Anda di halaman 1dari 26

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama penderita : By.AS


RM : 17****
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 12 Januari 2017
Umur : 5 Bulan
Agama : Islam
Suku :-
Kiriman dari : UGD
Tanggal dirawat : 7 Februari 2017

Nama ayah : Tn. YC


Umur : 30 tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat : Griya bt.aji asri J/9 RT/RW 003/014
Kel. Sungai Langkai Kec. Sagulung

Nama ayah : Ny. IR


Umur : 28 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Griya bt.aji asri J/9 RT/RW 003/014
Kel. Sungai Langkai Kec. Sagulung

1
B. ANAMNESIS

1. Allo anamnesis diberikan oleh : Ibu dan Ayah Pasien

2. Keluhan Utama : Batuk

3. Riwayat Penyakit sekarang

Seorang bayi laki-laki AS, umur 5 bulan, datang ke UGD RSUD

Embung Fatimah Kota Batam pada tanggal 16 April 2017 dengan keluhan

utama batuk 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam sejak 2 hari yang

lalu. Bayi tampak sesak, lemas dan mengantuk. Ibu pasien juga mengeluh

anaknya sempat kejang sebelum masuk ke UGD, pada kedua tangan dengan

durasi 1 2 menit dan saat kejang mata mendelik ke atas. Keluhan ini baru

pertama kali dirasakan. Sebelumnya bayi berobat ke dokter umum tetapi

keluhan tidak berkurang. Pada riwayat keluarga, pasien tidak memiliki

keluarga yang mempunyai riwayat yang sama.

4. Penyakit dahulu

Ibu pasien mengatakan, 5 bulan yang lalu anaknya pernah mengalami

keluhan pucat dan mimisan. Orang tuanya pasien membawa kePuskesmas dan

mendapat pengobatan tetapi keluhan tidak berkurang.Tidak terdapat penyakit

yang terdahulu seperti kejang demam (-), demam thypoid (-), DHF (-) TB

Paru (-), campak (-) dan bronkopneumonia (-).

2
5. Penyakit Keluarga

Kakek pasien memiliki penyakit dengan keluhan perdarahanyang sama

dengan pasien dan sering dirawat di RSUD. Penyakit diabetes mellitus,

penyakit asma, jantung, ginjal,TBC disangkal oleh orang tua.

6. Riwayat Kehamilan / Kelahiran

Riwayat Kehamilan/Kelahiran:

Kehamilan Morbiditas kehamilan Ketuban Pecah Dini +


Oligohidramnion
Perawatan antenatal Periksa ke bidan 3 kali/bulan

Kelahiran Tempat persalinan Rumah Sakit


Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Sectio Caesarea
Masa gestasi 9 bulan (Aterm)
Keadaan bayi Berat bayi lahir 3600gram
Panjang badan lahir 48 cm
Langsung menangis
Kulit kemerahan

Kesimpulan riwayat kehamilan kurang baik, tetapi riwayat kelahiran baik.

7. Riwayat Makanan :

Sejak lahir hingga usia 6 bulan penderita mendapat asi, pada usia 6

bulan hingga 9 bulan penderita diberikan ASI + PASI dan bubur susu. Sejak

3
usia 9 bulan sampai saat ini penderita diberi makanan tambahan nasi dengan

lauk pauk setiap hari.

8. Riwayat Imunisasi:
BCG : (+)

DPT : (+)

Polio : (+)

Hepatitis : (+)

Influenza : (+)

Campak : (+)

9. Riwayat Tumbuh Kembang

Membalikan Badan : 5 bulan

Duduk : 8 bulan

Merangkak : 9 bulan

Berdiri : 12 bulan

Berjalan sendiri : 15 bulan

Berbicara 1 kata : 10 bulan

Berbicara 2 kata : 14 bulan

10. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan lingkungan

Pasien merupakan anak tunggaldan tinggal bersama kedua orang

tuanya, beserta neneknya. Pasien tinggal dirumah milik sendiri dengan

4
jumlah3 kamar dan 1 kamar mandi. Pekerjaan ayah dan ibu berdagang.

Penghasilan orang tua pasien tidak banyak namun cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari hari. Ibu pasien biasanya menggunakan air pam untuk

memasak dan mencuci. Minum biasanya dari air galon.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum
Kesan sakit : sedang
Kesadaran : compos mentis

2. Tanda-tanda Vital
Nadi : 150 x / menit
Suhu tubuh : 36,5 C
Pernapasan : 42x/ menit

3. Status Antropometri
Umur : 5 bulan
Berat badan : 6 kg
Tinggi Badan : 56 cm

4. Status generalis
Kepala
Kepala : Normocephali, UUB datar.
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), cekung (-/-),

Hidung : Pernafasan Cuping Hidung (+/+), secret (-/-), deviasi septum


(-), epistaksis (-)

Mulut : Bibir pucat (-), stomatitis (-) Lidah kotor (-),gusi berdarah
(-)

5
Leher
Kaku kuduk (-) Pembesaran Kelenjar (-), Nyeri Tekan (-).
Dada
Dinding dada / paru- paru

Inspeksi : Simetris dextra-sinistra, Bentuk dan pergerakan


simetris dextra=sinistra , retraksi(-)
Palpasi : Focal Fremitus (tidak dilakukan pemeriksaan)
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru

Auskultasi :Suara nafas vesikular (+), Ronchi (+/+), wheezing


(+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis


sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batasan normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal reguler, murmur (-),


gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar(-), Perut kembung (-), Hernia umbilical (-),
Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri Tekan (-), Soepel (+)
Hepatomegali (-) dan Splenomegali (-).
Perkusi : Timpani, Asites (-), Distensi (+)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 detik,

6
D. Pemeriksaan Penunjang

Hematologi tanggal 16 April 2017

Hasil Satuan Nilai Rujukan

Haemoglobin 10,7 gr/dl 11.0-16,9

Lekosit 43,100 /ul 3504-10.000

Hematokrit 34 % 39-50

Eritrosit 4,4 juta/ul 3,8-50

Trombosit 287 ribu/ul 154-500

MCV 77,2 Fl 80,0-97,4

MCH 24,2 Pg 26,5-33,9

MCHC 31,7 g/dl 31,5-35,4

Neutrofil Segment 52 % 46-73

Limfosit 37 % 17-48

Monosit 11 % 4-10

Glukosa Sewaktu 105 mg/dl <200

E. DIGANOSIS KERJA

Bronkopneumonia

F. DIAGNOSIS BANDING

Aspirasi pneumonia

G. PENATALAKSAAN AWAL

O2 Nasal Canule

IUFD DS NS 20 cc/jam

7
Injeksi Cefotaxim 2x300 mg

Inhalasi combivent : fulmicort 1 : 1 / 8 jam

H. RENCANA KERJA

Pasang NGT

RO Thorax PA

Cek DL

Rawat HCU

I. FOLLOW UP

FOLLOW UP PASIEN DI RUANG ANYELIR

1. Hari 1 perawatan (tanggal 17 April 2017)

Keadaan umum pasien tampak batuk, sesak dan demam. Kesadaran

kompos mentis. Tidak terdapat mual dan muntah. BAB (+), BAK (+) dalam

keadaan normal. Berat badan pasien 6 kg. Tanda-tanda vital HR: 119 x/menit,

RR 50 x/menit, T 37,8oC. Diet ASI/Formula 6 x 50cc.

Terapi: O2 Nasal Canule 2L

IVFD DS NS 18cc/jam

Injeksi Cefotaxime 2 x 300 mg

Injeksi Gentamycin 2 x 20 mg

Injeksi Paracetamol 4 x 75 mg

Inhalasi Combivent : Pulmicort 1 : 1 per 8 jam

Program: Observasi

8
2. Hari 2 perawatan (tanggal 18 April 2017)

Keadaan umum pasien batuk. Kesadaran kompos mentis. Tidak

terdapat demam, mual dan muntah. BAB (+), BAK (+) dalam keadaan

normal. Berat badan pasien 6 kg. Tanda-tanda vital HR: 150 x/menit, RR 48

x/menit, T 36,7oC. Diet ASI/Formula 6 x 50cc.

Terapi : O2 Nasal Canule 2L

IVFD DS NS 18cc/jam

Injeksi Cefotaxime 2 x 300 mg

Injeksi Gentamycin 2 x 20 mg

Injeksi Paracetamol 4 x 75 mg

Inhalasi Combivent : Pulmicort 1 : 1 per 8 jam

Program: Observasi

Konsul Rehabilitas Medik

3. Hari 3 perawatan (tanggal 19 April 2017)

Keadaan umum pasien batuk. Kesadaran kompos mentis. Tidak

terdapat demam, mual dan muntah. BAB (+), BAK (+) dalam keadaan

normal. Berat badan pasien 6 kg. Tanda-tanda vital HR: 148 x/menit, RR 42

x/menit, T 36,4oC. Diet ASI/Formula 8 x 30cc.

Terapi : O2 Nasal Canule 2L

IVFD DS NS 18cc/jam

Injeksi Cefotaxime 2 x 300 mg

Injeksi Gentamycin 2 x 20 mg

9
Injeksi Paracetamol 4 x 75 mg

Inhalasi Combivent : Pulmicort 1 : 1 per 6 jam

Program: Observasi

4. Hari 4 perawatan (tanggal 20 April 2017)

Keadaan umum pasien batuk. Kesadaran kompos mentis. Tidak

terdapat demam, mual dan muntah. BAB (+), BAK (+) dalam keadaan

normal. Berat badan pasien 6 kg. Tanda-tanda vital HR: 152 x/menit, RR 44

x/menit, T 36,9oC. Diet ASI/Formula 8 x 50cc.

Terapi : O2 Nasal Canule 2L

IVFD DS NS 15cc/jam

Injeksi Cefotaxime 2 x 300 mg

Injeksi Gentamycin 2 x 20 mg

Injeksi Paracetamol 4 x 75 mg

Inhalasi Combivent : Pulmicort 1 : 1 per 8 jam

Program: O2 coba off

5. Hari 5 perawatan (tanggal 21 April 2017)

Keadaan umum pasien batuk. Kesadaran kompos mentis. Tidak

terdapat demam, mual dan muntah. BAB (+), BAK (+) dalam keadaan

normal. Berat badan pasien 6 kg. Tanda-tanda vital HR: 150 x/menit, RR 40

x/menit, T 36,4oC. Diet ASI/Formula 8 x 50cc.

Terapi : O2 Nasal Canule 2L

IVFD DS NS 15cc/jam

10
Injeksi Cefotaxime 2 x 300 mg

Injeksi Gentamycin 2 x 20 mg

Injeksi Paracetamol 4 x 75 mg

Inhalasi Combivent : Pulmicort 1 : 1 per 8 jam

Program: O2 coba off

6.

J. PROGNOSIS

- Ad vitam : Dubia

- Ad Functionam : Dubia

- Ad Sanationam : Ad Malam

K. RESUME

Pada allo anamnesis terhadap ibu pasien laki-laki umur 16 bulan, datang ke

UGD RSUD Embung Fatimah Kota Batam tanggal 7 Februari 2017 dengan keluhan

utama terdapat perdarahan pada lidah tanpa sebab yang terjadi terus menerus sejak 3

hari sebelum masuk rumah sakit. Darah tampak segar berwarna kemerahan. Keluhan

disertai dengan BAB berwarna hitam dengan konsistensi lengket, berbau khas,

dengan volume 1-2 gelas perhari tidak terdapat darah dan tidak berlendir. BAK

pasien tampak normal, urin berwarna kuning, jernih dan tidak berdarah. Anak tampak

sangat pucat, lemas dan rewel. Ibu pasien juga mengeluh anaknya sering mengalami

perdarahan yang lama apabila luka dan sulit untuk berhenti. Pada anaknya juga sering

11
dijumpai memar-memar tanpa sebab, keluhan ini sering dialami sejak anaknya mulai

belajar merangkak. Keluhan tidak disertai dengan demam, mimisan, mual, muntah

dan juga tidak ada keluhan pembengkakan pada bagian sendi. Beberapa bulan

sebelumnnya, anaknya pernah mengalami keluhan pucat dan mimisan. Orang tua

pasien membawa anaknya ke Puskesmas. Pasien mendapat pengobatan tetapi keluhan

tidak berkurang. Pada riwayat keluarga, pasien memiliki kakek yang mempunyai

keluhan perdarahan yang sama dengan pasien dan juga sering dirawat.Riwayat

kehamilan kurang baik, tetapi riwayat persalinan baik.Riwayat imunisasi lengkap.

Riwayat tumbuh kembang sesuai dengan umur.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak sakit sedang, penderita tampak

rewel dan kurang aktif. Kesadaran : compos mentis, berat badan : 10 kg, tinggi badan

: 75 cm, tanda-tanda vital suhu tubuh : 37,0C, nadi : 120 x/menit, pernafasan : 36

x/menit. Pada status generalis: Kepala : normochephali, ubun-ubun datar. Rambut :

hitam tidak mudah dicabut. Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),

cekung (-/-). Hidung : Pernafasan Cuping, Hidung (-/-), secret (-/-), deviasi septum (-

), epistaksis (-). Mulut : Bibir pucat (+), stomatitis (-). Lidah : Kotor (-), hiperemis

(+).Abdomen pada palpasi tidak didapatkan pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan (-

). Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema, CRT <2 detik, hematoma (+), kuku

pucat (+).

Dari hasil pemeriksaan darah didapatkan anemia dengan Hb 4,4 gr/dl, Lekosit

22,400 /ul, Hematokrit 14 %, Eritrosit 1,7 juta/ul, APTT 150,5 Detik, PT 9,8 Detik.

12
Selama perawatan penderita mendapat asupan nutrisi yang adekuat, antibiotik dan

transfusi darah. Toleransi penderita terhadap asupan nutrisi serta transfusi darah yang

dilakukan cukup baik dan terdapat perbaikan yang ditandai dengan pasien sudah tidak

pucat lagi dan penderita tidak rewel lagi. Tetapi hasil pemeriksaan faktor pembekuan

darah belum dapat diketahui karna pemeriksaannya ditunda. Sehingga diagnosis akhir

menjadi Gangguan Koagulasi e.c Suspec Hemofilia.

L. DISKUSI

Pada kasus ini diagnosaditegakkan berdasarkan anamnesa dengankeluhan

utama terdapat perdarahan pada lidah yang terus menerus. Pasien juga sering

mengalami perdarahan yang sulit untuk berhenti. Dan pada beberapa bagian tubuh

pasien dijumpai memar-memar tanpa sebab, keluhan ini sering dialami sejak anaknya

mulai belajar merangkak.Berdasarkan teori gejala dan tanda klinis yang khas yang

sering di jumpai pada kasus hemophilia adalah perdarahan. Perdarahan dapat timbul

secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi

mulai belajar merangkak.1

Manifestasi klinis tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas

faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa

hemarthrosis, hematom subkutan/intramuscular, perdarahan mukosa mulut,

perdarahan intrakranial, epistaksis dan hematuria. Sering juga dijumpai perdarahan

yang berkelanjutan pascaoperasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi). 1Perdarahan dapat

mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia

13
berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat

terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki

dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak,

leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa. 2

Pada pemeriksaan fisik, lokasi pendarahan yang perlu diperhatikan yaitu :

- Perdarah sendi : bengkak dan nyeri pada sendi

- Perdarahan intracranial : muntah, penurunan kesadaran, kejang,

dan tanda peningkatan intracranial

- Pada perdarahan berat dapat terjadi pucat, syok hemorrhagic, dan

penurunan kesadaran. 3

Keluhan penyerta yang ditemukan pada pasien ini yaitu BAB berwarna hitam

dengan konsistensi lengket, berbau khas, tidak terdapat darah dan tidak berlendir.

Menandakan adanya darah yang telah menghitam akibat perdarahan yang berasal dari

saluran pencernaan bagian atas. Sedangkan padaurin masih tampak normal berwarna

kuning, jernih dan tidak berdarah. Urine juga perlu diperiksa karena pada pasien

hemofilia biasanya ditemukan hematuria masif yang dapat menyebabkan kolik ginjal

tetapi tidak mengancam kehidupan. 1

Berdasarkan riwayat keluarga, kakek pasien ini memiliki keluhan

perdarahanyang sama dengan yang diderita oleh pasien dan sering dirawat. Hal itu

menunjukkan adanya hubungan genetik dalam penyakit ini. Sampai saat ini riwayat

keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan tapisan pertama terhadap

kasus hemophilia. Hemofilia merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan

14
faktor pembekuan darah kongenital yang disebabkan karena kekurangan faktor

pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX yang bersifat herediter secara sex-

linked recessive pada kromosom X (Xh). Faktor tersebut merupakan protein plasma

yang merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan darah

khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin pada daerah trauma.1,4

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemophilia

(WFH) pada tahun 2010, terdapat 257 182 penderita kelainan perdarahan di seluruh

dunia, di antaranya dijumpai 125 049 penderita hemofilia A dan 25 160 penderita

hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan

perdarahan. Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki laki. Angka kejadian

hemophilia A sekita 1:10.000 orang dan hemophilia B sekita 1:25.000-30.000 orang.

Belum data mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar

20.000 dari 200 juta penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemophilia A lebih sering di

jumpai dibanding kan hemophilia B, yaitu berturut turut mencapai 80%-85% dan

10%-15% tanpa memandang ras,geografis dan keadaan social ekonomi. Mutasi gen

secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat

keluarga.5

Diagnosis hemofilia selain ditegakkan berdasarkan riwayat perdarahan,

riwayat keluarga, gambaran klinik juga diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pada

penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan, pemeriksaan

laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang

terdiri atas:Hitung trombosit, Uji pembendungan, Masa perdarahan (CT), PT

15
(prothrombin time masa protrombin plasma), APTT (activated partial

thromboplastin time masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time

masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT

sedangkan pemeriksaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan,

masa perdarahan, PT dan TT dalam batas normal. Pemanjangan APTT dengan PT

yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalut intrinsik sistem pembekuan

darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah satu

faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang

menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah.6

Pada pasien ini pemeriksaan yang dilakukan di RSUD Embung Fatimah yaitu

PT (prothrombin time), APTT (activated partial thromboplastin time), MDT

(Morfologi Darah Tepi), Darah Lengkap setiap setelah transfuse serta pemeriksaan

elektroforesis hemoglobin di Prodia.

16
Rekapitulasi Hasil Laboratorium

UGD ANYELIR Satuan Nilai Rujukan


Hasil Hasil Hasil
7 Feb 17 9 Feb 17
Haemoglobin 4,4 5,5 11,9 gr/dl 11.0-16,9

Lekosit 22.400 11,700 10,600 /ul 3504-10.000

Hematokrit 14 17 36 % 39-50

Eritrosit 1,7 2,0 4,2 juta/ul 3,8-50

Trombosit 381 303 265 ribu/ul 154-500

MCV 79,3 83,3 84,2 Fl 80,0-97,4

MCH 25,4 26,6 28,0 Pg 26,5-33,9

MCHC 32,1 32,1 33,3 g/dl 31,5-35,4

Neutrofil Segment 55 43 62 % 46-73

Limfosit 35 48 24 % 17-48

Monosit 10 9 7 % 4-10

APTT 150,5 >50 64,9 Detik 31-47

PT 9,8 10,1 9,9 Detik 9,1-12,3

INR 0,92 0,94 0,93 % 0,79-1,19

Dengan kesimpulan bahwa pada pemeriksaan laboratorium pasien ini

didapatkan bahwamasa protrombin plasma PT (prothrombin time) dalam batas

normal tetapi terjadi pemanjangan pada masa tromboplastin parsial teraktivasi APTT

17
(activated partial thromboplastin time)yang artinya menunjukkan adanya gangguan

pada jalur intrinsik sistem pembekuan darah.

Berdasarkan teori dari berbeda sumber hemophilia dapat ditegakkan jika

terdapat kelainan laboratorium ditemukan gangguan hemostasis, seperti pemanjangan

masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT),

abnormalitas uji thromboplastin generation,dengan masa perdarahan dan masa

protrombin plasma (PT) dalam batas normal.1,7

Untuk diagnosis definitif (diagnosis pasti) hemofilia dapat ditegakkan dengan

memeriksa kadar (aktivitas) faktor VIII untuk hemophilia A dan kadar faktor IX

untuk hemophilia B, berkurangnya aktivitas F VIII/F IX menandakan adanya

penyakit hemophilia.Jika sarana pemeriksaan sitogenetik tersedia dapat dilakukan

pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom X (gen F VIII dan F IX) seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya.Aktivitas F VIII/F IX dinyatakan dalam U/ml,

maksudnya bahwa aktivitas faktor pembekuan dalam 1ml plasma normal adalah

100%. Nilai normal aktivitas F VIII/F IX adalah 0,5-1,5U/ml atau 50-150%.1,7

Klasifikasi hemofilia bergantung pada jenis faktor pembekuan dan

kadar/jumlah faktor pembekuan dalam tubuh.1,7

1. Hemofilia A

Hemofilia A adalah kelainan yang disebabkan karena kekurangan faktor VIII

(anti-hemophilic factor).

2. Hemofilia B

18
Hemofilia B adalah kelainan yang disebabkan karena kekurangan faktor IX

(Christmas factor).

3. Hemofilia C

Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor XI

yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35.

Sedangkan berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (VIII dan IX),

hemophilia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: 1,6

1. Ringan

- Kadar faktor pembekuan (VIII atau IX) 5-30% (0,05-0,3 IU/ml)

- Jarang terdeteksi, kecuali pasien mengalami trauma cukup berat,

seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris, dan jatuh terbentur

- Wanita dengan hemophilia ringan sering mengalami menorrahiga,

periode mentrsuasi yang berat, dan bisa terjadi perdaraha setelah

melahirkan anak.

- Pendarahan lebih sering terjadi pada jaringan lunak (53%)

dibandingkan pada sendi (30%)

2. Sedang

- kadar faktor pembekuan (VIII atau IX) 1-5% (0,01-0,05 IU/ml)

- pendarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat

19
- kadang terjadi perdarahan tanpa sebab yang jelas (spontaneous

bleeding episodes)

3. Berat

- Kadar faktor pembekuan <1% (<0,01 IU/ml)

- Pendarahan terjadi akibat trauma ringan

- Sering terjadi spontaneous bleeding episodes

- Sering terjadi pada sendi dan otot

Hubungan antara aktivitas dan kadar faktor VIII dan IX dengan Manifestasi Klinis

Hemofilia 1

BERAT SEDANG RINGAN

Aktivitas F VIII/IX <0,01 (<1) 0,01-0,05 (1-5) >0,05 (>5)


(%)

Frekuensi kasus 50 70% 10% 30-40%


Hemofilia A 70% 15% 15%
Hemofilia B 50% 30% 20%

Penyebab pendarahan Spontan Trauma minor, Trauma mayor,


kadang spontan operasi

Frekuensi pendarahan 2-4 kali per 4-6 kali Jarang terjadi


bulan pertahun

Usia Awitan <1 tahun 1-2 tahun >2 tahun

20
Gejala Neonatus Sering PCB, Sering PCB, Tak pernah PCB,
Kejadian ICH jarang ICB jarang sekali ICB

Pendarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma kuat

Pendarahan SSP Risiko tinggi Risiko sedang Jarang

Pendarahan post Sering dan fatal Butuh bebat Pada operasi besar
operasi

Pendarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi


(trauma, cabut gigi)

Sayangnya, pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar faktor VIII dan

faktor IX karena terkendala oleh keterbatasan pemeriksaan laboratorium diRSUD

Embung Fatimah serta faktor biaya oleh orang tua pasien. Oleh sebab itu, penyakit

hemofilia yang diderita oleh pasien belum dapat diklasifikasikan

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini tidak sesuai teori, karena

hanya dilakukan terapi cairan dengan RL 1000 cc/jam, Injeksi Cefotaxime 3 x 500

mg, dan transfusi darah PRC 60 cc dan FFP 100 cc. Tatalaksana penderita hemofilia

seharusnya dilakukan secara komprehensif meliputi pemberian faktor pengganti yaitu F

VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, perawatan dan rehabilitasi terutama

bila ada sendi, edukasi dan dukungan psikososial bagi penderita dan keluarganya. Bila

terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE (rest, ice,

compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan

diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin,

21
kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan.

Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan. 8

Sumber faktor VIII adalah konsentrat faktor VIII dan kriopresipitat,

sedangkan sumber faktor IX adalah konsentrat faktor IX dan FFP (Fresh Frozen

Plasma).3

Perhitungan dosis:

FVIII (unit) = BB (kg) x % (kadar target kadar VIII sekarang) x 0,5

FIX (unit) = BB (kg) x % (kadar target kadar IX sekarang)

Terapi adjuvant yang dapat diberikan kepada penderita hemophilia antara lain:3

- Desmopresin (DDAVP) 0,3 mikrogram/kg, dilarutkan dalam 50-100ml

normal salin, diberikan melalui infus perlahan dalam 20-30 menit.

- Asam traneksamat

Dosis : 25mg/kgBB/kali, 3 kali sehari PO/IV selama 5-10 hari

Indikasi : pendarahan mukosa seperti epistaksis dan pendarahan

gusi

Kontraindikasi : pendarahan saluran kemih (resiko obstruksi saluran

kemih akibat bekuan darah)

22
Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg) x

kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap

24 jam untuk hemofilia B.Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi

perdarahan dimana untuk perdarahan sendi, otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-

50% diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitoneal dan

susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60-100%. 8,9

Lama pemberian tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan.

Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi

atau laserasi luas diberikan 7-14 hari. Untuk rehabilitasi seperti pada hemarthrosis

dapat diberikan lebih lama lagi.8

Untuk pencegahan hemofilia belum banyak yang dapat dilakukan. Program

pencegahan secara genetik yang mungkindapat dilaksanakan agar tidak mendapat

keturunan yang menderita hemophilia yaitu:

1. Menentukan seorang wanita sebagai carrier hemophilia atau tidak, dengan

pemeriksaan DNA probe untuk menentukan kemungkinan adanya mutasi pada

kromosom X.

2. Antenatal diagnosis hemophilia dengan menentukan langsung F VIII da F IX

sampel darah yang diambil dari vena tali pusat bayi di dalam kandungan dengan

kehamilan 16-20 minggu.

Tetapi pemeriksaan seorang carrier hemofilia dengan pemeriksaan DNA

probe dan diagnosis antenatal hemofilia sampai saat ini masih belum dapat dilakukan

di Indonesia.

23
Sebagai tindakan preventif yaitu pencegahan terjadinya perdarahan akibat

trauma disamping pencegahan terhadap terjadinya trauma sendiri. Kalau seseorang

mengidap hemofilia maka beberapa hal yang harus diperhatikan :

a) Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory

drugs (NSAIDs).

b) Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama

untuk vaksin hepatitis B.

c) Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak laki-laki.

Pada pasien ini, berdasarkan riwayat kehamilan ibunya memiliki kelainan

yaitu ketuban pecah dini dengan oligohidramnion, untungnya bayinya lahir dalam

keadaan normal. Jika diketahui adanya riwayat hemofilia dalam keluarga maka

selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada ibu

hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang dapat

dilakukan antara lain amniocentesisdan chorionic villus sampling (CVS), dengan

pemeriksaan ini dapat diketahui adanya defek genetik pada fetus yang menyebabkan

terjadinya hemofilia. Jika diketahui fetus memiliki hemofilia, maka tindakan terpilih

yang dapat dilakukan adalah melakukan terminasi kehamilan, walau ini masih

kontroversial pada beberapa negara terutama untuk kehamilan trimester II dan III.

Jika ibu tetap menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka harus diberikan

penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang akan

dilakukan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata. M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009.

h.1307-1312.

2. Montgomery RR, Scott JP. Hemorrhagic and thrombotic disorders. Dalam:

Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of

pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia: Saunders; 2008. h.1651-60

3. Antonius, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid.1. Jakarta: Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.

4. Dorland. 2002. Kamus Kedokteran, edisi 26, Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC, h.523,638,1119.

5. World Federation of Hemophilia. Report on the annual global survey 2010.

Montreal: World Federation of Hemophilia; 2011

25
6. Setiabudy R. Diagnosis hemofilia secara laboratorik. Bagian Patologi Klinik

FKUI-RSCM Jakarta. Dibacakan pada Simposium Diagnosis dan

Penatalaksanaan Hemofilia. FKUI Jakarta, 2002.

7. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Buku Ajar Hematologi-Onkologi.

Jakarta:Badan Penerbit IDAI; 2012. h.174-177.

8. Gatot D, Moeslichan S. Gangguan pembekuan darah yang diturunkan

Hemofilia. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E,

Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Cetakan

ke-3. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h.174-7

9. Srivastava A, Brewer AK, Mauser-Bunschoten EP, Key NS, Kitchen S, Llinas

A, et al. Guidelines for the management of hemophilia. Haemophilia. 2012:1

47

26

Anda mungkin juga menyukai