STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Pembimbing:
Laporan Kasus
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 6 Maret 9 April 2017.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Stroke Hemoragik. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Alwi Shahab, Sp.S (K), selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah ilmiah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
BAB II STATUS PASIEN........................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
BAB IV ANALISIS KASUS ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus
mampu memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (kasus gawat darurat). Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
informasi dan wawasan mengenai stroke, sehingga kompetensi yang diharapkan
dapat tercapai.
2
BAB II
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. AR
Umur : 66 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. Pedang YPP, No 502, Kemuning, Palembang
Agama : Islam
MRS Tanggal : 16 Maret 2017
ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan
kelemahan pada sesisi tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas, tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sesisi tubuh sebelah kanan, tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita mengalami sakit kepala, mual muntah tidak
ada, tidak disertai kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sesisi tubuh yang mengalami
kelemahan. Penderita sehari-hari menggunakan lengan kanan untuk beraktivitas. Penderita
tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat penderita
berbicara, mulutnya mengot ke arah kanan dan bicaranya pelo. Saat serangan penderita
tidak mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak nafas.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak 4 tahun yang lalu, penderita tidak
rutin minum obat & kontrol secara teratur. Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada, riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada.
Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.
3
PEMERIKSAAN (16 Maret 2017)
Status Internus
Kesadaran : GCS : 13 (E:4, M:5, V:4)
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,5 C
Nadi : 83 x/m
Pernapasan : 20 x/m
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 168 cm
Jantung : HR: 84 x/m, murmur (-), gallop (-)
Paru-Paru : Vesikuler(+), ronkhi(-),wheezing (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Lihat status neurologikus
Genitalia : Tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperattif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : (-)
Ukuran : normal Fraktur : (-)
Simetris : simetris Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-) Tumor : (-)
4
Pulsasi : (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia (-) (-)
Hyposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
Kanan Kiri
- Anopsia (-) (-)
- Hemianopsia (-) (-)
5
Fundus Oculi Tidak Diperiksa
- Papil edema
- Papil atrofi
- Perdarahan retina
6
N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit tidak ada kelainan
- Trismus tidak ada kelainan
- Refleks kornea tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi tidak ada kelainan
- Pipi tidak ada kelainan
- Dagu tidak ada kelainan
N.Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menutup mata tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi sudut mulut tertinggal tidak ada kelainan
- Lipatan nasolabialis sedikit datar tidak ada kelainan
- Bentuk Muka
- Istirahat tidak ada kelainan
- Berbicara/bersiul bicara pelo
Sensorik
2/3 depan lidah tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chvosteks sign (-) (-)
7
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan tidak diperiksa
Detik arloji tidak diperiksa
Tes Weber tidak diperiksa
Tes Rinne tidak diperiksa
N. Vestibularis
Nistagmus (-) (-)
Vertigo (-) (-)
8
N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu tidak ada kelainan
Memutar kepala tidak ada kelainan
N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Mengulur lidah deviasi lidah ke kanan
Fasikulasi (-)
Atrofi papil (-)
Disartria (+)
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Kurang
Cukup
Kekuatan 3 5
Tonus Meningkat Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Meningkat Normal
- Triceps Meningkat Normal
- Radius Meningkat Normal
- Ulna Meningkat Normal
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner (-) (-)
9
- Leri (-) (-).
- Meyer (-) (-)
Trofik (-) (-)
10
Trofik tidak ada kelainan
SENSORIK
Tidak ada kelainan
GAMBAR
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : bdd
Ereksi : tidak dinilai
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : (-)
Lordosis : (-)
11
Gibbus : (-)
Deformitas : (-)
Tumor : (-)
Meningocele : (-)
Hematoma : (-)
Nyeri ketok : (-)
12
Limb Ataxia : Belum dapat dinilai
13
GERAKAN
ABNORMAL
Tremor :
(-)
Chorea :
(-)
Athetosis :
(-)
Ballismus :
(-)
Dystoni :
(-)
Myocloni :
(-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik :
(-)
Afasia sensorik :
(-)
Apraksia :
(-)
Agrafia :
(-)
Alexia :
(-)
14
Pemeriksaan Penunjang
15
Tekanan : tidak diperiksa NaCl : tidak diperiksa
Sel : tidak diperiksa Queckensted : tidak diperiksa
Nonne : tidak diperiksa Celloidal : tidak diperiksa
Pandy : tidak diperiksa Culture : tidak diperiksa
PEMERIKSAAN EKG
Irama sinus, reguler, HR: 95 x/menit, axis normal, Gelombang P normal, PR interval < 0,2
detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change (-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1 < 1.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1. Rontgen Thorax
Tulang-tulang/jaringan lunak tak tampak
kelainan
CTR>50%,apex tertanam,
aorta elongasi
Pulmo: corakan bronkovaskuler
meningkat
Trachea: posisi, batas-batas, dan diameter
dalam batas normal; tak tampak
penebalan garis paratracheal
16
Mediastinum di tengah dan tak melebar
Diafragma normal, sudut costophrenicus
lancip
2.CT Scan
Kepala:
Tampak area hiperdens di parietal kiri
ukuran 4,62x3,81 cm.
Differensiasi grey, white matter jelas.
Tak tampak deviasi midline structure.
Sistem ventrikel normal, sulci/gyri
normal.
Pons/cerebellum/CPA normal.
Sinus paranasal/cavum nasi dan orbita
normal.
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
17
Nonfarmakologi:
Follow Up: GCS+TTV
Head up 30
O2 adekuat
Diet cair 1700 kkal
Konsul Bedah Saraf
Farmakologi
PROGNOSIS
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Otak merupakan organ yang palik aktif secara metabolik. Otak hanya
memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20% kardiak
output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara anatomis,
pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Anterior Serebri Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di
sekitarnya dan korpus kalosum anterior
19
serta substantia alba di sekitarnya
Arteri serebelar Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior
Superior
Arteri serebelar Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
posterior disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior
Cabang Thalamus
thalamoperforata
20
3.2 Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan tertinggi di dunia,
serta merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di
Amerika setiap tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita (Ahmad dan
Amir, 2003). Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik memiliki angka kejadian 85% dari seluruh stroke
yang terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli.19
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian
stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap tujuh orang yang meninggal di
Indonesia, satu diantaranya disebabkan stroke. 4
21
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler
Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah otak
yang mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat pngelompokkan
stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik,
namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-hemoragik) tidak dapat
semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, karena semua gejala pada
kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan
yang lebih komprehensif untuk menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.8
22
1. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana
didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala
serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh darah otak tertentu.4,10,11
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan,
gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan,
gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik.
Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan: gangguan penglihatan,
pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervi
kranalis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop
attack, gangguan sensorik, gangguan kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa
keadaan didapat gangguan neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia
maupun amnesia. 1,2
2. Diagnosis Topik
Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi :3,4
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di bawah:
- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
- Hemianopia kontralateral
- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia,
apraksia
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di bawah
ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi luhur:
-Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
-Hemianopia kontralateral
-Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia
c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:
- Gangguan motorik murni
- Gangguan sensorik murni
- Hemiparesis dengan ataksia
d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala:
- Diplopia
- Disfagia
- Vertigo
- Disartria
- Hemiparesis alternans
- Gangguan motorik/sensorik bilateral
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign
3. Diagnosis Etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah CT-
scan kepala. 1,2
23
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah dan urin),
elektrokardiogram, ekhokardiogram, foto toraks, pungsi lumbal, elektroensefalogram,
arteriografi, doppler sonography diperlukan untuk membantu diagnosis etiologis
stroke hemoragik (intraserebral, subaraknoid) atau iskemik (emboli, trombosis) serta
mencari faktor risiko.3,4
24
3.4 Stroke Hemoragik
3.4.1 Klasifikasi Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab
perdarahannya1,2, yaitu:
1. Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer dan
perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh
hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta pecahnya
pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat adanya anomaly
vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat obat-obat
antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab perdarahan intraserebral
adalah hipertensi kronik. 4
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga
menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya
aneurisma sakuler.
25
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin
berkembang.
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.
Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau
menyela di antara selaput akson massa putih dissecan splitting tanpa merusaknya.
Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak
struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat
menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan
intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga ke ventrikel
otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini
diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan memperburuk prognosis. Jumlah
perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan resiko kematian hingga 93%.
1,2,14
26
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara
pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada
anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus
atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam keluarga
juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan
fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai
berikut :
Tabel 3. Glasgow Coma Scale(GCS)
Respon Skor
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata 1
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1
Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3
27
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai melalui
tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup kancing
bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai
kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan
dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu
kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis yang
dapat dilakukan pada tangan ialah refleks HoffmannTromner. Sedangkan refleks
patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock,
Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda
dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf kranial
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki
jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4
pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
28
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga
luar; sekresi kelenjar anterior lidah; mulut
lakrimalis, submandibula kering; hilangnya
dan sublingual; ekspresi lakrimasi; paralisis otot
wajah wajah
VIII: Vestibulokoklearis Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging
keseimbangan terus menerus);
vertigo;nistagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya
pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat palatum; posterior lidah; anestesi
sekresi kelenjar parotis pada faring; mulut kering
sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan
pada faring, laring dan menelan) suara parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan
29
Intracranial Hemorrhage
Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut (<24 jam), gambaran radiologi
akan terlihat hyperdense, sedangkan jika fase subakut (24 jam 5 hari) akan terlihat
isodense, sedangkan pada fase kronik (> 5hari) akan terlihat gambaran hypodense.
Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Subarachnoid Hemorrhage
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama
untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
30
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke
perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
31
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20
mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6
jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
32
sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl
3%) atau furosemid.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM). 1,2,15
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
33
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
3.4.6 Prognosis4,5
1. Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS)
adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma
Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas
sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan
volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan
MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS <4 saat serangan juga bisa memberi
prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS 8 memiliki tingkat
mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada
PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor 9. Perluasan PIS ke intraventrikel
meningkatkan mortalitas secara umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa
memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat
gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS). Pengukuran volume hematom dapat
dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara klinis, edema berperan dalam efek
massa dari hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan pergeseran otak
intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang tinggi berhubungan dengan
outcome fungsional yang lebih baik, yang menimbulkan suatu kerancuan apakah
edema harus dijadikan target terapi atau hanya merupakan variabel prognostik.
2. Perdarahan Subarachnoid
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik
perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita perdarahan
subarachnoid meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat
membaik sejak awitan. Perdarahan ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata
waktu antara perdarahan pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.
34
BAB IV
ANALISIS KASUS
4.1 Ringkasan
4.1.1 Anamnesa
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan
kelemahan pada sesisi tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas, tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sesisi tubuh sebelah kanan,
tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita mengalami sakit kepala,
mual muntah tidak ada, tidak disertai kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sesisi
tubuh yang mengalami kelemahan. Penderita sehari-hari menggunakan lengan kanan
untuk beraktivitas. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan dan isyarat. Saat penderita berbicara, mulutnya mengot ke arah kanan dan
bicaranya pelo. Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak nafas.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak 4 tahun yang lalu, penderita
tidak rutin minum obat & kontrol secara teratur. Riwayat penyakit diabetes mellitus
tidak ada. Riwayat trauma tidak ada, riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada.
Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.
35
4.1.2 Pemeriksaan (16 Maret 2017)
Status Generalis
Kesadaran: GCS : 13 (E:4, M:5, V:4) Gizi : baik
Tekanan Darah : 140/100 mmHg Pernapasan : 20 x/m
Nadi : 84 x/m Suhu Badan : 36,5C
Status Neurologikus
Nn. Cranialis
N. Okulomotorius
Pupil bulat, isokor, RC +/+, diameter pupil 3mm/3mm
N. Facialis
Plica Nasolabialis kanan sedikit datar (+)
Sudut mulut kanan tertinggal
N. Hypoglossus
Deviasi lidah ke kanan
Fungsi Motorik Lka Lki Tka Tki
Gerakan k c k c
Kekuatan 4 5 4 5
Tonus Normal Normal
Klonus - -
R. Fisiologis Normal Normal
R. Patologis - - (-) (-)
Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan
Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
GRM : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada
Gait dan Keseimbangan : belum dapat dinilai
36
4.1.3 Diagnosa
DIAGNOSA KLINIK : Hemiparese dextra spastik + Parese N.VII dan N.XII
dextra tipe sentral
DIAGNOSA TOPIK : Capsula interna hemisferium cerebri sinistra
DIAGNOSA ETIOLOGI : Intraventrikular hemorrhagik
Intracerebral hemorrhagik
4.1.4 Tatalaksana
Non Farmakologis
Elevasi kepala 30o
Bed Rest
Diet bubur biasa rendah garam
Fisioterapi Pasif
Farmakologis
IVFD assering gtt xx/m makro
Injeksi citicholin 2x250 mg (IV)
Injeksi Omeprazol 1x40 mg (IV)
Neurobion 1x5000 mg tab (PO)
Amlodipine 1x10 mg tab (PO)
Inj. Asam Tranexamat 3x500 mg (IV) selama 5 hari
Manitol 4x125cc
Ketorolac 1amp (jika perlu)
Konsul bedah saraf
4.1.5 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
37
4.2 Diskusi
Gejala iritatif (kejang pada sisi kanan) Tidak ada kejang pada sisi yang lemah
Gejala fokal (kelumpuhan tidak sama Kelemahan lengan dan tungkai kanan
berat) lebih berat, parese N VII dan N XII
Dextra sentral
Defisit sensorik pada sisi yang lumpuh Tidak ada
38
cerebri sinistra, gejalanya:
Defisit motorik (hemiparese dextra
Hemiparese dextra spastik
sentral)
Kesimpulan:
Kapsula interna hemisferium sinistra
Kesimpulan:
Hemorragik
39
Algoritma Gajah Mada
Kesimpulan:
PIS (Perdarahan Intraserebral)
40
Diagnosis Banding Etiologi Berdasarkan Anamnesis
1. Hemoragia Cerebri
Hemoragia cerebri, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:
Kehilangan kesadaran > 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktifitas Terjadi saat aktifitas
Didahului sakit kepala, mual dan Dengan sakit kepala, tidak ada mual
muntah dan muntah
Riwayat hipertensi Ada riwayat hipertensi
2. Emboli Cerebri
Emboli cerebri, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala:
Kehilangan kesadaran < 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran
Ada arterial fibrilasi Tidak ada arterial fibrilasi
Terjadi saat aktivitas Terjadi saat aktivitas
3. Trombosis cerebri
Kesimpulan:
Diagnosis Etiologi Hemoragik Cerebri
41
DAFTAR PUSTAKA
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals
From the American Heart Association / American Stroke Association. Journal of the
American Heart Association. (http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.
Diakses Maret 18, 2017).
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar
cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis
cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.
42
10. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology.Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York, 2005.
12. Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
E/6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
13. Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed. 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
14. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York.2005.
18. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark.
(Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. Diakses Maret 18, 2017).
19. Basuki, Andi dan Dian Sofiati (ed.). Neurology in Daily Practice. 2010. Bandung:
Bagian Ilmu Pena Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD
20. Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta :EGC
43
44