Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Padat Tahu

Proses pembuatan tahu menghasilkan limbah padat dan limbah cair.

Limbah cair diperoleh dari pencucian kedelai, peralatan, pemasakan dan

perendaman kedelai. Limbah padat diperoleh saat pencucian berupa biji yang

jelek, batu kerikil yang ikut dalam biji, benda padat lain yang ada pada kedelai

dan ampas tahu. Limbah padat pembuatan tahu di dalam air merupakan padatan

tersuspensi dan terendap.

Agar limbah padat ini tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, perlu

ditangani dengan langkah sebagai berikut (Sarwono dan Saragih, 2006) :

1. Kotoran hasil pembersihan kedelai berupa tanah, kerikil, potongan-potongan

tangkai dan kotoran lainnya ditampung, lalu dibuang ke tempat pembuangan

sampah

2. Limbah padat berupa kulit biji kedelai dan ampas tahu ditangani secara terpisah

karena dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, tempe gembus atau oncom.

Limbah ini perlu dikeluarkan dari ruang pengolahan secepat mungkin dan

dipindah sejauh mungkin dari lingkungan pabrik karena cepat busuk. Sebaiknya

limbah dapat ditangani dalam wadah tertutup dan mudah dipindah. Ketika

menanganinya jangan sampai ada limbah yang tercecer atau tercampur dengan

sari kedelai.

7
8

2.1.1 Ampas Tahu

Ampas Tahu adalah limbah industri tahu yang telah diambil sarinya

melalui proses pengolahan secara basah. Sebagian kandungan organik kedelai

tersisa dalam limbah padat pembuatan tahu. Ampas tahu tidak berbau dalam

keadaan baru. Bau busuk datang secara berangsur sejak 12 jam sesudah ampas

dihasilkan (Suprapti, 2005). Ampas tahu yang terbentuk besarnya berkisar antara

25-35 % dari produk tahu yang dihasilkan.

Gas-gas yang ditimbulkan oleh adanya degradasi protein pada ampas

tahu adalah amonia (NH3). Hal tersebut menyebabkan ampas tahu menjadi

lembek, berair dan berbau (Hanafiah, 2007). Karakteristik ampas tahu yaitu

partikel atau padatan berwarna keruh keputih-putihan dan bau khas kedelai.

Karakteristik kimia ampas tahu yaitu kandungan organik seperti karbohidrat,

lemak, dan protein.

Ampas tahu yang merupakan limbah industri tahu memiliki kelebihan,

yaitu kandungan karbohidrat dan protein yang cukup tinggi. Ampas tahu memiliki

kelemahan sebagai bahan pakan yaitu kandungan serat kasar dan air yang tinggi.

Kandungan serat kasar yang tinggi menyulitkan bahan pakan tersebut untuk

dicerna itik dan kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan daya simpannya

menjadi lebih pendek (Masturi et al., 1992 dan Mahfudz et al., 2000).
9

Gambar 2.1 Ampas Tahu

2.1.2 Kandungan Ampas Tahu

Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai

sumber protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang

kedelai. Prabowo et al. (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai

nilai biologis lebih tinggi dari pada protein biji kedelai dalam keadaan mentah,

karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak.

Selain kandungan gizi, ampas tahu juga mengandung unsur mineral mikro

maupun makro diantaranya yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm,

Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Widjatmoko, 1996).

Sebagai akibat proses pembuatan tahu, sebagian protein terbawa atau menjadi

produk tahu, sisanya terbagi menjadi dua, yaitu terbawa dalam limbah padat

(ampas tahu) dan limbah cair. Kandungan gizi dalam ampas tahu dapat dilihat

dalam Tabel 2.1.


10

Tabel 2.1 Kandungan Unsur Gizi dan Kalori dalam Ampas Tahu
Kadar/100 g Bahan
No. Unsur Gizi
Ampas Tahu
1 Kedelai (kal) 393
2 Air (g) 4,9
3 Protein (g) 17,4
4 Lemak (g) 5,9
5 Karbohidrat (g) 67,5
6 Mineral (g) 4,3
7 Kalsium(g) 19
8 Fosfor (g) 29
9 Zat besi (mg) 4
10 Vitamin A (mg) 0
11 Vitamin B (mg) 0,2
Sumber : Daftar Analisis Bahan Makanan Fak. Kedokteran UI (Suprapti, 2005)

2.1.3 Pemanfaatan Limbah Padat Tahu

Dampak yang ditimbulkan dari limbah begitu besar, terutama bagi

kesehatan masyarakat apabila tidak dikelola secara sehat dan saniter. Salah satu

alternatif yang bisa dikembangkan untuk mengurangi dampak dari limbah yaitu

dengan proses daur ulang (Imansyah, 2005). Masyarakat kita umumnya

memanfaatkan ampas tahu sebagai pakan ternak dan sebagian dipakai sebagai

bahan dasar pembuataan tempe gembus. Ditinjau dari komposisi kimianya

kandungan protein dan lemak pada ampas tahu cukup tinggi namun kandungan

tersebut berbeda tiap tempat dan cara pemprosesannya (Dinas Peternakan Provinsi

Jawa Timur, 2011).

Ampas tahu dalam keadaan segar berkadar air sekitar 84,5% dari

bobotnya. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan umur simpannya pendek.

Ampas tahu basah tidak tahan disimpan dan akan cepat menjadi asam dan busuk

selama 2-3 hari, sehingga ternak tidak menyukai lagi. Ampas tahu kering
11

mengandung air sekitar 10,0-15,5 % sehingga umur simpannya lebih lama

dibandingkan dengan ampas tahu segar (Widjatmoko, 1996).

2.1.4 Limbah Padat Tahu Sebagai Adsorben

Penelitian tentang limbah padat tahu pernah dilakukan, salah satunya yang

efektif sebagai adsorben (bahan penyerap). Penelitian Nohong (2010) telah

berhasil melakukan penyerapan logam Cr sebesar 100 % dan logam Fe sebesar

95,53 % dalam limbah air lindi tempat pembuangan akhir (TPA) menggunakan

limbah tahu dengan konsentrasi adsorben 1000 mg/ml dan waktu kontak optimum

150 menit. Shimofuruya et al., (2011) yang menunjukkan bahwa okara ampas

tahu mampu menyerap methyl orange pada pH optimum 3 dengan dosis 20 mg/ml

dan lama pengadukan 16 menit.

2.2 Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-

bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara

khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas (Sembiring dan Sinaga,

2003). Karbon aktif dapat berupa serbuk, butiran dan lempengan yang terbuat dari

karbon amorf dengan karakteristik luas permukaan per unit volume (Parker,1993).

Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300-3500 m2/g dan ini berhubungan

dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat

sebagai adsorben yang bagus (Sembiring dan Sinaga, 2003).

Karbon aktif dapat mengadsorpsi molekul netral, asam/basa organik tetapi

tidak mampu menyerap secara maksimal ion logam atau garam-garam yang
12

terinonisasi dengan kuat. Karbon aktif mampu mengadsorpsi adsorbat dengan

maksimal karena memiliki porositas tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai

adsorben. Karbon aktif adalah adsorben yang tidak reaktif sehingga mengurangi

kemungkinan terjadinya reaksi samping antara adsorbat dengan adsorben

(Jakowska et al., 1991).

Bahan dasar karbon aktif sebagian besar mengandung selulosa. Selulosa

terdiri dari makromolekul-makromolekul yang tersusun memanjang lebih dari

18.000 Ao dan mengarah pada posisi longitudinal dan lateral. Kelompok selulosa

ini dikenal sebagai misel. Karbon aktif digunakan sebagai molekul penyaring,

pemurnian cairan dan gas, pemurnian dan penjernihan air, proses pembuatan

makanan, katalis, penghilangan sulfur dan nitrogen pada industri, pemurnian

emas, aktif karbon digunakan pada pabrik sukrosa, glukosa, maltosa, laktosa,

minuman ringan, minyak, parafin, phosphor, plastik, gliserol, gelatin, pektin,

kafein, kuinin, vitamin C, jus buah, bir dan perusahaan alkohol (Sen, 2005).

Menurut Marsh (2006), pembuatan karbon aktif dilakukan dengan proses

dehidrasi, karbonisasi dan selanjutnya proses aktivasi material karbon yang

biasanya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Proses karbonisasi dilakukan dengan

pembakaran dari material yang mengandung karbon dan dilakukan tanpa kontak

langsung dengan udara. Produk karbon aktif yang dihasilkan melalui tahap

karbonisasi dan aktivasi, harus memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) yang

telah ditetukan dan dapat dilihat pada Tabel 2.2.


13

Tabel 2.2 Syarat mutu karbon aktif menurut Standar Industri Indonsia (SII)
No Uraian Satuan Persyaratan
Butiran Serbuk
1 Bagian yang hilang pada % Maks.15 Maks.25
pemanasan 950 oC
2 Air % Maks.4,4 Maks.15
3 Abu % Maks.2,5 Maks.10
4 Bagian yang tidak terang - Tidak Tidak
ternyata ternyata
5 Daya serap terhadap I2 mg/g Min.750 Min.750
6 Karbon aktif murni % Min.80 Min.65
7 Daya serap terhadap benzen % Min.25 -
8 Daya serap terhadap metilen ml/g Min.60 Min.120
biru
9 Kerapatan jenis curah g/ml 0,45-0,55 0,30-0,35
10 Lolos ukuran mesh 325 % - - Min.90
11 Jarak mesh % 90 -
12 Kekerasan % 80 -
Sumber : Standar Industri Indonesia, 1989

2.3 Karbonisasi

Karbonisasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya

oksigen dan bahan kimia, pada proses ini pembentukan struktur pori dimulai

(Sembiring dan Sinaga, 2003). Karbonisasi (pengarangan) merupakan suatu

proses pembakaran (pirolisis) tak sempurna dengan udara terbatas dari bahan yang

mengandung karbon. Tujuan utama dalam proses ini adalah untuk menghasilkan

butiran yang mempunyai daya serap dan struktur yang rapi (Jankowska, et al.,

1991).

Dasar karbonisasi adalah pemanasan. Bahan dasar dipanaskan dengan

temperatur yang bervariasi sampai 1300 oC. Material organik didekomposisi

dengan menyisakan karbon dan komponen volatil yang diuapkan (Jankowska, et

al., 1991). Pembentukan karbon terjadi pada suhu 400-600 oC. selama proses
14

unsur-unsur bukan karbon seperti hydrogen (H2) dan oksigen (O2) dikeluarkan

dalam bentuk gas. Proses karbonisasi akan menghasilkan 3 komponen pokok,

yaitu karbon atau arang, tar, dan gas (CO2, CO, CH4,H, dll) (Juliandini dan

Yulinah, 2008).

2.4 Aktivasi

Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk

memperbesar pori dengan cara memecahkan hidrokarbon atau mengoksidasi

molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik

fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh

terhadap daya adsorpsi (Sembiring dan Sinaga, 2003). Aktivasi karbon merupakan

cara yang sering digunakan untuk meningkatkan daya adsorpsi suatu adsorben

dengan cara memperluas permukaan karbon aktif.

Kemampuan adsorpsi adsorben sangat ditentukan oleh luas permukaan

(porositas) dan volume pori-pori dari adsorben. Adsorben dengan porositas yang

besar mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi dibandingkan dengan

adsorben yang memiliki porositas kecil. Secara umum metode aktivasi yang

digunakan adalah aktivasi kimia dan aktivasi fisika (Kinoshita, 1988).

2.4.1 Aktivasi Fisika

Aktivasi fisika adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan bantuan panas, uap dari CO2. Metode aktivasi secara fisika antara

lain dengan menggunakan uap air, gas CO2, O2 dan N2. Gas-gas tersebut berfungsi

untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga


15

memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah menguap dan

membuang produksi tar atau hidrokabon-hidrokarbon pengotor pada arang

(Sembiring dan Sinaga, 2003).

Aktivasi fisika dapat mengubah material yang telah dikarbonisasi dalam

sebuah produk yang memiliki luas permukaan yang luar biasa dan struktur pori.

Tujuan dari proses ini adalah mempertinggi volume, memperluas diameter pori

yang terbentuk selama karbonisasi dan dapat menimbulkan beberapa pori yang

baru (Swiatkowski, 1998). Dasar metode aktivasi fisika terdiri dari aliran gas

pengoksidasi pada temperatur tinggi. Proses aktivasi fisika menghasilkan karbon

oksida yang tersebar dalam permukaan karbon karena adanya reaksi antara karbon

dengan zat pengoksidasi (Parker, 1993).

2.4.2 Aktivasi Kimia

Aktivasi kimia adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia (Sembiring dan Sinaga, 2003).

Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif seperti

garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida (MgCl2), seng klorida (ZnCl2),

natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium klorida

(NaCl). Proses ini bertujuan untuk membersihkan permukaan pori, membuang

senyawa pengganggu dan menata kembali letak atom yang dapat dipertukarkan

(Juliandini dan Yulinah, 2008).

Kerugian penggunaan bahan-bahan mineral sebagai bahan pengaktif yaitu

terletak pada proses pencucian bahan-bahan mineral tersebut yang kadang-kadang

sulit dihilangkan lagi dengan pencucian (Jankowska, et al, 1991) sedangkan


16

keuntungan dalam penggunaan bahan-bahan mineral sebagai pengaktif adalah

waktu aktivasi yang relatif pendek, karbon aktif yang dihasilkan lebih banyak dan

daya adsorpsi terhadap suatu adsorbat akan lebih baik (Jankowska, et al, 1991).

Bahan-bahan pengaktif tersebut berfungsi untuk mendegradasi atau

pengidrasi molekul organik selama proses karbonisasi, membatasi pembentukan

tar, membantu dekomposisi senyawa organik pada aktivasi berikutnya, dehidrasi

air yang terjebak dalam rongga-rongga karbon, membantu menghilangkan

endapan hidrokarbon yang dihasilkan saat proses karbonisasi dan melindungi

permukaan karbon sehingga kemungkinan terjadinya oksidasi dapat dikurangi

(Manocha, 2003). Proses aktivasi kimia dapat dilakukan yaitu bahan baku

dicampur dengan bahan-bahan kimia, kemudian dicuci untuk menghilangkan dan

memperoleh kembali sisa-sisa zat kimia yang digunakan akhirnya disaring dan

dikeringkan. Bahan baku dapat dihaluskan sebelum atau setelah aktivasi.

2.4.3 Penelitian Mengenai Penggunaan NaCl, MgCl2 dan ZnCl2 Sebagai


Aktivator

Penggunaan garam yaitu NaCl, MgCl2 dan ZnCl2 sebagai aktivator kimia

telah banyak diteliti oleh para peneliti terdahulu. Pemilihan ketiga garam ini

adalah dengan mempertimbangkan kemampuan adsorpsi terhadap methylen blue.

Penelitian Gimba et al (2009) menunjukkan hasil aktivasi karbon aktif dari buah

khaya senegalensis dengan variasi pengaktif garam pada konsentrasi 1 M terhadap

kemampuan adsorpsi methylen blue adalah NaCl = KCl = CaCl2 > Na2CO3 =

K2CO3 > H2SO4 > ZnCl2 > MgCl2. Melihat dari segi kemampuan adsorpsi yang

sangat berbeda antara NaCl dengan ZnCl2 dan MgCl2 dimana NaCl memberikan

kemampuan terbaik dibandingkan kedua garam yang lain. PPLH (2007)


17

menyebutkan bahwa arang aktif dari kayu yang diaktivasi secara kimia dengan

direndam dalam larutan CaCl2, MgCl2 dan ZnCl2 sebelum dikarbonisasi

memberikan hasil, bahwa kualitas arang aktif pada daya serap terhadap iodium

lebih dari 20%.

Penelitian Prihatini (2005) tentang studi penambahan larutan NaCl pada

pembuatan karbon aktif tempurung kelapa dengan melakukan tiga kali perlakuan

yaitu : tanpa perendaman dengan larutan NaCl, perendaman dengan larutan Na Cl

30 % 12 jam sebelum karbonisasi, perendaman larutan NaCl 30 % 12 jam setelah

karbonisasi. Hasil karakter karbon aktif terbaik diperoleh dari tempurung kelapa

yang direndam larutan NaCl sebelum karbonisasi (ukuran mesh 60-80) dengan

karakter yaitu : bilangan iodium 579,86 1,582 mg/g, berat jenis 1,02 0,008

g/cm, kadar abu 1,04 0,038 %, dan kadar air sebesar 0,12 0,01 %. Mujizah

(2010) melakukan pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari biji kelor dengan

variasi konsentrasi aktivator NaCl 15%, 20%, 25%, 30%, 35% dan 40%

perendaman selama 5 jam memberikan hasil terbaik pada perendaman NaCl 30%

dengan aktivasi fisika mempunyai karakteristik terbaik yakni angka iodin 646

mg/g, berat jenis karbon aktif 0,8917 g/mL, kadar air 1 % dan kadar abu 5,8 %.

Helmawan et al. (2001) melakukan penelitian dengan memvariasi waktu

perendaman karbon aktif dalam aktivator NaCl dan MgCl2 konsentrasi 1 M

setelah proses kabonisasi, memberikan hasil terbaik adalah menggunakan

aktivator MgCl2 perendaman 5 jam dengan karakteristik luas permukaan, dari

karbon meningkat, dari sebelumnya sebesar 9,39 m2/g menjadi 256,6 m2/g dan
18

presentase kenaikan mutu minyak ditinjau dari kadar asam lemak bebas yang

diadsorp sebesar 96,6 %.

Penelitian Danarto dan Samun (2008) telah melakukan aktivasi karbon

dari sekam padi pada adsorpsi logam Cr(II) dengan dua kali perlakuan yaitu:

perendaman karbon dengan larutan ZnCl2 dan pemanasan karbon dengan ZnCl2

dengan variasi konsentrasi masing-masing 5%, 10%, 15% dan 20%. Hasil terbaik

diperoleh dari perendaman karbon dengan ZnCl2 pada konsentrasi 10% dengan

penyerapan maksimal 95,6 %.

2.5 Adsorpsi

Menurut Oscik (1991), Adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu

komponen bergerak dari suatu fasa menuju permukaan yang lain, sehingga terjadi

perubahan konsentrasi pada permukaan. Menurut Atkins (1999) adsorpsi adalah

peristiwa terakumulasi atau terkumpulnya partikel pada permukaan. Partikel yang

terakumulasi dan diserap oleh permukaan dinamakan adsorbat sedangkan tempat

terjadinya adsorpsi disebut adsorben.

Adsorpsi senyawa terlarut oleh adsorben berlangsung terus menerus dan

berhenti pada saat sistem mencapai kesetimbangan, yaitu kesetimbangan antara

konsentrasi yang tinggal dalam larutan dengan konsentrasi yang diadsorpsi oleh

adsorben. Adsorben yang baik umumnya mempunyai luas permukaan yang besar

tiap unit partikelnya, berpori, aktif dan murni, tidak bereaksi dengan adsorbat

(Othmer, 1981).
19

Proses adsorpsi terjadi pada konsentrasi selektif dari satu atau lebih

komponen (adsorbat) dari fasa gas atau cairan pada permukaan pori-pori zat padat

(adsorben). Adsorbat dapat diserap kembali dengan menaikkan temperatur

adsorben atau mereduksi tekanan parsial adsorbat (Rousseau, 1987).

Adsorben atau zat pengadsorpsi adalah bahan yang memiliki pori-pori

banyak, proses adsorpsi dapat berlangsung pada dinding-dinding pori atau dapat

terjadi pada daerah tertentu di dalam partikel tersebut (Jauhar et al, 2007).

Adsorben biasanya memiliki pori-pori yang sangat kecil sehingga permukaan

dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luarnya. Adsorben

yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk proses

adsorpsi (Jauhar et al, 2007).

2.5.1 Syarat-syarat Adsorben

Syarat-syarat adsorben yang baik adalah sebagai berikut (Puspita, 2000

dalam Haryati, et al. 2009):

a. Mempunyai daya serap yang besar.

b. Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar.

c. Tidak boleh larut dalam zat yang akan diadsorpsi.

d. Tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang akan

dimurnikan.

e. Dapat diregenerasi kembali dengan mudah.

f. Tidak beracun.

g. Tidak meninggalkan residu berupa gas yang berbau.

h. Mudah didapat dan harganya murah.


20

2.5.2 Adsorpsi Fisika dan Kimia

Berdasarkan sifatnya adsorpsi ada dua yaitu adsorpsi secara fisik

(physiosorption) dan adsorpsi secara kimia (chemisorption). Kedua metode ini

terjadi bila molekul-molekul dalam fase cair diikat pada permukaan suatu fase

padat sebagai akibat dari gaya tarik-menarik pada permukaan padatan (adsorben),

mengatasi energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam cairan

(adsorbat).

Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang melibatkan gaya intermolekul (gaya

Van der Walls dan ikatan hidrogen) antar adsorbat dan substrat (adsorben)

(Atkins, 1999). Pada adsorpsi ini adsorbat tidak terikat kuat pada permukaan

adsorben sehingga dapat bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam adsorben.

Sifat adsorpsinya adalah reversible yaitu dapat dilepaskan kembali dengan adanya

penurunan konsentrasi larutan dan membentuk lapisan multilayer (Lilik, 2008).

Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang melibatkan ikatan kovalen. Ikatan

tersebut terjadi sebagai hasil dari pemakaian bersama elektron oleh adsorben dan

adsorbat. Pada adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan

membentuk ikatan kimia yaitu ikatan kovalen. Sifat adsorpsinya adalah

irreversible dan membentuk lapisan monolayer (Atkins, 1999).

2.5.3 Mekanisme Adsorpsi

Kinetika adsorpsi dapat dijelaskan sebagai tingkat perpindahan molekul

dari larutan ke dalam pori-pori partikel, adsorban. Terdapat tiga mekanisme yang

terjadi pada proses adsorpsi (Weber, 1972) yaitu:


21

1. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan dari bagian terbesar larutan

ke permukaan luar dari adsorban. Fase ini disebut sebagai difusi film atau

difusi eksternal.

2. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan pada kedudukan adsorpsi

pada permukaan adsorban ke bagian yang lebih dalam yaitu pada bagian

pori. Fase ini disebut dengan difusi pori.

3. Molekul-molekul zat yang diadsorpsi menempel pada permukaan partikel.

2.5.4 Macam-Macam Adsorben

Adsorben dapat dibedakan menjadi :

a. Berdasarkan Bahannya

Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua, yaitu

(Jauhar et al., 2007):

1. Adsorben Organik

Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang

mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk

mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa

digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan

gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas

tumbuhan yang akan dijadikan adsorben.

2. Adsorben Anorganik

Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Selama

perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan

banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-
22

bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan

kualitasnya cenderung sama.

b. Berdasarkan kepolarannya

Adsorben yang digunakan berdasarkan kepolarannya dikelompokkan

menjadi dua, yaitu (Saragih, 2008) :

1. Kelompok polar

Adsorben polar disebut juga hidrofilik. Jenis adsorben dalam kelompok ini

adalah silica gel, alumina aktif dan zeolit.

2. Kelompok non-polar

Adsorben non-polar ini disebut juga hidrofobik. Jenis adsorben kelompok

ini adalah polimer adsorben dan karbon aktif.

2.6 Karakterisasi
2.6.1 Penentuan Luas Permukaan Adsorben Ampas Tahu dengan Metode
Methylen Blue

Penentuan luas permukaan dilakukan dengan metode adsorpsi larutan

metilen biru dalam sampel yang dilakukan pengocokan (shaker) dengan waktu

tertentu dan kecepatan tertentu. Berdasarkan Alberty (1983), adsorpsi akan

bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari

struktur yang sama. Makin besar pori-pori adsorben maka adsorpsi molekul dari

larutan akan terjadi dengan baik, artinya semakin luas permukaan adsorben maka

semakin banyak molekul yang terserap.


23

Penggunaan metode methylen blue dalam penentuan luas permukaan

karena metode ini sederhana dan relatif murah. Terdapat tiga tahap yang

dilakukan pada metode ini yaitu, tahap penentuan panjang gelombang maksimum

dari methylene blue, tahap pembuatan kurva kalibrasi dan tahap penentuan

konsentrasi methylene blue yang terserap. Banyaknya molekul methylene blue

yang dapat diadsorpsi sebanding dengan luas permukaan biosorben (Riesthandie,

2010).

Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kualitatif

maupun kuantitatif (Gandjar dan Rohman. 2007). Analisis kuantitatif dengan

mengetahui spektrum absorbansi hingga diperoleh maks dari unsur atau

senyawa. maks berarti menunjukkan absorbansi maksimum selanjutnya dibuat

kurva standart (dengan membuat preparasi larutan standart) dan kurva standart

lalu dihitung nilai konsentrasi sampel (Basset, 2000). Jumlah radiasi yang

terabsorpsi oleh sampel dalam hukum Lambert beer dijadikan dasar analisis

kuantitatif spektrofotometer dengan rumus (Gandjar dan Rohman. 2007) :

A = log 1/T = log I/I0 = a.b.c = -log T . (2.1)

Keterangan :

A = absorbansi
a = absorptivitas
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
T = Transmitan
Warna-warna pada spektrum sinar tampak beserta warna

komplementernya diberikan pada Tabel 2.3


24

Tabel 2.3 Warna-Warna Komplementer Pada Spektrum Sinar Tampak


(cm) Frekuensi (cm-1) Warna yang diserap Warna komplementer
< 200 >50000 Ultraviolet jauh Tidak berwarna
300 33333 Ultraviolet dekat Tidak berwarna
420 23810 Violet Kuning lemon
430 23256 Indigo Kuning
470 21277 Biru Oranye
500 20000 Hijau-biru Merah
530 18868 Hijau Lembayung
560 17857 Kuning lemon Violet
580 17241 Kuning Indigo
620 16100 Oranye Biru
700 14286 Merah Hijau-biru
>1000 10000 Inframerah Tidak berwarna

Sumber : Effendy (2011)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis secara

spektrofotometer UV-Vis diantaranya adalah sebagai berikut (Gandjar dan

Rohman, 2012):

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap daerah tersebut, maka

senyawa tersebut dirubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi

tertentu.

b. Waktu operasional (operating time)

Cara ini digunakan untuk mengukur hasil reaksi atau pembentukan warna

agar diketahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan

dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

c. Pemilihan panjang gelombang

Untuk analisis kuantitatif panjang gelombang yang digunakan adalah yang

mempunyai absorbansi maksimal. Dalam memilih panjang gelombang maksimal


25

perlu membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari

suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

d. Pembuatan kurva baku

Cara ini dilakukan dengan membuat seri larutan baku dari zat yang akan

dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan

berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva hubungan antara absorbansi

dengan konsentrasi. Jika hukum Lambert-beer terpenuhi maka kurva baku berupa

garis lurus.

2.6.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang

menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan

resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui morfologi meliputi

bentuk dan ukuran dari pori karbon aktif. Berkas sinar elektron dihasilkan dari

filamen yang dipanaskan, disebut electron gun.

Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas

elektron berenergi tinggi kemudian permukaan benda yang dikenai berkas akan

memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke

segala arah. Tetapi ada satu arah dimana berkas dipantulkan dengan intensitas

tertinggi. Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan

menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah

tersebut memberi informasi profil permukaan benda seperti seberapa landai dan

ke mana arah kemiringan (Abdullah dan Khairurrijal, 2008).


26

Gambar 2.3 Ilustrasi berkas elektron SEM (Abdullah dan Khairurrijal, 2008)

SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Hal ini

disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih

pendek daripada gelombang optik. Makin kecil panjang gelombang yang

digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop. Syarat agar SEM dapat

menghasilkan citra yang tajam adalah permukaan benda harus bersifat sebagai

pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder ketika ditembak

dengan berkas elektron. Material yang memiliki sifat demikian adalah logam. Jika

permukaan logam diamati di bawah SEM maka profil permukaan akan tampak

dengan jelas (Abdullah dan Khairurrijal, 2008).

Fungsi utama SEM yaitu mengetahui morfologi permukaan dari sampel

padat. Suatu berkas elektron dilewatkan pada permukaan sampel dan disinkronkan

dengan berkas sinar dari tabung katoda. Pancaran elektron yang dihasilkan dapat

menghasilkan sinyal yang memodulasi berkas tersebut, sehingga akan

menghasilkan gambar ke dalam bidang 300-600 kali lebih baik dari pada

mikroskop optik dan juga dapat menghasilkan gambar tiga dimensi. Kebanyakan

alat SEM mempunyai jangkauan magnifikasi dari 20x-100.000x (Whyman, 1996).


27

Contoh hasil analisis menggunakan SEM pada karbon aktif dari ban bekas

teraktivasi NaCl dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Hasil Uji SEM Karbon Aktif Dengan Konsentrasi NaCl 30 % dan
Suhu Aktivasi 650 oC. (a) Perbesaran 10.000 kali; (b) Perbesaran 15.000 kali
(Yudi, 2011)

Hasil ukuran SEM perbesaran 10.000 kali dan 15.000 kali menunjukkan

permukaan pori dengan adanya rongga-rongga kecil, rapat dan masih terdapat

NaCl sebagai zat aktivator yang terdapat dalam permukaan karbon aktif (Yudi,

2011).

Anda mungkin juga menyukai