Anda di halaman 1dari 61

Pendahuluan

Ringkasan Mekanisme kerja sistem kardiovaskular

Sistem kardiovaskuler adalah sistem yang fungsi utamanya adalah transportasi untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme (perfusi). Agar fungsi
tersebut terlaksana, sistem kardiovaskuler harus mengalirkan darah ke jaringan seluruh tubuh
sesuai dengan kebutuhan masing-masing jaringan. Pemenuhan kebutuhan aliran darah di setiap
jaringan dikendalikan oleh pengaturan tahanan pembuluh arteriol melalui mekanisme
vasokonstriksi vasodilatasi atau vasomotion.

Aliran darah didorong oleh tekanan darah yang merupakan hasil kerja jantung sebagai pompa
bersama dengan tahanan pembuluh darah total. Kemampuan jantung berperan sebagai pompa
dalam sistem kardiovaskuler ditunjang oleh 3 hal yaitu:(1) Struktur jantung yang terdiri dari
ruang jantung yang dipisahkan oleh sekat yang berkatub terbuka searah (atrium ke ventrikel). (2)
Dinding jantung yang tersusun oleh otot jantung yang tebal dan tinggi daya kontraktilitasnya. (3)
Pengaturan kontraksi otot jantung oleh sistem konduksi sehingga dihasilkan siklus yang
harmonis antara atrium dan ventrikel, baik jantung kiri maupun kanan.

Variasi tahanan pembuluh darah menurut tempat dan waktu disebabkan oleh adanya otot polos di
lapisan dinding pembuluh darah yang mampu berkontraksi dan relaksasi. Penjumlahan tahanan
pembuluh darah lokal di seluruh tubuh menghasilkan tahanan pembuluh darah total yang ikut
menentukan tekanan darah. Dinamika kontraksi dan relaksasi pembuluh darah secara
keseluruhan (arteri dan vena) juga menentukan volume darah relatif, selanjutnya perubahan
volume darah ini juga mempengaruhi kinerja jantung.

Kontraksi otot normal didahului oleh potensial aksi (perubahan potensial listrik di membran sel
peka rangsang akibat rangsangan adekuat). Di samping itu, mekanisme penghantaran impuls di
sistem konduksi dan otot jantung juga merupakan penjalaran potensial aksi. Dengan demikian
potensial aksi merupakan mekanisme dasar yang esensial dari kerja sistem kardiovaskuler
maupun sistem tubuh lain.

3 Prinsip Dasar Fungsi Kardiovaskuler

Sebelum melakukan pengkajian fungsi sistem kardiovaskuler lebih lanjut, ada tiga prinsip dasar
yang perlu dipahami berkaitan dengan mekanisme kerjanya, yaitu:

1. Aliran darah ke setiap jaringan dikendalikan berdasarkan kebutuhan nutrisi dan


pembuangan sisa metabolisme jaringan.
2. Curah jantung dikontrol terutama oleh kebutuhan aliran darah jaringan seluruh tubuh.
3. Tekanan darah dikontrol oleh pengendali aliran darah lokal seluruh tubuh maupun oleh
pengendali curah jantung.
II. Fungsi Umum Kardiovaskuler
Kebutuhan akan adanya sistem sirkulasi merupakan konsekuensi bertambahnya ukuran dan
kompleksitas organisme multiseluler. Difusi sederhana tidak adekuat untuk memasok nutrisi dan
mengangkut sampah metabolisme sel yang terletak di bagian tengah organisme besar. Jarak
antara sel di bagian tengah dan lingkungan luar tubuh sangat panjang. Bila sistem sirkulasi
terbentuk dari pipa sederhana yang menghubungkan sel di tengah dan bagian luar organisme,
maka sistem ini tidak mencukupi. Konsentrasi nutrisi dalam pipa akan makin ke tengah makin
rendah karena selain dikonsumsi oleh sel selama perjalanan ke tengah juga jauhnya jarak tempuh
untuk penambahan nutrisi baru dari luar. Sebaliknya, sisa metabolisme akan tinggi kadarnya di
bagian tengah organisme dan makin keperifer makin rendah. Akibatnya, kebutuhan sel untuk
mendapat nutrisi dan membuang sisa metabolisme tidak terpenuhi oleh sistem ini.
Manusia sebagai organisme multiselluler yang kompleks memiliki sistem sirkulasi yang disebut
sistem kardiovaskuler. Sistem ini memiliki peran primer mendistribusikan oksigen dan zat
nutrisi, faktor pertumbuhan, dan reparasi sel di seluruh jaringan tubuh dan sekaligus juga
membawa sisa metabolisme sel ke organ pembuangan. Peran sekunder sistem ini berkaitan
dengan komunikasi sel sebagai pembawa mediator kimiawi komunikasi sel, membawa panas
keluar dari dalam ke permukaan tubuh, dan sebagai media respons inflamasi dan pertahanan
tubuh terhadap invasi mikroorganisme serta media dalam memelihara lingkungan internal yang
kondusif untuk kehidupan dan fungsi optimal sel.

Sistem sirkulasi ini mengintegra-sikan tiga unsur fungsional: pompa (jantung), cairan yang
disirkulasikan (darah), dan rangkaian pipa penyalur (pembuluh darah). Sistem terintegrasi ini
mampu beradaptasi terhadap perubahan kondisi kehidupan normal. Kebutuhan aliran darah
berfluktuasi antara tidur dan jaga, istirahat dan aktifitas fisik, tenang dan emosional. Untuk
memenuhi kebutuhan yang sangat bervariasi ini seluruh sistem membutuhkan pengendalian yang
rapi dan terintegrasi. Fisiologi adalah ilmu yang kajian utamanya adalah memahami keberadaan
dan mekanisme kerja pengendalian sistem dalam organisme.

Fungsi Masing-Masing Bagian Kardiovaskuler

Jantung adalah bagian sistem kardiovaskuler yang berfungsi memompa darah ke pembuluh darah
arteri. Pembuluh darah arteri merupakan pipa elastis yang mentranspor darah di bawah tekanan
tinggi ke jaringan seluruh tubuh. Arteri bercabang mulai dari arteri sedang sampai arteriole.
Arteri kecil atau arteriole adalah segmen arteri yang berperan mengatur aliran darah menuju
kapiler karena dinding arteriol ini lapisan ototnya relatif tebal dibanding segmen arteri lain.
Segmen ini tersusun dalam empat tingkat percabangan sebelum mencapai kapiler. Pertukaran
cairan, nutrisi, eletrolit, hormon, dan mediator komunikasi sel antara darah dan cairan interstisiel
terjadi di pembuluh kapiler ini. Kelanjutan kapiler adalah vena kecil atau venula yang juga
tersusun dalam empat tingkat percabangan dan berfungsi mengalirkan darah dari kapiler ke
sistem vena. Melalui vena sedang kemudian berlanjut ke vena cava, darah kembali ke jantung.
Struktur dinding vena kecil yang tipis dan elastis menyebabkan vena kecil berperan sebagai
tempat penyimpanan cairan darah yang sewaktu-waktu dapat dimobilisasi bila diperlukan
tambahan volume darah yang harus dialirkan.

Distribusi Volume Darah

Volume darah total sebanyak 5 liter tidak terdistribusi merata pada seluruh segmen pembuluh
darah. Volume darah di sirkulasi sistemik ~85 %, di sirkulasi pulmoner ~ 10 %, dan di ruang
jantung ~5%. Di sirkulasi sistemik, sebagian besar volume darah berada di vena (64 %),
sehingga vena merupakan tempat depo cadangan darah yang sewaktu-waktu dapat dimobilisasi
bila aliran darah perlu ditingkatkan.

Penampang Pembuluh Darah dan Aliran Darah

Penampang pembuluh darah makin jauh dari jantung makin kecil sehingga garis tengah
pembuluh kapiler hanya 3 ?m sementara penampang aorta 1,13 cm dan vena cava 1,38 cm. Bila
kita perhatikan struktur pembuluh darah, aorta bercabang menjadi beberapa arteri sedang, arteri
sedang bercabang menjadi beberapa arteri kecil, dan arteri kecil bercabang menjadi beberapa
kapiler. Beberapa kapiler kemudian menuju ke satu vena kecil, beberapa vena kecil menuju ke
vena sedang, dan beberapa vena sedang menuju ke vena cava. Struktur percabangan pembuluh
darah tersebut membentuk 1 x 1010 kapiler yang tersusun paralel sehingga luas penampang total
pembuluh kapiler 2827 cm2 sementara luas penampang aorta 4 cm2 dan vena cava 6 cm2.

Perbedaan luas penampang total antara aorta dan kapiler menyebabkan aliran darah di kapiler
(0,003 cm/detik) jauh lebih lambat daripada di aorta (21 cm/detik). Bila dikaitkan dengan
panjang segmen kapiler yang hanya 0.3 1 mm, maka kecepatan aliran darah di kapiler tersebut
memberi waktu 1 sampai 3 detik untuk proses pemasokan kebutuhan jaringan dan pengambilan
sisa metabolismenya. Waktu yang relatif singkat ini cukup untuk kapiler yang kerjanya memang
sangat efektif dan efisien.

Tekanan Darah

Struktur sistem vaskuler yang bercabang-cabang dan elastisitas pembuluh darah menghasilkan
dua hal: (1) tekanan darah makin jauh dari jantung makin kecil, dan (2) fluktuasi tekanan darah
akibat kerja pompa jantung makin jauh dari jantung makin hilang. Sehingga sampai di awal
pembuluh kapiler, tekanan darah hanya 40 mm Hg dan sudah tidak ada lagi fluktuasi. Tidak
adanya flutuasi tekanan darah ini sangat menunjang proses pertukaran zat di pembuluh darah
kapiler.
Cara pengukuran tekanan darah tidak langsung dengan sfigmo-manometer

Perubahan tekanan darah selama siklus jantung dapat diukur langsung dengan cara
menghubungkan alat pengukur tekanan dengan jarum yang disisipkan ke dalam arteri. Cara yang
lebih nyaman dan akurat adalah dengan menggunakan sfigmomanometer. Alat ini terdiri dari
manset yang dihubungkan dengan klep. Bila manset diisi udara dan klep tertutup, tekanan akan
diteruskan ke jaringan sampai arteria brachialis. Ketika tekanan manset diatas tekanan darah,
pembuluh darah terjepit dan aliran terhenti. Bila tekanan darah lebih besar daripada tekanan
manset, lumen arteri terbuka dan darh mengalir.

Selama pengukuran tekanan darah, stetoskop diletakkan di atas a. Brachialis di lengan atas tepat
di tepi manset. Tidak ada suara yang terdengar bila darah tidak mengalir di lumen arteri atau bila
aliran darahnya normal, yaitu aliran laminer dan halus. Sebaliknya, aliran turbulen menimbulkan
getaran yang dapat didengar melalui stetoskop. Suara ini disebut suara Korotkoff yang sangat
beda dengan suara jantung yang berkaitan dengan penutupan katub jantung.

Pengukuran tekanan darah diawali dengan peningkatan tekanan manset dengan memompakan
udara ke dalam manset sampai tekanannya melebihi tekanan sistolik sehingga a. Brachialis
kolaps dan tidak terdengar suara karena tidak ada aliran darah. Pengeluran udara pelahan dari
manset menurunkan tekanan manset. Ketika tekanan manset sedikit lebih rendah daripada
tekanan sistole, arteri terbuka intermiten bila tekanan mencapai puncak sistole dan kolaps lagi
bila tekanannya turun ke diastole. Pembukaan arteri yang intermiten ini menyebabkan aliran
turbulen yang menghasilkan getaran suara yang dapat didengar dengan stestoskop.

Tekanan manset tertinggi, di mana suara pertama kali dapat didengar diindikasikan sebagai
tekanan sistolik. Selama penurunan tekanan manset berlangsung suara intermiten tersebut terus
terdengar seirama dengan siklus jantung. Bila tekanan manset lebih rendah dari tekanan
diastolik, a. Brachialis tidak mengalami penjepitan selama siklus jantung sehingga aliran
darahnya tidak terhalang dan menjadi aliran laminar yang tidak menghasilkan getaran suara yang
dapat didengar dengan stetoskop. Secara klinis praktis, tekanan darah arteri dinyatakan dalam
tekanan sistole diatas diastole dengan besar rata-rata 120/80 mm Hg.
Tekanan Nadi
Denyut nadi yang dapat diraba di arteri dekat permukaan tubuh disebabkan beda tekanan sistole
dan diastole. Perbedaan ini disebut tekanan nadi atau pulse pressure. Bila tekanan darah 120/80
mm Hg, maka tekanan nadinya 40 mm Hg (120 mm Hg-80 mm Hg).

Rerata Tekanan Arteri


Rerata tekanan arteri adalah tekanan rerata yang mendorong darah ke jaringan selama siklus
jantung. Besar tekanan ini tidak tepat dipertengahan antara sistole dan diastole (misalnya 100
mm Hg untuk tekanan 120/80 mm Hg), tetapi lebih mendekat ke arah diastole karena waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai tekanan sistole lebih pendek daripada waktu untuk mencapai
tekanan diastole.

Pertukaran cairan, nutrisi, dan eletrolit di pembuluh kapiler


Jalur pergerakan melintas dinding kapiler merupakan kombinasi jalur transeluler dan jalur para
seluler. Jalur transeluler harus menembus membran sel endotel, sedangkan jalur paraseluler
melalui celah antar endotel. Endotel mensintesis aquaporin 1 (AQP 1) yang merupakan protein
pembawa molekul air pada jalur transeluler, sedangkan mekanisme transfer untuk gas dan zat
yang terlarut terjadi melalui difusi. Dinamika kapiler ini pertama kali diperkenalkan oleh Ernest
Starling (1896) yang mengajukan dua gaya pendorong pergerakan cairan menembus dinding
kapiler yaitu: beda tekanan hidrostatik transkapiler dan beda tekanan osmotik efektif yang sering
disebut tekanan osmotik koloid atau beda tekanan onkotik.
Tekanan hidrostatik kapiler diujung arteri ~ 40 mm Hg sedangkan tekanan osmotik koloidnya
sebesar ~ 25 mmHg sehingga tekanan neto diujung arteri sebesar ~15 mmHg ke arah interstisiel.
Selama mengalir di segmen kapiler tekanan darah ini berkurang sehingga menjadi 10 mmHg di
ujung vena, sementara tekanan osmotik koloid lebih kurang sama yaitu ~25 mmHg sehingga
tekanan netonya ~ 15 mmHg kearah lumen kapiler. Hemodinamik ini sangat sesuai dengan
fungsi primer yaitu memasok kebutuhan nutrisi dan osigen ke jaringan dan membawa sisa
metabolisme dari jaringan menuju ke organ pembuangan. (Lihat gambar).
Pengaturan Aliran Darah Lokal di Jaringan
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme, sistem kardiovaskuler
harus mampu mengalirkan darah sesuai dengan kebutuhan jaringan tersebut dari waktu ke waktu.
Aliran darah menuju jaringan ini mengalami perubahan sesuai dengan laju metabolisme jaringan.
Makin tinggi laju metabolisme, makin besar aliran darahnya. Hepar merupakan organ tubuh yang
aktifitas metabolisme paling tinggi sehingga aliran darah rata-rata di hepar 95 ml/menit/100 g
jaringan. Meskipun ginjal juga mendapat aliran darah cukup besar, tetapi bukan karena laju
metabolismenya melainkan karena fungsi ginjal sebagai pencuci darah.

Sasarsan penting pengaturan aliran darah di jaringan tubuh adalah efektifitas aliran dan efisiensi
beban kardiovaskuler dalam menunaikan fungsinya. Efektifitas aliran berarti pengaturan
besarnya aliran sesuai dengan kebutuhan, sedangkan efisiensi berarti ketepatan kerja jantung
sesuai dengan total kebutuhan seluruh jaringan tubuh sehingga tidak terjadi beban jantung yang
berlebih.

Segmen pembuluh darah yang terbesar perannya dalam mengatur aliran darah adalah arteriol.
Otot polos arteriol di tunika media yang relatif tebal memungkinkan peran arteriol sebagai pre-
capillary sphincter yang melalui mekanisme kontraksi dan relaksasi dapat membuka
(vasodilatasi) dan menutup (vasokonstriksi) arteriol. Mekanisme pengaturan aliran darah oleh
arteriol ini disebut vasomotion.

Mekanisme Pengaturan Aliran Darah


Pengaturan aliran darah terdiri dari pengaturan jangka pendek (short-term) dan jangka panjang
(long-term). Pengaturan jangka pendek dilakukan melalui mekanisme vasokonstriksi dan
dilatasi, sementara pengaturan jangka panjang melalui perubahan vaskularisasi jaringan.

Pengaturan Aliran Darah Jangka Pendek

Pengaturan aliran darah jangka pendek sangat erat kaitannya dengan aktifitas metabolisme
jaringan. Vasokonstriksi dan vasodilatasi arteriol merupakan salah satu efek metabolisme
jaringan yang mendapatkan aliran darah dari arteriol tersebut. Peningkatan laju metabolisme
jaringan akan cenderung menurunkan ketersediaan oksigen di jaringan. Penurunan ketersediaan
oksigen akan menurunkan kontraktilitas otot polos arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.

Tingginya laju metabolisme jaringan juga akan meningkatkan jumlah sisa metabolisme antara
lain: adenosine; CO2; histamine; K+ dan H+ yang ternyata zat-zat tersebut merupakan
vasodilator kuat. Di samping itu, peningkatan laju matabolisme akan mengurangi ketersediaan
glukosa dan vitamin B. Kondisi ini juga akan mengakibatkan vasodilatasi. Vasodilatasi arteriol
meningkatkan aliran darah ke kapiler sampai kebutuhan nutrisi dan oksigen terpenuhi. Bila
kebutuhan nutrisi dan oksigen terpenuhi dan sisa metabolisme terbersihkan dari lingkungan
jaringan, arteriol akan kembali konstriksi dan aliran kembali titik basalnya. (Lihat gambar).
Pengaturan aliran darah jangka pendek sehari-hari dapat ditemui pada fenomena hiperemia
reaktif (reactive hyperemia) dan hiperemia aktif (active hyperemia). Hiperemia reaktif adalah
hiperemia yang terjadi setelah dilakukan pemhambatan aliran darah ke suatu jaringan tubuh. Bila
aliran darah ke jaringan dihambat beberapa detik sampai jam kemudian hambatan dilepas, aliran
darah ke jaringan tersebut akan meningkat 4 sampai 7 kali normal tergantung lamanya
penghambatan. Peningkatan aliran ini disebabkan kondisi kekurangan nutrisi dan oksigen serta
penumpukan sisa metabolisme selama penghambatan aliran darah dilakukan. Hiperemia aktif
adalah hiperemia jaringan (misalnya otot) akibat peningkatan aktifitasnya (misalnya kontraksi).
Aktifitas jaringan menyebabkan kurangnya nutrisi dan oksigen dan penumpukan sisa
metabolisme yang keduanya menyebabkan vasodilatasi. Akibat aktifitas otot yang berkontraksi
selama aktifitas fisik berat, aliran darah ke otot tersebut dapat meningkat sampai 20 kali normal.

Peningkatan tekanan darah dapat meningkatkan aliran darah. Bila peningkatan tekanan darah
bersifat permanen, misalnya pada hipertensi, aliran darah di seluruh jaringan tubuh cenderung
meningkat tetapi tidak seterusnya karena akan segera dikendalikan oleh pengendali aliran darah
jangka panjang. Peningkatan aliran darah sesaat akan direspons oleh jaringan melalui mekanisme
vasomotion yang berkaitan dengan laju metabolismenya. Pada kondisi jaringan tidak aktif maka
tekanan darah yang tinggi akan direspons dengan vasokonstriksi. Respons tubuh terhadap
peningkatan tekanan darah permanen terjadi melalui perubahan vaskularisasi dan pembentukan
sirkulasi kolateral untuk menyesuaikan kebutuhan aliran darah pada kondisi tekanan tinggi
yang kronis tersebut.

Pengaturan Tekanan Darah


Aliran darah dapat terjadi bila ada gaya yang mendorong, dalam hal gaya pendorong tersebut
disebut tekanan darah. Tekanan darah dihasilkan oleh pompa jantung. Curah jantung berinteraksi
dengan tahanan pembuluh darah total menghasilkan tekanan darah. Perubahan kinerja jantung
dan diameter pembuluh darah dikendalikan secara sistemik oleh sistem saraf otonom (simpatis
dan parasimpatis). Meskipun saraf otonom dapat mempengaruhi vasokonstriksi dan vasodilatasi,
peran saraf terhadap aliran darah relatif kecil dibanding peran metabolisme jaringan. Sehingga
peran saraf lebih cenderung ke pendistribusian darah melalui pengendalian kinerja jantung dan
vasomotion secara umum. Karena sifat saraf yang cepat responsnya tetapi tidak dapat bertahan
lama, maka peran sistem saraf pada pengendalian tekanan darah tergolong pengendalian jangka
pendek.

Efek Perangsangan Saraf Otonom pada Sistem Kardiovaskuler

Perangsangan saraf simpatis secara umum akan meningkatkan tekanan darah melalui tiga
mekanisme. Pertama, peningkatan aktifitas simpatis menyebakan vasokonstriksi di hampir
seluruh arteriol sehingga meningkatkan tahanan perifer total. Kedua, aktifitas simpatis
menyebabkan vasokonstriksi di vena kecil dan sedang sehingga terjadi mobilisasi darah yang
tersimpan di vena. Mobilisasi darah dari vena ini selanjutnya akan meningkatkan aliran balik
vena dan kemudian meningkatkan curah jantung. Ketiga, aktifitas simpatis meningkatkan kinerja
jantung melalui peningkatan kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung.

Sebaliknya perangsangan saraf parasimpatis pada sistem kardiovaskuler mengakibatkan


penurunan tekanan darah melalui vasodilatasi dan penurunan kinerja jantung sehingga
menurunkan tekanan darah. Keseimbangan antara simpatis dan para simpatis ini sangat besar
perannya dalam memelihara kenormalan tekanan darah yang setiap saat dapat cenderung turun
atau meningkat karena aktifitas fisik dan psikologis manusia

Mekanisme Refleks Memelihara Kenormalan Tekanan Darah

Refleks merupakan mekanisme dasar kerja sistem saraf dalam menjalankan fungsinya sebagai
sistem pengendali. Ada beberapa mekanisme refleks yang bekerja memelihara kenormalan
tekanan darah manusia, antara lain: Refleks baroreseptor, kemoreseptor, low-pressure receptor,
volume receptor, dan Bainbridge

Refleks Baroreseptor

Refleks ini diawali rangsangan peningkatan tekanan darah pada baroreseptor yang terletak di
dinding beberapa pembuluh arteri sistemik besar, misal di sinus caroticus. Impuls ditransmisikan
melalui n. Hering kemudian bergabung dengan n. glossopharyngeus. Selanjutnya melalui tractur
solitarius menuju pusat vasomotor di medulla oblongata. Serat eferennya berupa parasimpatis
melalui n. vagus yang berefek menurunkan tekanan darah kembali ke nilai normalnya melalaui
mekanisme vasodilatasi vena dan arteriol serta penurunan frekuensi dan kontraktilitas otot
jantung.

Peran refeks baroreseptor ini sangat esensial dalam memelihara kestabilan tekanan darah tubuh
bagian kranial selama perubahan posisi tubuh dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya
refleks ini berkerja sebagai penyangga tekanan darah, yaitu dengan memberi respons berlawanan
terhadap peningkatan atau penurunan tekanan darah. Kelemahan refleks ini ada pada ketidak
mampuan bekerja terus menerus dalam jangka panjang karena sistem segera kembali ke aktifitas
basalnya bila bekerja terlalu lama

Refleks Kemoreseptor

Refleks ini dirangsang oleh penurunan oksigen dan peningkatan CO2 dan ion hidrogen di darah.
Reseptor terletak di dinding pembuluh darah kecil (Carotid bodies dan aortic bodies). Pada
rentang tekanan arteri normal peran refleks ini terhadap pengendalian tekanan darah tidak kuat,
tetapi lebih berperan pada pengendalian sisitem respirasi. Perannya dalam pengaturan tekanan
darah menonjol pada tekanan arteri rata-rata di bawah 80 mm Hg.

Low-pressure Receptors

Refleks dirangsang oleh peregangan arteri pulmonalis dan atrium karena di sini terdapat reseptor
regang yang mengirimkan impulnya bila terjadi peregangan kedua situs tersebut akibat
peningkatan volume darah. Peran refleks ini meminimalkan perubahan tekanan darah akibat
perubahan volume darah

Volume Refleks (Refleks Atrium yang Mengaktifkan Ginjal)

Refleks dirangsang oleh peregangan atrium dengan respons dilatasi arterio aferen. Di samping
juga terjadi peningkatan diuresis melalui penghambatan pelepasan ADH di hipotalamus.
Peregangan atrium ini juga merangsang pelepasan Atrial Natriuretic Peptide (ANP) yang
berefek peningkatan ekskresi natrium dan air oleh ginjal sehing secara keseluruhan mengurangi
volume cairan plasma dan selanjutnya mengurangi tekanan darah.

The Bainbridge Reflex

Refleks ini dirangsang oleh peregangan atrium dengan respons peningkatan frekuensi denyut
jantung dan kontraktilitas otot jantung melalui n. vagus sebagai aferennya.

Pengaturan Tekanan Darah Jangka Panjang


Pengendalian tekanan darah jangka pendek oleh sistem saraf otonom terjadi melalui efek saraf
ototnom pada tahanan vaskuler perifer total dan kapasitan serta kemampuan pompa jantung.

Di samping itu, tubuh manusia juga memiliki pengendali tekanan darah jangka panjang tangguh
yang dapat bekerja beberapa minggu sampai bulan. Pengendali ini berkaitan erat dengan
homeostasis volume cairan tubuh yang ditentukan oleh keseimbangan masukan dan keluaran
cairan. Keseimbangan ini ditunjang oleh sistem saraf, hormon dan kontrol lokal di ginjal yang
mengatur ekskresi garam dan air.

Alur mekanisme peran sistem ginjal cairan tubuh terhadap tekanan darah sebenarnya
sederhana: Bila cairan ekstrasel berlebih, volume darah dan tekanan darah meningkat.
Peningkatan tekanan darah selanjutnya menyebabkan ginjal membuang (ekskresi) kelebihan
cairan eksktrasel untuk mengembalikan tekanan ke nilai normalnya. Respons ginjal terhadap
perubahan tekanan darah sangat sensitif. Peningkatan tekanan darah beberapa milimeter Hg
dapat meningkatan ekskresi air dua kali lipat (disebut pressure diuresis) dan juga meningkatkan
ekskresi garam (Na Cl) dua kali lipat (disebut pressure natriuresis). Mekanisme ini merupakan
dasar fundamental pengendalian tekanan darah jangka panjang. Pengendalian ini disempurnakan
oleh beberapa sistem lain, misalnya sistem renin-angiotensin, sehingga hasil kerjanya makin
tepat.

Pemberian infus 400 ml cairan pada binatang coba yang diblok refleks sarafnya akan
meningkatkan curah jantung dua kali normal dan peningkatan rerata tekanan arteri sampai 205
mm Hg (115 mm Hg diatas basal). Peningkatan tekanan darah kemudian disusul pengeluaran
urine 12 kali normal sehingga dalam beberapa jam curah jantung dan tekanan arteri kembali
normal.

Mengingat rumus dasar tekanan darah yang besarnya sama dengan curah jantung kali tahanan
perifer total, maka peningkatan tahanan perifer total akan meningkatkan tekanan darah.
Peningkatan tahanan perifer total mendadak akan segera diikuti peningkatan tekanan darah.
Namun apabila ginjal tetap berfungsi normal, peningkatan tekanan darah tidak dapat
dipertahankan dan kembali ke nilai normalnya dalam beberapa hari berikutnya. Ginjal yang
normal akan merespons kenaikan tekanan darah ini dengan pressure diuresis dan pressure
natriuresis. Dalam beberapa jam setelah kenaikan tekanan darah akut, ginjal akan terus
meningkatkan ekskresi air dan garam sampai tekanan darah kembali ke rentang normalnya.
Mekanisme ini dapat terjadi bila tidak ada peningkatan tahanan vaskular di ginjal. Bila
peningkatan tahanan perifer total juga mengenai vaskular ginjal, akan terjadi pergeseran kurva
fungsi ginjal ke level tekanan lebih tinggi. Fenomena ini merupakan mekanisme dasar hipertensi
renal.

Keseluruhan mekanisme peningkatan tekanan darah akibat kenaikan volume cairan tubuh dapat
diterangkan melalui skema berikut:
(1) Peningkatan cairan ekstrasel akan

(2) meningkatkan volume darah yang selan-jutnya akan

(3) meningkatkan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata dilanjutkan

(4) peningkatan aliran da-rah balik ke jantung yang

(5) meningkat-kan curah jantung, kemudian

(6) meningkatkan tekanan darah.

Khusus pada jalur peningkatan curah jantung ke peningkatan tekanan darah, ada jalur langsung
dan jalur tidak langsung melalui peningkatan tahanan perifer total sebagai konsekuensi oto-
regulasi aliran darah di setiap jaringan tubuh (lihat bab pengendalian aliran darah lokal).

Akhirnya, karena tekanan arteri sama dengan curah jantung kali tahanan perifer total, efek
tahanan perifer total terhadap peningkatan tekanan darah yang dihasilkan oleh mekanisme oto-
regulasi lebih meningkatkan lagi tekanan darah akibat peningkatan curah jantung. Sebagai
contoh, kenaikan curah jantung 5 sampai 10 persen dapat meningkatkan tekanan arteri rata-rata
dari 100 mm Hg menjadi 150 mm Hg.

Di sisi lain, peningkatan asupan garam (NaCl) juga dapat meningkatkan tekanan darah jauh lebih
tinggi daripada akibat peningkatan asupan air. Hal ini disebabkan kelebihan air akan dengan
segera di ekskresi oleh ginjal, sementara ekskresi kelebihan garam tidak semudah air. Timbunan
garam dalam tubuh secara taklangsung juga meningkatkan volume cairan tubuh melalui: (1)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel yang merangsang pusat haus sehingga meningkatkan
asupan air melalui minum untuk mengembalikan kadar garam ekstrasel ke normalnya. Hal ini
meningkatkan volume cairan ekstrasel. (2) Peningkatan osmolaritas ekstrasel akibat kelebihan
garam juga merangsang sekresi ADH hipofise posterior. Selanjutnya ADH akan meningkatkan
reabsorbsi air di tubulus renalis sehingga menurunkan volume urine dan meningkatkan volume
cairan ekstrasel tubuh.

Orang dikatakan mengidap hipertensi bila tekanan darah rata-ratanya secara kronis lebih tinggi
dari rentang normalnya. Salah satu jenis hipertensi adalah hipertensi yang diakibatkan oleh
kelebihan volume cairan tubuh atau disebut volume-loading hypertension. Hipertensi ini
berkaitan erat dengan peran mekanisme hubungan ginjal-volume cairan tubuh terhadap
pengendalian tekanan darah arteri.

Volume loading hypertension secara eksperimental dapat didemonstrasikan pada anjing yang 70
% massa ginjalnya diangkat.
Pengangkatan massa ginjal sampai dengan 70% hanya meningkatkan tekanan darah arteri 6 mm
Hg. Bila anjing percobaan ini diberi minum larutan NaCl 0,9% akan meningkat minumnya
sehingga dalam beberapa hari tekanan arteinya meningkat 40 mmHg diatas normal. Setelah dua
minggu, anjing diberi minum air murni, tekanan darah arteri kembali normal dalam 2 hari.
Akhirnya anjing diberi minum larutan garam 0,9% lagi. Ternyata kenaikan tekanan darahnya
lebih tinggi dari peningkatan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh toleransi fisiologis sehingga
anjing lebih minum lebih banyak.

Di samping kemampuan mengendalikan tekanan darah melalui pengendalian volume cairan


ekstraselular, ginjal juga dapat mengendalikan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin.
Renin adalah enzim yang diskresikan oleh ginjal bila terjadi penurunan aliran darah ke nefron
ginjal. Penurunan aliran darah ginjal dapat disebabkan oleh penurunan tekanan darah yang
ekstrim.

Renin disintesis oleh juxtaglomerular cell yang terletak di dinding arteriol aferen dekat
glomerulus ginjal. Di sirkulasi darah, renin secara enzimatis mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I yang memiliki efek vasokonstriksi lemah. Dalam 30 menit sampai 1 jam, renin
terus melakukan reaksi enzimatisnya. Beberapa menit setelah terbentuk, angiotensin I mengalami
pemutusan 2 asam aminonya oleh bantuan enzim (angiotensin conrting enzyme) yang dihasilkan
sel endotel kapiler paru menjadi angiotensin II yang efek vasokonstriksinya lebih kuat daripada
angiotensin I. Proses pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terjadi di paru ketika
darah mengalir di kapiler paru. Mekanisme peningkatan tekanan darah oleh angiotensin selain
secara langsung sebagai vasokonstriktor, juga secara tidak langsung dapat melalui 3 cara:
Pertama, melalui perangsangan sekresi ADH. Kedua, melalui perangsangan sekresi aldosteron
yang selanjutnya akan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal. Ketiga, melalui
perangsangan pusat haus di hipotalamus yang dapat meningkatkan volume cairan tubuh akibat
peningkatan masukan air.

Pengangkatan salah satu ginjal yang disertai penjepitan arteria renalis pada ginjal yang tersisa
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah ini diawali
peningkatan mendadak diikuti penurunan tekanan yang disusul peningkatan sampai beberapa
hari sampai mencapai tingkatan stabil. Fenomena ini disebut One-kidney Goldblatt
hypertension.

Peningkatan tekanan arteri mendadak disebabkan mekanisme vasokonstriksi renin-angiotensin.


Iskemia renal akibat penjepitan arteria renalis memicu sekresi renin yang menyebabkan
peningkatan angiotensin II dan aldosteron di darah yang diikuti peningkatan tekanan arteri.
Peningkatan sekresi renin mencapai puncak dalam satu jam kemudian turun ke normal lagi
setelah 5 sampai 7 hari karena tekanan arteria renalis juga kembali normal sehingga ginjal tidak
mengalami iskemia lagi.

Peningkatan tekanan darah juga dapat terjadi akibat penjepitan arteria renalis salah satu ginjal,
sedangkan ginjal yang lain tidak. Hipertensi pada percobaan ini disebut Two-Kidney Goldblatt
Hypertension. Hal ini terjadi karena ginjal yang iskemik mensekresi renin dan juga meretensi
garam dan air. Sementara ginjal yang normal juga meretensi garam dan air karena pengaruh
renin yang disekresikan oleh ginjal yang iskemik melalui efek angiotensin II terhadap arteriol
dan tubulus ginjal.
Hipertensi Primer (Esensial)
Sekitar 90 sampai 95 % penderita hipertensi termasuk hipertensi primer atau hipertensi esensial.
Jenis hipertensi ini belum diketahui penyebabnya. Beberapa kasus ditemukan faktor heriditer. Di
samping itu ada kaitan antara hipertensi primer dengan obesitas dan rendahnya aktifitas fisik.
Beberapa karakter hipertensi primer yang berkaitan dengan berat badan lebih dan obesitas antara
lain:

(1) Peningkatan curah jantung akibat tingginya kebutuhan aliran darah untuk jaringan lemak
yang berlebihan dan peningkatan laju metabolisme serta pertumbuhan organ dan jaringan akibat
peningkatan kebutuhan metabolisme. Tekanan darah tinggi yang menetap beberapa bulan samapi
tahun mengakibatkan peningkatan tahanan perifer.

(2) Aktifitas simpatis, khususnya ke ginjal, meningkat pada individu berat badan lebih.
Peningkatan aktifitas simpatis ini diduga akibat efek hormon leptin yang disekresikan oleh
jaringan lemak yang merangsang beberapa regio hipotalamus yang selanjutnya menyebabkan
menginduksi eksitasi pusat vasomotor di medulla oblongata.

(3) Peningkatan angiotensisn II dan aldosteron dua tiga kali yang sebagian disebabkan efek
simpatis terhadap sekresi renin. Selanjutnya diikuti peningkatan angiotensin II dan aldosteron.
(4) Terganggunya mekanisme pressure diuresis & natriuresis akibat efek simpatis, angio-tensin
II dan aldosteron terhadap ginjal yang terus menerus

Secara ringkas pengendalian tekanan darah dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, (1) jangka
pendek, (2) jangka menengah, dan (3) jangka panjang (lihat gambar). Pengendali jangka pendek
dilakukan oleh sistem saraf ototnom dengan mekanisme refleks, pengendali jangka menengah
melalui mekanisme hormonal, dan pengendali jangka panjang oleh ginjal melalui mekanisme
pressure diuresis dan pressure natriuresis.

Jantung Sebagai Pompa


Kemampuan jantung manusia sebagai pompa dalam sistem kardiovaskuler didukung oleh tiga
faktor: pertama, struktur organ jantung yang terdiri dari 4 ruang jantung yang dipisahkan oleh
sekat dengan katub jantung; kedua, kemampuan kontraksi otot jantung; dan ketiga, keberadaan
sistem konduksi yang mengendalikan kontraksi otot agar irama kontraksinya efektif dan efisien.
Otot jantung memiliki ciri antara otot rangka dan otot polos.
Susunan miofibrilnya mirip dengan otot rangka, yaitu tersusun sedemikian rupa sehingga
memberi gambaran garis-garis melintang (striated). Sedangkan membran selnya di beberapa sisi
menyatu dengan membran sel otot jantung lain sehingga menghasilkan struktur
syncitium.Susunan myofibril menghasilkan kekuatan kontraksi yang tinggi, sementara struktur
syncitium menunjang kelancaran penjalaran impuls antar sel otot jantung yang irama
kontraksinya sangat tergantung sistem konduksi dan konduk-tifitas otot jantung sendiri.Ruang
jantung terdiri dari dua atrium, kiri dan kanan, dua ventrikel, kiri dan kanan. Sekat antara atrium
dan ventrikel dilengkapi katub antrio-ventrikular yang hanya dapat terbuka ke arah ventrikel,
sedang antara atrium kanan dan kiri serta antara ventrikel kanan dan kiri terpisah sama sekali
sehingga jantung manusia terdiri dari jantung kanan dan jantung kiri. Jantung kanan
berhubungan dengan sirkulasi paru, sedang jantung kiri dengan sirkulasi sistemik.

Otot jantung memiliki ciri antara otot rangka


dan otot polos. Susunan miofibrilnya mirip dengan otot rangka, yaitu tersusun sedemikian rupa
sehingga memberi gambaran garis-garis melintang (striated). Sedangkan membran selnya di
beberapa sisi menyatu dengan membran sel otot jantung lain sehingga menghasilkan struktur
syncitium.Susunan myofibril menghasilkan kekuatan kontraksi yang tinggi, sementara struktur
syncitium menunjang kelancaran penjalaran impuls antar sel otot jantung yang irama
kontraksinya sangat tergantung sistem konduksi dan konduk-tifitas otot jantung sendiri.
Potensial Aksi Otot Jantung
Sebagai sel peka rangsang, salah satu respons otot jantung terhadap rangsang adalah terjadinya
potensial aksi. Potensial aksi otot jantung adalah peristiwa perubahan potensial listrik membran
sel otot jantung. Perubahan tersebut diawali depolarisasi yang berarti berkurangnya atau
hilangnya potensial membran yang dalam keadaan istirahat (resting) sekitar 90 mV menjadi 0
mV. Kemudian diikuti fase repolarisasai yang berarti kembalinya potensial membran sel menjadi
90mV.

Ada perbedaan potensial aksi antara otot jantung dan otot rangka. Perbedaan tersebut
disebabkan adanya kanal kalsium lambat (slow calsium channel) pada membran sel otot jantung
yang terbuka setelah terbukanya kanal natrium sehingga pengakibatkan terjadinya pateau.
Pelambatan depolarisasi akibat plateau tersebut memperpanjang waktu potensial aksi, khususnya
pada peroide refrakter absolutnya. Panjangnya periode refrakter absolut otot jantung menjadi
penyebab tidak dapatnya otot jantung mengalami kontraksi tetani meskipun diberi rangsangan
dengan frekuensi tinggi. Periode refrakter absolut atrium lebih pendek (0.15 detik) dibanding
ventrikel (0,20 -0,30 detik), sedang periode refrakter relatif atrium dan ventrikle lebih kurang
sama yaitu 0,05 detik. Bila rangsangan tepat terjadi pada periode refrakter relatif, otot jantung
dapat dirangsang tetapi
menghasilkan kontraksi yang lebih lemah disebut kontraksi prematur . (lihat gambar).

Denyut jantung terjadi akibat kontraksi otot jantung. Setiap kontraksi selalu didahului oleh
peristiwa potensial aksi dan potensial aksi tersebut dirambatkan dari satu sel otot ke sel otot yang
lain sehingga membentuk impuls listrik.

Awal impuls berasal dari pacemaker yang disebut S-A Node. Transmisi impuls terjadi melalui
sistem konduksi khusus dan kemudian menyebar ke seluruh otot jantung. Pada kondisi jantung
normal transmisi potensial aksi dimulai dari S-A node kemudian menyebar ke seluruh otot
atrium. Impuls depolarisasi ini diikuti kontraksi otot atrium sehinggga darah dipompa oleh
atrium ke ventrikel. Melalui internodal pathway impuls menuju A-V node dan selanjutnya
ditransmisikan keseluruh otot ventrikel melalui sistem konduksi (bundle of His and Purkinje
fibers) yang juga diikuti kontraksi sehingga darah dipompa ke pembuluh darah besar (Aorta dan
arteria pulmonalis).

Oleh karena jaringan tubuh manusia 60 % merupakan cairan yang mengandung ion-ion, maka
dapat menjadi konduktor yang baik sehingga aktifitas listrik otot jantung dapat dirambatkan
sampai ke permukaan tubuh. Dengan menggunakan elektroda yang dipasang di permukaan tubuh
dan dihubungkan dengan galvanometer, aktifitas listrik tersebut dapat direkam dengan
menggunakan kertas perekam khusus atau osiloskop.
Siklus Jantung
Siklus jantung merupakan pola kerja jantung yang didukung oleh keberadaan sistem konduksi.
Secara garis besar, siklus jantung terdiri dari sistole dan diastole. Sistole adalah periode kontraksi
dan diastole adalah periode relaksasi. Secara terinci, sistole diawali periode kontraksi
isovolumik. Periode ini berlangsung singkat dan disebabkan oleh segera menutupnya katub atrio-
ventrikular (A-V) akibat peningkatan tekanan ruang ventrikel, sementara katub aorta dan
pulmonalis belum terbuka karena tekanan ventrikel
masih di bawah tekanan kedua arteri besar tersebut. Setelah tekanan melebihi tekanan kedua
arteri, kedua katub (aorta dan pulmonal) terbuka sehingga darah terpompakan ke dalam kedua
arteri. Periode ini disebut ejeksi. Diastole diawali periode relaksasi isovolumik yang juga sangat
singkat karena penurunan tekanan akibat relaksasi ventrikel segera menutup katub aorta dan
pumonal tetapi belum membuka katub A-V karena tekanan ruang ventrikel masih diatas tekanan
ruang atrium. Setelah tekanan ventrikel lebih rendah daripada atrium, katub A-V terbuka dan
terjadilah aliran darah dari atrium ke ventrikel yang disebut rapid inflow. Periode ini kemudian
disusul diastase, suatu periode seakan-akan ventrikel istirahat karena ventrikel dalam kondisi
relaksasi, sementara hampir tidak tambahan volume darah yang masuk ke ventrikel. Diastole
diakhiri oleh sitole atrium yang memberi tambahan darah yang masuk ke ventrikel sehingga
volume ventrikel mencapai puncaknya setelah kontraksi atrium ini.

Dalam keadaan frekuensi denyut jantung normal (72 / menit), panjang peiode sistole sekitar 0,4
seluruh siklus jantung. Peningkatan frekuensi denyut jantung akan memperpendek baik sistole
maupun diastole, tetapi pemendekan diastole lebih besar daripada sistole sehingga pada frekuensi
3 kali normal periode sistole mendekati 0,65 keseluruhan siklus jantung. Hal ini disebabkan
peningkatan frekuensi denyut lebih cenderung memendekkan diastasis.daripada periode lainnya.
Perubahan tekanan di aorta terjadi mengikuti irama ventrikel sehingga menghasilkan fluktuasi
tekanan darah yang disebut nadi yang akan dibahas pada khusus tentang tekanan darah dan
denyut nadi. Perubahan potensial listrik berkaitan dengan penjalaran impuls di sistem konduksi
jantung dan otot jantung dapat direkam menggunakan alat elektrokardiograf yang juga akan
dibahas pada bab khusus tentang elektrokardiografi.

Di samping saraf otonom dan hormon, kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung dipengaruhi
oleh ion kalium, kalsium, dan perubahan suhu tubuh. Hiperkalemia menyebabkan frekuensi
jantung menurun dan penurunan kontraktilitas sehingga jantung lemas (dilatasi dan flaccid).
Peningkatan kalium 2 sampai 3 kali normal dapat menyebabkan kematian. Penurunan kinerja
jantung pada hiperkalemia diperkirakan karena hiperpolarisasi sebagai konsekuensi tinggi ion
positip di ekstraseluler. Sebaliknya, hiperkalsemia justru menyebabkan jantung menjadi spastik
dan hipokalsemia akan menyebabkan jantung melemas. Hal ini berkaitan dengan peran penting
kalsium dalam proses kontraksi otot, sementara otot jantung sangat tergantung pada kalsium
ekstraseluler. Perubahan suhu tubuh juga mempengaruhi kinerja jantung. Dalam hal ini
peningkatan suhu tubuh meningkatan frekuensi denyut jatung sedang penurunan suhu
menurunkan frekuensi jantung.

Curah Jantung dan Pengendaliannya


Besarnya volume darah yang dipompakan ke aorta permenit oleh jantung disebut curah jantung
(cardiac output), sedangkan besarnya volume darah yang kembali ke jantung permenit disebut
aliran balik vena (venous return). Dalam keadaan fisiologis volume darah yang dipompakan
jantung persatuan waktu besarnya sama dengan volume darah yang kembali ke jantung.

Curah jantung manusia bervariasi antar individu maupun antar waktu pada satu individu. Secara
langsung curah jantung dipengaruhi oleh laju metabolisme tubuh baik basal maupun pada
aktifitas fisik. Di samping itu curah jantung juga dipengaruhi oleh umur dan ukuran tubuh. Besar
curah jantung laki-laki dewasa muda sehat rata-rata 5,6 liter/menit, sedangkan perempuan 4,9
liter/menit. Berdasarkan faktor ukuran tubuh dikenal parameter turunan dari curah jantung
menurut ukuran tubuh yang disebut cardiac index dengan harga normal sebesar 3 L/minute/m2.
Cardiac index manusia mengalami puncak pada masa remaja dan kemudian secara bertahap
menurun bersama dengan pertambahan umur (lihat gambar).

Menurut hukum Frank-Starling jantung secara otomatis memompakan sejumlah darah yang
mengalir ke atrium dari vena. Fenomena ini menunjukkan bahwa aliran balik vena ikut
mengendalikan curah jantung. Hal ini didukung oleh beberapa fakta antara lain: peregangan sino
arterial node (SA node) menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung. Peregangan atrium
ternyata menyebabkan timbulnya Bainbridge reflex yang menghasilkan peningkatan frekuensi
dan kontraktilitas jantung. Oleh karena aliran balik vena pada kondisi volume darah yang
konstan dipengaruhi oleh pengendalian aliran darah di perifer, maka dapat disimpulkan bahwa
curah jantung dikendalikan oleh faktor perifer berkaitan dengan kebutuhan aliran darah masing-
masing jaringan.

Pengendalian aliran darah di masing-masing jaringan (aliran darah lokal) di pengaruhi oleh
faktor-faktor yang berkaitan dengan aktifitas metabolismenya melalui mekanisme vasodilatasi
dan vasokonstriksi (vasomotion) sesuai dengan kebutuhan jaringan. Penjumlahan seluruh
pengaturan aliran darah lokal menentukan besarnya aliran balik vena. Selanjutnya aliran balik
vena ini akan menentukan curah jantung sebagai realisasi hukum Frank-Starling. Di sisi lain,
penjumlahan vasomotion seluruh jaringan tubuh sebagai mekanisme pengaturan aliran darah
lokal menghasilkan tahanan perifer total yang memberi pengaruh berlawanan terhadap curah
jantung. Dengan demikian, meskipun tekanan darah arteri rata-rata berkorelasi postitp dengan
curah jantung dan tahanan perifer total, bila tidak ada perubahan fungsi kardiovaskuler yang lain
tahanan perifer sendiri berkorelasi negatip dengan curah jantung, sehingga persamaan antara
ketiganya sebagai berikut:

Kemampuan jantung memompa darah juga ada batas maksimalnya dan dapat digambarkan
dalam kurva curah jantung atau cardiac output curve. Menurut kurva tersebut curah jantung
besarnya tergantung tekanan atrium kanan. Makin hiperaktif makin tinggi curah jantung
maksimalnya, sebaliknya makin hipoaktif makin rendah curah jantung maksimalnya. Pada
keadaan normal dan tanpa ada stimulasi lain, curah jantung dapat meningkat 2,5 kali lipat
mencapai maksimal (5 liter/menit menjadi 12,5 liter/menit) bila tekanan atrium kanan mencapai
lebih dari 4 mm Hg.

Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Efektifitas Kerja


Jantung
Faktor yang menyebabkan jantung hiperfektif antara lain: (1) kombinasi stimulasi saraf simpatis
dan inhibisi saraf parasimpatis serta (2) hipertrofi otot jantung. Kombinasi stimulasi simpatis dan
inhibisi parasimpatis meningkatkan efektifitas jantung melalui (1) peningkatan frekuensi denyut
jantung hingga mencapai 200 denyut/menit pada deawa muda sehat dan (2) peningkatan
kontraktilitas otot jantung. Gabungan dua faktor tersebut pada orang sehat dapat meningkatkan
curah jantung maksimal 2 kali (25 liter/menit) dari curah jantung maksimal tanpa stimulasi saraf
(12,5 liter/menit).

Hipertrofi otot jantung dapat terjadi pada individu terlatih (misalnya pelari maraton) dan dapat
meningkatkan kinerja jantung 60 sampai 100 %. Gabungan stimuasi saraf dan hipertrofi dapat
meningkatkan kinerja jantung 2,5 kali sehingga curah jantung maksimalnya dapat mencapai 30
sampai 40 liter/menit. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menentukan lama waktu
bertahan seorang pelari maraton.

Di sisi lain, faktor yang menyebabkan jantung hipoefektif antara lain: (1) setiap faktor yang
menurunkan kemampuan jantung, (2) kelainan jantung kongenital, (3) peradangan (miokarditis),
dan (4) iskemia.
Efek Tekanan Di luar Jantung terhadap Kurva Curah
Jantung
Tekanan eksternal normal di rongga dada sama besarnya dengan tekanan intra pleura, yaitu 4
mm Hg. Peningkatan tekanan intra pleura menjadi -2 mm Hg menggeser kurva curah jantung ke
kanan. Bergeseran ini disebabkan untuk mengisi ruang jantung dibutuhkan tambahan tekanan
atrium kanan 2 mm Hg untuk mengahadapi peningkatan tekanan di luar jantung. Demikian pula
peningkatan tekanan intrapleura menjadi +2 mm Hg membutuhkan peningkatan tekanan atrium
kanan 6 mm Hg dari normal -4 mm Hg, dan ini menggeser kurva curah jantung lebih ke kanan
lagi.

Beberapa faktor yang dapat mengubah tekanan intrapleura dan diikuti pergeseran kurva curah
jantung:

Siklus perubahan tekanan intrapleura selama respirasi paru. Selama napas tenang tekanan
intrapleura dapat mencapai + 2 mm Hg dan napas berat dapat mencapai + 50 mm Hg.
Napas pada kondisi tekanan negatip dapat menggeser kurva ke kiri, yaitu tekanan atrium
kanan yang lebih negatip
Napas pada kondisi tekanan positip menggeser kurva ke kanan
Pneumotoraks meningkatkan tekanan intrapleura menjadi 0 mm Hg dan menggeser kurva
curah jantung ke kanan = 4 mm Hg.
Tamponade jantung adalah timbunan cairan di kavum perikardial juga meningkatkan
tekanan di luar jantung sehingga menggeser kurva curah jantung ke kanan. Penggeseran
kurva bagian atas jauh lebih ke kanan daripada bagian bawah sebab tekanan eksternal
meningkat ketika volume ruang jantung membesar akibat pengisian darah selama curah
jantung sangat tinggi.
Gabungan antara tekanan intrapleura dan efektifitas kerja jantung sebagai pompa menghasilkan
beberapa tipe kurva curah jantung yang dapat diwakili tiga kondisi (lihat gambar) yaitu, kondisi
normal, kondisi jantung hiperefektif tekanan intrapleura tinggi, dan kondisi hipoefektif
tekanan intrapleura rendah
Peran Saraf Otonom dalam Pengendalian Curah jantung
Peran saraf otonom dalam memelihara tekanan darah sangat besar. Pemberian dinitrofenol
(perangsang metabolisme jaringan) dapat meningkatkan aliran darah di jaringan melalui
vasodilatasi. Pengendalian oleh saraf otonom dapat mencegah terjadinya penurunan darah yang
tajam akibat vasodilatasi umum dengan peningkatan curah jantung sampai 400 %. Sebaliknya,
hambatan saraf otonom akan menurunkan tekanan darah karena peningkatan curah jantung yang
kurang memadai (hanya 160 % saja).

Selama aktifitas fisik, peningkatan metabolisme di otot merelaksasikan arteriol otot untuk
mendapatkan oksigen dan nutrisi yang sesuai kebutuhan otot. Kondisi ini dapat menurunkan
tahanan perifer total yang selanjutnya dapat menurunkan tekanan darah. Tetapi, kondisi ini
segera di kompensasi oleh saraf simpatis. Aktifitas otak yang mengirim impuls motorik ke otot
juga mengirim impuls ke pusat saraf otonom memicu aktifitas kardiovaskuler sehingga terjadi
konstriksi vena, peningkatan frekuensi dan kontraktilitas jantung. Seluruh aktifitas ini
menghasilkan peningkatan tekanan darah di atas normal sehinggga memberi daya dorong aliran
darah ke otot yang aktif.

Aliran Balik Vena

Aliran balik vena adalah jumlah darah yang mengalir kembali ke jantung dari vena cava
permenit. Besarnya aliran balik vena ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1) Tekanan atrium
kanan; (2) Tekanan pengisian sistemik; dan (3) Tahanan aliran balik vena.

Tekanan atrium kanan merupakan hasil keseimbangan antara aliran balik vena dan kemampuan
jantung memompakannya kembali ke sirkulasi. Pada keadaan seimbang (sesuai dengan hukum
Frank-Starling) tekanan atrium kanan besarnya ~ 0 mm Hg. Tetapi pada keadaan gagal jantung
tekanan atrium kanan ini lebih besar dari 0 mm Hg. Tekanan pengisian sistemik (Psf) adalah
daya dorong darah sistemik ke jantung. Tekanan ini didapatkan di seluruh segmen sirkulasi
sistemik bila aliran darah dihentikan.
Gambar: Kurva Aliran Balik Vena Normal

Bila curah jantung pada kurva curah jantung berkaitan dengan tekanan atrium kanan, maka aliran
balik vena pada kurva aliran balik vena juga berkaitan dengan tekanan atrium kanan. Pada kurva
normal, aliran balik vena berada pada posisi plateau karena vena besar kolaps pada saat tekanan
atrium kanan di bawah tekanan atmosfir. Di sisi lain, aliran balik vena menjadi 0 bila tekanan
atrium kanan sama dengan tekanan pengisian sistemik (7 mm Hg).

Volume darah berpengaruh terhadap tekanan pengisisn sirkulasi. Makin besar volume darah
makin tinggi pula tekanan pengisian sirkulasi sebab kelebihan volume meregangkan dinding
pembuluh darah. Kurva hijau menunjukkan perkiraan efek normal perubahan volume terhadap
tekanan pengisian sirkulasi. Pada volume darah sekitar 4000 ml, tekanan pengisian sirkulasi
mendekati nol karena pada volume tersebut tidak ada regangan dinding pembuluh darah. Pada
volume 5000 ml, tekanan pengisian berada pada angka normal yaitu 7 mm Hg. Demikian pula
pada volume lebih besar, peningkatan tekanan pengisian sirkulasi hampir linier.
Stimulasi simpatis juga mempengaruhi hubungan antara volume darah dengan tekanan pengisian
sirkulasi. Rangsangan simpatis yang kuat mengkonstriksikan seluruh pembuluh darah sistemik
dan pembuluh darah paru yang besar, bahkan juga ruang jantung. Oleh karena itu, kapasitas
sistem berkurang, sehingga tekanan pengisian sirkulasi pada setiap volume darah lebih tinggi
daripada normal. Pada volume darah normal rangsangan simpatis maksimal dapat meningkatkan
tekanan pengisian dari 7 mm Hg sampai 2,5 kali yaitu sekitar 17 mm Hg. Sebaliknya inhibisi
total saraf simpatis merelaksasikan pembuluh darah maupun jantung sehingga menurunkan
tekanan pengisian dari 7 mm Hg menjadi sekitar 4 mm Hg.

Selanjutnya perubahan tekanan pengisian sistemik (Psf) dapat menggeser kurva aliran balik
vena. Makin tinggi tekanan pengisisan, kurva aliran balik vena makin bergeser ke atas dan
kanan. Sebaliknya, makin rendah tekanan pengisian, kurva aliran balik makin bergeser ke bawah
dan kiri. Dengan kata lain, makin tinggi tekanan pengisian makin mudah darah mengalir ke
jantung dan makin rendah tekanan pengisian makin sulit darah mengalir ke jantung.
Tahanan terhadap Aliran Balik Vena(TABV)

Di samping tekanan pengisian yang mendorong darah vena dari perifer menuju jantung juga ada
tahanan terhadap aliran darah vena yang disebut tahanan aliran balik vena (TABV). Tahanan ini
2/3 terdapat di pembuluh vena, sedang 1/3 di arteriol dan arteri kecil. Berdasarkan faktor tekanan
pengisian (TPS), tekanan atrium kanan (TAK) dan tahanan terhadap aliran balik vena (TABV),
besarnya aliran balik vena dapat dihitung dengan rumus:

Pada individu dewasa sehat besarnya ABV = 5 liter / menit, TPS = 7 mm Hg, TAK = o mm Hg,
dan TABV = 1,4 mm Hg per liter aliran darah. Penurunan TABV 50% normal dapat meningkatkan
aliran darah dua kali lipat sehingga menggeser kurva ABV ke kanan atas dengan sudut
kemiringan dua kali lebih besar. Sebaliknya, peningkatan TABV dua kali normal dapat
menurunkan aliran darah setengahnya.

Sebagai catatan, bila TAK meningkat hingga sama dengan TPS, ABV menjadi nol untuk semua
TABV, sebab tidak ada beda tekanan yang mendorong aliran darah.
Pada kondisi kardiovaskuler utuh, jantung dan sistem sirkulasi saling mempengaruhi. Hal ini
berarti aliran balik vena dari sirkulasi sistemik harus sama dengan curah jantung dan besar
tekanan atrium kanan juga sama, baik untuk jantung maupun sirkulasi sistemik. Dengan
menggunakan kurva curah jantung dan aliran balik vena seseorang dapat memprediksi besarnya
curah jantung dan tekanan atrium kanan melalui langkah berikut: (1) Tentukan kemampuan
pompa jantung dalam bentuk kurva curah jantung; (2) tentukan kondisi aliran darah dari sirkulasi
sistemik ke jantung dalam bentuk kurva aliran balik vena; dan cari titik potong antara kedua
kurva (lihat gambar).

Pada kondisi normal, kurva curah jantung dan kurva aliran balik vena
berpotongan di titik A. Pada titik tersebut besarnya aliran balik vena dan curah jantung adalah
sama ( 5 liter) dan tekanan atrium kanan juga besarnya sama untuk jantung maupun sirkulasi
sistemik ( 0 mm Hg).

Peningkatan mendadak volume darah 20 % akan meningkatkan curah jantung 2,5 sampai 3 kali
normal. Peningkatan volume darah akan meningkatkan tekanan pengisian sistemik menjadi 16
mm Hg yang menggeser kurva aliran balik vena ke kanan. Pada saat yang sama, regangan vena
mengurangi tahanan aliran balik vena sehingga menggeser kurva aliran balik vena ke atas. Titik
potong antara kurva curah jantung dan aliran balik vena bergeser ke titik B dengan peningkatan
sebesar 2,5 sampai 3 kali normal serta tekanan atrium kanan sekitar +8 mm Hg.

Peningkatan curah jantung yang tinggi akibat peningkatan volume darah hanya berlangsung
beberapa menit karena akan segera diikuti mekanisme kompensasi antara lain: (1) Peningkatan
curah jantung meningkatkan tekanan kapiler yang akan diikuti transudasi cairan ke jaringan; (2)
peningkatan tekanan kapiler di glomerulus ginjal akan meningkatkan laju fitrasi dan volume
urine; (3) peningkatan tekanan di vena akan melebarkan diameter vena melalui mekanisme
stress-relaxation sehingga menurunkan tekanan sistemik rata-rata; (4) peningkatan aliran darah
ke jaringan akan direspons dengan vasokonstriksi sehingga tahanan perifer dan juga tahanan
aliran balik vena meningkat. Kompensasi hemodinamik tersebut mengembalikan curah jantung
ke normal dalam waktu 10 sampai 40 menit.

Stimulasi simpatis mempengaruhi jantung maupun sirkulasi sistemik. Kinerja jantung


meningkat, sedangkan tekanan pengisian sistemik juga meningkat karena vasokonstriksi
pembuluh darah. Vasokonstriksi vena akan meningkatkan aliran balik vena karena mobilisasi
darah yang biasanya berada di vena. Curah jantung dan aliran balik vena normal sebesar 5 liter /
menit dengan tekanan atrium kanan 0 mm Hg. Rangsangan simpatis maksimal (kurva coklat)
akan meningkatkan tekanan pengisian sistemik sampai 17 mm Hg (ditunjukkan oleh titik di
mana kurva aliran balik vena mencapai nol). Di samping itu, rangsangan simpatis juga
meningkatkan kinerja pompa jantung sampi 100%. Akibatnya, curah jantung meningkat dari
nilai normal di titik seimbang ke sekitar dua kali nromal pada titik seimbang tanpa diikuti
perubahan tekanan atrium kanan yang berarti. Peningkatan curah jantung dan aliran balik vena
tergantung derajat rangsangan simpatisnya.

Inhibisi simpatis dapat dilakukan dengan anestesi spinal total maupun pemberian obat
heksametnium. Akibat inhibisi simpatis tekanan pengisisan sistemik turun sampai 4 mm Hg dan
efektifitas pompa jantung juga turun sampai 80% normal. Curah jantung turun dari titik ke
titik yaitu turun menjadi 60% normal.

Pengukuran curah jantung


Besarnya curah jantung manusia dapat diukur secara tidak langsung tanpa pembedahan. Ada 2
metoda pengukuran curah jantung tidak langsung yaitu oxygen Fick method dan indicator
dilution method.

Oxygen Fick Method

Asumsi yang digunakan dalam metoda Fick adalah: setiap menit 200 ml oksigen diabsorbsi dari
paru ke arteria pulmonalis; darah yang mengalir ke atrium kanan mengandung oksigen 160 ml /
liter dan meninggalkan ventrikel kiri dengan kandungan oksigen 200 ml / liter. Berdasarkan data
tersebut perliter darah yang mengalir ke paru menyerap oksigen sebesar 40 ml (selisih antara
kandungan oksigen darah arteri yang keluar dari ventrikel kirir dan darah vena yang masuk ke
atrium kanan). Karena jumlah oksigen yang diserap 200 ml / menit, maka curah jantung atau
volume darah yang keluar dari ventrikel kiri atau masuk ke atrium kanan dapat dihitung dengan
rumus:
Kandungan oksigen darah vena didapat dari sampel darah yang diambil arteria
pulmonalis dengan memasukkan kateter dari a. Brachialis melalui v. Subclavia masuk ke atrium
kanan dan berakhir di ventrikel kanan atau a. Pulmonalis. Sampel darah untuk pengukuran
kandungan oksigen darah arteri didapat dari setiap pembuluh arteri sistemik. Laju absorbsi
oksigen oleh paru dapat dilakukan dengan mengukur pengurangan kandungan oksigen udara
napas selama respirasi menggunakan oksigen meter.

Indicator Dilution Method

Metoda ini dilakukan dengan menyuntikkan zat warna (Cardio-Green dye) ke vena sistemik
besar atau bila mungkin ke atrium jantung. Zat warna akan mengalir melalui jantung kanan,
sirkulasi paru, jantung kiri, dan akhirnya ke sirkulasi sistemik. Kadar zat warna yang direkam di
arteri perifer menghasilkan kurva (lihat gambar). 5 mg Cardio-green disuntikkan pada t0. Pada
detik ke 3 baru tampak kadarnya di arteri, kemudian meningkat tajam mencapai maksimum pada
detik ke 6 7. Setelah itu kadar turun cepat, tetapi sebelum mencapai titik nol sebagian zat
warna sudah kembali ke jantung dan ikut aliran darah ke arteri sistemik lagi sehingga kadarnya
tidak terus turun tapi menetap pada level tertentu. Untuk penghitungan, perlu dilakukan
ekstrapolasi kurva sampai mencapai titik nol, kemudian ditentukan waktunya (misalnya: 12
detik).

Setelah ekstrapolasi waktu kurva dapat ditentukan, kemudian rerata kadar zat warna dihitung
selama durasi kurva (12 detik untuk kurva I dan 24 detik untuk kuva II). Bila rerata kadar zat
warna = 0,25 mg / dl seperti terlihat pada empat persegi panjang warna merah muda, maka curah
jantung dapat dihitung dengan rumus:
Dengan rumus diatas curah jantung pada kurva I = 5 mg x 60 / 0,25 (mg /dl) x 12 detik = 10.000
ml / menit = 10 liter / menit; sedangkan curah jantung pada kurva II = 5 mg x 60 / 0,25 (mg / dl)
x 24 detik = 5.000 ml /menit = 5 liter / menit.

Aliran Darah di Otot dan Sirkulasi Koroner serta


Curah Jantung selama Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik berat merupakan salah satu stressor berat yang harus dihadapi oleh sistem
kardiovaskuler. Hal ini disebabkan sebagian besar massa otot membutuhkan aliran darah besar.
Di samping itu curah jantung harus meningkat sampai 4 5 kali normal untuk yang tidak terlatih
dan 6 7 kali normal untuk yang terlatih.
Pada kondisi istirahat aliran darah ke otot rangka sekitar 3 4 ml / menit / 100 g otot. Selama
aktifitas fisik berat aliran darah ke otot dapat meningkat 15 25 kali mencapai 50 60 ml /
menit / 100 g massa otot. Aliran darah ke otot selama aktifitas ritmik juga menunjukkan kurva
ritmik. Pada akhir aktiftas fisik aliran darah masih tinggi beberapa detik kemudian turun menuju
normal beberapa menit berikutnya. Penurunan aliran darah ke otot selama kontraksi ritmis
karena jepitan pembuluh darah oleh otot yang sedang kontraksi. Pada kontraksi tetanik yang
kuat, jepitan dapat nyaris menghentikan aliran darah, tetapi akhirnya juga akan melemahkan
kontraksinya.

Peningkatan aliran darah ke otot selama aktifitas fisik terutama disebabkan vasodilatasi arteriole
karena penurunan kadar oksigen akibat peningkatan kebutuhan oksigen. Di samping defisiensi
oksigen, vasodilatasi arteriole juga disebabkan dikeluarkannya zat vasodilator (antara lain
adenosin, kalium, Asam laktat, CO2) akibat defisiensi oksigen.

Ada tiga efek utama selama aktifitas fisik yang berperan penting dalam pengaturan aliran darah
sesuai dengan kebutuhan otot. (1) pembangkitan menyeluruh sistem simpatis yang
menghasilkan rangsangan umum sistem kardiovaskuler, (2) peningkatan tekanan darah, dan (3)
peningkatan curah jantung.

Elektrokardiografi
Arus listrik yang dihasilkan oleh impuls jantung juga menyebar ke jaringan sekitarnya, bahkan
sebagian kecil dapat mencapai permukaaan tubuh. Bila dua elektroda (positip dan negatip)
diletakkan pada dua posisi berlawanan terhadap jantung, potensial listrik yang dihasilkan oleh
aliran potensial aksi tersebut dapat direkam sehingga menghasilkan rekaman yang disebut
elektrokardiogram (EKG). Hasil rekaman jantung terdiri dari gelombang P, QRS, dan T (lihat
gambar). Elektrokardiogram dapat membantu penegakan diagnosis beberapa penyakit jantung
yang berkaitan dengan ritme jantung, gangguan konduksi jantung, massa otot jantung, dan
kelainan otot jantung yang berdampak pada elektrisitas jantung.

Gelombang P pada rekamam EKG disebabkan oleh potensial listrik yang terjadi ketika
depolarisasi atrium sebelum arium berkontraksi. Kompleks QRS merupakan potensial listrik
yang terjadi ketika ventrikel mengalami depolarisasi sebelum kontraksi. Gelombang T adalah
potensial listrik akibat repolarisasi ventrikel. Pada kompleks QRS, bila potensialnya ? 0,5 mV
diberi simbol huruf besar (kapital) dan bila < 0,5 mV diberi simbol huruf kecil. Gelombang Q (q)
adalah defleksi negatif pertama, R (r) defleksi positif pertama selama depolarisasi ventrikel, dan
S (s) defleksi negatif pertama setelah R. Bila setelah gelombang R ada defleksi positip lagi,
gelombang ini diberi simbol R` (r`). Kadang setelah gelombang T muncul gelombang lagi yang
diberi simbol U sebagai hasil repolarisasi musculus papilaris yang terlambat. Repolarisasi atrium
terjadi sekitar 0,15 0,20 detik setelah berakhirnya depolarisasi atrium sehingga waktunya
bersamaan dengan gelombang depolarisasi ventrikel yang massa ototnya lebih besar sehingga
gelombang rekaman repolarisasi atrium tertutup oleh depolarisasi ventrikel.

Kalibrasi Potensial dan Waktu pada Elektrokardiogram

Rekaman elektrokardiogram dibuat di kertas dengan garis kalibrasi sesuai dengan potensial
listrik dan waktu. Garis kalibrasi horisontal menunjukkan potensial gelombang EKG dengan
besaran 0,1 mV setiap skala garis kecil, positip untuk arah ke atas dan negatip untuk arah ke
bawah. Sedangkan garis vertikal kertas EKG merupakan kalibrasi waktu dengan besaran 0,04
detik setiap skala garis kecil.

Bila elektrokardiogram direkam dari elektroda yang diletakkan pada kedua pergelangan tangan
atau satu di pergelangan tangan dan satu lagi dipergelangan kaki, maka potensial QRS biasanya
antara 1 samapi 1,5 mV dari puncak R sampai dasar S. Sementara potensial P antara 0,1 0,3
mV, dan T antara 0,2 0,3 mV.

Interval dan Segmen Elektrokardiogram

Pada hasil rekaman EKG selain unsur potensial yang merupakan skala vertical juga ada unsur
waktu pada skala horisontal yang terdiri dari interval dan segmen. Ada 6 interval dalam rekaman
EKG yaitu: R-R, P-P, P-R, QRS, Q-T, dan VAT.

Interval R-R adalah interval antara dua puncak R.


interval P- P adalah interval antara dua permulaan P. Frekuensi denyut jantung dapat
dihitung menggunakan rekaman EKG dengan mengukur interval antara dua puncak R (R-
R interval) atau antara dua awal P (P-P interval). Berdasarkan besarnya R-R interval atau
P-P interval, frekuensi denyut jantung dihitung dengan rumus: frekuensi jantung = 60 /
R-R interval. Harga normal R-R interval orang dewasa sekitar 0,83 detik, sehingga
frekuensi denyut jantung normal = 72 / menit.
interval P-R adalah interval awal P sampai awal QRS (besarnya antara 0,12-0,20 detik),
juga disebut interval PQ karena gelombang Q sering tidak ada Interval ini merupakan
waktu yang dibutuhkan untuk:
o Depolarisasi seluruh otot atrium
o Keterlambatan transmisi impuls selama di AV node
o Perjalanan impuls dari AV node ke bundle of His
Interval QRS adalah interval dari awal Q sampai akhir S ( lamanya <0,10 detik)
Interval Q-T adalah interval dari awal Q sampai akhir T (lamanya sekitar 0,35 detik dan
tidak lebih dari 0,40 detik) Kontraksi ventrikel berlangsung hampir sama dengan interval
ini.
VAT (ventricular activation time) adalah interval dari awal Q sampai puncak R(lamanya
<0,05 detik)

Di samping itu, ada dua interval waktu dalam rekaman EKG yang disebut segmen yaitu: P-R dan
S-T:
Segmen PR adalah interval waktu dari akhir P sampai dengan awal QRS. Segmen waktu
ini merupakan keterlambatan transmisi impuls di AV Node.
Segment ST merupakan interval waktu antara akhir QRS (juga disebut J point) sampai
dengan awal gelombang T. Segmen waktu ini merupakan keterlambatan repolarisasi
ventrikel setelah depolarisasi ventrikel tuntas. Selama segmen ini, jantung seakan dalam
kondisi istirahat, sehingga rekaman EKG-nya dalam kondisi iso-elektrik. Garis ini
digunakan sebagai patokan untuk menentukan defleksi positip dan negatip. Aliran listrik
yang terjadi akibat kerusakan sel (disebut injury current) dapat menggeser letak segmen
ST ke atas (elevasi) atau ke bawah (depresi) tergantung letak sel otot jantung yang
mengalami kerusakan relative terhadap sumbu hantaran EKG.

Sandapan Elektrokardiogram

Perekamam menggunakan elektroda positip dan negatip yang dihubungkan voltmeter untuk
pengukuran beda potensial antara kedua elektroda. Secara steriometrik perekaman dapat
dilakukan pada 3 bidang proyeksi yaitu bidang frontal, horisontal, dan sagital. Perekaman pada
bidang frontal dilakukan menggunakan 2 sandapan yaitu sandapan bipolar standar dan sandapan
unipolar diperbesar atau augmented unipolar limb lead. Perekaman pada bidang horisontal
dilakukan dengan menggunakan sandapan unipolar dada atau unipolar precordial lead.
Sementara perekaman pada bidang sagital pada praktek sehari-hari tidak dilakukan karena harus
memasukkan elektroda ke dalam esofagus sehingga kurang nyaman untuk individu yang
diperiksa.

Sandapan Bipolar Standar

Istilah bipolar pada sandapan ini berarti perekamam EKG dilakukan dengan membedakan
potensial listrik di dua kutub (pole), positip dan negatip, menggunakan dua elektroda pada dua
lokasi berbeda di ekstrimitas tubuh. Sandapan ini merupakan sandapan standar EKG yang terdiri
dari tiga yaitu: Lead I (LI), lead II (LII), dan lead III (LIII).
Perekaman LI dilakukan dengan meletakkan elektroda negatip pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kanan, sedang elektroda positip diletakkan pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kiri. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung mengarah ke
kiri akan menghasilkan defleksi postip (ke atas) pada rekaman EKG, sebaliknya akan
menghasilkan defleksi negatip (ke bawah).

Perekaman LII dilakukan dengan meletakkan elektroda negatip pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kanan, sedang elektroda positip diletakkan pada permukaan antero-lateral
pergelangan kaki kiri. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung mengarah ke
bawah-kiri akan menghasilkan defleksi postip (ke atas) pada rekaman EKG, sebaliknya akan
menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Perekaman LIII dilakukan dengan meletakkan elektroda negatip pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kiri, sedang elektroda positip diletakkan pada permukaan antero-lateral
pergelangan kaki kiri. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung mengarah ke
bawah-kanan akan menghasilkan defleksi postip (ke atas) pada rekaman EKG, sebaliknya akan
menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Sandapan Unipolar Diperbesar (Augmented Unipolar Limb Lead)

Disebut sandapan unipolar karena hanya ada satu kutub yaitu kutub positip yang diidentifikasi
menggunakan elektroda positip, sedangkan kutub negatipnya dengan menggunakan rangkaian
elektronik sedemikian rupa sehingga secara teoritis berada di jantung itu sendiri. Sebagai salah
satu sandapan pada proyeksi bidang frontal, sandapan ini juga terdiri dari tiga macam yaitu:
aVR, aVL, dan aVF.

Perekaman aVR dilakukan dengan meletakkan eletroda positip pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kanan. Kutub negatip voltmeter dihubungkan dengan dua elektroda negatip
yaitu yang diletakkan pada permukaan antero-lateral pergelangan tangan kiri dan permukaan
antero-lateral pergelangan kaki kiri. Penggunaan rangkaian tahanan listrik yang tinggi pada
hubungan antara kedua eletroda dan volmeter ini menyebabkan kutub negatip perekamam ini
secara virtual berada di organ jantung. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung
mengarah ke kanan-atas akan menghasilkan defleksi positip (ke atas) pada rekaman EKG,
sebaliknya akan menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Perekaman aVL dilakukan dengan meletakkan eletroda positip pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kiri. Kutub negatip voltmeter dihubungkan dengan dua elektroda negatip
yaitu yang diletakkan pada permukaan antero-lateral pergelangan tangan kanan dan permukaan
antero-lateral pergelangan kaki kiri. Penggunaan rangkaian tahanan listrik yang tinggi pada
hubungan antara kedua eletroda dan volmeter ini menyebabkan kutub negatip perekamam ini
secara virtual berada di organ jantung. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung
mengarah ke kiri-atas akan menghasilkan defleksi positip (ke atas) pada rekaman EKG,
sebaliknya akan menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Perekaman aVF dilakukan dengan meletakkan eletroda positip pada permukaan antero-lateral
pergelangan kaki kiri. Kutub negatip voltmeter dihubungkan dengan dua elektroda negatip yaitu
yang diletakkan pada permukaan antero-lateral pergelangan tangan kiri dan permukaan antero-
lateral pergelangan tangan kanan. Penggunaan rangkaian tahanan listrik yang tinggi pada
hubungan antara kedua eletroda dan volmeter ini menyebabkan kutub negatip perekamam ini
secara virtual berada di organ jantung. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung
mengarah ke bawah akan menghasilkan defleksi positip (ke atas) pada rekaman EKG, sebaliknya
akan menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Sandapan unipolar dada atau unipolar precordial lead.

Sebagai sandapan unipolar pada proyeksi bidang horizontal, elektroda positip diletakkan pada
permukaan dada kemudian dihubungkan dengan kutub positip voltmeter EKG, sedangkan kutub
negatipnya secara virtual berada di jantung dengan menghubungkan ketiga elektroda dari
pergelangan tangan dan kaki melalui tahanan listrik tinggi ke kutub negatip voltmeter EKG.
Dalam praktek sehari-hari ada 6 sandapan unipolar dada yang digunakan yaitu: V1, V2, V3, V4,
V5, dan V6.

Perekaman V1 dilakukan dengan meletakkan electrode positip di ruang intercostal IV para sternal
kanan, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal mengarah ke depan kanan.
Perekaman V2 dilakukan dengan meletakkan electrode positip di ruang intercostal IV para sternal
kiri, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal mengarah ke depan. Perekaman V3
dilakukan dengan meletakkan elektroda positip di pertengahan garis lurus antara V2 dan V4,
sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal mengarah ke depan sedikit ke kiri.
Perekaman V4 dilakukan dengan meletakkan elektrode positip di titik potong antara linea medio
clavicularis dan ruang interkostal IV, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal
mengarah ke depankiri, lebih ke kiri dibanding V3.
Perekaman V5 dilakukan dengan meletakkan elektrode positip di titik potong antara linea axilaris
anterior dan garis mendatar melalui V4, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal
mengarah ke depan-kiri, sedikit lebih kiri lagi dibanding V4. Perekaman V6 dilakukan dengan
meletakkan elektrode positip di titik potong antara linea axilaris media dan garis mendatar
melalui V4 dan V5, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal mengarah ke kiri.

Arah sumbu masing-masing sandapan dada tersebut juga akan menentukan arah defleksi
rekaman EKG (ke atas atau bawah) sesuai dengan kesesuaian antara arah vektor impuls jantung
pada bidang horizontal dan vektor sumbu sandapan dadanya.

Segitiga Einthoven dan Hukum Einthoven

Segitiga Einthoven merupakan segitiga sama sisi virtual yang menghubungkan dua titik
pergelangan tangan kanan dan kiri serta pergelangan kaki kiri tempat diletakannya elektroda
EKG untuk sandapan bipolar standar. Bertolak dari segitiga tersebut Einthoven mensintesis
hukum yang menyatakan bahwa bila potensial listrik dari dua sandapan bipolar standar diketahui
maka potensial sandapan yang ketiga dapat dihitung dengan penjumlahan sederhana kedua
potensial yang sudah diketahui dengan memperhatikan tanda positip dan negatipnya. Hipotesis
Einthoven tersebut menghasilkan rumus Einthoven sebagai berikut:

Sumbu Listrik Jantung

Sumbu listrik jantung adalah vektor potensial listrik yang merupakan resultan penjumlahan
vektor aksi potensial otot jantung. Dalam hal ini, yang dimaksud aksi potensial adalah potensial
depolarisasi, sedangkan otot jantung yang diperiksa adalah otot ventrikel. Oleh karena arah
sumbu listrik jantung dalam ruang sulit dianalisis, maka diambil proyeksinya pada bidang frontal
sehingga rekaman EKG yang digunakan untuk analisis adalah hasil rekaman sandapan bipolar
standar (LI, LII, dan LIII). Analisis sumbu listrik jantung dilakukan untuk mengetahui besar dan
arah pada bidang frontal menggunakan potensial gelombang QRS melalui langkah sebagai
berikut:

Hitung potensial QRS masing-masing hasil rekaman LI, LII, dan LIII (misal 0,6; 0,8; dan
0,2 mV)
Koreksi hasil penghitungan potensial dengan rumus Einthoven (LII = LI + LIII)
Bila sudah memenuhi rumus Einthoven, lakukan analisis vektor menggunakan sumbu
silang dengan meletakkan sumbu LI pada posisi 00, sumbu LII pada posisi 600, dan LIII
pada posisi 1200 (lihat gambar.)
Untuk menentukan besar dan arah sumbu listrik jantung, dapat digunakan dua dari tiga
sandapan bipolar standar (misalnya: LI dan LII ).
Tentukan titik A dengan panjang skala sesuai dengan potensial QRS LI.
Tentukan titik B dengan panjang skala sesuai dengan potensial QRS LII
Tarik garis proyeksi (tegak lurus) dari titik A dan B. Titik potong kedua garis tersebut di
titik C merupakan ujung dari vektor sumbu listrik jantung.
Teruskan garis proyeksi dari salah satu titik (misalnya A) sehingga memotong sumbu
hantaran LII di titik D.
Pada ? OAD OD : OA = 2 : 1, sehingga OD = 2 x OA = 2 x 0,6 = 0,12 (12 skala)

BD = OD OB = 1,2 0,8 = 0,4 ( 4 skala)

Pada ? BCD BC : BD = 1 : 3, sehingga BC = 0,4 / 3 = 0,23 mV


Pada ? OBC OC2= OB2 + BC2, sehingga OC = (OB2 + BC2 )=0,83 mV
Besar sudut ? dapat dihitung dari Cos ? = OC / OA = 0,83/ 0,6 = 1,388 ?=?
Gagal Jantung
Salah satu masalah kesehatan yang terpenting yang harus ditangani oleh tim medis adalah gagal
jantung. Hal ini merupakan fenomena yang ditandai ketidak mampuan jantung memompa darah
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pada umum kegagalan jantung disebabkan oleh penurunan
kontraktilitas miokardium akibat berkurangnya aliran darah arteria koronaria. Tetapi, Gagal
jantung juga dapat disebabkan oleh kerusakan katub jantung, penekanan dari luar jantung,
defisiensi vitamin B, dan kelainan otot jantung primer atau sebab lain menjurus ke hipoefektifitas
pompa jantung.

Yang akan dibahas dalam bab ini adalah gagal jantung akibat ischemia yang disebabkan oleh
sumbatan arteria koronaria parsial. Gagal jantung ini termasuk moderat dan sering dijumpai.
Fenomena ini dapat dipahami melalui pendekatan kualitatif, tetapi pemahaman akan lebih kuat
dan mendalam apabila pendekatan dilakukan secara kauntitatif. Pada kondisi normal kurva aliran
balik vena maupun curah jantung keduanya normal dan berpotongan di titik A dengan curah
jantung sebesar 5 L/menit dan tekanan atrium kanan 0 mm Hg sebagai petanda seimbangnya
aliran masuk dan keluarnya darah di jantung.

Selama beberapa detik setelah serangan jantung moderat, kurva curah jantung jatuh dari normal
(hijau) ke posisi terbawah (merah). Sementara kurva aliran balik vena masih belum terjadi
perubahan karena sirkulasi perifer masih berfungsi normal. Perubahan yang terjadi adalah
bergesernya status kinerja jantung dari titik ke titik . Pada posisi tersebut curah jantung
turun menjadi 2 L/menit dan tekanan atrium kanan meningkat menjadi 4 mm Hg. Peningkatan
tekanan atrium kanan disebabkan bendungan darah karena ketidak seimbangan antara keluar dan
masuknya darah di jantung.

Dalam waktu 30 detik setelah serangan terjadi aktifasi simpatis yang mempe-ngaruhi baik kurva
curah jantung maupun aliran balik vena . Aktifasi simpatis meningkatkan plateau
level kurva curah jantung 30 sampai 100 persen dan juga meningkatkan tekanan pengisian
sistemik (dapat dilihat pada titik potong antara kurva aliran balik vena dan garis nol pada axis
aliran balik vena) dari normal ( 7 mm Hg) menjadi 10 mm Hg. Peningkatan tekanan pengisian
ini terutama disebabkan oleh vasokonstriksi vena kecil dan sedang yang relative meningkatkan
volume darah. Titik potong kedua kurva tersebut menggeser status kinerja jantung ke titik C
dengan curah jantung 4 L/menit tetapi dengan tekanan atrium kanan yang masih 5 mm Hg.

Aktifasi simpatis dapat terjadi melalui beberapa system refleks natara lain: (1) refleks
baroreseptor yang dipicu oleh penurunan tekanan arteri, (2) refleks kemoreseptor yang dipicu
oleh penurunan oksigen dan pH serta peningkatan CO2 darah, dan (3) respons terhadap iskhemia
di sistem saraf pusat.

Beberapa hari setelah serangan jantung, terjadi peningkatan kurva curah jantung maupun kurva
aliran balik vena sebagai hasil dari: (1) perbaikan dari otot jantung yang mengalami infark dan
(2) retensi air dan garam oleh ginjal yang dapat meningkatkan tekanan pengisian sistemik sampai
12 mm Hg, sehingga terjadi peningkatan kurva aliran balik vena . Kedua kurva
tersebut berpotongan pada titik D dengan curah jantung yang mencapai normal (5 L/menit),
tetapi disertai tekanan atrium kanan yang lebih tinggi lagi yaitu 6 mm Hg. Kondisi ini
menunjukkan bahwa cadangan jantung (cardiac reserve) berkurang. Artinya kemampuan kerja
jantung hanya untuk memenuhi kebutuhan basal atau sedikit lebih tinggi, tetapi tidak mampu
memenuhi kebutuhan untuk aktifitas fisik yang lebih tinggi.
Karena curah jantung sudah mencapai normal, keluaran ginjal juga kembali normal dalam titik
keseimbangan baru sampai terjadi penyembuhan otot jantung lebih lanjut sehingga
meningkatkan kurva curah jantung yang diikuti peningkatan kurva aliran balik vena sebagai satu
kesatuan sistem.

Para ahli pada mulanya menganggap bahwa retensi cairan selalu tidak menguntungkan untuk
gagal jantung, tetapi ternyata retensi yang moderat pada cairan tubuh dan darah memiliki peran
penting dalam kompensasi terhadap penurunan daya pompa jantung melalui peningkatan aliran
balik vena. Bila kerusakan otot jantung tidak terlalu berat atau moderat, kompensasi melalui
peningkatan aliran balik ini mampu meningkatkan daya pompa jantung ke tinngkat normal asal
penderitanya dalam kondisi istirahat dan tenang.

Sebaliknya, bila gagal jantung sangat berat, kompensasi oleh retensi cairan oleh ginjal ini tidak
mampu mengembalikan curah jantung ke titik normal walaupun pada kondisi istirahat. Dalam
hal ini, aliran darah ke ginjal menjadi terlalu rendah untuk menunjang ekskresi air dan garam
sesuai dengan masukan, sehingga retensi menjadi tidak terbatasi kecuali bila ada tindakan medis
yang dapat menghambatnya. Dampak fisik dari retensi berlebih antara lain: (1) peregangan
jantung berlebih yang makin melemahkan otot jantung, (2) filtrasi cairan ke paru yang berakibat
edema paru dan hipoksia, dan (3) edema hampir di seluruh tubuh.

Gagal Jantung Dekompensi

Bila kerusakan otot jantung sangat berat, tidak satupun mekanisme kompensasi ,refleks simpatis
maupun retensi cairan oleh ginjal, yang dapat mengembalikan curah jantung ke tingkat normal.
Jantung tidak mampu memompa darah yang cucup untuk menunjang ginjal dalam mengekskresi
cairan tubuh, sehingga retensi cairan terus berlangsung dan edema makin berat sampai berakhir
dengan kematian. Pada detik pertama serangan jantung, kurva curah jantung turun menjadi 3
L/menit dengan aliran balik vena masih normal (titik A). Refleks simpatis meningkatkan tekanan
pengisian menjadi 7 10 mm Hg dalam 30 detik pertama, sehingga aliran balik meningkat dan
curah jantung naik menjadi 4 L/menit pada titik B walaupun dengan tekanan atrium 5 mm Hg.

Curah jantung 4 L/menit masih belum cukup untuk menunjang fungsi ekskresi ginjal, sehingga
retensi terus berlangsung dan tekanan pengisian sistemik meningkat mencapai 13 mm Hg.
Peningkatan aliran balik vena akibat peningkatan tekanan pengisian hanya mampu meningkatkan
curah jantung menjadi 4,2 L/menit dan tekanan atrium 7 mm Hg (titik C). Selama beberapa hari
kemudian, Curah jantung tidak mampu mencapai angka adekuat (5 L/menit), sementara retensi
cairan terus berlangsung sehingga tekanan pengisian sistemik terus meningkat dan kurva aliran
balik vena terus bergeser ke kanan atas. Titik potong antara kurva curah jantung dan aliran balik
vena bergeser ke titik D, E dan akhirnya F. Meskipun tekanan atrium kanan meningkat sampai
16 mm Hg, titik keseimbangan antara curah jantung dan aliran balik vena hanya bergeser ke
kanan dan kebawah sehingga retensi cairan berikutnya justru akan lebih memperparah kondisi
jantung sampai menuju kematian.

Terapi Gagal Jantung Dekompensasi

Pada kondisi gagal jantung dekompensasi, di samping mengatasi penyebab kegagalan jantung,
ada 3 tindakan yang dapat mencegah progresifitas kegagalan yaitu: (1) menguatkan kontraksi
otot jantung dengan pemberian digitalis, (2) mengurangi retensi cairan oleh ginjal dengan
pemberian diuretika, dan (3) menjaga keseimbangan masukan air dan garam sesuai dg
keluarannya.
Pemberian digitalis diharapkan dapat meningkatkan curva curah jantung, sehingga dengan aliran
balik vena yang masih tinggi dapat meningkatkan curag jantung sekaligus menurunkan tekanan
atrium kanan (titik G). Pemberian diuretika diharapkan dapat menurunkan kurva aliran balik
vena sehingga curah jantung normal (5 L/menit) dapat dicapai pada tekanan atrium 5 mm Hg
(titik H), sedangkan keseimbangan masukan air dan garam terhadap keluaran untuk mengurangi
beban ginjal dalam kondisi perfusi yang masih belum optimal.

Syok Sirkulasi
Syok sirkulasi adalah kondisi ketidak cukupan aliran darah di seluruh tubuh sehingga jaringan
tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya aliran darah.. Ketidak cukupan aliran darah
juga menimpa pada otot jantung, dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan bagian
sirkulasi lain sehingga begitu terjadi syok akan cenderung progresif bila tidak dilakukan
perawatan yang adekuat.

Pada dasarnya, syok disebabkan oleh ketidak cukupan curah jantung. Oleh karena itu setiap
keadaan yang ditandai curah jantung yang jauh di bawah normal akan menjurus ke syok
sirkulasi. Ada 2 faktor yang dapat menurunkan curah jantung: (1) Abnormalitas jantung yang
dapat menurunkan kemampuan pompa jantung (gagal jantung), dan (2) Setiap faktor yang dapat
menurunkan aliran balik vena.

Gagal jantung yang tersering disebabkan infark miokar. Di samping itu juga dapat disebabkan
intoksikasi, disfungsi katub, aritmia, dan sebab-sebab lain. Syok sirkulasi mamcam ini disebut
syok kardiogenik. Penurunan aliran balik vena akan diikuti penuruna curah jantung sebab
jantung tidak mungkin memompa darah bila tidak ada darah yang kembali ke jantung. Penyebab
tersering syok jenis ini adalah penurunan volume darah. Tetapi aliran balik vena juga mengalami
penurunan akibat: (1) penurunan tonus vaskuker, terutama vena yang berperan sebagai reservoir.,
dan (2) obstruksi sirkulasi darah ,terutama alir balik ke jantung.
Curah jantung penderita syok sirkulasi kadang normal bahkan sedikit lebih tinggi. Hal ini
disebabkan: (1) metabolisme tubuh yang sangat berlebihan sehingga curah jantung normal tidak
mencukupi kebutuhan, (2) perfusi jaringan yang abnormal sehingga sebagaian besar curah
jantung hanya lewat pembuluh darah di samping sebagian sedikit yang memberi nutrisi ke
jaringan. Sebagai catatan: pada prinsipnya semua syok sirkulasi ditandai oleh penurunan pasokan
nutrisi & oksigen (iskemia) terutama jaringan kritis dan penurunan pembuangan sisa
metabolisme.

Tekanan darah pada syok sirkulasi tidak selalu rendah. Syok sirkulasi yang berat kadang ditandai
tekanan darah hampir normal. Hal ini disebabkan oleh refleks otonom yang kuat sehingga
mencegah penurunan tekanan darah. Sebaliknya, perfusi jaringan masih normal pada hal tekanan
darah turun hingga setengah harga normal, ini bukan syok. Sebagian besar syok akibat
perdarahan berat, tekanan darah berkurang bersamaan dengan penurunan curah jantung
meskipun tidak terlalu besar.

Bila syok sirkulasi sudah mencapai tingkat kritis, tanpa terkecuali apapun penyebabnya, akan
diikuti kondisi syok yang lebih berat. Pada tingkat kritis terjadi kerusakan jaringan, termasuk
jantung dan sistem sirkulasi, sehingga membentuk lingkaran setan yang ditandai peningkatan
syok, makin tidak adekuatnya perfusi, makin parahnya syok, dan diakhiri kematian. Mekanisme
ini perlu mendapat perhatian karena penatalaksanaan yang fisiologis sering mampu menghambat
progresifitas dan mencegah kematian

Berdasarkan perkembangannya, syok sirkulasi dapat dibagai menjadi 3 tahap: (1) Tahap non-
progresif (masih dapat dikompensasi). Tahap ini masih dapat pulih sempurna tanpa terapi, (2)
Tahap progresif, bila tidak diterapi dapat menjurus ke tahap berikutnya (ireversibel). (3) Tahap
irreversibel, di mana semua bentuk terapi pada umumnya tidak mampu memulihkan, meskipun
penderita saat itu masih hidup.

Syok Hipovolemia

Syok sirkulasi ini disebabkan kurangnya volume darah. Penyebab tersering dari kurangnya
volume darah adalah perdarahan. Perdarahan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi,
selanjutnya menurunkan aliran balik vena, dan akhirnya berakibat pada penurunan curah jantung,
syok sirkulasi makin berat dan berakhir dengan kematian. Pengurangan volume darah sampai 10
% dari volume total tidak menimbulkan efek baik pada curah jantung maupun tekanan darah.
Bila lebih dari 10 %, biasanya pada awalnya terjadi penurunan curah jantung disusul tekanan
darah. Keduanya akan menjadi nol bila pengurangan volume darah mencapai 35 45 % volume
darah total.

Penurunan tekanan darah akibat perdarahan akan merangsang refleks simpatis yang dipicu oleh
baroreseptor dan reseptor regang lain. Aktifasi simpatis ini menghasilkan 3 efek utama yaitu: (1)
Konstriksi arteriol yang meningkatkan tahanan perifer total. (2) Konstriksi vena dan reservoir
darah vena yang meningkatkan aliran balik vena dalam kondisi berkurangnya volume darah. (3)
Peningkatan frekuensi dan kekuatan kontraksi otot jantung yang meningkatkan curah jantung.
Tanpa kompensasi refleks simpatis, pengurangan volume darah 15 20 % sudah dapat
menimbulkan kematian dalam 30 menit. Jadi refleks simpatis meningkatkan volume darah yang
dapat dikurangi tanpa menyebabkan kematian.

Tekanan darah pada perdarahan dapat dipertahankan normal atau mendekati normal dalam kurun
waktu lebih panjang daripada curah jantung. Hal ini disebabkan karena refleks simpatis lebih
mengarah pada pemeliharaan tekanan darah daripada curah jantung. Refleks simpatis
meningkatkan tekanan darah terutama melalui peningkatan tahanan perifer total, sementara
kurang memberi efek pada curah jantung. Di samping itu, konstriksi vena oleh simpatis berperan
penting dalam menghambat penurunan aliran balik vena dan curah jantung berlebihan yang
selanjutnya berperan dalam mempertahankan tekanan darah.

Sistem kardiovaskuler mampu melakukan pemulihan selama derajat perdarahan tidak melebihi
titik kritis, karena bila hanya beberapa ml saja melebihi titik tersebut akan menghasilkan
perbedaan hasil antara hidup dan mati. Dengan demikian, perdarahan diatas titik kritis
menyebabkan syok menjadi progresif. Dalam hal ini, syok akan diikuti syok yang lebih berat
sehingga membentuk lingkaran setan yang menjurus ke kerusakan sistem dan kematian.

Syok Hemoragik Non Progresif

Bila syok tidak terlalu berat untuk menjurus ke progresif, penderita akan pulih. Syok ini disebut
non-progresif atau compensated syok yang berarti refleks simpatis dan faktor lain mampu
mengkompensasi untuk mencegah kerusakan sistem lebih lanjut. Faktor yang menunjang
pemulihan dari syok moderat adalah semua mekanisme umpan balik negatip sistem
kardivaskuler yang mengembalikan curah jantung dan tekanan darah ke rentang normalnya,
antara lain:

1. Refleks baroreseptor, yang menimbulkan rangsangan simpatis kuat terhadap system


kardiovaskuler.
2. Respons iskemik SSP, yang menghasilkan rangsangan simpatis lebih kuat lagi daripada
refleks baroreseptor, tetapi mekanisme ini baru signifikan bila tekanan darah rata-rata
lebih rendah dari 50 mm Hg.
3. Reverse stress-relaxation reflex, yang menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah bila
terjadi penurunan volume darah sehingga volume yang tersisa dapat lebih adekuat
mengisi system sirkulasi.
4. Sistem Renin-Angiotensin, yang memicu konstriksi pembuluh darah arteri dan
menurunkan ekskresi air dan garam oleh ginjal. Keduanya dapat mencegah progresifitas
syok sirkulasi.
5. Pengeluaran vasopressin (ADH) oleh hipofisis posterior yang memicu vasokonstriksi
pembuluh darah arteri dan vena serta retensi air oleh ginjal.
6. Mekanisme-mekanisme kompensasi untuk mengembalikan volume darah ke rentang
normal, termasuk absorbsi air di traktur gastro intestinal, retensi air dan garam di ginjal,
serta peningkatan rasa haus.

Syok Sirkulasi Progresif


Mekanisme syok sirkulasi progresif ditandai oleh lingkaran setan kerusakan sistem
kardiovaskuler. Lingkaran ini dihasilkan dari umpan balik posotif yang lebih menekan curah
jantung sehingga syok makin progresif yang terdiri dari unsur utama:

Depresi jantung:

Bila penurunan tekanan darah sangat rendah, aliran darah koroner juga turun di bawah kebutuhan
perfusi miokardium. Penurunan perfusi akan melemahkan otot jantung dan selanjutnya makin
menurunkan curah jantung. Mekanisme ini membentuk lingkaran umpan balik positip sehingga
syok menjadi makin parah.

Faktor utama yang menentukan progresifitas syok adalah perkembangan kerusakan otot jantung.
Pada tahap awal faktor ini tidak terlalu berperan dalam menentukan kondisi penderita. Hal ini
disebabkan pada fase dini, kerusakan jantung belum parah, di samping adanya cadangan jantung
yang cukup besar (300 400 %). Pada fasa lanjut, kerusakan otot jantung menentukan
progresifitas syok menuju ke kematian.

Kegagalan pusat vasomotor

Pada tahap awal, refleks simpatis dapat mencegah / menunda kerasakan otot jantung dan
penurunan tekanan darah. Penurunan aliran darah ke pusat vasomotor pada syok sirkulasi dapat
menekan kerjanya sampai tidak berfungsi sama sekali. Untungnya, kegagalan pusat vasomotor
baru terjadi bila pada fase awal syok sirkulasi tekanan darah di bawah 30 mm Hg.

Hambatan aliran darah di pembuluh darah kecil

Pemicu hambatan aliran darah di pembuluh darah kecil adalah rendahnya perfusi jaringan
sehingga terjadi penumpukan sisa metabolisme. Zat sisa metabolisme menyebabkan aglutinasi
dan pembekuan darah sehingga menyumbat aliran darah di mirkovaskuler.

Peningkatan permiabilitas kapiler

Permiabilitas kapiler meningkat setelah beberapa jam mengalami hipoksia dan kekurangan
nutrisi. Peningkatan permiabilitas ini akan diikuti transudasi cairan plasma ke interstisiel.
Kondisi ini akan lebih mengurangi volume darah dengan akibat penurunan curah jantung yang
selanjutnya akan makin memperparah kondisi syok sirkulasi

Pelepasan toksin oleh jaringan iskemik

Syok sirkulasi memicu jaringan mengeluarkan zat toksin, antaralin histamine, serotonin, dan
enzim jaringan, yang akan lebih merusak sistem sirkulasi

Asidosis pada kondisi syok

Umpan balik positip dan lingkaran setan sebagai mekanisme dasar kerusakan sel secara
luas pada syok progresif.

Penyebab Syok Hipovolumik

Beberapa faktor penyebab syok hipovolumik yang sering dijumpai antara lain:

1. Kehilangan plasma:
2. Perdarahan
3. Obstruksi usus
4. Luka bakar yg luas.
5. Trauma
6. Dehidrasi
7. Hiperhidrosis
8. Diare
9. Ginjal nefrotik
10. Asupan cairan tidak adekuat
11. Gangguan korteks adrenal

Syok Neurogenik

Syok sirkulasi dapat terjadi tanpa dipicu oleh hilangnya darah. Kondisi ini dapat terjadi karena
peningkatan kapaitas vaskuler akibat hilangnya tonus vasomotor. Peningkatan kapasitas vaskuler
yang hebat, volume darah normalpun tidak mampu memenuhi system vaskuler secara adekuat.
Salah satu mekanisme utama syok ini adalah hilangnya tonus vaskuler seluruh tubuh
menyebabkan dilatasi vena, menurunnya tekanan pengisian, disusul penurunan aliran balik vena
dan akhirnya penurunan curah jantung

Beberapa faktor penyebab syok neurogenik adalah:

1. Anestesi umum yg dalam


2. Anestesi spinal
3. Kerusakan otak

Sinkop Vasovagal (Pingsan emosional):

Penurunan curah jantung & tekanan arteri

Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik adalah syok sirkulasi yang disebabkan rekasi antigen antibodi. Syok ini dapat
terjadi segera setelah antigen masuk ke sirkulasi darah individu yang sensitif. Mekanisme dasar
dari syok ini adalah pelepasan histamin atau histamine-like substance dari basofil atau mast cell
yang menyebabkan

1. Kenaikan kapasitas vaskuler (dilatasi)


2. Dilatasi arteriol
3. Kenaikan permiabilitas kapiler

Efek total dari ketiga faktor tersebut adalah penurunan curah jantung dan tekanan arteri yang
hebat sampai menyebabkan kematian dalam beberapa menit..

Syok Septik (Septic shock)

Syok septic adalah syok sirkulasi yang dipicu oleh infeksi bakteri yang menyebar ke seluruh
tubuh termasuk ke sirkulasi darah sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan yang sangat luas
termasuk system sirkulasi darah (bakteriemia). Syok septic ini sangat penting dipahami oleh
klinisi karena paling sering menjadi penyebab kematian di rumah sakit.

Penyebab syok septic yang sering dijumpai antara lain:


1. Peritonitis penyebaran dari uterus & tuba, terutama disebabkan penggunaan alat aborsi
yang kurang steril
2. Peritonitis karena ruptur usus yang mengalami infeksi maupun trauma terbuka
3. Septikemia, biasanya penyebaran infeksi (streptokokus atau stafilokokus) berasal dari
kulit
4. Gangren generalisata, terutama penyebaran bakteri penyebab gas gangrene
5. Sepsis yg berasal dari ginjal / traktus urinarius.

Gejala Klinis Syok Septik

1. Demam tinggi
2. Vasodilatasi umum, terutama di jaringan yang mengalami infeksi
3. Curah jantung tinggi yang dapat disebabkan oleh (a) dilatasi arteriol di daerah terinfeksi
akibat tingginya laju metabolisme; (b) vasodilatasi di sebagian besar tubuh akibat
penyebaran toksin yang disekresikan oleh bakteri; dan (c) peningkatan suhu tubuh.
4. Aliran darah melambat akibat aglutinasi darah sebagai respons terhadap kerusakan
jaringan
5. Koagulasi intravaskular yg tersebar (DIC)
6. Syok Endotoksin:

Penatalaksanaan Syok Fisiologis

Di samping mengatasi penyebab syok, penatalaksanaan syok sirkulasi dapat dilakukan


berdasarkan konsep patofisiologis antara lain:

1. Terapi penggantian:

Transfusi darah & plasma


Infus larutan dekstran

1. Obat simpatomimetik (hanya efektif untuk syok anafilaktik / neurogenik)


2. Posisi kepala di bawah
3. Terapi Oksigen
4. Obat Glukokortikoid

Henti Sirkulasi

Kondisi yang erat hubungannya dengan syok sirkulasi adalah henti sirkulasi (circulatory arrest)
yang ditandai berhentinya aliran darah di seluruh tubuh. Kondisi ini sering terjadi di meja operasi
sebagai akibat dari henti jantung atau fibrilasi ventrikel. Henti jantung sering terjadi akibat
kurang oksigen dalam campuran gas anestesi atau akibat depresan anestetik.

Dampak henti sirkulasi yang paling serius adalah terhadap otak. Henti sirkulasi terjadi lebih dari
5 8 menit akan menyebabkan beberapa derajat kerusakan otak permanent pada 50 % penderita.
Bila henti lebih dari 10 menit, dapat menyebabkan kerusakan otak serius yang permanent sampai
mengganggu fungsi kejiwaan penderita. Kerusakan otak pada henti sirkulasi terutama
disebabkan sumbatan permanent di pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) oleh bekuan darah
(blood clot) yang mengakibatkan iskhemia jangka panjang dan menjurus ke kematian.

Anda mungkin juga menyukai