Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................................... 2

Bab I ........................................................................................................................................... 3

Pendahuluan ............................................................................................................................... 3

Latar belakang ........................................................................................................................ 3

Bab II Pembahasan .................................................................................................................... 4

Bab III ...................................................................................................................................... 14

Penutup .................................................................................................................................... 14

Kesimpulan........................................................................................................................... 14

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 15


Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan
kenikmatan, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Aliran
Realisme Hukum ini dengan baik.

Kami pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada
Dosen Mata Kuliah dan teman-teman yang telah membantu hingga terselasainya makalah ini.

Akhirnya kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Kritik
dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membantu sangat kami nantikan demi
kesempurnaan dalam menyusun makalah selanjutnya.

Makassar, 9 Mei 2015

Penulis
Bab I

Pendahuluan

Latar belakang

Pengertian realisme, secara etimologi berasal dari bahasa latin, res yang artinya benada atau
sesuatu. Secara umum realisme ini dapat diartikan sebagai upaya melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya tanpa idealisasi, sepakulasi, atau idolisasi. Ia berupaya untuk menerima
fakta-fakta apa adanya betapapun tidak menyenangkan.

Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan konsteks hukum, realisme itu bermakna sebagai
pandagan yang mencoba melihat hukum sebagaimana adanya tanpa idealiasi dan spekulasi
atas hukum yang bekerja dan yang berlaku. Pandangan yang mengusahakan menerima fakta-
fakta apa adanya mengenai hukum.

Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell Holmes, Jerome
Frank dan Karl Llewellyn. Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu
konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut mereka hukmitu lebih layak disebut
sebagai pembuat hukum daripada menemukanya. Hakim harus selalu melakukan pilihan, asas
mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan dimenangkan. Aliran realis selalu
menekankan pada hakikat manussiawi dari tindakan tersebut

Holmes mengatakan bahwa kewajiban hukum hanyalah merupakan suatu dugaan bahwa
apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan
keputusan suatu pendailan. Lebih jauh Karl Llewellyn menekankan pada fungsi lembaga-
lembaga hukum.

Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain: hukum adalah alat untuk mencapai tujuan-
tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah
dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan.

1.1. Rumusan masalah

1. Bagaimana mahzab Realisme hukum?

2. Bagaimana Konsep pemikiran realisme hukum?


3. Bagaimana Realisme hukum Amerika?
4. Bagaimana Realisme hukum Skandinavia?
5. Apa Perbedaan realisme hukum Amerika dan realisme hukum Skandinavia?
6. Sebutkan tokoh-tokoh realisme hukum?

1.2. Tujuan masalah

1. Mengetahui mahzab Realisme hukum


2. Mengetahui Konsep pemikiran realisme hukum
3. Mempelajari Realisme hukum Amerika
4. Mempelajari Realisme hukum Skandinavia
5. Mengetahui Perbedaan realisme hukum Amerika dan realisme hukum Skandinavia
6. Mengetahui Tokoh-tokoh realisme hukum
Bab II
Pembahasan

2. Realisme Hukum

Awal mula Realisme dari gerakan critical legal studies, yang semula merupakan keluh
kesah dari beberapa pemikir hukum di Amerika Serikat yang kritis, tanpa disangka ternyata
begitu cepat gerakan ini nenemukan jati dirinya dan telah menjadi suatu aliran tersendiri
dalam teori dan filsafat hukum. Dan ternyata pula bahwa gerakan ini berkembang begitu
cepat ke berbagai negara dengan kritikan dan buah pikirnya yang cukup segar dan elegan.
Sebagaimana biasanya suatu aliran dalarn filsafat hukurn, maka aliran realisme hukum juga
lahir dengan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor hukum dan nonhukum, yaitu faktor-faktor
sebagai berikut:

1. Faktor perkembangan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan


2. Faktor perkembangan sosial dan politik.

Walaupun begitu, sebenarnya aliran pragmatism dari William James dan John Dewey itu
sendiri sangat berpengaruh terhadap ajaran dari Roscoe Pound dan berpengaruh juga terhadap
ajaran dari Oliver Wendell Holmes meskipun tidak sekuat pengaruhnya terhadap ajaran dari
Roscoe Pound. Pengaruh dari aliran fragmatisme dalam filsafat sangat terasa dalam aliran
realisme hukum. Sebagaimana diketahui bahwa kala itu (awal abad ke-20), dalam dunia
filsafat sangat berkembang ajaran pragmatisme ini, antara lain yang dikembangkan dan
dianut oleh William James dan John Dewey. Bahkan, dapat dikatakan bahwa pragmatisme
sebenarnya merupakan landasan filsafat terhadap aliran realisme hukum. Dalam tulisan
tulisan dari para penganut dan inspirator aliran realisme hukum, seperti tulisan d.ari Benjamin
Cardozo atau Oliver Wendell Holmes, sangat jelas kelihatan pengaruh dari ajaran
pragmatisme hukum ini.

Hubungan antara aliran realisme hukurn dan aliran sosiologi hukum ini sangat unik. Di
satu pihak, beberapa fondasi dari aliran sosiologi hukum mempunyai kemiripan atau
overlapping, tetapi di lain pihak dalam beberapa hal, kedua aliran tersebut justru saling
berseberangan. Roscoe Pound, yang merupakan penganut aliran sociological jurisprudence,
merupakan, salah satu pengritik terhadap aiiran realisme hukum. Akan tetapi, yang jelas,
sesuai dengan namanya, aliran realisme hukum lebih aktual dan memiliki program-program
yang lebih nyata dibandingkan dengan aliran sociological jurisprudence (hukum yang baik
haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini
secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang
hidup (the living law).

Bagaimanapun juga, hukum mengatur kepentingan masyarakat. Karena itu, tentu saja,
peranan hukum dalammasyarakat yang teratur seharusnya cukup penting. Tidak bisa
dibayangkan betapa kaeaunya masyarakat jika hukurn tidak berperan. Masyarakat tanpa
hukum akan merupakan segerombolan serigala, di mana yang kuat akan memangsa yang
lemah, sebagaimana pernah disetir oleh ahli pikir terkemuka, yaitu Thomas Hobbes beberapa
ratus tahun yang silam. Homo Homini Lupus. Dan, yang kalah bersaing dan fidak bisa
beradaptasi dengan perkembangan alam akan tersisih dan dibiarkan tersisih, sebagaimana
disebut oleh Charles Darwin dalam teori seleksi alamnya (natural selection), di mana yang
kuat yang akan survive (the fittest of survival). Karena itu, intervensi hukurn untuk mengatur
kekuasaan dan masyarakat merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak), Dalam hal ini,
hukum akan bertugas untuk mengatur dan membatasi bagaimana kekuasaan manusia tersebut
dijalankan sehingga tidak menggilas oranglain yang tidak punya kekuasaan.

Dunia akan kacau seandainya hukum tidak ada, tidak berfungsi atau kurang berfungsi. Ini
adalah suatu kebenaran yang telah terbukti dan diakui bahkan sebelum manusia mengenal
peradaban sekalipun. Mengapa masyarakat Amerika Serikat sampai membenarkan
pengiriman putra-putra bangsanya untuk bergerilya dan mempertaruhkan nyawanya di hutan
tropis dan rawa rawa dalarn Perang Vietnam pada awal dekade 1960-an, Mengapa
kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana, Dan yang lebih penting lagi, mengapa semua
masalah tersebut dan luluh lantak seperti itu terjadi pada abad ke-20 ini, di mana ilmu
pengetahuan dan teknologi sedang mengkiaim dirinya berada di puncak kemajuannya di atas
menara gading itu, Semua ini memperlihatkan.dengan jelas betapa ilmu hukum dan ilmu
sosial serta ilmu budaya sudah gagal dan lumpuh sehingga sudah tidak dapat menjalankan
fungsinya lagi sebagai pelindung dan pemanfaat terhadap peradaban dan eksistensi manusia
di bumi ini.

Karena itu, dalam bidang ilmu nonsains, bahkan juga kemudian dalam ilmu sains itu
sendiri, terdapat gejolak gejolak dalam bentuk pembangkangan, yang semakin lama
tensinya semakin tinggi. Gejolak tersebut yang kemudian mengkristal menjadi protes yand
akhirnya melahirkan aliran baru dengan cara pandang baru terhadap dunia, manusia, dan
masyarakat dengan berbagai atributnya itu. Karena sains juga mempunyai watak anarkis,
maka pada awal mulanya setiap pembangkangan dianggap sebagai konsekuensi dari
perkembangan sains sehingga pembangkangan tersebut dianggap wajar-wajar saja.

Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial
dan control social. Beberapa cirri realisme yang terpenting diantaranya:

1. Tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tangan
hukum.
2. Realisme adalah konsepsi hukumyang terus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan
social, sehingga tiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya.
3. Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada dan
harusnya ada, untuk tujuan-tujuan studi.
4. Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum,
sepanjang ketentuan-ketentuan dan konsepsi hukum menggambarkan apa yang
sebebarnya dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orang.
5. Realisme menekankan evolusi tiap bagian hukum dengan mengingatkan akibatnya.

2.1. Konsep Pemikiran Realisme Hukum

Paham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat


memandang hukum. Bagi seorang advokat, yang terpenting dalam memandang hukum adalah
bagaimana. memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana masa depan dari
kaidah hukum tersebut. Karena itu, agar dapat memprediksikan secara akurat atas hasil dari
suatu putusan hukum, seorang advokat haruslah juga mempertimbangkan putusan-putusan
hukum pada masa lalu untuk kemudian memprediksi putusan pada masa yang akan datang.

Para penganut aliran critical legal studies telah pula bergerak lebih jauh dari aliran
realisme hukurn dengan mencoba menganalisisnya dari segi teoretikal-sosial terhadap politik
hukum. Dalarn hal ini yang dilakukannya adalah dengan menganalisis peranan dari mitos
hukurn yang netral yang melegitimasi setiap konsep hukum, dan dengan menganalisis
bagaimana sistern hukurn mentransformasi fenomena sosial yang sarat dengan unsur politik
ke dalam simbol-simbol operasional yang sudah dipolitisasi tersebut. Yang jelas, aliran
critical legal studies dengan tegas menolak upaya-upaya dari ajaran realisme hukum dalam
hal upaya aliran realisme hukum untuk memformulasi kembali unsur netralitas dari sistern
hukum.

Seperti telah dijelaskan bahwa aliran realisme hukum ini oleh para pelopornya sendiri
lebih suka dianggap sebagai hanya. sebuah gerakan sehingga mereka. menyebutnya sebagai
gerakan realisme hukum (legal realism movement). Nama populer untuk aliran tersebut
memang realisme hukum (legal realism) meskipun terhadap aliran ini pernah juga diajukan
nama lain seperti: Functional Jurisprudence. Experimental Jurisprudence. Legal
Pragmatism. Legal Observationism. Legal Actualism. Legal Modesty Legal Discriptionism.
Scientific Jurisprudence. Constructive Scepticism.

Sebenranya realime sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu
Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia. Menurut Friedmann, persamaan Realisme
Skandinavia dengan Realisme Amerika adalah semata-mata verbal.

2.2. Realisme Hukum Amerika

Aliran ini berkembang pada sekitar abad ke 19 hingga abad ke 20 di maerika serikat.
Ketika itu paham Laissez Faire menjadi kepercayaan yang dominan di sana. Segala kegiatan
intelektual dalam bidang apapun, termasuk filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Selalu dipengaruhi
oleh pandangan formalisme. Pandangan yang formallis ini sesungguhnya menerapkan
prinsip-prinsip logika dan matematiika dalam kajian filsafat, ekonomi maupun jurisprudence,
tanpa mencoba menghubunngkannya dengan fakta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara itu kebangkitan dan kemajuan teknologi dan ilmu-ilmu empiris yang
mendominasi kehidupan nyata di Amerika Serikat, telah merubah cara kaum intelektual
untuk mempelakukan filsafat dan ilmu-ilmu sosial, termasuk logika, sebagai kajian yang
empiris, yang tidak berakar pada pendekatan-pendekatan yang abstrak formalisme

Perubahan pandangan tadi, menggiring sebuah gerakan barus di Amerika yang pada
ujungnya merupakan gerakan perkembangan melawan formalisme, sebuah aliran
pemikiran yang memiliki tendensi atau kecondongan untuk memberikan tekana lebih kuat
pada forma (bentuk) dari pada isi. Pembedaan antara bentuk dan isi untuk pertama kalinya
diungkapkan oleh aroistoteles yang sangat berhubungan erat dengan pembedaan aktus dan
potensialia. Dalam pemikiran hukum, gerakan pembangkangan intelektual ini ditandai
dengan ciri-ciri umum demikian:

1. Para pemikir realisme hukum Amerika amat kritis dengan pemikiran empiris yang
dikembangkan di inggris, yang diusung oleh tokoh-tokohnya, seperti david hume,
jeremy bentham, austin dan juga j.stuart mill. Para filsuf inggris ini memang para
postitivis yang menolak pemikiran metafisi. Namun, menurut kaum intelekual hukum
di Amerika, mereka tadi dianggap kurang empiris dalam menjelaskan ide-idenya. Para
filsuf inggris tadi tidak mendasarkan argumentasinya pada alasan-alasan yang aktual,
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena mereka masih mengemukakan
konsep-konspe formal yang dianggap masih bernuansa abstrak.
2. Para pemikir realisme hukum Amerika ini juga amat kritsi terhadap gagasan historis
yang dikembangkan oleh kaum utilitarian Inggris. Menurut mazhab reaslisme hkum,
pengembangan pengetahuan harus dilakukan secara empiris, dan selalu mencari jalan
penyelesaian bagi setiap problem praktis yang terjadi dalam kehidupan sehara-hari.
Gagasan kaum utilitarian inggris dirasakan kurang menjawab hal tersebut
3. Pendekatan dalam realisme hukum amerika lebih dipengaruhi oleh pendekatan
sosiologis (dan juga priskologi sosial) pendekatan ini mengarah pada satu objek
pokok, yakni apa yang secara aktula terjadi, dalam hal ini apa yang terjadi dalam
lembaga peradilan. Bagaimana praktik hukum yang dilakasanakan oleh para hakim
dan pegawai pengadilan, menjadi persoalan yang pokok. Merekalah yang membuat
hukum secara konkret, karena dari merekalah, masyarakat melihat adanya hukum
yang eksis. Persoalan teoritis, oleh sebab itu, tidak perli diindahkan.

Gerakan realisme di amerika merupakan reaksi terhadap aliran positivism. Realisme


amerika serikat adalah merupakan pendekatan secara pragmatis dan behaviouritis terhadap
lembaga-lembaga social, aliran realisme ini menekankan hukum sebagai law in action dan
menganggap hukum itu sebagai pengalaman, sumber hukum dalam aliran realism ini adalah
putusan hakim.

Tokoh-tokoh dalam aliran realisme di amerika adalah oliver wendell holmes, john dewey,
jerome frank, k. Llewellyn, axel hagerstrom, w twinning, jerome frank. Aliran realisme
dibagi kedalam dua kelompok :

1. Rule Skeptics, dimana ketidakpastian hukum itu timbul akibat dari peraturan yang
tertulis dan penerapan hukum yang mengutamakan keseragaman.
2. Factskeptics, memandang bahwa ketidakpastian hukum itu berasal dari Hakim yang
mengambil keputusan hukum berdasarkan fakta-fakta.

Ciri-Ciri Realisme Menurut K Llewellyn:

1. Realisme Tidak Mengakui Adanya Suatu Mazhab Realisme


2. Realisme Adalah Konsep Hukum Yang Terus Berubah
3. Realisme Berpokok Pangkal Pada Pemisahan Das Sain Dan Das Sollen
4. Realisme Tidak Menggantungkan Putusan- Putusan Pada Peraturan Dan Pengertian
Hukum Tradisional
5. Gerakan Realisme Berpendirian Bahwa Setiap Hukum Harus Memperhatikan Akibat
Dari Hukum.

Jerome frank juga membuat tulisan yang terdiri dari;

1. Law and the modern mind : suatu peratuan mengandung suatu yang tetap dan prinsip-
prinsip hukum yang selalu baik dan benar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
memutuskan suatu perkara namun tidak selamanya peraturan perundang- undangan
itu lengkap dan dapat menyelesaikan permasalahan hokum.
2. Courts on trial : dalam tulisannya ini frank mempersoalkan pemeriksaan perkara di
pengadilan dengan menggunakan metode pemikiran common law traditional.
3. Holmes (dalam bukunya path of the law), Holmes memberikan suatu gagasan tentang
hukum yang didasarkan pada pengalaman dan holmes meragukan peranan logika, dia
mengatakan keseluruhan logis hukum adalah hasil dari konflik pada setiap tingkat
diantara logika dan pengertian yang baik dan usaha-usaha untuk mendapatkan hasil
yang konsisten, dugaan-dugaan tentang apa yang akan diputuskan oleh pengadilan
itulah yang disebut sebagai hukum. (pendapat Holmes ini lah yang yang secara tepat
menggambarkan bahwa pemikiran aliran realisme di amerika pragmatis).
2.3 Realisme hukum Skandinavia

Aliran realisme juga merambah negara-negara kawasan skandinavia yang relatif


terisolasi di Eropa, Diterimanya pemikiran yang realis dikawasan ini, disebakan oleh tulisan-
tulisan para yuris negara-negara Nordic, yang mulai kritis terjadap sistem hukumnya sendiri.
Mereka melihat, dengan kondisi geografis kawasam skandinavia yang relatif terisolasi di
Eropa, ditambah lahi miskinya hubungan perdagangan internasional, telah meyakinkan
mereka bahwa roman law, sebagai hukum yang mendominasi bumi eropa saat itu, tidak
memberikan dampak atau manfaat yang besar bagi perkembangan sistem hukum mereka.

Sistem hukum dinegara-negara skandinavia jika dibandingkan dengan sistem hukum


didunia ini memiliki sistem yang lumayan berbeda, jika dibandingkan dengan negara-negara
yang ada di Eropa, hukum di Skandinavia, adalah yang paling sedikit terkodifikasi dan
kebanuakan lebih berorientasi pada putusan-putusan hakim.

Lahirnya gerakan realisme di kawasan Skandinavia ini, jika ditelusuri dibelakang,


disebbakan oleh tradisi berpikir empiris ala inggris. Pendekatan empiris dalam bidang
filsafat, termasuk jurisprudence, yang bernuansa sosiologis yang berkembang subur di inggris
telah turut memengaruhi cara berpikir mengenai hukum di kawasan skandinavia.

Ciri pendekatan dalam realisme hukum skandinavia lebih dipengaruhi oleh


pendekatan psikologi. Fokus perhatian aliran ini tidak seperti di amerka yang memersoalkan
praktik hukum para pejabat hukumnya tetapi perilaku orang-orang yang berada di
manfaatkan guna menjelaskan fenomena hukum tersbeut. Pendekatan yang bersifat faktual
semata. Karena itu, persoalan metafisika disingkirkan dalam aliran ini. Konsep=konsep
hukum, seperti validitas hukum, eksistensi hak dan kewajiban hukum, termasuk konsep hak
kebendaan dan laingagasan hukum, termasuk konsep hak kebendaan dan lain sebagainya.
Merupakan gagasan-gagasan imajiner. Gagasan semacam inilah yang dianggap metafisi.
Dengan demikian, aliran ini hanya menaruh perhatian yang kuat pada prakiraan-prakiraan
terhadap setiap tindakan yudisial, yang didorong oleh alasan-alasan psikologis yang tidak
faktual, dimana tindakan yudisial ini berpengaruh secara nyata terhadap setiap orang.

Secara umum ciri-ciri aliran realisme hukum skandinavia adalah:

1. Pemikiran ini berwatak sosiologis dengan warna penolakan terhadap pemikiran yang
apriori, dan menekankan tentang pentingnya menempatkan hukum dalam konteks
kebutuhan yang faktual dari social life, oleh sebab itu, mereka menlak konsep-konsep
hukum yang abstrak, karena hal itu adalah metafisika, bukan fakta yang aktual.
2. Kepedulian aliran ini amat tinggi terhadap aspek praktis dari jalannya proses
peradilan, namun hal tersebut dikaji dengan cara yang bersifat teoretis.

Aliran ini berkeyakinan bahwa hukum hanya bisa dijelaskan melalui fakta- fakta yang
bisa diobservasi, dan studi tentang fakta ini yang disebut dengan ilmu pengetahuan hukum-
karenanya merupakan sebuah ilmu pengetahuan sebagaimana ilmu pengetahuan lain yang
peduli dan memfokuskan diri pada fakta dan kejadian dalam hubungan sebab-akibat. Oleh
karena itu, keyakinan tentang kekuatan mengikat, kebenaran hukum, eksistensi hak dan
kewajiban, keyakinan tentang hak property dipisahkan dari khayalan dan dunia metafisika.

Bagi Olivecrona, aturan hukum merupakan perintah yang independen yang


termanifestasikan dalam bentuk perintah, namun tidak seperti perintah yang berasal dari
seseorang. Hukum termanifestasikan dalam rasa dari rangkaian kalimat dalam Undang-
Undang, dan ditangkap oleh alam pikiran manusia dan selanjutnya mempengaruhi tingkah
laku manusia. Lundstedt menambahkan bahwa aturan hukum hanyalah sebuah prosedur
untuk mencapai tujuan tertentu (dalam hal ini adalah kesejahteraan sosial). Lundstedt
memandang bahwa hak dan kewajiban hanyalah merupakan konklusi hukum. Dia
mencontohkan bahwa hak atas property sebenarnya hanyalah tiadanya resiko hukum bagi
pemilik property untuk melakukan tindakan- tindakan atas properti tersebut. Dengan
demikian, property right tidak muncul dari das sollen, melainkan dari das Sein.

Menurut Olivecrona, kinerja sistem hukum tidaklah mistis, atau didasarkan pada enititas yang
fiktif, misalnya negara atau sifat mengikat dari hukum. Dia beranggapan bahwa hukum
diproduksi oleh sekumpulan orang yang berada dalam sebuah organisasi negara yang mampu
menjalankan hukum melalui kekuatan pemaksa yang dimilikinya, dan sekumpulan orang di
lembaga legislatif yang dapat menghadirkan tekanan psikologis terhadap masyarakat..

Dalam pemikiran aliran Skandinavia, gagasan-gagasan moral sebenarnya dibentuk oleh


hukum. Hukum menjadi faktor utama yang mempangaruhi standard moral, terutama karena
kemampuannya untuk menggunakan kekuatan untuk menegakkanya. Teori ini memang
sangat rentan untuk diperdebatkan, terutama jika dipertanyakan tentang mana yang lebih dulu
hadir, apakah moral ataukah hukum.

Kebanyakan kelompok realis mendukung konsep legal ideology atau method of justice
dengan menyandarkan diri pada tujuan material hukum, mengutamakan sistem hukum yang
aktual, sehingga menolak aspek metafisika, atau penggunaan hukum alam atau nilai keadilan
sebagai parameter penilaian objective, karena menurut aliran realis, sebuah penilaian pastilah
subjectif. Bagi Lundstedt, jurisprudence haruslah berdasarkan observasi atas fakta, bukannya
berdasarkan atas penilaian individual atau metafisika.

2.4 Perbedaan Realisme Amerika & Skandinavia Realisme

Amerika lebih memfokuskan diri pada kerja praktis untuk mengkaji proses hukum,
berbeda dengan Realisme Skanidnavia yang lebih berfokus kepada operasi teoritis atas sistem
hukum secara keseluruhan.

Skandinavia memang merepresentasikan aliran empiris yang ekstrem, namun


Amerika justru yang paling depan dalam menekankan pentingnya studi faktual dalam rangka
mencari solusi atas problem hukum. Skandinavia tampak lebih mengandalkan pada argumen
apriori dalam menemukan solusi atas problem hokum.

Gerakan Realisme Skandinavia dipengaruhi oleh tradisi filsafat Eropa, sedangkan


realisme Amerika lebih dipengaruhi oleh karakter empirisme Inggris.
2.5 Tokoh-tokohRealisme Hukum

1. Di Amerika Serikat

Tokoh-tokoh utama realisme amerika yaitu:

1. Oliver Wendell Holmes

Lahir pada tanggal 8 maret 1841 in Boston, Massachusettes. Kemampuan intelektualnya


yang menakhubkan untuk mengungkapkan dirinya membuat Holmes berada dalam pemikir
Amerika yang disegani. Ia menjadi anggota mahkamah agung amerika serikat selama kurang
lebih 30 tahun.

Pandangan Holmes mengenai hukum bermula dari idenya bahwa hukum itu sama halnya
dengan pengalaman, seperti halnya juga dengan logika. Oleh sebab itu, menurutnya, hukum
hanyalah sebatas prediksi-prediksi terhadap keputusan apa yang akan dibuat oleh peradilan.
Ia menekankan tentang pentingnya aspek empiris dan pragmatis dari hukum. Karena itu ebuh
policy misalnya yang telah di putuskan atau dibuat, menurut holmes, bukan didasarkan pada
pembenaran-pembenaran yang ilmiah oleh ilmu hukum, tetapi lebih karena alasan adanya
kepentingan masyarakat (sosial) yang faktual.

Hukum sebagai fakta yang empiris, disamping itu, harus dibedakan dengan moral.
Baginya para praktisi hukum hanya berkutat pada persoalan mengenai apa itu hukum, yang
bersifat deskriptif, bukan pada persoalan mengenai bagaimana hukum itu seharusnya, yang
bersifat preskriptif. Jadi yang penting adalah kelakukan aktual seorang hakim yakni apakah
seorang hakim akan menerapkan sanksi pada suatu sikap tinda tertentu atau tidak.

Deskripsi holmes mengenai prediksi keputusan yang dibuat oleh peradilan, menempatkan
betapa pentingnya peranan hakim dan praktisi hukum. Prediksi-prediksi itu harus dibangun
berdasarkan pada aspek empiris, dari pada berdasarkan argumentasi logis yang deduktif
sifatnya, seperti ideologi. Menurut Holmes, yang memengaruhi hakim dalam memutuskan
suatu hal adalah:

1. Kaidah-kaidah hukum
2. Moral hidup pribadi, dan
3. Kepentingan sosial

Gagasan-gagasan Holmes ini memang berpengaruh besar dalam sistem hukum Amerika,
karena diterima oleh banyak praktisi hukum disana saat itu. Hal ini meliputi juga gagasan
yang brilian tentang peranan mahkamah agung, yang harus menjadi sensor bagi seluruh
legislasi dan beragamna aturan huum dan keputusan yang dibuat disetiap negara bagian, serta
keberadaan peradilan di ameriak yang secara faktual aparat-aparatnya diisi berdasarkan
keputusan para polititus. Fakta-fakta ini semakin menguatkan holmes bahwa pentingn
memercayai pendekatan yang empiris terhadap proses hukum.

2. Jerome Frank

Jerome New Frank lahir , pendidikan sarjana diselesaikan di univirsity of Chicago pada 1909.
Lalu pada 1912, ia menyelesaikan pendidikann hukumnya di universitas yang sama.
Gagasan Frank mengenai hukum pada garis besarnya bahwa hukum tidaklah sama
dengan aturan-aturan hukum yang tetap dan yang statis serta yang tidak berubah.
Menurutnya, hal tersebut adalah sebuah ilusi. Sama ilusinya dengan pandangan seorang anak
terhadap ayahnya yang menganggap ayahnya sebagai orang tua yang sempurna. Pandangan
ini berlaku statis. Pandangan frank ini dibangung karena ia membagi adanya 2 alliran kaum
realis, yakni rule-skeptics dan fact-skeptics. Pada aliran yang pertama, melihat bahwa
ketidakpastian hukum itu disebabkan oleh teks-teks aturan hukum, dan mencoba menuntut
adanya keseragaman dalam proses peradilan. Sementara pada aliran yang kedua, melihat
ketidakpastian peradilan itu disebabkan ketidakjelasan fakta-fakta yang ada.

Frank menegaskan bahwa pandangan aliran rule skeptics tidak tepat, karena yang
lebih penting adalah memperhatikan aktivitas peradilan. Baginya, hukum adalah putusan
pengadilan. Putusan pengadilan bukan melulu merupakan perpanjangan suara dari kaidah
hukum yang statis tersebut, tetapi juga tergantung dari banyak faktor seperti; prasangka
politik, ekonomi, dan moral. Salin itu juga ada faktor simpatik dari seorang hakim.

Oleh sebab itu, baginya adalah lebih baik apabila sebuah kaidah hukum dirumuskan
sebagai generalisasi fiktif abstrak dari kelakuan para hakim, daripada dirumuskan secara
statis oleh para pembuat undang-undang. Maka itu ia menyerang pendekatang text-book
dalam hukum yang melihat hukum itu sematamata sebagai kumpulan dari aturan-aturang
yang abstrak, sebagai hal yang keliru baginya, gagasan kepastian hukum, seperti yang
diidamkan dalam aturan-aturan hukum yang abstrak semacam undang-undang uang dibuat
oleh para pembuat undang-undang merupakah hal yang mustahil.

3. Benjamin N. Cardozo

Dilahirkan di new york, keluaganya keturuna yahudi yang bermigrasi ke Amerika pada
sekitar 1740-1750 dari portugal melalui belanda dan inggris.

Cardozo memandang perkembangan hukum terikat pada tujuan hukum yakni kepentingan
hukum. Oleh sebab itu, kegiatan para hakim dituntun oleh norma-norma kepentingan umum.

Gagasan cardozo yang demikian, menandakan bahwa walau ia berpatokan pada kegiatan para
hakim, namun di lain sisi, ia melihat kewibawaan hakim itu sebagai warna normatif dari
hukum. Disini nampak bahwa gagasan realis cardozo mengenai hukum, masih diwarnai oleh
aspek normatif-atau dengan pernyataan lain; tidak empiris sifatnya. Cardozo bersikap
moderat, tidak skeptis dibanding tokoh-tokoh lain yang berpaham realis di amerika. Ia tetap
mempertahankan prinsip pokok aliran ini tentang perkembangan hukum yang dibentuk oleh
pengadilan, termasuk pengaruh hubungan-hubungan sosial-ekonomi. Namun ia melihat
bahwa aspek normatif juga ada dalam hukum yang secara faktual terjelma dalam diri hakim
yang mengemban norma-norma kepentingan umum.

1. Di Skandinavia
2. Axel Hagerstrom

Di lahirkan di Vireda, Swedia pada 6 september 1868. Ia adalah seorang filsuf


berkembangsaan swedia. Keluarganya adalah penganut kristen protestan beraliran lutheran

Pemikiran hukum menurutnya adalah sama dengan sosiologi hukum tanpa investigasi
empiris, namun harus berdasarkan analisis konseptual, historis dan psikologis.
Oleh sebab itu, menurut Hagerstrom, teori hukum normatif, seperti yang dikembangkan
oleh immanuel kant dan pengikutnya neo-kantian hans kelsen, adalah metafisis. Karenanya
pemikiran metafisika merupakan sebuah khayalan belaka.

Hukum, menurutnya, merupakan perasaan psikologis yang kelihatan dari rasa wajib, rasa
senang mendapatkan keuntungan, rasa takut akan reaksi dari masyarakat apabila ang
bersangkutan tak melakukan tindakan tertentu. Oleh dari kenyataan-kenyataan empiris yang
relevan dalam bidang hukum.

Hal ini dapat dipahami ketika kita mencoba membuktikannya melalui hukum romawi
kuno. Dalam hukum tersebut ada ide-ide seperti aturan hukum, milik, kewajiban dan lainnya.
Yang bukan berasal dari ide yang rasional. Ide-ide itu berasal dari bayangan yang sakral dan
ketika orang romawi menaati hukumnya, itu bukan karena suatu alasan moral, berkewajiban
untuk menaatinya tapi karena adanya alasan yang sakral dari hukum. Sehingga orang romawi
merasa takut untuk melanggaranya. Jika itu terjadi akan ada kesialan dalam kehidupannya.
Karena itu, semua pandangan hukum sebagai hukum yang normatif pada dasarnya bersifat
sakral. Demikian kesimpulannya. Maka, hagerstrom berpendapat, hukum itu harus
berdasarkan kenyataan empiris yangs esuai dengan perasaan psikologis dari tiap individu.

2. Ander Vilhelm Lundstedt

Dilhairkan di swedia pada tahun 1882. Menurut Lundstedt, dibalik konsepsi hukum,
terdapat mekanisme hak subjektif dan kewajiban hukum, terdapat mekanisme hukum yang
bergerak. Mekanisme ini merupakan pikiran-pikiran yang dalam keadaan tertentu
menghadapi situasi paksaan yang mengandung suatu ancaman hipotesis. Misalnya anda
harus melakukan.. jika tidak.. dengan demikian alat paksaan begitu membuat takut sehingga
orang sampai pada ide kewajiban hukum walaupun sebenarnya tidak ada situasi yang bersifat
normatif yuridis, hanya sesuatu yang alamiah saja sifatnya.

Hukum postif sama sekali tidak mewajibkan. Undang-undang merumuskan


bagaimana sikap tindak seseorang dalam situasi tertentu, dan sikap tindak tersebut merupakan
faktor-faktor psikologis belaka. Karena itu, teori lundstedt adalah teori yang menganut
priskologisme belaka.

Lundstedt melihat bawah jurisprudence sama halnya dengan natural science, yang
didasarkan pada observasi fakta-fakta dan hubungan aktual diantara fakta-fakta tersebut,
bukan pada evaluasi yang bersifat personal maupun faktor yang metafisis. Untuk memanami
fenomena ini, bagi lundstedt, dapat dilakukan semata-mata dengan memerhatikan secara
seksama realitas sosial, sebagai sumber utama. Faktor-faktor ideologis yanga da dalam diri
orang secara personal yang dapat memengaruhi pemikiran orang dalam memandang fakta-
fakta yang ada, harus disingkirkan jauh-jauh. Bagi laundstedt, yang terpenting dalam realitas
soail itu, terdapat fakta-fakta aktual yang menjelaskan bagaimanas etiap orang berjuang untuk
mendapatkan sesuatu, bukan apa yang seharusnya mereka perjuangkan. Disni nampak bahwa
lundsedt mengabaikan aspek normatif, dan emata-mata melihat kenyataan aktual dari setiap
tindakan orang dalam memenuhi keinginanya. Gagasannya ini kemudian disbeut sebagai
metode social welfare. Dimana metode ini memang bermaksud untuk meniadakan faktor-
faktor ideologis dalam pemikiran, setiap orang, termasuk para filsuf yang telah menyusun
teori atau pandangan filosofinya tentang masyarakat, amat di pengaruhi oleh pilihan-pilihan
yang ideologis.
Pandangan ini secara konsisten diterapkan oleh laudnsedt, ketika ia mendekripsiskan
pemikirannya mengenai hukum pidana dan pemidaan-deskripsisnya tentang ini adalah
kontribusi terbesarnya dalam ilmu hukum baginya, hukum pidana dan pemidanaan harus
dengan kepentingan sosial welfare. Kasus seseorang yang dipidana, harus dilihat dalam
eprspektif kepentingan dari masyarakat. Lundstedt menolaj penangana kasus yang bersifat
indibidualistis, karena hukuman bertujuan untuk menghadang kriminalitas. Oleh sebab itu,
yang penting dalam hukum pidana adalah terdapatnya moralitas publik. Dan jika secara
moral publik, setiap tindakan tertentu yang melawan hukum, dapat dihukum, maka tujuan
utama yang sistem hukum pidana, yakni untuk menekan angka kejahatan akan efektif
tercapai.

3. Aif Ross

Ia lahirpada 10 juni 1899 di kopenhagen. Menurut Aif Ross, keharusan yuridis


(kewajiban, hak dan lainnya) adalah salah satu unsur dari realitas sosial. Realitas sosial disini
adalah sebuah totalitas organis dimana perbuatan sosial dan psikofisi (sanksi) berjalin.
Realitas sosial disini disebut juga sistem sosial atau kehendak sosial kolektif. Dengan ini ia
mengkritsi terosi murni tentang hukum dari Kelsen. Bagi ross, norma tidak lepas dari realitas
sosial. Oleh sebab itu, grundnorm adalah bagian dari realitas sosial.

Semua gejala yang muncul berkaitan dengan pengalaman tentang hukum harus diselidiki
sebagai gejala psikofisis saja, bukan sebagai gejala-gejala khusus. Ross mengusulkan
ethologi naturalistis: ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala yang tampak dalam
kelakuan manusia, dan dengan melukiskannya dan menerangkannya sebagai kenyataan
psikofisis saja. Dengan in ia juga mengembangkan behavirosime etis.

Menurut ross, sikap tindak manusia dapat digolongkan menjadi dua:

-. Ber-interesse, dalam bersikap tidan tersbeut orang merasa sungguh-sungguh terlibat. Sikap
tidnak itu diesuaikan dengan cita-citanya. Sikap tidnak ini berdasarkan refleks-refleks
fisiologis, sehingga atas dasar proses itu sikap tinda tertentu dapat diramalkan

tidak ber-interesse. Sikap tindak yang tidak menurut cita-cita sendiri. Dasarnya
adalaha dat dan sugesti. Sikap tindak ini dilakukannya karena terbiasa dan sesuai
dengan harapan orang lain. Kesan yang muncul adalah seakan-akan perbuatan-
perbuatan tersbeut harus dilakukan pelas dari kepentingan sendiri. Sehingga
pandangans ebagai kewajiban.

Menurut ross, timbulnya hukum dimasyarakat menjadi sebuat kewajiban diterangkannya ke


dalam empat tahapa;an cara berlaku yang sesuai dengan kecendrunga

1. Tahap paksaan, masyarakat dipaksa untuk menaati aturan tertentu


2. Ada ketakutan akan paksaan sehingga anggota komunitas mengembangkan cara
berlaku yang sesuai dengan kecendrungan umum
3. Tahap terbiasa, orang-orang sudah mulai terbiasa untuk melaksanakan sesuai dengan
aturan. Ada efek sugestif sosial dari paksaan yang telah terinternalisasi. Muncul
konsepsi kewajiban dalam tataran komunitas.
4. Tahap pelembagaan. Aturan-aturan tersbeut telah menjadi norma-norma dan ada
aparat pengawas dan penjaga yang kemudian menjami pelaksanaan norma-norma itu.
Muncul konsepsi instansi yang mempunyai kompetensi dalam penegakan norma.
Bab III

Penutup

Kesimpulan

Aliran realisme hukum yang berkembang di Amerika memilki teman sehaluan yang sama-
sama menggunakan gerakan realisme adalah Realisme di Skandinavia. Jika di amati
beberapa ciri khas dari aliran realis Skandinavia, aliran realisme tersebut mempunyai
pandangan yang lebih empirikal dari realisme hukum di bandingkan realism di amerika
serikat.

Realisme hukum muncul karena adanya keputusasaan yang dirasakan oleh masyarakat atas
ketidakmampuan hukum yang ada untuk menjawab segala rasa keadilan yang diperlukan oleh
masyarakat. Banyaknya disparitas putusan serta tumpulnya hukum yang tidak mampu
menjangkau orang yang memiliki harta melimpah menyebabkan masyarakat menolak adanya
hukum secara formil yang menggeneralisirkan setiap kasus yang ada. Realisme hukum
menolak adanya preseden dan hal ini adalah pemikiran yang wajar karena disertai dengan
alasan-alasan yang kuat.

Perbedaan dari realisme Amerika dibanding dengan realisme Skandinavia yakni


menitikberatkan kepada Perilaku-Perilaku Hakim. Sementara aliran realisme Amerika
melakukan penyelidikan terhadap hukum yang tumbuh dari perhatian hak-hak dan kewajiban
subjek hukum atau dengan kata lain lebih banyak memfokuskan diri pada gejala hukum di
masyarakat.

Realisme Amerika
Hukum bekerja menikuti peristiwa peristiwa konkret yang muncul. Dalil dalil
hukum yang universal harus diganti dengan logika yga fleksibel dan eksperimental.
Sumber hukum dari aliran ini adalah putusan hakim.
Realisme Skandinavia : Pusat perhatiannya bukanlah para fungsionaris hukum
(khususnya hakim), tetapi orang orang yang berada dibawah hukum


Daftar Pustaka

Pengantar ke filsafat hukum, Antonius Cahyad & E. Fernando M. Manuliang, Prenada media
group, jakarta, 2008

Filafat hukum, Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Filsafat Hukum, Prof. Dr. H.R. Otje Salman S., SH. Refika Aditama, Bandung, 2009

Fery Sujarman Blog; http://sujarman81.wordpress.com/2011/08/26/teori-hukum-realis-atau-


legal-realism/,

http://lovetya.wordpress.com/2008/12/14/filsafat-hukum-resume-buku-filsafat-dan-teori-
hukum-post-modern-dr-munir-fuady-sh-mh-llm/,

http://aliran-aliran-filsafat-hukum.html=1

http://realisme-hukum.html=1

Anda mungkin juga menyukai