dapat terjadi fibrosis pada pembuluh-

pembuluh darah baru ini, proliferasi jaringan fibrovaskular ini dapat membentuk

membran pada permukaan retina, jaringan fibrovaskular ini juga dapat

menyebabkan ablasi retina. Glaukoma sekunder akibat neovaskularisasi pada iris

pun dapat terjadi.9

2.2.7 Diagnosis

1 Anamnesis

Anamnesis yang perlu digali adalah penurunan visus pada mata tenang

atau berubahnya ukuran kacamata dalam waktu singkat dengan adanya

riwayat diabetes melitus.13

2 Pemeriksaan oftamologi9

a. Pemeriksaan visus dengan snellen chart

Pemeriksaan visus bertujuan untuk menilai tajam penglihatan pasien.

Karena pasien dengan retinopati dibetik mengalami penuruan tajam

penglihatan

b. Pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer schiozt

Pemeriksaan tekanan bola mata ini bertujuan untuk mendeteksi apakah

telah terjadi glaukoma sekunder sebagai komplikasi dari retinopati diabetik


c. Pemeriksaan refleks cahaya pada pupil, pada pasien retinopati diabetikum

yang telah mengalami perdarahan vitreus akan menimbulkan refleks

cahaya negatif

d. Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp untuk

melihat apakah ada epiteliopati kornea, neovaskularisasi iris, tingkat

kekeruhan lensa dan kekeruhan vitreus.

e. Pemeriksaan segmen posterior untuk menilai fundus dengan oftalmoskop.

Hal ini bertujuan melihat kelainan seperti mikroaneurisma, perdarahan

retina, eksudat, neovaskularisasi retina dan jaringan proliferasi di retina

atau badan kaca.


3 Pemeriksaan penunjang3

a. Optical coherence tomography sangat bermanfaat dalam menentukan dan

memantau edema makula. Pengobatan diperlukan pada penebalan retina

lebih dari 300 mikron.

b. Angiografi fluoresein berguna untuk menetukan kelainan mikrovaskular

pada retinopati diabetikum. Defek pengisian yang besar pada jalinan

kapiler (non-perfusi kapiler) menunjukkan luas iskemia retina dan

biasanya lebih jelas pada daerah midperifer. Kebocoran fluoresin yang

disertai dengan edema retina membentuk gambaran petaloid edema

makula kistoid atau membentuk gambaran difus. Ini dapat membantu

menentukan prognosis serta luas dan penempatan terapi laser. Mata dengan
edema makula dan iskemia yang bermakna mempunyai prognosis yang

lebih buruk, dengan atau tanpa terapi laser, dibandingkan dengan mata

edema dengan perfusi yang lebih baik.

2.2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding retinopati diabetikum adalah:9

a. Retinopati hipertensi

b. Retinopati radiasi

c. Retinal venous obstruction seperti central retinal vein occlusion

(CRVO) dan branch retinal vein occlussion (BRVO)

d. Sindrom okular iskemik

e. Idiopatic juxtafoveal retinal telangiectasia

f. Retionpati sickle cell


2.2.9 Tatalaksana

Pengobatan terbaik untuk retinopati diabetes adalah mencegahnya. Kontrol

yang ketat dari gula darah secara signifikan akan mengurangi resiko jangka

panjang kehilangan penglihatan. Pengobatan biasanya tidak akan

menyembuhkan retinopati diabetik juga tidak bisa mengembalikan penglihatan

normal, tapi dapat memperlambat perkembangan kehilangan penglihatan. Tanpa

pengobatan, retinopati diabetes akan terus mengalami progresifitas sampai tahap

lanjut.

Pencegahan yang dapat dilakukan dalam penanganan retinopati diabetik

adalah modifikasi gaya hidup termasuk penurunan berat badan, olahraga,

berhenti merokok, serta mengontrol kadar gula darah, tekanan darah, kadar

lemak darah, dan indeks massa tubuh6.

1. Terapi farmakologi dan bedah

a. Terapi anti-VEGF (anti-vascular endothelial growth factor)

Obat ini bekerja dengan menghambat substansi yang dikenal sebagai faktor

pertumbuhan endotel vaskular, atau VEGF. VEGF memberikan kontribusi untuk

pertumbuhan pembuluh darah abnormal di mata yang dapat mempengaruhi

penglihatan. Obat anti-VEGF dapat membantu mengurangi pertumbuhan


pembuluh darah abnormal.

Setelah pupil dilebarkan dan mata mati rasa dengan anestesi, obat ini

disuntikkan ke dalam substansi vitreous, atau seperti jelly di ruang belakang

mata. Obat tersebut dapat mengurangi pembengkakan, kebocoran, dan

pertumbuhan pertumbuhan pembuluh darah yang tidak diinginkan di retina.

Obat ini dapat diberikan sekali atau sebagai serangkaian pengobatan secara

berkala, biasanya sekitar setiap empat sampai enam minggu7.

b. Bedah Laser (Photocoagulation)

Pada bedah laser, laser akan melewati kornea, lensa dan vitreous tanpa

mempengaruhi mereka sedikitpun. Bedah laser dapat memperkecil ukuran

pembuluh baru yang abnormal dan mengurangi pembengkakan makula.

Pengobatan sering dianjurkan pada pasien dengan edema makula, proliferatif

retinopati diabetik (PDR) dan glaukoma neovascular. Tujuan utama pengobatan

adalah untuk mencegah hilangnya penglihatan dengan mengurangi

pembengkakan makula7.

Untuk kenyamanan selama prosedur, dapat diberikan eyedrop bius,

terkadang anestesi suntikan juga diberikan disamping mata. Kemudian pasien

duduk didepan alat yang disebut mikroskop slit-lamp. Beberapa metode bedah
laser :

1. Panretinal Photocoagulation (PRP)

Pada Proliferatif Diabetic Retinopathy (PDR), sinar laser biasanya diberikan

ke seluruh bagian retina kecuali makula, metode ini disebut fotokoagulasi

panretinal atau PP. Hal ini menyebabkan pembuluh baru yang abnormal

menyusut dan mencegah adanya kekambuhan. PRP diindikasikan pada kasus

dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan

untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif

nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik

anterior. Laser Panretinal telah terbukti sangat efektif untuk mencegah

kehilangan penglihatan berat dari perdarahan vitreous dan traksi retina

detasemen, namun bukan berarti dapat menyembuhkan retinopati diabetes secara

keseluruhan7,8.

2. Focal/Grid Laser

Focal photocoagulation ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi

mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 m dari

tengah fovea. Teknik ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema

macula8.
Grid photocoagulation merupakan teknik penggunaan sinar laser dimana

pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus.

Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal

dan grid photocoagulation.

c. Operasi vitrectomy

Vitrectomy adalah prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien yang

mengalami kekeruhan vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.

Vitrektomi dapat juga membantu pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif

atau yang mengalami fibrovaskular. Selain itu vitrektomi juga diindikasikan bagi

pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,

retinopati diabetik proliferatif berat, dan perdarahan vitreus yang tidak

mengalami perbaikan. Selama operasi vitrectomy, mikroskop dan instrumen

bedah digunakan untuk menghilangkan darah dan jaringan parut yang menyertai

pembuluh darah abnormal pada mata. Menghilangkan perdarahan vitreous

memungkinkan sinar cahaya untuk fokus lagi pada retina.Vitrectomy sering

mencegah perdarahan vitreous lanjut dengan menghilangkan pembuluh

abnormal yang menyebabkan perdarahan. Penghapusan jaringan parut

membantu kembalinya retina ke lokasi normal7.


2. Tatalaksana retinopati diabetikum dilakukan berdasarkan tingkat keparahan

penyakit :

a. Normal atau minimal NPDR ( Non-Proliferative Diabetic Retinopathy)

Pasien dengan pemeriksaan retina normal atau NPDR minimal hanya perlu

dievaluasi setahun sekali, karena dalam waktu 1 tahun 5% sampai 10% dari

pasien tanpa retinopathy akan berkembang menjadi retinopati diabetikum. Bedah

laser, Color Fundus Photography, Fluorescein angiography (FA) tidak

diindikasikan untuk pasien-pasien ini1.

b. Retinopati diabetik non-proliferatif derajat ringan-sedang tanpa edem

makula yang nyata

Pasien dengan microaneurysme retina dan adanya perdarahan blot atau

eksudat keras harus dievaluasi ulang dalam waktu 6 sampai 12 bulan. Pasien

diabetes tipe 1 menunjukkan bahwa sekitar 16% dari pasien dengan retinopati

ringan akan maju ke tahap proliferatif dalam waktu 4 tahun. Operasi laser dan

FA tidak diindikasikan untuk kelompok pasien ini. Color Fundus Photography

dan OCT dari makula terkadang dapat membantu sebagai dasar untuk

perbandingan dikemudian hari1.

Pasien dengan edema makula yang tidak signifikan secara klinis harus
dievaluasi ulang dalam waktu 3 sampai 4 bulan, karena mereka berada pada

risiko yang signifikan untuk mengembangkan CSME.

c. Retinopati diabetik non-proliferatif derajat ringan-sedang dengan edem

makula yang nyata

Retinopati diabetik non-proliferatif derajat ringan-sedang dengan edem

makula yang signifikan merupakan indikasi bedah laser untuk mencegah

perburukan. Beberapa studi menunjukkan bahwa agen anti-VEGF intravitreal

memberikan pengobatan yang lebih efektif untuk CSME yang melibatkan pusat

makula daripada monoterapi dengan Laser surgery. Obat anti-VEGF yang dapat

digunakan antara lain bevacizumab, ranibizumab, atau aflibercept. Penggunaan

rutin antibiotik tetes mata tidak dianjurkan sebelum atau setelah prosedur injeksi

intravitreal. Pasien yang menerima suntikan agen anti-VEGF dievaluasi pada 1

bulan setelah terapi1,7.

d. Retinopati diabetik non-proliferatif derajat berat dan retinopati diabetik

proliferative bukan resiko tinggi

Retinopati diabetik non-proliferatif derajat berat dan Proliferative Diabetic

Retinopathy non-high risk (PDR non-high risk) dibahas bersama-sama karena

data Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menunjukkan bahwa


keduanya memiliki perjalanan klinis dan rekomendasi pengobatan yang sama.

Pasien yang digolongkan pada NPDR derajat berat memiliki risiko

pengembangan penyakit proliferatif yang tinggi. Oleh karena itu, pasien ini

harus dikaji ulang dalam waktu 2 sampai 4 bulan1,7.

ETDRS tidak merekomendasikan fotokoagulasi panretinal untuk mata

dengan NPDR ringan atau sedang, namun ketika retinopathy lebih parah,

fotokoagulasi panretinal harus dipertimbangkan dan tidak boleh ditunda apalagi

ketika sudah mencapai stadium proliferatif dengan resiko tinggi. Penderita harus

dievaluasi 3-4 bulan pasca tindakan7.

e. Retinopati diabetik resiko tinggi / Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)

Risiko tinggi kehilangan penglihatan pada pasien dengan PDR resiko tinggi

dapat dikurangi dengan pengobatan menggunakan fotokoagulasi panretinal.

Fotokoagulasi Panretinal dapat menginduksi regresi neovaskularisasi retina.

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alternatif agen anti-VEGF

(ranibizumab digunakan dalam protokol ini), mungkin menjadi alternatif untuk

panretinal photocoagulation. Namun, banyak yang merasa bahwa fotokoagulasi

panretinal tetap menjadi pilihan pertama untuk pengelolaan PDR. Untuk pasien

PDR berisiko tinggi yang disertai edema makula, dikombinasikan terapi anti-
VEGF dan fotokoagulasi panretinal pada sesi pengobatan pertama1,7.

Pada pasien dengan PDR yang sebelumnya tidak diobati dan memiliki

kekeruhan vitreous dan/ proliferasi neovascular atau fibrovascular aktif harus

dipertimbangkan untuk pars plana vitrectomy. Vitrectomy juga sering

diindikasikan pada pasien dengan ablasi retina akibat traksi yang mengancam

makula, ablasi retina traksi-rhegmatogenous, dan adanya perdarahan vitreous

yang menghalangi fotokoagulasi panretinal. Pasien dengan perdarahan vitreous

dan rubeosis iridis juga harus dipertimbangkan untuk vitrectomy cepat dan

operasi fotokoagulasi panretinal intraoperative1.

2.2.10 Komplikasi

1. Rubeosis iridis progresif

Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior yang paling sering.

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap

adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata

maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.

Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil, selanjutnya tumbuh

dan membentuk membranae fibrovaskular pada permukaan iris secara radial

sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan

akibat intra ocular pressure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu

saat membrane fibrovaskular kontraksi dan menarik iris perifer sehingga terjadi

sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan

tekanan intra intra okular meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang

intra okuler1.

2. Perdarahan vitreus

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.

Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina

hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur

yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.

Perdarahan retina memberikan gambaran pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.

Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau

keseluruhan badan vitreous1.

3. Ablasio retina

Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari

lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa

menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau


kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur1.

2.2.11 Prognosis

Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna

akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, dari

pada mata dengan edema dan perfusi yang lebih baik1.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sitompul R. Retinopati Diabetik. J Indon Med Assoc, 2011, 61(8). P337-

341

2. American Academy of Ophthalmology Retina/Vitreous Panel. Preferred

Pratice Pattern Guidelines Diabetic Retinopathy. San Francisco, CA:

American Academy of Ophthalmology; 2016. Available at

www.aao.org/ppp

3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2015.

4. World Health Organization. Prevention of Blindness from Diabetes

Mellitus. 2006 (diunduh 23 November 2016). Tersedia dari: URL

HYPERLINK: http://www.who.int/

5. Vaughan, D. Oftalmologi Umum. 2009. Edisi 17. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

6. American Academy of Ophtalmology. Retina and Vitreous. 2014-2015.

Jilid XII. USA: AAO, 89-112.

7. Yannis M, Paulus MD, Mark SB. Proliferative and Nonproliferative

Diabetic Retinopathy. 2013. (diunduh 11 Desember 2016). Available at :


https://www.aao.org/munnerlyn-laser-surgery-center/laser-treatment-of-

proliferative-nonproliferative-

8. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.

Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007.p. 1857, 1889-1893.

9. Elia JD, editor (penyunting). Diabetic Retinopathy. New Jersey: Humana

Press; 2008.

10. Albert DM, Miller JW, Azar DT, Blodi BA, Cohan JE, Perkins T. Albert &

Jakobiecs Principles and Practices of Ophthalmology. Third Edition.

Philadelphia: Elsevier; 2008.

11. Jogi R. The Retina. Dalam Basic Opthalmology 4th edition. Hal. 310-50

12. Falcao M, Falcao-Reis F, Rocha-Sousa A. Diabetic retinopathy:

understanding pathologic angiogenesis and exploring its treatment options.

The Open Circulation and Vascular Journal. 2010; 3: 30-42.

13. Lindbergh, Eye care patients with diabetes mellitus. USA. AAO; 2015

14. Wiggs JL dkk. Yanoff & Duker Ophthalmology. Edisi kedua. Mosby

elsevier. China, 2009

Anda mungkin juga menyukai