Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

MANAJEMEN TERBARU HEPATITIS B

Disusun Oleh :

Silvi Apriani (1112103000017)

Siti Binayu Adzani (1112103000028)

Pembimbing :

dr. Edi Mulyana Sp.PD, KGEH, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah referat ini yang berjudul Manajemen Terbaru Hepatitis B.

Makalah referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik di stase Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati- Jakarta.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. dr. Edi Mulyana, SpPD, KGEH, FINASIM selaku pembimbing diskusi


topik ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah referat ini masih banyak


terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun
guna penyempurnaan makalah referat ini sangat kami harapkan.

Demikian, semoga makalah referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam bidang
penyakit dalam.

Jakarta, November 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Hepatitis B. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
B. Epidemiologi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
C. Faktor Predisposisi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .5
D. Etiologi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
E. Sumber dan Cara Penularan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
F. Patogenesis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..9
G. Manifestasi Klinis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
H. Pemeriksaan Penunjang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .12
I. Diagnosis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
J. Pentalakasanaan Hepatitis B
a) Evaluasi praterapi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .14
b) Indikasi & algoritma. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
c) Jenis terapi & pemilihan regimen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .16
d) Hasil terapi terkini. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
e) Prediktor respon. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .22
f) Kriteria kesembuhan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
g) Terapi pada poupulasi khusus. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..23
K. Pencegahan
a) Imunisasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .24
b) Pencegahan umum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
c) Pencegahan khusus. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .26
d) Konseling . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 26
Bab III Kesimpulan ..27
Daftar Pustaka. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .28

3
BAB I
PENDAHULUAN

Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan


infeksi virus hepatitis B. Infeksi virus Hepatitis B saat ini merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang besar. Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke
orang melalui darah/darah produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B
yang tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus
hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan
lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang
berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua
kasus meninggal akibat hepatoma.1,2

Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap HBV
persisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara
Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina,
Vietnam, Korea, dimana 5070 % dari penduduk berusia antara 30 40 tahun
pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10 15 % menjadi pengidap Hepatitis B
Surfase Antigen (HbsAg). Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah
dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 20 %).1,3

Hasil pengobatan Hepatitis B sampai saat ini belum sepenuhnya berhasil


sempurna, sedangkan pencegahan dengan vaksin memberikan harapan, tetapi
dampaknya bagi masyarakat baru akan terlihat sesudah puluhan tahun kemudian,
apalagi dengan biaya vaksinasi yang belum terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat kita.3,4

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis B
A. Definisi

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B,
dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang dapat berlanjut
menjadi sirosis hati atau kanker hati. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui
darah ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV.
Hepatitis B dapat bersifat akut maupun kronis : 1,2,3

- Fase akut : infeksi muncul segera setelah terpapar virus


- Fase kronik : infeksi lama lebih dari 6 bulan1,2,3

B. Epidemiologi

Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan utama di dunia


pada umumnya dan Indonesia khususnya. Diperkirakan sepertiga populasi dunia
pernah terpajan virus ini dan 350-400 juta pengidap hepatitis B. Di Indonesia,
angka pengidap hepatitis B pada populasi sehat diperkirakan mencapai 4.0-20.3%
dengan proporsi tertinggi di pulau jawa. Secara genotip kebanyakan merupakan
virus dengan genotip B (66%), diikuti oleh C (26%), D (7%) dan A (0,8%).2,3

C. Faktor Predisposisi

Faktor Host (Penjamu)


Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:4,5
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi
dan anak (25 - 45,9%) resiko untuk menjadi kronis menurun dengan
bertambahnya umur. Pada bayi 90% akan menjadi kronis pada anak usia

5
sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%. Hal ini berkaitan dengan
transmisi infeksi VHB secara vertikal dari ibu hamil yang terinfeksi VHB dan
pada bayi dan anak-anak belum terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk
menjamin terhindar dari hepatitis kronis. 4,5
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding
pria.4,5
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama
pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem
imun belum berkembang sempurna.4,5
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas
seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan,
pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter,
dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan
penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).

Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg.
Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe
yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam
penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype
ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia,
Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.1,3

6
Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi
perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi.
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam

D. Etiologi

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen
Australia. Virus ini termasuk DNA virus yang tergolong dalam family
Hepadnaviridae. Virus hepatitis B tidak bersifat sitopatik, artinya virus ini tidak
merusak sel secara langsung. Kerusakan sel terjadi akibat respon imun terhadap
virus.5,6,7

Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut


"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti
terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg).
Antigen HBeAg berperan penting sebagai penanda terjadinya replikasi virus yang
aktif. Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat
imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan
perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. 1,2,4

7
Gambar 2.1. Genom Virus Hepatitis B
Sumber: Isselbach, Kurt. Hepatology. Textbook of Liver Disease

E. Sumber dan Cara Penularan

Penyebaran infeksi virus hepatitis B dapat melalui:


Darah dan produk darah
Cairan tubuh: Saliva, cairan serebrospinal, cairan peritoneum, cairan
pleura, cairan amnion, semen, cairan vagina
Kontak dengan mukosa penderita hepatitis B
Penetrasi perkutan
Lain-lain: Sisir, pisau cukur, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara:


Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang
HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal.
Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya:
melalui hubungan seksual.

8
F. Patogenesis

Virus Hepatitis B (DNA virus)

Partikel Dane masuk ke hati, terjadi replikasi


virus

Hati memproduksi dan mensekresi partikel


Dane

Eradikasi oleh respon imun non spesifik

Eradikasi lanjut oleh respon imun spesifik

Sasaran: peptida kapsid HbcAg atau HBeAg

Eliminasi oleh sel T Eliminasi oleh limfosit


CD8+ B

Nekrosis sel hati (AL) Produksi antibodi:


Mekanisme sitolitik anti HBs, anti HBc, anti HBe
Intrasel (Interferon & TNF)

Berlangsung efisien Kurang efisien (faktor viral &


pejamu)

Infeksi berakhir Infeksi menetap

Gambar 2.2 Robbin dan Cotran. Buku Ajar Ilmu Patologi. Edisi 8.

9
Tabel 2.1. Perjalanan Alami Hepatitis B Kronis7
Fase HBsAg Kadar ALT Kadar DNA VHB Histologis hati Inisiasi terapi
Imunotoleransi Positif Normal >20.000 IU/ml Normal Tidak
Imunoaktif Positif/negatif Meningkat >2000 IU/ml Inflamasi atau Ya
fibrosis derajat
ringan-sedang
Pengidap inaktif Negatif Normal <2000 IU/ml Perbaikan Tidak
Reaktivasi (20- Positif/negatif Meningkat >2000 IU/ml Inflamasi terjadi ya
30% dari kembali
pengidap inaktif)

Gambar 2.3. Perjalanan serum biomarker hepatitis B


Sumber: Sabatine, 2014

Tabel 2.2. Serologi hepatitis B

Sumber: Sabatine, 2014

10
- HBsAg (hepatitis B surface antigen): muncul 1-6 bulan setelah pajanan.
Bila HBsAg menetap lebih dari 6 bulan disebut hepatitis B kronis.
- HBeAg (hepatitis B e antigen): muncul 1,5-3 bulan setelah fase akut dan
menggambarkan aktivitas replikasi virus.
- IgM anti-HBc: muncul sejak 1 bulan setelah pajanan dan memandakan
infeksi akut hepatitis B, window periode (HBsAg menjadi negatif)
- IgG anti-HBc: menunjukkan infeksi sebelumnya (HBsAg negatif) atau
infeksi yang sedang terjadi (HBsAg positif)
- Anti-HBs: muncul setelah 6 bulan pajanan dan positif pada pasien yang
telah sembuh atau yang telah mendapat vaksinasi hepatitis B.
- Anti-HBe: menujukkan infektivitas virus mulai menurun, warning viral
replication
- DNA VHB: terdapat pada serum, menunjukkan replikasi virus aktif di
hepar. 9

G. Manifestasi Klinis

Infeksi VHB dapat meimbulkan gejala klinis hepatitis akut, hepatitis


kronik, gagal hati fulminant dan carrier sehat. Pada hepatitis B akut 70%
asimtomatik, 30% ikterik, dan <1% hepatitis fulminant. Tanda dan gejala
infeksi VHB akut dibagi menjadi fase preikterik, fase ikterik dan fase
perbaikan yang berakhir setelah 6-8 minggu:5,7,8
1. Fase preikterik (prodromal)
Terjadi 1-2 minggu sebelum fase ikterik. Terdapat gejala konstitusional seperti
anoreksia, mual, muntah, nyeri di bagian hati, warna urin menjadi gelap,
malaise, keletihan, atralgia, myalgia, sakit kepala, urtikaria, fotofobia, faringitis
dan batuk. Dapat disertai demam yang tidak terlalu tinggi.
2. Fase ikterik
Gejala prodromal berkurang, namun ditemukan sclera ikterik dan penurunan
berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali disertai nyeri
tekan di area kuadran kanan atas abdomen. Dapat ditemukan splenomegali,
gambaran kolestatik, hingga adenopati servikal.
3. Fase perbaikan (konvalesens)

11
Gejala konstitusional menghilang, namun masih ditemukan hepatomegali yang
tidak nyeri dan abnormalitas pemeriksaan fungsi hati.
Gagal hati fulminan terjadi tidak lebih dari 1% penderita hepatitis B
akut yang simtomatik. Gejala gagal hati fulminant ditandai dengan timbulnya
ensefalopati hepatikum (bingung, letargi, penurunan kesadaran, halusinasi),
ikterus, gangguan pembekuan darah hingga timbul manifestasi perdarahan, dan
peningkatan SGOT dan SGPT karena reaksi imun yang berlebihan sehingga
mengakibatkan nekrosis sel yang lebih luas. Mortalitas karena hepatitis
fulminant mencapai 60%.8,9

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Serologi hepatitis B
-Pemeriksaan HBsAg
-Pemeriksaan HBeAg
-Pemeriksaan anti-HBc immunoglobulin M (Ig-M)
-Anti-HBc IgG
-Anti HB-e
2. Biokimia hati
Pemeriksaan yang diperlukan seperti SGOT (AST), SGPT (ALT),
Gamma-glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase, bilirubin,
albumin, globulin, pemeriksaan darah perifer lengkap dan waktu
protrombin. Umumnya akan ditemukan SGPT yang lebih tinggi dari
SGOT, tapi seiring perkembangan penyakit menuju sirosis, rasio tersebut
akan berbalik. Bila sirosis telah terbentuk akan tampak penurunan
progresif albumin, peningkatan globulin, dan pemanjangan waktu
protrombin yang disertain penurunan jumlah trombosit. Pada pasien
hepatitis B kronik perlu diperiksakan -fetoprotein (AFP) untuk
mendeteksi karsinoma hepatoseluler.7
3. USG dan biopsi hati
Dilakukan untuk menilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus
infeksi kronis dan sirosis hati.

12
4. Pemeriksaan untuk mendeteksi penyebab hati lain seperti kemungkinan
ko-infeksi hepatitis C dan atau HIV

I. Diagnosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.

2. Tes laboratorium untuk menilai fungsi hati & pemeriksaan darah lengkap.

3. Tes HBsAg, HBV- HBeAg, anti HBe, IgM anti HBc.

4. Tes untuk menghilangkan kemungkinan penyebab infeksi yang lain pada hepar,
seperti anti HCV.

5. Tes untuk skrining KHS, seperti AFP dan USG.

6. Bila memunginkan, dilakukan biopsi hati untuk menentukan tingkat (grade)


dan stadium (stage) penyakit hepar.
Sedangkan untuk penegakan diagnosis infeksi hepatitis B kronik memiliki
beberapa kriteria:7
Kriteria Diagnosis Infeksi VHB
Kriteria Hepatitis B Kronik:

1. HBsAg seropositif > 6 bulan

2. DNA VHB serum >20.000 IU/mL (nilai yang lebih rendah 2000-20.000 IU/mL
ditemukan pada HBeAg negatif)

3. Peningkatan ALT yang presisten maupun intermiten

4. Biopsi hati yang menunjukkan hepatitis kronik dengan derajat nekroinflamasi


sedang sampai berat
Kriteria Pengidap Inaktif:

1. HBsAg seropositif > 6 bulan


2. HBeAg (-), anti HBe (+)
3. ALT serum dalam batas normal
4. DNA VHB <2000-20000 IU/mL

13
5. Biopsi hati yang tidak menunjukkan inflamasi yang dominan
Kriteria Resolved Hepatitis Infection:

1. Riwayat infeksi Hepatitis B, atau adanya anti-HBc dalam darah


2. HBsAg (-)
3. DNA VHB serum yang tidak terdeteksi
4. ALT serum dalam batas normal

J. Penatalaksanaan hepatitis B

95% infeksi hepatitis B akut biasanya akan sembuh sendiri pada individu
dewasa yang imunokompeten. Terapi antiviral biasanya diberikan pada pasien
dengan penyakit yang berat. Oleh sebab itu, penatalaksanaan hepatitis B lebih
dilakukan untuk hepatitis B kronik dan penyakit penyulitnya.10

a. Evaluasi pra-terapi

Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi derajat keparahan penyakit: 10

1. Pemeriksaan fungsi hati,


2. Hitung jenis darah
3. Profil hemostasis waktu protrombin
4. USG hati (abdomen)
5. Deteksi dan pengukuran kadar HBV DNA serum (dalam IU/mL)
6. Etiologi
7. Ko-moribiditas
8. Biopsi hati jika diperlukan untuk menentukan derajat nekroinflamasi dan
fibrosis hati

b. Indikasi & algoritma

Tujuan utama pemberian antiviral untuk hepatitis B kronik adalah


menurunkan risiko kanker hepatoseluler dan penyulit terkait penyakit hati kronik.
Oleh karena itu, tetapi harus diberikan pada pasien yang telah menderita kelainan
histopatologi hatu yang bermakna. 10

Indikasi terapi infeksi hepatitis B ditentukan berdasarkan kombinasi dari empat


kriteria antara lain: 10

1. Nilai DNA HBV serum


2. Status HbeAg
3. Nilai ALT

14
4. Gambaran histologis hati

Pemberian terapi dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: 10

1. Pasien HbeAg positif: HBV DNA >20.000 IU/mL, ALT serum 2-5x ULN
yang menetap selama 3-6 bulan atau ALT serum >5x ULN atau terdapat
histopatologis fibrosis sampai berat

2. Pasien HbeAg-negatif: HBV DNA >2.000 IU/mL, kenaikan ALT >2x


ULN yang menetap selama 3- 6 bulan

Gambar. 2.4 Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis B, 20121

15
Gambar 2.5. Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis B, 20121
Pada pasien dengan sirosis terkompensasi terapi dimulai pada pasien
dengan DNA VHB > 2 x 10 3 IU/mL, sedangkan pada sirosis tidak terkompensasi
terapi harus segera dimulai untuk mencegah deteriorasi tanpa memandang DNA
VHB atau ALT.1

c. Jenis terapi dan pemilihan regimen

2 strategi terapi terkini yang dapat dipilih untuk mengobati hepatitis B kronik,
yaitu:10

1. pengendalian infeksi HBV oleh sistem imun yang diperoleh dari terapi
peg-interferon (PEG-IFN) selama 48 minggu
2. pengendalian replikasi virus dengan analog nukleos(t)ida (NA) jangka
panjang

Kelebihan utama PEG-IFN adalah lama terapi yang terbatas dan potensi
menghasilkan respon terapi berlanjut pada tahun-tahun yang akan datang, namun
terapinya tidak memiliki efek antiviral langsung, melainkan memicu respon imun

16
terhadap HBV. Kelebihan obat antiviral dengan NA adalah bekerja menurunkan
replikasi HBV dengan mengambat fungsi HBV polimerase dan reverse
transcriptase. 10

Beberapa obat yang tersedia untuk pengobatan saat ini adalah interferon
(IFN konvensional), pegylatec interferon -2a, lamivudine, adefovir dipivoxil dan
entecavir, dan thymosin -1. Obat tersebut memiliki keterbatasan dalam hal
sustained response jangka panjang, sehingga pemilihan obat perlu
pertimbangan yang seimbang antara kemungkinan respon, usia penderita, derajat
keparahan penyakit, efek samping obat dan komplikasi penyakit. 10

Tabel 2.3. Perbandingan 2 strategi terapi hepatitis B


kronik9

Sumber: Asian-Pacific clinical practice guidelines on the


management of hepatitis B: a 2015 update

Pegylated interferon -2a

Disebut juga interferon yang dipegilasi, yang berfungsi


ganda sebagai imunomodulator dan anti-virus. Mekanisme sebagai
imunomodulator adalah dengan mengaktivasi makrofag, sel natural killer (NK),
dan limfosit T sitotoksik serta memodulasi pembentukan antibodi yang akan
meningkatkan respon imun host untuk melwan virus hepatitis B. Sementara itu
aktivitas anti-virus dengan menghambat replikasi virus hepatitis B secara
langsung melalui aktivasi endo-ribonuclease, elevasi protein kinase dan induksi
2-5- oligodenylate synthetase.

17
Gambar disamping menunjukkan mekanisme kerja interferon secara langsung
dalam menghambat replikasi virus : (1) Inhibisi transkripsi, (2) Inhibisi translasi,
(3) Inhibisi sintesis protein, dan (4) Inhibisi pematangan virus. 11

Gambar 2.6 Goodman & Gilmans The manual of pharmacology and Theurapetics
11th edition

Analog Nukleosida

Secara efektif menurunkan replikasi HBV dengan menghambat fungsi HBV


polimerase dan reverse transcriptase sehingga stok rcDNA berkurang.sehingga,
pada terapi NA jangka panjang jumlah total cccDNA menurun akibat inhibisi jalur
daur ulang intraseluler.

Tabel 2.4. Perbandingan karakteristik interferon dan analog nukleos(t)ida


Interferon Analog Nukleos(t)ida
Dibatasi (maksimal 48 Seringkali harus jangka panjang
Durasi terapi
minggu) (seumur hidup)
Cara pemberian Injeksi subkutan Oral 1 kali per hari
Dapat digunakan pada
Tidak Ya
sirosis dekompensata
Banyak (flu-like
symptoms, neutropenia,
Efek samping Minimal
trombositopenia,
hepatitis flare)
Kemampuan menekan Sedikit lebih tinggi, pemakaian lebih
DNA VHB dalam 1 Sedikit lebih rendah dari 1 tahun akan meningkatkan angka
tahun ini lebih jauh
Kemampuan
Sedikit lebih tinggi, pemakaian lebih
serokonversi HBeAg
Sedikit lebih rendah dari 1 tahun akan meningkatkan angka
dalam 1 tahun (pada
ini lebih jauh
HBeAg positif)
Kemampuan Lebih rendah, dapat menyamai IFN
Lebih tinggi
serokonversi HBsAg pada pemakaian lebih dari 1 tahun

18
dalam 1 tahun
Respon biokimia Seimbang Seimbang
Respon histopatologis Seimbang Seimbang
Resistensi Tidak ditemukan Cukup tinggi pada beberapa jenis
Cenderung membaik
Respon jangka Cukup sering kambuh bila terapi tidak
bila target terapi
panjang dilanjutkan jangka panjang
tercapai
Sumber: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Hepatitis B di Indonesia, 2012

Tabel 2.5 Profil Regimen Obat Hepatiti B Kronis

Efektivitas Dosis Resistensi


Peg-Interferon 30% Tidak ada
Peg-IFN -2a 180 mcg/minggu SC
Peg-IFN -2b 1-1,5 mcg/kgBB
/minggu SC
Analog nukleos(t)ida <50% 70% pada 5 tahun
1.Analog nukleosida <70% 30% pada 5 tahun
Lamivudin (3TC) >90%* 100 mg/hari PO 15-30% mencapai
57% pada tahun
ketiga
Telbivudin (LdT) 600 mg/hari PO 2,3-6%
Entecavir (ETV) <50% 0,5-1 mg/hari PO 0% pada pasien naif
2.Analog nukleotida >90% <1%
Adefovir (ADV) 10 mg/hari PO Tidak ada
Tenofovir (TDF) 300 mg/hari PO Tidak ada

d. Hasil terapi terkini

Berikut merupakan hasil terapi terkini dari terapi hepatitis B kronik, baik
dengan interferon maupun dengan antinukleos(t)ida.

Tabel 2.6. Profil obat-obat antiviral yang digunakan pada pasien hepatitis B kronik
HBeAg (+) selama 1 tahun

19
Sumber: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia, 2012

Tabel 2.7. Profil obat-obat antiviral yang digunakan pada pasien hepatitis B
kronik HBeAg (-) selama 1 tahun1

20
Sumber: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia, 2012

Respon terapi antivirus oral

Gambar 2.7. Sebaran jumlah pasien dengan perubahan kadar HBV DNA serum
(N=36)10

Sebanyak 36 pasien di Jakarta telah dilakukan penelitian dengan hasil seroklirens


HbeAg pada 5 dari 18 orang (21,7%) setelah terapi telbivudine 1 tahun.
Sedangkan, kadar HBV DNA serum tidak terdeteksi meningkat dari 24 orang
(66,7%) pada bulan ke-6 menjadi 30 orang (83,3%) bulan ke-12. 10

21
Rerata kadar HBV DNA turun dari 8,8 0,0 menjadi 3,7 1,4 log10 copies/mL
(p<0,001; uji t berpasangan). 10

Hal ini menunjukkan terapi antivirus oral dengan telbivudine menurunkan kadar
HBV DNA serum secara bermakna baik secara statistik maupun klinis. Penelitian
sebelumnya juga menunjukkan hasil yang sama, baik pada pasien HbeAg-positif
maupun HbeAg-negatif. 10

e. Prediktor respon terapi

Prediktor respon terapi hepatitis B ini digunakan sebagai dasar


penyusunan indikasi dan pemantauan terapi. 10

1. Prediktor respon terapi interferon


Kadar DNA HBV <2 x 108 IU mL, ALT >2-5 kali batas atas normal, dan
tingkat kerusakan hati yang tinggi pada pemeriksaan histopatologis
(minimal A2) adalah prediktor serokonversi HbeAg yang baik
2. Prediktor respon terapi antinukleos(t)ida
Kadar DNA HBV<2 x 109 IU/mL, ALT >2-5 kali batas atas normal dan
tingkat kerusakan hati yang tinggi pada pemeriksaan histopatologis
(minimal A2) merupakan prediktor respon yang telah terbukti1,3

f. Kriteria kesembuhan

Tabel 2.8. Kriteria kesembuhan untuk hepatitis B kronik diusulkan sebagai


berikut: 10

Kesembuhan pasien pulih kembali ke kondisi kesehatan sebelum


absolut terinfeksi, dengan kemungkinan mengalami sirosis
atau KHS sama dengan orang yang tidak pernah
terinfeksi

Kesembuhan Pasien pulih ke kondisi kesehatan dengan seseorang


fungsional yang sembuh spontan dari infeksi HBV dan
memiliki kemungkinan yang sama mengalami
sirosis atau KHS
Kesembuhan Berlanjutnya supresi petanda virologis dan
virologis yang normalisasi fungsi hati setelah terapi selesai
tampak

Kesembuhan absolut kemungkinan besar belum dapat terjadi karena


cccDNA belum dapat dieliminasi seluruhnya dari sel-sel hati dan risiko KHS
masih ada pada pasien dengan hepatitis B laten. Sedangkan kesembuhan

22
fungsional merupakan tujuan jangka panjang dengan obat tebaru yang masih
dikembangkan. Oleh karena itu, kesembuhan virologis yang dijadikan patokan
dalam menentukan kriteria kesembuhan. Sehingga, panduan terapi untuk hepatitis
B kronik dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 10

Jangka pendek: serokonversi HbeAg dan/atau supresi HBV DNA,


normalisasi ALT, menurunkan nekroinflamasi dan fibrosis hati selama
atau setelah terapi

Jangka panjang: mencegah dekompensasi hati, mengurangi atau mencegah


perburukan ke arah sirosis dan/atau KHS dan memperpanjang ketahanan
hidup

g. Terapi Pada Populasi Khusus

Terapi pasien infeksi VHB kronik dengan koinfeksi virus hepatitis D (VHD) atau
virus hepatitis C (VHC) sebaiknya disesuaikan dengan virus yang dominan.
Pasien infeksi VHB kronik dengan ko-infeksi VHD atau VHC akan meningkatkan
resiko sirosis dibandingkan dengan monoinfeksi VHD. 1,3

Tatalaksana pasien hepatitis B ko-infeksi dengan VHD tidak bisa menggunakan


IFN konvensional karena menyisakan resiko relaps yang tinggi. Oleh karena itu
diberikan IFN 9 juta unit selama 2 tahun untuk menggandakan rasio respon
dibandingkan pemberian selama 1 tahun. 1,3

Ko-infeksi dengan HIV

Target terapi HIV-VHB dengan menekan seefisien dan sepersisten mungkin


replikasi VHB dan menghentikan progresifitas penyakit, baik komplikasi maupun
kematian yang terkait yang terkait penyakit hati. Indikasi berdasarkan kadar DNA
VHB, serum ALT dan gambaran histologis. Langkah terapi selanjutnya dengan
evaluasi, pasien ko-infeksi HIV-VHB dengan CD4 <500 sel/ul merupakan
indikasi terapi anti HIV. Kontraindikasi dapat terjadi resistensi HIV pada
pemberian monoterapi entecavir, lamivudin dan tenofovir. 3,5

Pada pasien HIV positif dengan indikasi terapi anti-HIV, pilihan utama
pengobatan VHB yaitu tenofovir dengan lamivudin atau emtricitabine. Pasien
dengan VHB resistensi lamivudin harus ditambahkan tenofir atau mengganti salah
satu NRTI dengan tenofovir. Resiko hepatitis flare setelah pengobatan anti-HIV
harus dipertimbangkan, terutama pada pasien dengan CD4 <200 sel/mm3. Pada
pasien dengan DNA VHB tinggi, sebelum terapi disarankan mereduksi level DNA
VHB untuk mencegah efek imunirekonstitusi.3,6

23
K. Pencegahan

a. Imunisasi

Pencegahan transmisi hepatitis B dapat dilakukan dengan imunisasi aktif dan


pasif. Imunisasi aktif dengan pemberian vaksin hepatitis B yang berisi HbsAg
yang diambil dari serum penderita hepatitis B yang dimurnikan atau dari hasil
rekombinasi DNA sel ragi. Vaksin tersebut akan menghasilkan antibodi anti Hbs
2 minggu setelah vaksin dosis pertama. Sedangkan imunisasi pasif berupa
hepatitis B immune globulin (HBIg) yang berasal dari plasma yang mengandung
anti HBs titer tinggi (>100000 IU/ml). Pasien ini diberikan 3 dosis terpisah, yaitu
: 0, 1 dan 6 bulan. Vaksinasi dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi
hepatitis B selama >20 tahun setelah pemberian imunisasi hepatitis B lengkap (3-
4x). 3,6

Gambar 2.8. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jadwal Imunisasi 201611

24
Gambar 2.9 Sebaran pasien yang pernah mendapat imunisasi hepatitis B10

Gambar 2.10 Perbedaan proporsi anti HBs antara individu dengan dan tanpa
riwayat imunisasi hepatitis B 10

b. Pencegahan Umum

Pencegahan umum infeksi hepatitis B yaitu dengan menghindari kontak langsung


dengan cairan tubuh pasien yang beresiko. Pencegahan umum ini dapat dicapai
dengan menerapkan pencegahan universal seperti : menggunakan sarung tangan
ketika bekerja dengan cairan tubuh pasien, penanganan limbah jarum suntik yang
benar, sterilisasi alat yang benar, mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien, selain itu penapisan dan konseling pada kelompok resiko tinggi
juga dilakukan. 1,3

25
c. Pencegahan Khusus Paska Pajanan

Dilakukan dengan kombinasi HBIg (untuk mencapai kadar anti-HBs yang tinggi
dalam waktu singkat) dan vaksin hepatitis B ( untuk kekebalan jangka panjang
dan mengurangi gejala klinis). Pada orang yang terpajan baik perkutan maupun
seksual status HBsAg dan anti-HBs sumber pajanan dan yang terpajan harus
diperiksa. Apabila yang terpajan terbukti memiliki kekebalan terhadap hepatitis B
akan tetapi sumber pajanan HBsAg negatif maka pemberian profilaksis pasca
pajanan tidak diperlukan. Namun, jika sumber pajanan terbukti HBsAg positif dan
yang terpajan tidak memiliki kekebalan maka harus segera diberikan HBIg 0,06
mL/kgBB dengan vaksinasi.1,6,12

d. Konseling

Pasien harus menghindari alkohol dan makanan yang kemungkinan


bersifat hepatotoksik
Pasien harus berhati-hati dalam mengkonsumsi jamu, obat-obatan bebas
dan suplemen yang dijual bebas
Pasien harus memberitahukan status Hepatitis B nya apabila berobat ke
dokter
Pasien berusia diatas 40 tahun harus menjalani pemeriksaan USG dan AFP
setiap 6 bulan sekali untuk mendeteksi kanker hati
Melakukan vaksinasi pada pasangan seksual yang berisiko, dan
menggunakan kondom selama berhubungan seksual dengan pasangan
yang belum divaksinasi.
Pasien tidak diperbolehkan bertukar sikat gigi ataupun pisau cukur
Menutup luka yang terbuka agar tidak terjadi kontak dengan orang lain.
Pasien tidak diperbolehkan mendonorkan darah, organ, ataupun sperma.1,6

26
KESIMPULAN

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis
B (DNA virus), dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang
dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Faktor predisposisi terjadinya
hepatitis B tediri dari faktor host, agent, dan lingkungan. Perjalanan alami
hepatitis B meliputi imunotolerans, imunoaktif, pengidap inaktif, reaktivasi . 95%
infeksi hepatitis B akut biasanya akan sembuh sendiri pada individu dewasa yang
imunokompeten. Manifestasi klinis terdiri dari fase prodormal, ikterik,
konvalesens

Kriteria diagnosis infeksi HBV mencakup HbsAg, HBV DNA, ALT, dan
histopatologis hati. 2 strategi terapi terkini yang dapat dipilih untuk mengobati
hepatitis B kronik, yaitu pengendalian infeksi HBV oleh sistem imun yang
diperoleh dari terapi peg-interferon (PEG-IFN) atau pengendalian replikasi virus
dengan analog nukleos(t)ida (NA) jangka panjang. Efektivitas pegylated
interferon menunjukkan respon yang berkelanjutan pada 30% pasien setelah 48
minggu terapi sedangkan pada analog antinukleos(t)ida menunjukkan dengan
sukses mensupresi replikasi virus dengan terapi yang terus-menerus, namun
mudah relaps ketika menghentikan terapi

Penatalaksanaan hepatitis B meliputi evaluasi pra terapi, memenuhi


indikasi & algoritma, berpatokan pada prediktor respon terapi, dan memilih
kriteria kesembuhan yaitu kesembuhan virologis. Pencegahan yang dapat
dilakukan adalah imunisasi, pencegahan umum, pencegahan pasca pajanan, dan
konseling

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Konsensus Nasional


Penatalaksanaan Hepatitis B Di Indonesia. Jakarta: PPHI ;2012
2. Mescher Al: Jungueiras Basic Histology: Text and Atlas, 12rd edition.
http://www. Asses Medicine.com
3. Aru, W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi V.
Interna Publishing,.Jakarta, 2010
4. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright
MD Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition.
Saunders Elsevier. Canada, 2006
5. Klarisa, CIndya. Liwang Frans. Hasan, Irsan. Hepatitis B dalam Buku
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta, Media Aesculapius, 2014.
6. Sabatine, Marc S. Pocket Medicine: The Massachusetts General Hospital
Handbook of Internal Medicine 5th Edition. US: Lippincott Williams and
Wilkins. 2014
7. Longmore, Murray. Baldwin, Andrew. Wilkinson, Ian B. wallin,
Elizabeth. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 9th Edition. US: Oxford
University Press. 2014
8. Pyrsopoulos, Nikolaos T. Hepatitis B. Cited from:
emedicine.medscape.com. Cited 17/04/2016
9. Sarin KS et al. Asian-Pacific clinical practice guidelines on the
management of hepatitis B: a 2015 update. Hepatol Int (2016) 10:1-98.
DOI 10.1007/s 12072-015-9675-4
10. Lesmana AR, Lesmana AL. Hepatitis B. Digestive Disease and GI
Oncology Centre, RS Medistra. 2015
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jadwal Imunisasi 2016

28

Anda mungkin juga menyukai