Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan di Indonesia ialah

Angka Kematian Ibu (AKI). WHO sebagai Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan

di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu tiap tahunnya meninggal saat hamil atau bersalin.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun

2009 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup, dan menurut survei

kesehatan daerah Angka Kematian Ibu di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 adalah 20

orang dengan jumlah kelahiran hidup 24.176 orang (Prawirohardjo, 2009). Salah satu

tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah menurunkan tiga perempat angka

kematian maternal pada tahun 2015, yaitu sekitar 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Namun target yang diharapkan itu masih sulit untuk dicapai (Depkes RI, 2009).

Angka kematian ibu berhubungan erat dengan tingginya kasus kehamilan risiko

tinggi, yang merupakan penyebab terjadinya bahaya dan komplikasi lebih besar yang

dapat mengancam keselamatan ibu dan janin (Kusmarjadi, 2008). Kematian ibu tersebut

berkaitan pula dengan karakteristik ibu yang meliputi umur, paritas, pendidikan dan

perilaku yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu selama hamil yang

dapat mempengaruhi jenis persalinannya, baik normal maupun dengan tindakan

(Ningrum, 2005). Hal ini dikarenakan tidak semua kehamilan berakhir dengan

persalinan yang berlangsung normal, 30,7% persalinan disertai dengan komplikasi,

yang mana bila tidak ditangani dengan baik dan cepat dapat meningkatkan kematian ibu

(Depkes RI, 2000).

Penelitian oleh Clark et al (2008) menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan
antara kematian maternal dan operasi sesar. Dikatakan bahwa 20 dari 58 (34.5%)

kematian terkait dengan persalinan sesar. Begitu juga menurut survei WHO di negara-

negara Asia, persalinan tindakan pervaginam dan operasi caesar secara signifikan

meningkatkan risiko kematian ibu dan indeks morbiditas dibandingkan dengan

persalinan spontan, terutama persalinan tindakan tanpa adanya indikasi (Lumbiganon et

al., 2010). Komplikasi obstetri yang timbul akibat bedah sesar salah satunya ialah ruptur

uteri yang signifikan dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Matsubara et al.,

2011).

Hasil penelitian Felly dan Snewe (2003), 25,2% responden yang mengalami

persalinan tindakan yang terbesar disebabkan oleh komplikasi persalinan dan partus

lama. Dari kejadian tersebut 27,5% terjadi pada responden yang berumur lebih dari 35

tahun, dan pemeriksaan kehamilan kurang dari 4 kali.

Dari hasil penelitian Sibuea (2007) tercatat bahwa ibu yang mengalami persalinan

dengan tindakan seksio sesarea akibat partus tidak maju sebanyak 226 (50,33%) dan 366

(81,5%) tidak melakukan perawatan terhadap kehamilannya. Kematian akibat persalinan

patologis lebih rendah pada ibu usia 20-30 tahun dan pada ibu dengan jumlah paritas

yang rendah. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah juga mempengaruhi

terjadinya persalinan tindakan. Ini berkaitan dengan perawatan ibu selama masa

kehamilan yang kurang baik sehingga dalam persalinan banyak mengalami

permasalahan bahkan komplikasi yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan

tindakan.
Persalinan tindakan pervaginam dengan ekstraksi vakum atau forsep dapat

meningkatkan bahaya robekan jalan lahir dan perdarahan pasca persalinan yang

merupakan faktor penyebab kematian ibu sebesar 2,5-5%, sedangkan dari tindakan

seksio sesarea sebesar 14% (Djaja et al., 2002). Di RS Dr. Moewardi Surakarta, tercatat

kematian ibu dengan latar belakang karena persalinan tindakan operasi sebanyak 34%,

dengan penyebab preeklampsia berat sebanyak 54% dan perdarahan 20% (Tjiptosisworo

et al., 2004).

Menurut Wiknjosastro (2005) sebanyak 65% persalinan tindakan yang terjadi di

Indonesia disebabkan oleh karakteristik ibu yang dikenal sebagai empat terlalu, yaitu:

terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu sering melahirkan. Di samping

faktor ibu hamil sendiri (karakteristik) untuk memeriksakan kehamilanya, juga

terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan hasil cakupan

ibu hamil. Di antaranya yaitu faktor biaya, petugas pelayanan kesehatan, sarana dan

fasilitas kesehatan yang tersedia serta pengetahuan ibu hamil. Nurachmah (2004)

mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan tentang kehamilan merupakan penyebab

utama terjadinya kematian ibu pada saat melahirkan, karena kualitas kehamilan sangat

menentukan keberhasilan proses persalinan secara aman.

Seorang ibu hamil yang memiliki pengetahuan yang lebih tentang risiko tinggi

kehamilan maka kemungkinan besar ibu tersebut akan berpikir untuk menentukan

sikap yang tepat, berperilaku untuk mencegah, menghindari atau mengatasi risiko

kehamilan tersebut untuk menjaga agar kehamilan dan persalinannya berjalan baik dan

aman.

Berdasarkan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian


dengan judul Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamill Tentang Faktor

Risiko Kehamilan dan Jenis Persalinan di RSUD Tebet.

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Pertanyaan Penelitian

Apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang faktor resiko kehamilan

dan jenis persalinan di RSUD Tebet?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang faktor resiko kehamilan

dan jenis persalinan di RSUD Tebet

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran karakteristik subjek berdasarkan umur, pendidikan,

pekerjaan, dan media massa

2. Diketahuinya pengetahuan subjek tentang faktor resiko kehamilan dan jenis

persalinan

3. Diketahuinya sikap subjek tentang faktor resiko kehamilan dan jenis

persalinan

4. Diketahuinya hubungan pengetahuan subjek tentang faktor resiko kehamilan

dan jenis persalinan

5. Diketahuinya hubungan sikap subjek tentang faktor resiko kehamilan dan

jenis persalinan
1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan

antara pengetahuan faktor risiko kehamilan dan jenis persalinan dan sebagai acuan

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Apabila hasil penelitian ini menunjukkan bukti hubungan antara

pengetahuandan sikap ibu hamil tentang faktor risiko kehamilan dan jenis

persalinan, maka bukti itu dapat digunakan sebagai dasar pendidikan kesehatan

yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menambah

pengetahuan dan mengenal risiko kehamilan agar terjaganya kesehatan ibu selama

kehamilan dan menjamin ibu untuk melakukan persalinan aman di fasilitas

kesehatan

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Faktor-Faktor Risiko dalam Kehamilan

2.1.1 Pengertian
Risiko adalah suatu kemungkinan untuk terjadinya keadaan gawat darurat

yang tidak diinginkan pada masa datang, yaitu kemungkinan terjadinya komplikasi

obstetrik pada saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian dan kesakitan pada

ibu dan bayinya (Rochjati, 2003). Ibu hamil dengan risiko tinggi adalah ibu yang

mempunyai risiko atau bahaya yang lebih besar pada kehamilan/persalinan

dibandingkan dengan kehamilan/persalinan normal. Ada sekitar 5-10% kehamilan

yang termasuk dalam risiko tinggi (Suririnah, 2008).

2.1.2 Faktor-faktor Risiko 4T dalam Kehamilan

1) Terlalu muda (Primimuda)


a) Pengertian terlalu muda
Terlalu muda (primi muda) adalah ibu hamil pertama pada usia kurang dari 20
tahun, dimana kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi
mental yang belum siap menghadapi kehamilan serta menjalankan peran sebagai
ibu (BKKBN, 2007).
b) Resiko yang dapat terjadi
Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu muda
(primi muda) adalah :
(1) Bayi lahir belum cukup bulan
(2) Perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir
(3) Perdarahan dapat terjadi setelah bayi lahir
c) Alasan yang perlu diketahui adalah
(1) Secara fisik

Kondisi rahim dan panggul belum berkembang secara optimal,


mengakibatkan kesakitan dan kematian bagi ibu dan bayinya.

Pertumbuhan dan perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat.

(2) Secara Mental

Tidak siap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat

kehamilan

2) Terlalu tua
a) Pengetian terlalu tua
Terlalu tua (primi tua) adalah ibu hamil pertama pada usia 35 tahun. Pada usia
ini organ kandungan menua ,jalan lahir tambah kaku, ada kemungkinan besar ibu
hamil mendapat anak cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan
(Rochjati,2003)
b) Resiko yang terjadi
Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu tua

(primi tua 35 tahun) adalah :

(1) Hipertensi/tekanan darah tinggi

(2) Pre-eklampsi

(3) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai

(4) Perdarahan setelah bayi lahir

(5) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500 gr

c) Alasan yang perlu diketahui adalah :

(1) Meningkatnya komplikasi medis dan persalinan

(2) Terlalu dekat jarak kehamilan pada usia ini kondisi kesehatan ibu mulai

menurun

(3) Fungsi rahim menurun

(4) Kualitas sel telur berkurang


3) Terlalu dekat jarak kehamilan

a) Pengertian terlalu dekat jarak kehamilan


Terlalu dekat jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan satu dengan
berikutnya kurang dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi rahim ibu belum pulih, waktu
ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang (BKKBN, 2007).
b) Risiko yang dapat terjadi
Menurut BKKBN (2007) risiko yang mungkin terjadi pada kehamilan
jarak dekat adalah :
(1) Keguguran
(2) Anemia
(3) Bayi lahir belum waktunya
(4) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
(5) Cacat bawaan
(6) Tidak optimalnya tumbuh kembang Balita
c) Alasan yang perlu diketahui adalah
(1) Kondisi rahim ibu belum pulih
(2) Dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan
(3) Waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang

(4) Terlalu banyak anak (grande multi) (Rochjati, 2003)

a) Pengertian terlalu banyak anak (grande multi)


Terlalu banyak anak (grande multi) adalah ibu pernah hamil atau melahirkan
lebih dari 4 kali atau lebih. Kemungkinan akan ditemui kesehatan yang terganggu,
kekendoran pada dinding perut, tampak pada ibu dengan perut yang menggantung.
b) Risiko yang akan terjadi
Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan
terlalu banyak anak (4 kali melahirkan) adalah :
(1) Kelainan letak, persalinan letak lintang
(2) Robekan rahim pada kelainan letak lintang
(3) Persalinan lama
(4) Perdarahan pasca persalinan

c) Alasan yang perlu diketahui adalah :


(1) Dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam kehamilan
(2) Dapat menghambat proses persalinan, seperti kelainan letak
(3) Tumbuh kembang anak kurang optimal
(4) Menambah beban ekonomi keluarga

2.2 Jenis Persalinan

2.2.1 Definisi Persalinan


Persalinan merupakan rangkaian proses yang berakhir degan pengeluaran hasil
konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai
oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri oleh pelahiran plasenta (Varney,
2007). Sedangkan menurut Manuaba (2002), persalinan adalah proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri)

2.2.2 Etiologi Persalinan


Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks.
Faktor-faktor humoral, pengaruh prostalglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus,
pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus
mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan
penyebab mulai dan berlangsungnya partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen
dan progesteron (Wiknjosastro, 2005).

2.2.3 Diagnosis Persalinan


Sebelum terjadi persalinan, wanita hamil memasuki kala pendahuluan (preparatory
stage of labor) yang memberikan tanda-tanda sebagai berikut: a) Lightening atau settling
atau dropping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada
primigravida, pada multipara tidak terlalu terlihat; b) Perut kelihatan lebih lebar, fundus
uteri turun; c) Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung
kemih tertekan oleh bagian terbawah janin; d) Perasaan sakit di perut dan di pinggang
oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut false labor
pains; e) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, sekresinya bertambah, dan bisa
bercampur darah (bloody show) (Mochtar, 1998)

Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis normal yang dialami oleh
sebagian besar wanita tanpa komplikasi, dan komplikasi pada ibu atau janin dapat
muncul dengan cepat dan tanpa diduga-duga. Salah satu diagnosis paling penting dalam
obstetrik adalah diagnosis persalinan secara akurat (Cunningham, 2007).
Kesalahan dalam mendiagnosis persalinan dapat menyebabkan timbulnya
kegelisahan dan penanganan yang tidak perlu. Diagnosis dan konfirmasi saat persalinan
dapat ditegakkan menurut kriteria sebagai berikut: a) Curiga atau antisipasi adanya
persalinan jika wanita tersebut menunjukkan tanda atau gejala sebagai berikut: nyeri
abdomen yang bersifat intermitten setelah usia kehamilan 22 minggu, nyeri disertai lendir
darah, dan adanya pengeluaran air dari vagina atau keluarnya air secara tiba-tiba; b)
Pastikan keadaan inpartu jika serviks terasa melunak, yaitu adanya pemendekan dan
pendataran serviks secara progresif selama persalinan dan dilatasi serviks, yaitu
peningkatan diameter pembukaan serviks yang diukur dalam sentimeter (Saifuddin dkk,
2002).

2.2.4 Jenis jenis Persalinan


Ada beberapa jenis persalinan menurut Mochtar (1998). Menurut cara persalinan
dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Partus biasa (normal) adalah proses lahirnya bayi pada
Letak Belakang Kepala (LBK) dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta
tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Disebut juga
sebagai persalinan eutosia. Persalinan eutosia menunjukkan bahwa power (P), passage
(P), dan passenger (P) telah bekerja sama dengan baik; 2) Partus luar biasa (abnormal)
adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat- alat atau melalui dinding perut dengan
operasi sesarea
Adapun menurut usia kehamilan, Mochtar (1998), membaginya menjadi: 1) Abortus
(keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin
di bawah 1.000 gram, dan tua kehamilan kurang dari 28 minggu; 2) Partus prematurus
adalah persalinan dari hasil konsepsi pada usia kehamilan 28-36 minggu, janin dapat
hidup tetapi prematur, dan berat janin antara 1.000 sampai 2.500 gram; 3) Partus maturus
atau aterm (cukup bulan) adalah partus pada kehamilan 36-40 minggu, janin matur, dan
berat badan lebih dari 2.500 gram; 4) Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan
yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut
postmatur; 5) Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar
mandi, di atas becak, dan sebagainya; f) Partus percobaan adalah suatu penilaian
kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya disproporsi
sefalopelvik

1) Persalinan spontan
Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis normal yang

dialami wanita (Cunningham, 2007). Persalinan spontan (eustosia) adalah suatu

proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang sudah cukup bulan,

melalui jalan lahir (pervaginam), dengan kekuatan ibu sendiri atau tanpa bantuan

(Manuaba, 1998).

Dalam persalinan pervaginam terdapat tiga faktor yang memegang

peranan penting, yaitu 1) kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan

his dan kekuatan mengedan (power); 2) keadaan jalan lahir (passage); dan 3)

janinnya sendiri (passenger) (Mochtar, 1998; Wiknjosastro, 2005).

His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan

mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, jika his sudah cukup kuat,

kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala

melewati pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, ialah bila arah

sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula

kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring

dengan bidang pintu atas panggul (Wiknjosastro, 2005). Keadaan bagian terbesar
kepala (diameter biparietal) melewati pintu atas panggul atau ubun-ubun kecil

sudah terletak di bawah spina iskhiadika (bidang Hodge III) disebut cakap

(engaged) (Wolcott dan Bailey, 2007).

Sampai di dasar atas panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi

maksimum (Wiknjosastro, 2005). Fleksi menyebabkan berkurangnya diameter

anteroposterior kepala. Hal ini terjadi saat kepala mengenai pita muskulus

levator ani, sehingga terjadi pengurangan diameter sekitar 1,5 cm sampai 2,5 cm.

Selanjutnya juga terjadi fleksi kembali sehingga tercapai diameter

suboksipitobregmatikus 9,5 cm (Wolcott dan Bailey, 2007). Akibat kombinasi

elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang

berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam.

Rotasi ini menyebabkan janin memutar kepala dari posisi melintang (UUK

melintang) menjadi anteroposterior (umumnya UUK depan). Ekstensi kepala

memungkinkan kepala keluar melalui introitus vagina dengan posisi ubun-ubun

kecil di depan (Wolcott dan Bailey, 2007). Sesudah kepala janin sampai di dasar

panggul dan ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis, maka dengan suboksiput

sebagai titik tumpuan (hipomoklion), kepala mengadakan gerakan defleksi untuk

dapat dilahirkan (Wiknjosastro, 2005).

Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin

tampak.Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum.

Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak

bregma, dahi, muka, dan akhirnya bahu. Sesudah kepala lahir, kepala segera

mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar (Wiknjosastro, 2005). Putaran

paksi luar menyebabkan kepala kembali ke posisi awal, yaitu melintang.

Sementara itu diameter bisakromial (bahu janin) mengadakan penyesuaian dalam


posisi anteroposterior dengan diameter terbesar pintu bawah panggul.

Selanjutnya terjadi pengeluaran bahu depan melalui bawah simfisis dan bahu

belakang melalui dinding posterior vagina (fourchette) (Wolcott dan Bailey,

2007).

2) Persalinan dengan tindakan


Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal secara spontan
atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat indikasi adanya penyulit. Sehingga
persalinan dilakukan dengan memberikan tindakan menggunakan alat bantu. Persalinan
tindakan dilakukan jika kelahiran spontan diduga berisiko lebih besar pada ibu atau anak
daripada tindakannya (Chamberlain dan Steer, 1999).
Persalinan tindakan terdiri dari:
1) Persalinan tindakan pervaginam
Apabila persyaratan pervaginam memenuhi. Persalinan tindakan pervaginam meliputi:
ekstraksi vakum dan forsep untuk bayi yang masih hidup dan embriotomi untuk bayi
yang sudah meninggal.
2) Persalinan tindakan perabdominal
Apabila persyaratan persalinan pervaginam tidak memenuhi. Persalinan tindakan ini
berupa seksio sesarea. Hal-hal yang menyebabkan persalinan dilakukan dengan
tindakan adalah adanya faktor penyulit pada saat persalinan yang berasal dari faktor
kekuatan his ibu (power), faktor bayi (passanger) atau faktor jalan lahir (passage).
Hambatan dalam persalinan normal sering muncul oleh karena adanya faktor-
faktor risiko yang kurang terdeteksi dengan baik pada masa kehamilan, sehingga
sering terjadi persalinan macet atau persalinan lama. Kata persalinan lama atau
distosia (penyulit) merupakan persalinan yang gagal berjalan secara normal dan
menyebabkan kesulitan pada ibu dan bayi, jika persalinan tidak lengkap atau selesai
dalam 18 jam pada primigravida (wanita yang pertama kali hamil sebelumnya)
(Depkes RI, 1996). Penyebab persalinan lama adalah :
a) Intensitas dan frekuensi dari kontraksi rahim yang tidak adekuat
Hal ini sering disebut dengan inersia uteri, yaitu keadaan yang menunjukkan
kontraksi rahim melemah atau kekuatan kontraksi rahim tidak sesuai dengan
besarnya pembukaan mulut rahim. Inersia uteri ada dua, yaitu:
(1) Inersia uteri primer, kontraksi rahim tidak pernah sesuai dengan
besarnya pembukaan rahim.
(2) Inersia uteri sekunder, kontraksi rahim pernah mencapi kekuatan yang
sesuai dengan besarnya pembukaan mulut rahim, tetapi kemudian
melemah

Dalam menangani masalah persalinan macet atau lama, maka untuk

menolong keselamatan ibu dan bayi dalam proses persalinan, sering kali dilakukan

tindakan persalinan operatif dengan menggunakan bantuan alat-alat tertentu.

Adapun tindakan tersebut adalah:

a) Persalinan dengan Ekstraksi Vakumn

Persalinan melalui vagina atau jalan lahir dengan menggunakan bantuan alat
ekstraksi vakum, yaitu suatu cup yang terbuat dari baja atau sebuah plastik
yang fleksibel lentur (Ling dan Duff, 2001). Indikasi persalinan yang dapat
ditolong dengan ekstraksi vakum adalah:
(1) Kelelahan ibu (berdebar, terengah-engah, suhu badan tinggi, terlalu lelah
untuk mendorong)
(2) Partus macet pada kala II
(3) Gawat janin yang ringan (denyut jantung yang tidak teratur,
meconium dalam cairan amnion).
(4) Toksemia gravidarum
(5) Ruptura uteri mengancam.
Persalinan dengan indikasi tersebut dapat dilakukan dengan ekstraksi vakum
dengan catatan persyaratan persalinan pervaginam memenuhi
Gambar 2.1 Persalinan Tindakan Ekstraksi Vakum

b) Persalinan denan Forsep

Merupakan persalinan tindakan melalui jalan lahir dengan menggunaan

alat berbentuk bilah baja dobel yang ditempatkan dalam vagina dan pada sisi

lain terkunci sebagai penjepit kepala bayi. Terdapat prasyarat tertentu yang

wajib dipenuhi sebelum menggunakan forssepo,mkmariet ntoa upseersralinan dengan

forsep hanya dapat dilakukan terutama jika pembukaan jalan lahir lengkap

dan kepala bayi dengan ukuran yang terbesar telah melewati pintu atas

panggul dan hampir sepenuhnya berputar, kulit kepala kelihatan secara

mudah, dan kandung kencing ibu harus kosong (Depkes RI, 1996 ; Hadi,

2001)

Adapun indikasi persalinan dengan tindakan bantuan

ekstraksi forcep atara lain:

(1) Gawat janin, yang ditandai dengan denyut jantung janin menjadi cepat atau
lambat dan tidak teratur, serta adanya meconium (pada janin letak kepala).

(2) Ruptur uteri mengancam

(3) Adanya edema pada vagina atau vulva

(4) Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat, lokia berbau

(5) Eklamsia mengancam

(6) Partus tidak maju maju

(7) )Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga (exhausted mother).

Gambar 2.2 Persalinan tindakan forsep

c) Persalinan Operasi Seksio Sesarea

Persalinan seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.

Persalinan ini dilakukan apabila persalinan pervaginam tidak dimungkinkan.


Indikasi utama persalinan seksio sesarea terprogram adalah disproporsi kepala

panggul (panggul sempit), karena tidak mungkin lagi untuk persalinan

pervaginam. Sedangkan indikasi seksio sesarea tidak terprogram adalah tidak

adanya kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal (Gifford, 2000).

Gambar 2.3 Persalinan Tindakan Seksio Sesarea

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Definisi Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil mengetahui dan memahami dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek atau informasi tertentu. Untuk
memperoleh pengetahuan dibutuhkan proses kognitif yang merupakan hal penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh sumber informasi yang didapat
dalam pengalaman hidupnya. Dengan pengetahuan yang dimilikinya maka seseorang
akan merubah sikap, niat, dan perilakunya dalam mencegah, menghindari atau mengatasi
faktor-faktor risiko dalam kehamilan (Soekanto, 1992). Cara mengubah ketidaktahuan
serta sikap dan perilaku itu antara lain melalui pendidikan (Suryaningrat, 2005).
2.3.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam kawasan kognitif
mempunyai 6 tingkatan, yakni:
1) Tahu (know)
Tahu artinya sebagai pengingatan terhadap suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat yang
paling rendah.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang
lain
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu dengan yang lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
dalam dari suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun fondasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek penelitian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sediri atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada.
Oleh karena itu penilaian dan pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan dan
mempengaruhi kebutuhan seseorang (Reksohadiprodjo dan Handoko, 2001).
2.3.3 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui disesuaikan dengan tingkat-tingkat dalam
kawasan kognitif
Skinner seperti dikutip oleh Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa bila seseorang
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan baik
secara lisan atau tulisan, maka dapat dikatakan dirinya mengetahui bidang itu.
Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan
(knowledge).
Pertanyaan dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan dan dapat
dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu : (Notoatmodjo, 2003)
1) Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan essay
2) Pertanyaan obyektif, misalnya pertanyaan pilihan berganda (multiple
choice), benar-salah, dan pertanyaan menjodohkan.

Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan obyektif khususnya pilihan


berganda lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat pengukuran karena lebih mudah
disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai.
Pemgukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan kuesioner
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti atau responden.
Pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat-
tingkat tersebut diatas.
Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan,
kemudian dilakukan penilaian, nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban
salah.
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Faktor Risiko
Kehamilan
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu

mengenai kehamilan. Bila pengetahuan ibu sudah baik terhadap perawatan kandungan

maka kepatuhan seseorang untuk memeriksakan kehamilannya juga akan dapat

terjaga. Apabila pengetahuan belum sepenuhnya dimiliki, maka untuk mengikuti

anjuran untuk memeriksakan kehamilannya kurang dapat terwujud. Hal-hal yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu hamil di antaranya:

1) Faktor Internal

a) Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan


lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
seorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup
tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwa (Nursalam dan Pariani, 2001). Menurut Wirawan (2002)
bertambahnya usia, maka tingkat perkembangan akan sesuai dengan
pengetahuan yang pernah didapat juga dari pengalamannya sendiri. Pada
umur dua puluh seseorang telah memiliki kemampuan mental yang
diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru,
misalnya mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis
dan berfikir kreatif. Sekitar awal atau pertengahan usia tiga puluhan,
kebanyakan orang mudah mampu menyelesaikan masalah-masalahnya
dengan cukup baik sehingga menjadi stabil, tenang secara emosional.
b) Pengalaman
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
c) Motivasi
Adalah dorongan yang bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan,
dorongan ini diwujudkan dalam bentuk tindakan dan perilaku. Motivasi yang
rendah akan menghasilkan tindakan yang kurang baik, motivasi yang
diberikan oleh petugas kesehatan secara terus-menerus akan dapat
mempengaruhi seseorang untuk merubah perilakunya ke arah perilaku yang
positif (Solikhah, 1997).
d) Persepsi
Pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran,
penciuman serta pengalaman masa lalu. Suatu obyek yang sama dapat
dipersepsikan secara berbeda oleh beberapa orang (Wirawan, 2002).

e) Intelligence Quotient (IQ)


Semakin tinggi IQ seseorang akan semakin cerdas pula, secara potensial
seseorang yang IQ-nya kurang akan banyak mengalami kesulitan belajar
(Ahmadi, 1991). Seseorang yang memiliki IQ rendah akan terhambat proses
belajarnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya juga terlambat

2) Faktor Eksternal
a) Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Pariani, 2001).
Menurut IB Mantra (1994) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin
mudah orang tersebut untuk menerima informasi sedangkan menurut
Koentjoroningrat (1997) dikutip Nursalam (2001) sebaiknya tingkat
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan, pengetahuan dan
sikap seseorang terhadap nilai- nilai baru yang diperkenalkan dan menurut
Soekidjo Notoatmodjo (1997) bahwa pada umumnya orang yang mempunyai
pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan pemahaman yang lebih
luas serta tingkat pendidikan yang rendah susah menerima pesan atau
informasi yang disampaikan (Nasrul, 1998).
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang
kehidupan dan kehidupan keluarganya. Dengan bekerja seseorang dapat
berbuat sesuatu yang bernilai, bermanfaat memperoleh berbagai pengalaman
(Notoatmodjo, 2003). Menurut Sarwono dan Wirawan (2005) seseorang yang
bekerja, pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang tidak bekerja,
karena seseorang akan banyak mempunyai informasi serta ibu yang bekerja di
sektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi,
termasuk kesehatan sehingga pengetahuan dan pengalaman lebih banyak.
Menurut Affandi (2000) lingkungan kerja dapat memberi pengaruh yang
cukup besar bagi ibu hamil. Pada umumnya wanita yang mempunyai
pekerjaan formal akan aktif dalam kegiatan- kegiatan sosial, sehingga
kelompok wanita tersebut akan mendapatkan informasi mengenai kesehatan
lebih banyak.
c) Penyuluhan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat melalui metode
penyuluhan, dengan bertambahnya pengetahuan seseorang akan merubah
pikirannya (Notoatmodjo, 2003).
d) Media Massa
Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam- macam media masa
yang dapat mempengaruhi masyarakat tentang inovasi baru (Notoatmodjo,
2003).
e) Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang
atau kelompok. Lingkungan adalah input ke dalam diri seseorang sebagai
system adaptif yang melibatkan baik faktor internal maupun eksternal.
Menurut Affandi (2000) penduduk yang tinggal di daerah perkotaan sering
dihubungkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan juga lebih baiknya
sarana untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan sehingga
pengetahuan ibu hamil mengenai kehamilan risiko tinggi lebih tinggi pada
penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan penduduk yang
tinggal di pedesaan.

2.3.5 Sintesa Pengetahuan

Sintesa pengetahuan adalah hasil mengetahui dan memahami ibu hamil dalam
mencegah, menghindari atau mengatasi faktor resiko kehamilan dan jenis persalinan
2.4 Sikap
2.4.1 Definisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial.( Notoatmojo, 1997) Sikap juga merupakan evaluasi atau reaksi perasaan
mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak memihak (unfavorable)
pada objek tertentu (Azwar,2007).

2.4.2 Komponen Pokok Sikap


Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok yaitu:
1. Kepercayaan(keyakinan),idedankonsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tendto behave).
Ketiga componen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting. .( Notoatmojo, 1997)

2.4.3 Tingkatan Sikap


Berbagai tingkatan sikap yakni: .( Notoatmojo, 1997)
1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya sikap ibu hamil terhadap pemeriksaan kehamilan
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap penyuluhan tentang
pentingya memeriksakan kehamilan sejak dini.
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan meyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu hamil yang pernah
mengalami kelainan posisi janin pada kehamilannya akan memberitahukan dan
mengajak ibu hamil yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk
pergi memeriksakan kehamilan secara rutin ke petugas kesehatan
(bidan/dokter/dokter spesialis kandungan) adalah bukti bahwa ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap pemeriksaan kehamilan

4. Bertanggung jawab (responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjalani
operasi sesar untuk melahirkan janin dengan letak sungsang, meskipun
mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

Sekord dan Backman dalam Azwar (2003) mendefinisikan sikap sebagai


keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya. Sikap yang ditujukan seseorang merupakan bentuk respon batin dari
stimulus yang berupa materi atau obyek di luar subyek yang menimbulkan
pengetahuan berupa subyek yang selanjutnya menimbulkan respon batin dalam
bentuk sikap si subyek terhadap yang diketahuinya itu. Pengetahuan dan faktor
lain seperti berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam
penentuan sikap yang utuh.

2.5 Hubungan antara Pengetahuan Faktor Risiko Kehamilan dan Jenis Persalinan
Menurut WHO, pengetahuan seseorang berasal dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber, misalnya pendidikan, media massa, media elektronik,
buku petunjuk, petugas kesehatan, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan dapat
membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan
tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan
Bila pengetahuan seorang ibu sudah baik terhadap perawatan kandungan maka
kepatuhan seseorang untuk memeriksakan kehamilannya juga akan dapat terjaga.
Apabila pengetahuan belum sepenuhnya dimiliki maka untuk mengikuti anjuran untuk
memeriksakan kehamilannya kurang dapat terwujud, sehingga dengan kurangnya
pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan akan memudahkan terjadinya
permasalahan pada kehamilan dan persalinan. Sesuai dengan penelitian Nurachmah
(2004) kurangnya pengetahuan tentang kehamilan merupakan penyebab utama
terjadinya kematian ibu pada saat melahirkan, karena kualitas kehamilan sangat
menentukan keberhasilan proses persalinan secara aman.
Pengetahuan tentang faktor risiko atau masalah kehamilan penting diketahui oleh
ibu, suami, dan keluarga. Karena dengan pengetahuan yang baik, seorang ibu hamil akan
tahu keadaan kehamilannya dan diharapkan dapat berperilaku sehat, melakukan
pemeriksaan kehamilan dengan baik. Selain hal itu, ibu yang mengetahui keadaan
dirinya dan kehamilannya diharapkan dapat menentukan kepada siapa dan dimana akan
melahirkan secara aman. Karena setiap persalinan dapat timbul risiko bahaya bagi ibu
dan bayi (Rochjati, 2003).
Dengan mengetahui faktor risiko tersebut, diharapkan ibu hamil mengetahui
keadaan dirinya pada kelompok yag mana, apakah kelompok risiko rendah, tinggi atau
sangat tinggi. Selanjutnya dapat menentukan persalinan yang aman, sedangkan bagi
petugas kesehatan, untuk memberikan tindakan yang tepat (Ferguson et al, 2002).

2.6 Sintesa Sikap


Sikap adalah keadaan dalam diri manusiadan rasa percaya diri untuk bertindak atau
berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaaan menghargai tertentu dan bertanggung
jawab di dalam menanggapi objeksituasi atau kondisi lingkungan sekitar. Sintesa sikap
adalah bagaimana sikap ibu hamil dalam mencegah, menghindari atau mengatasi faktor
resiko kehamilan dan jenis persalinan

2.7 Landasan Teori Menuju Konsep


Pengetahuan tentang faktor risiko atau masalah kehamilan penting diketahui oleh
ibu, suami, dan keluarga. Untuk mengetahui keadaan dirinya dan kehamilannya
diharapkan dapat menentukan kepada siapa dan dimana akan melahirkan secara aman.
Dengan mengetahui faktor risiko tersebut, diharapkan ibu hamil mengetahui keadaan
dirinya dan sikap pada kelompok yang mana, apakah kelompok risiko rendah, tinggi atau
sangat tinggi. Pengukuran faktor pengetahuan dan sikap ibu hamil menggunakan daftar
pertanyaan yang ditanyakan langsung oleh koesioner. Pengukuran sikap menggunakan
skala Likert untuk mengukur nilai tertentu dalam objek sikap di setiap pertanyaan. Skala
Likert ini terdiri dari masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point ( sangat
setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju).

3. seseorang (WHO, 1992

3.1
3.2 K
3.3 K
3.4

3.4.1 J
3.4.2
3.5 H
3.6 H
3.7 K
3.8 K
3.9

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25538/1/Dwi%20Endraningtias%20
-%20fkik.pdf

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20315113-S_Sri%20Sukesih.pdf

Anda mungkin juga menyukai