Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENUGASAN PPK

BLOK 3.5 MASALAH PADA DEWASA II

Nama Anggota:

Rifkah Yumna 14711163

Bayu Saputro Ismail 14711167

Helmi Zunan Tanuwijaya 14711161

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2017
BAB I

BERKAS KESEHATAN KELUARGA

A. IDENTITAS
I. KEPALA KELUARGA II. PASANGAN

1. Nama Suwandi Sudartini

2. Umur : 67 tahun 49 tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

4. Status Perkawinan : Menikah Menikah

5. Agama : Islam Islam

6. Suku Bangsa : Jawa Jawa

7. Pendidikan : Kuliah SMP

8. Pekerjaan : Pensiunan dan petani Pedagang

9. Alamat Lengkap : Gatak RT 02/ RW 1 Wukisari, Cangkringan Sleman


Yogyakarta

PROFIL KELUARGA

No Nama Umur Pend Perkerjaan Hub Status Ket.


Kelg perkawinan
Keseh
atan

1 Waluyo 67 Kuliah Petani Suami Menikah Sehat

2 Sudartini 49 SMP Pedagang Istri Menikah Sehat


3 Septina 30 D3 Ibu Rumah Anak Menikah Sehat
Tangga

4 Fahri 27 S1 Pengajar Anak Belum Sehat


menikah

GENOGRAM

Keterangan
= Ibu pasien (nenek) = pasien risiko DM

= Ayah Pasien (kakek) = istri pasien (Ca mamae)


B. DENAH RUMAH DARI PUSKESMAS

C. EKONOMI KELUARGA
1. Rumah (permanen, semi Permanen
permanen, rumah sangat
sederhana)

2. Barang mewah (TV, Video, AC, TV, Setrika Listrik, Megic jar
Kulkas, Setrika listrik, dll)

3. Daya Listrik 450 watt

4. Lain-lain

Penghasilan keluarga
perbulan
Pengeluaran keluarga
perbulan
D. PERILAKU KESEHATAN KELUARGA
1. Pelayanan promotif dan Rutin datang ke puskesmas apabila
preventif bayi dan balita diadakan penyluhan

2. Pembinaan kesehatan anggota Baik, pasien selalu datang ke puskesmas


keluarga lainnya bila ada keluhan dan rajin kontrol
penyakit diabetes setiap bulan.

3. Pelayanan pengobatan Baik, selalu rutin kembali ke puskesmas


apabila obat akan habis

4. Jaminan kesehatan Jaskesmas

E. POLA MAKAN KELUARGA


Anak Tidak Rutin, 2-3 X 1 hari dan tidak
menentu.
Dewasa
Makanan yang dikonsumsi cukup
memenuhi kebutuhan, rutin makan
sayur, pasien menghindari makanan
makanan yang tidak baik dikonsumi
terkait dengan penyakitnya. Contoh
makanan yang dikonsumsi oleh pasien
adalah Nasi dengan lauk tempe, tahu dan
daging.

F. AKTIVITAS KELUARGA / PENGISIAN WAKTU LUANG


1. Aktivitas Fisik Pasien sudah pensiun dari kepala
sekolah, pada pagi hari pasien bangun
pagi lalu bersiap untuk ke pergi kesawah
kemudian pada siang harinya mencari
makanan untuk ternak sapi dirumahnya.

Pada malam hari dipakai untuk


beristirahat.

2. Aktivitas Mental Rutin mendatangi pengajian setiap


hari kamis di Masjid dekat rumah
pasien

G. LINGKUNGAN
1. Lingkungan fisik rumah asal

- luas bangunan 55m2

- ventilasi dan cahaya


Ventilasi cahaya cukup banyak dan
begitupun dengan jendela yang
dibiarkan terbuka pada siang hari.

- limbah dan jamban Pada bagian belakang rumah pasien,


terdapat ternak sapi yang berdekatan
dengan kamar mandi yang merupakan
pusat sanitasi/ jamban. Pada halaman
rumah terdapat rumput untuk pakan
sapi.

Sumur

- sumber air bersih


2. Lingkungan sosial rumah asal Hubungan dengan tetangga baik tidak
jarang melakukan komunikasi antar
tetangga.

3. Lingkungan fisik tempat kerja Sawah

4. Lingkungan sosial tempat kerja Tidak bekerja.

H. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Pada pasien Tidak terdapat riwayat penyakit alergi, hipertensi, diabetes melitus
pada keluarga.

I. PERMASALAHAN YANG DITEMUKAN PADA KELUARGA /


LINGKUNGAN
Tidak terdapat permasalahan yang ditemukan pada keluarga/lingkungan.

J. PENATALAKSANAAN MASALAH KESEHATAN KELUARGA


Tidak ada.

II. BERKAS KESEHATAN PASIEN


1. Keluhan Utama
Rasa kesemutan pada kedua lutut sampai telapak kaki
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan kesemutan pada kedua lutut yang menjalar
sampai ke telapak kaki, yang mana dirasakan kurang lebih dua kali dalam
sehari, dengan durasi kurang lebih 10 menit. Keluhan ini sudah dirasakan
oleh pasien sejak tahun 2006. Waktu itu pasien yang sedang mengendarai
sepeda merasakan kesemutan pada tangannya. Sekarang kesemutan terjadi
dengan waktu yang tidak menentu, kadang muncul tiba-tiba. Keluhan ini
dirasa pasien tidak mengganggu aktivitasnya. Pasien menyatakan
kesemutan bisa terjadi jika melakukan kegiatan fisik seperti bekerja, shalat,
dll. Namun dengan beristirahat sejenak, dapat meringankan kesemutan yang
diderita. Pasien tidak merasakan nyeri atau ngilu pada kedua kakinya.
Pasien juga tidak memiliki gejala keringat malam dan sesak nafas. Namun
pasien mengeluhkan sering buang air kecil, terutama pada saat malam hari.
Dalam semalam pasien bisa bolak-balik ke kamar mandi untuk buang air
kecil kurang lebih dua kali.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada sekitar tahun 2006 pasien sempat dirujuk ke Rumah Sakit
karena mulutnya peot/miring. Selain itu, pada tahun 2011 pasien juga
pernah memeriksakan matanya ke dokter mata dikarenakan pandangan mata
yang kabur dan keluar keringat dingin.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada

PEMERIKSAAAN FISIK
Tinggi badan 156 cm
Berat badan 55 kg
Nadi 78
Nafas 20
Suhu 36,5C
Tekanan darah 120 / 80
Keadaan umum Compos mentis
Status gizi BMI = 55/(1,56)2 = 22 Normal
Mata Konjungtiva tidak anemis

Mulut Tidak pucat dan tidak kering

THT Pemeriksaan telinga tidak dilakukan


Tenggorokan : normal tidak hiperemis
Leher Dalam batas normal, tidak ada pembengkakan

Jantung Jantung dalam batas normal

Paru Paru dalam batas normal

Abdomen Abdomen tidak ditemukan adanya bising


peristaltik

Ekstremitas Tidak ada edem, teraba hangat

Palpasi arteri radialis Teraba, dalam batas normal

Hasil pemeriksaan penunjang Pemeriksaan gula darah sewaktu dan


pemeriksaan urin

DAFTAR MASALAH PASIEN


MASALAH SAAT TIMBUL RENCANA TINDAKAN

Kesemutan Sejak beberapa tahun Pemberian Obat diabetes dan


sebelum ke puskesmas dilakukan pemeriksaan penunjang
serta fisik.
Sering BAK
dimalam hari
DIAGNOSIS KERJA:
Pasien Diabetes Melitus tipe 2
PENATALAKSANAAN
Masalah NON FARMAKOLOGI EDUKASI
FARMAKOLOGI
kesemutan -Penurunan berat R/ Tab Metformin - Makanan dengan asupan
diabetes badan 500 mg no X gizi yang cukup,
- Menjaga asupan 2 dd tab I intensitas banyak dengan
makanan jumlah yang sedikit
- Olah raga secara - Olah raga yang
teratur dengan CRIPE R/Tab Glimipirid 1 dilakukan secara teratur
- Senam kaki untuk mg no X sebanyak 30 60 menit/
mengurangi rasa 1 dd tab I hari, minimal 3 hari/
kesemutan minggu, dapat menolong
penurunan kadar gula
darah. Dianjurkan untuk
berjalan kaki,
mengendarai sepeda atau
menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di
tempat kerjanya.
RENCANA TINDAK LANJUT/FOLOW UP
Pasien merupakan calon jamaah Haji maka harus rutin untuk follow up cek
kesehatan. Jika obat sudah habis tetapi rasa sering kelelahan kesemutan, banyak
buang kecil sering, atau masih ingin terasa makan atau minum dengan jumlah yang
banyak. Maka pasien diminta untuk datang kembali ke Puskesmas. Selain itu juga,
karena pasien merupakan penderita diabetes melitus, pasien diminta ke puskesmas
kembali jika obat DM sudah habis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisis data identitas


Pasien merupakan seorang kepala keluarga yang datang dengan keluhan
kesemutan di kaki. Pasien merupakan seorang petani yang dahulu sempat
bekerja sebagai kepala sekolah. Pasien tinggal bersama istri dan dua orang
anaknya dirumah.
B. Analisis RPS, RPD, RPK

1. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Kesemutan dari lutut sampai ke telapak kaki
Berdasarkan RPS, pasien datang ke Puskesmas Cangkringan
pada hari Selasa tanggal 16 Mei 2017 untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan calon jamaah haji. Pada waktu itu, pasien merasakan
kesemutan pada kedua lutut yang menjalar sampai ke telapak kaki, yang
mana dirasakan kurang lebih dua kali dalam sehari, dengan durasi
kurang lebih 10 menit. Kesemutan terjadi dengan waktu yang tidak
menentu, kadang muncul tiba-tiba. Keluhan ini dirasa pasien tidak
mengganggu aktivitasnya. Pasien menyatakan kesemutan bisa terjadi
jika melakukan kegiatan fisik seperti bekerja, shalat, dll. Namun dengan
beristirahat sejenak, dapat meringankan kesemutan yang diderita.
Dalam hal ini, penyakit DM pasien telah mengalami komplikasi
ke arah sistem saraf yang disebut neuropati. Neuropati adalah gangguan
saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik, gangguan sensorik,
otonom dan melemahnya refleks tendon yang dapat bersifat akut atau
kronik. Beberapa saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf
spinalis, sel ganglion radiks dorsalis, semua saraf perifer dengan semua
cabang terminalnya, susunan saraf autonom, dan saraf otak kecuali saraf
optikus dan olfaktorius.
Adapun etiologi dari neuropati adalah sebagai berikut:
1. Metabolik: Diabetes, penyakit ginjal, porfiria
2. Nutrisional: Defisiensi B1, B6, B12 dan asam folat
3. Defisiensi tiamin, asam nikotinat dan asam pentotenat
mempengaruhi metabolisme neuronal dengan menghalangi
oksidasi glukosa. Defisiensi ini dapat terjadi pada kasus malnutrisi,
muntah-muntah, kebutuhan meningkat seperti pada masa
kehamilan, atau pada alkoholisme.
4. Toksik (bahan metal dan obat-obatan): Arsenik, merkuri,
kloramfenikol dan metronidazol, karbamazepin, phenytoin. Timah
dan logam berat akan menghambat aktivasi enzim dalam proses
aktifitas oksidasi glukosa sehingga mengakibatkan neuropati yang
sulit dibedakan dengan defisiensi vitamin B.5
5. Keganasan
6. Trauma: neuropati jebakan
7. Infeksi-inflamasi: Lepra, Difteri
8. Autoimun: immune-mediated demyelinating disorders
9. Genetik
Baik neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi
neuron sebagai stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral.
Bagian dari jaras ini dimulai dari kornu dorsalis, traktus spinotalamikus
(struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral), sampai talamus
sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula.
Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya
aktivitas neuron; rendahnya ambang bata stimulus terhadap aktivitas
neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang non noksious, dan
luasnya penyebaran areal yang mengandung reseptor yang
mengakibatkan peningkatan letupan-letupan dari berbagai neuron.
Secara umum neuropati perifer terjadi akibat 3 proses patologi
yaitu degenerasi wallerian, degenerasi aksonal dan demielinisasi
segmental. Proses spesifik dari beberapa penyakit yang menyebabkan
neuropati masih belum diketahui.
Pada degenerasi wallerian, terjadi degenerasi myelin sebagai
akibat dari kelainan pada akson. Degenerasi akson berlangsung dari
distal sampai lesi fokal sehingga merusak kontinuitas akson. Reaksi ini
biasanya terjadi pada mononeuropati fokal akibat trauma atau infark
saraf perifer.
Degenerasi aksonal, yang biasanya disebut dying-back
phenomenon, kebanyakan menunjukkan degenerasi aksonal pada
daerah distal. Polineuropati akibat degenerasi akson biasanya bersifat
simetris dan selama perjalanan penyakit akson berdegenerasi dari distal
ke proksimal. Proses ini sering didapatkan pada penderita polineuropati
kausa metabolik.
Pada degenerasi akson dan wallerian, perbaikannya lambat
karena menunggu regenerasi akson, disamping memulihkan hubungan
dengan serabut otot, organ sensorik dan pembuluh darah.
Pada demielinisasi segmental terjadi degenerasi fokal dari
myelin. Reaksi ini dapat dilihat pada mononeuropati fokal dan pada
sensorimotor general atau neuropati motorik predominan. Polineuropati
demielinasi segmental yang didapat biasanya akibat proses autoimun
atau yang berasal dari proses inflamasi, dapat pula terdapat pada
polineuropati herediter. Pada kelainan ini perbaikan dapat terjadi secara
cepat karena yang diperlukan hanya remielinisasi
Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari
kelainan yang mendasarinya. Diabetes sebagai penyebab tersering,
dapat mengakibatkan neuropati melalui peningkatan stress oksidatif
yang meningkatkan Advance Glycosylated End products (AGEs),
akumulasi polyol, menurunkan nitric oxide, mengganggu fungsi
endotel, mengganggu aktivitas Na/K ATP ase, dan 11 homosisteinemia.
Pada hiperglikemia, glukosa berkombinasi dengan protein,
menghasilkan protein glikosilasi, yang dapat dirusak oleh radikal bebas
dan lemak, menghasilkan AGE yang kemudian merusak jaringan saraf
yang sensitif. Selain itu, glikosilasi enzim antioksidan dapat
mempengaruhi sistem pertahanan menjadi kurang efisien.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada neuropati yaitu:
1. Komplikasi saraf DM dikaki dan tungkai bawah
Neuropati pada tungkai dan kaki akan terasa didaerah tungkai
bawah dan kaki bagian kiri dan kanan, gejalanya mulai dari
kesemutan, dan jika parah maka akan terjadi baal atau banyak
disebut dengan mati rasa. Kadang-kadang nya terjadi panas,
seperti rasa kita terkena cabai pedas. Jika orang merasakan nyeri
dengan denyut terus menerus maka bisa sajakan mengganggu
tidurnya.
2. Neuropati pada saluram pencernaan
Neuropati pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare dan
biasanya akan terjadi pada waktu malam hari. Namun juga ada
sebagian orang yang mengalami gangguan konstipasi akibat dari
neuropati saluran pencernaan ini.
3. Neuropati kandung kemih
Untuk kandung kemih keluhannya adalah kencing yang tidak
lancar, jika tidak diobati dengan baik maka akan timbul infeksi dan
rasa sakit pada saluran kandung kemih tersebut.
b. Sering berkemih saat malam hari
Keadaan ini disebut poliuria. Poliuria adalah istilah
medis untuk pengeluaran urine yang berlebihan (sering kencing),
poliuria merupakan kelainan frekuensi buang air kecil sebagai akibat
kelebihan produksi air seni, dan merupakan keadaan dimana volume air
kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal di sebabkan
gangguan fungsi ginjal dalam mengkonsentrasi air kemih.
Etiologi yang dapat menyebabkan poliuria antara lain:
1. Perubahan pada system urinaria
Ginjal adalah salah satu organ yang sangat penting untuk
mempertahankan keseimbangan metabolit asam dan basa,
mengeluarkan sampah dan penyimpanan nutrien yang dibutuhkan
oleh tubuh.
a. Perubahan anatomi
Perubahan yang dimaksud disini yaitu perubahan pada struktur
anatomi ginjal, pelvis ginjal dan ureter yang akan mengalami
hipertropi, hiperplasia, dan relaksasi tonus otot ureter
memanjang, berkelok-kelok dan membentuk lekukan tunggal
dan ganda. Pada tahap selanjutnya, pelvis kanan dan ureter
lebih berdilatasi dari pada pelvis kiri akibat progesteron uterus
yang bergerak ke kanan yang disebabkan adanya kolon
rektosigmoid di sebelah kiri, perubahan
perubahan ini membuat ureter mampu menampung urin
dalam volume yang lebih besar serta memperlambat laju aliran
urine. Peningkatan frekuensi urine merupakan akibat dari
kompres kandung kemih, yang mana volume total kandung
kemih dapat menurun. Hal ini menyebabkan distensia kandung
kemih sampai 1500cc, sehingga menimbulkan rasa ingin
berkemih walaupun kandung kemih hanya berisi sedikit urine.
b. Perubahan fungsi ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh adanya, peningkatan
volune darah, aktivasi fisik, postur tubuh, dan asupan
makanan.
2. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Untuk memenuhi volume cairan maka tambahan natrium
sangat di perlukan untuk meningkatkan volume cairan
intravaskuler dan memperatahankan keadaan isotonis
cairan tubuh untuk mencegah kehilangan natrium yang berlebihan,
ginjal akan beradaptasi dengan meningkatkan reabsorpsi tubulus,
meskipun demikian system ini dapat terganggu, karena dinatrium
atau restriksi natrium yang berlebihan dapat mengakibatkan
hipovolemia berat. Dalam keadaan normal ginjal mengabsorsi
glukosa dan zat gizi lainnya. tapi pada wanita hamil reabsorsi
glukosa terganggu sehingga terjadi glukosuria, nilai normal
glukosa dalam urine adalah 0.
Poliuria merupakan hasil dari satu dari empat mekanisme :
a. Peningkatan cairan yang masuk
b. Peningkatan GFR (Glomerulus filtration rate)
c. Peningkatan bahan seperti sodium chloride dan glukosa
yang keluar
d. Ketidak mampuan ginjal untuk mengabsorbsi air di tubulus
distal
2. Riwayat Penyakit Dahulu
A. Mulut miring/peot
Keluhan ini disebabkan karena komplikasi DM. Stroke
merupakan penyebab paling umum. Definisi stroke menurut
WHO adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan
oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal di otak yang terganggu.
Menurut patofisiologinya, stroke diklasifikasikan
menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Peningkatan kadar gula darah pada pasien stroke umum
terjadi. Keadaan hiperglikemia yang ditemukan pada hingga
2/3 penderita stroke iskemik fase akut telah dihubungkan
dengan outcome penderita yang buruk. Hiperglikemia yang
terjadi bisa disebabkan karena adanya riwayat diabetes ataupun
juga karena adanya respon stres (Adams HP.et al, 2013).
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
C. Analisis pemeriksaan fisik (dan pemeriksaan penunjang jika ada)

Pada pemeriksaan umum keadaan pasien baik dan kesadaran pasien


komposmentis. Pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 120/80
mm/Hg, respirasi 22 kali/menit, nadi 78 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa vital sign masih dalam batas normal. Pada
pemeriksaan mata kami menemukan adanya kekeruhan pada lensa. Oleh karena
keterbatasan waktu dan penanganan pada hari itu di Puskesmas Cangkringan,
kami belum melakukan pemeriksaan lebih lanjut sehingga tidak dapat
menginterpretasikan hasil pemeriksaan tersebut. Kemudian pemeriksaan fisik
lain seperti palpasi, perkusi, dan auskultasi pada dinding dada, abdomen, dan
punggung pasien tidak ditemukan adanya kelainan. Sesuai dengan keluhan
kesemutan pasien, kami melakukan pemeriksaan sensibilitas pada kaki pasien
namun didapatkan hasil normal.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah kimia darah berupa


pemeriksaan glukosa darah sewaktu dan trigliserid dan urinalisis berupa urin
rutin dan sedimen. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu bertujuan untuk
mengetahui kadar glukosa sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir. Hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu pasien adalah 278
mg/dL. Hasil tersebut diinterpretasikan sebagai diabetes melitus karena glukosa
darah sewaktu pasien >200 mg/dL. Pemeriksaan trigliserida pasien didapatkan
hasil 477 mg/dL. Nilai normal trigliserida pada pria adalah 40-160 mg/dL dan
kadar trigliserida dapat meningkat pada penderita diabetes melitus (Kemenkes,
2011).

Selain itu, pemeriksaan urin juga penting untuk mengetahui apakah ada
glukosa dalam urin. Hasil pemeriksaan urin rutin adalah KJ/1.20/6.0/Glu +3
yang artinya warna urin kuning jernih, berat jenis 1.20, pH 6.0, dan glukosa +3.
Nilai normal pemeriksaan urin rutin antara lain warna kekuning-kuningan atau
kuning, berat jenis 1,001-1,035, pH 4,5-8,5, dan glukosa negatif. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terdapat glukosa dalam urin dan berat jenis meningkat
yang mengindikasikan diabetes melitus. Pemeriksaan sedimen didapatkan hasil
0-2/0-2/0-1 yang artinya leukosit 0-2/LPB, eritrosit 0-2/LPB, dan epitel 0-1.
Nilai normal pemeriksaan sedimen urin antara lain leukosit 0-5/LPB, eritrosit
0-3/LPB, dan epitel 0-2/LPB sehingga hasil tersebut masih dalam batas normal
(Kemenkes, 2011).

D. Analisis diagnosis

Menurut hasil diskusi kami dengan DPL di Puskesmas Cangkringan,


Bapak S didiagnosis diabetes melitus dan neuropati. Diagnosis ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien
mengeluhkan frekuensi BAK meningkat kira-kira 2x sehari pada malam hari.
Hal ini sesuai dengan gejala klasik DM yaitu poliuria atau banyak kencing.
Selain poliuria, gejala klasik lainnya adalah polidipsi (banyak minum), polifagi
(banyak makan), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Diabetes
melitus adalah suatu penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia yang
disebabkan kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Perkeni,
2015).

Menurut Sudoyo 2009, kriteria diagnosis diabetes melitus yaitu apabila


ditemukan gejala klasik DM dan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL atau
gejala klasik DM dan glukosa plasma puasa >126 mg/dL atau glukosa plasma
2 jam pada TTGO >200 mg/dL. Hasil pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
pasien adalah 278 mg/dL sehingga dapat ditegakkan bahwa pasien terkena
diabetes melitus. Penegakkan diagnosis diabetes melitus juga dapat dilakukan
dengan mengikuti langkah-langkah diagnostik DM sebagai berikut:
Gambar 1. Langkah-langkah diagnosis DM

Pada saat anamnesis pasien mengeluhkan terkadang kakinya kesemutan


pada saat berdiri lama seperti saat shalat. Keluhan tersebut sesuai dengan salah
satu gejala pada neuropati yang merupakan komplikasi diabetes melitus.
Neuropati adalah adanya gejala dana tau tanda disfungsi saraf perifer penderita
diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes. Gejala pada neuropati meliputi
mati rasa, kesemutan, hiperestesi berat, dan nyeri. Selain anamnesis, kami
melakukan pemeriksaan sensibilitas pada kaki pasien untuk mengetahui apakah
ada nyeri atau mati rasa namun hasilnya normal (Isselbacher dkk, 2012).

Penegakan diagnosis neuropati juga dapat dilakukan dengan


pemeriksaan symptom scoring dengan sistem skor Diabetic Neurophaty
Symptom (DNS). Diabetic Neurophaty Symptom (DNS) berisi 4 poin untuk skor
gejala neuropati antara lain jalan tidak stabil, nyeri neuropatik, parastesi atau
rasa tebal. Satu gejala dinilai skor 1 dan dapat dikatakan positif neuropati
diabetik apabila jumlah skor 1 atau lebih (Asad et al, 2010).
E. Analisis terapi
Terapi yang diberikan dari dokter adalah edukasi, pola makan yang sehat,
terapi fisik dan farmakalogis. Edukasi yang diberikan meliputi pengetahuan
DM, seperti kadar gula, komplikasi dan terapinya.

E.1 Terapi Gizi Medis (TGM)

Tujuan dari TGM adalah untuk mencapai dan memelihara kadar glukosa
darah dalam batas normal atau mendekati normal seaman mungkin, mencapai
dan memelihara kadar profil lipid dan lipoprotein untuk mengurangi risiko
penyakit vaskular, serta mempertahankan tekanan darah dalam batas normal atau
mendekati normal seaman mungkin.
Terapi gizi medis juga bertujuan untuk mencegah, memperlambat laju
perkembangan komplikasi kronis dari diabetes dengan memodifikasi asupan zat
gizi, gaya hidup, dan untuk memenuhi kebutuhan gizi individu, dengan tetap
mempertimbangkan preferensi pribadi atau kebiasaan budaya setempat, serta
mempertahankan kenikmatan dalam mengonsumsi makanan
A. Protein
American Diabetes Association pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi
10% sampai 20% energy dari protein total. 0,8 gr/kg berat badan yang berasal
dari sumber protein berkualitas baik (protein yang dapat dicerna dan
mengandung Sembilan jenis asam amino esensial). Contohnya adalah daging,
unggas, ikan, telur, susu, keju, dan kedelai. Sumber protein yang tidak dalam
kategori "baik" misalnya sereal, bijibijian, kacang-kacangan, dan sayuran
B. Lemak
Asupan lemak dianjurkan 7lt;7% energy dari lemak jenuh dan tidak jennuh
10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal. Anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20-25% energy.
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol adalah
untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu < 7% asupan
energy sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan kolesterol makanan
hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari.
C. Karbohidrat
Rekomendari ADA lebih memfokuskan pada jumlah total karbohidrat
daripada jenisnya. Buah dan susu sudah terbukti mempunyai respon glikemik
yang lebih rendah dari pada sebagian besar tepung-tepungan. Anjuran konsumsi
karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia adalah 45-65% energy.
D. Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk
orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonsumsi 20-35 gr serat
makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah
kira-kira 25 gr/1000 kalori/ hari dengan mengutamakan serat larut.
E. Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan pasien biasa
yaitu kurang dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan
sampai sedang, dianjurkan 2400 mg natrium perhari.

Prinsip Perencanaan Makan bagi Penyandang Diabetes. Kebutuhan kalori sesuai


untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Kompisisi energy adalah
45-65% dari karbohidrat, 10-20% dari protein dan 20-25% dari lemak.

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang
dengan diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan
kebutuhankalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah dan
dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,
kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan berat badan. Selian itu pada DM
dianjurkan memiliki berat badan ideal dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
adalah sebagai berikut : Berat badan idaman = 90% x (TB dalam cm- 100 cm) x 1
kg. Sedangkan menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) = berat badan (kg)/ Tinggi
badan (m2).
E.2 Terapi Fisik

Latihan jasmani sebaiknya dilakukan sesuai program CRIPE yaitu Continous,


Rhythmical, Interval, Progressive, dan Endurance training pada penderita Diabetes
Melitus (DM). Program tersebut mempunyai maksud sebagai berikut.

1. Continous, latihan yang dilakukan harus terns-menerus (berkelanjutan)


selama 50-60 menit tanpa berhenti.
2. Rhythmical, latihan dilakukan secara berirama dan teratur, tidak asal-
asalan.
3. Interval, latihan yang dilakukan sebaiknya dilaksanakan secara
berselang-seling, kadang cepat, tetapi kadang juga lambat tetapi tanpa
berhenti. Misalnya jalan cepat, kadang berlari, kemudian jalan cepat lagi.
4. Progressive, pada tahap ini latihan dilakukan secara bertahap dengan
beban latihan ditingkatkan secara perlahan-lahan.
5. Endurance, latihan ketahanan, untuk meningkatkan aktivitas jantung dan
pembuluh darah penderita.

Selama latihan denyut nadi harus mencapai zona latihan. Zona latihan yaitu
denyut nadi yang harus dicapai selama latihan. Hal ini dapat digunakan untuk
menandai bahwa latihan yang dilakukan balk atau belum. Cara menghitung
denyut nadi yaitu dengan meraba pergelangan tangan search ibu jari. Cara
mengetahui latihan yang dilakukan telah mencapai zona latihan atau belum
dapat dilakukan mmelalui rumus berikut. Zona latihan = 70 - 85% denyut nadi
maksimal Denyut nadi maksimal = 220 umur. Untuk Latihan aerobik yang
cocok dilakukan oleh penderita diabetes yaitu berlari santai atau jogging,
berjalan kaki, bersepeda, dan berenang

E.3 Terapi Farmakologis

Pada terapi farmakologis pasien diberikan tiga macam obat yaitu


glimepiride, metformin dan vitamin B. Glimepiride dikonsumsi 1 x 1mg per
harinya untuk menurunkan kadar gula darah. Glimepiride sendiri adalah obat
untuk meningkatkan jumlah insulin yang dilepaskan oleh pankreas dan
mengatasi kadar gula darah yang tinggi pada penderita diabetes tipe 2. Insulin
berguna membantu mengendalikan kadar gula di dalam darah dan merupakan
sebuah hormon yang terbuat secara alami di dalam pankreas. Sedangkan
pemberian obat penurun kadar gula lainya adalah metformin yang bekerja
untuk menurunkan resistensi insulin dengan cara meningkatkan sensitivitas
nya. Pemberian obat metformin diberikan 2 x 500 mg. Untuk mengatasi
keluhan neuropati pasien juga diberikan tambahan vitamin B6 dan B12.
Vitamin B6 dan B12 dapat membantu mengatasi neuropati atau kerusakan
saraf akibat komplikasi diabetes kronis.

F. Analisis prognosis

Prognosis untuk penderita DMdenan komplikasi seperti ini biasanya


tidak tentu/ragu-ragu, dan cenderung buruk (dubia ad malam). Prognosis untuk
seseorang dengan diabetes sepenuhnya tergantung pada dedikasi mereka dalam
mengelola penyakit. Mereka yang mengelola penyakit ini dapat berharap untuk
hidup lama. Mereka yang tidak mengelola penyakit mereka dengan obat yang
benar atau perubahan gaya hidup akan menderita berbagai komplikasi penyakit
dan risiko gagal ginjal, penyakit jantung serta kematian.
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan
tidak selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II
(Diabetes Melitus III) yang terawat baik prognosisnya baik pada pasien
Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma hipoklikemik atau
hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut
biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang
permanen. Karena hiporesmolas adalah komplikasi yang sering ditemukan pada
usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.\
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik ditandai dengan
hiperglikemia yang disebabkan kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Gejala klasik DM antara lain poliuria (banyak kencing), polidipsi
(banyak minum), polifagi (banyak makan), dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas. Kriteria diagnosis diabetes melitus yaitu apabila
ditemukan gejala klasik DM dan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL atau
gejala klasik DM dan glukosa plasma puasa >126 mg/dL atau glukosa
plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL (Perkeni, 2015 dan Sudoyo, 2009).
Neuropati adalah adanya gejala dan tau tanda disfungsi saraf perifer
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes. Gejala pada
neuropati meliputi mati rasa, kesemutan, hiperestesi berat, dan nyeri.
Penegakan diagnosis neuropati dapat dilakukan dengan pemeriksaan
symptom scoring dengan sistem skor Diabetic Neurophaty Symptom (DNS)
dan satu gejala dinilai skor 1 dan dapat dikatakan positif neuropati diabetik
apabila jumlah skor 1 atau lebih (Asad et al, 2010 dan Isselbacher dkk,
2012).
B. SARAN
A. Pasien
Selalu kontrol ke puskesmas setiap satu bulan sekali
Selalu mengonsumsi obat penurun gula darah dan vitamin B dengan rutin
Menghindari makanan yang terlalu banyak mengandung kalori. Makan
dengan porsi sedikit dengan intensitas yang banyak.
Melakukan aktifitas fisik sesuai dengan latihan jasmani
Melakukan senam kaki untuk mencegah risiko neuropati
B. Untuk Puskesmas
Melakukan pemeriksaan TTGO dan HbA1C
DAFTAR PUSTAKA

Adams H.P., et al., 2003. Guidlines for The Early Management of Patients with
Ischemic. Journal of The American Heart Association. 34:1056-83 Available
from: http://stroke.ahajournals.org/content/34/4/1056.full

Asad, et al. 2010. Reliability of the neurological scores for assessment of


sensorimotor neurophaty in type 2 diabetics. J Pak Med Assoc; 60(3): 166-
170

Azhary, hend, dkk. 2010. Peripheral Neuropathy: Differential Diagnosis and


Management-American Family Physician;81(7):887-892.

DEPKES. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Diakses dari


http://depkes.go.id/download/riskesdas2013/hasil%20Riskesdas%202013.
pdf diakses pada 27 Mei 2017.

Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta: UGM Press

Harsono. 2016. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press

Isselbacher, dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Alih


Bahasa Asdie Ahmad H. Edisi 13. Jakarta: EGC

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Diakses pada 28 Mei 2017
dari http://researchgate.net

Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM. Williams textbook of


endocrinology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier; 2011. Chapter 8, Disorders
of carbohydrate and metabolism. p.1513-56.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di
FASYANKES Primer. Jakarta: Kemenkes RI

Perkeni. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

Sudoyo AW, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid II. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI

Yayasan Spiritia. 2014. Lembar Info Neuropati Perifer. Jakarta: Yayasan Spiritia
LAMPIRAN

Gambar 1. Kaki pasien Gambar 2. Di dalam rumah

Gambar 3. Kamar mandi Gambar 4. Kandang sapi

Gambar 5. Halaman belakang Gambar 6. Warung milik pasien

Anda mungkin juga menyukai