Anda di halaman 1dari 5

BELLS PALSY

Bells palsy adalah kelumpuhan wajah sebelah yang timbul mendadak akibat lesi saraf
fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah yang khas. Dengan kata lain bells palsy
merupakan suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Adalah Sir Charles Bell seorang ilmuan
dari Skotlandia yang pertama kali menemukan penyakit ini pada abad ke-19.
Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi
menunjukkan bahwa bell's palsy bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat
dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih
sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca
dingin.
Banyak orang mengira bahwa bells palsy merupakan stroke, tetapi pada hakikatnya
bells palsy berbeda dengan serangan stroke. Yang menjadi pembeda paling mendasar
adalah pada bells palsy tidak disertai dengan kelemahan pada anggota gerak. Hal ini
disebabkan oleh letak kerusakan saraf yang berbeda. Pada serangan stroke saraf yang
rusak adalah pada saraf otak yang mengatur pergerakan salah satu sisi tubuh, termasuk
wajah. Sedangkan pada kasus bells palsy, kerusakan yang terjadi langsung pada saraf
yang mengurus persarafan wajah yaitu saraf fasialis.

Penyebab
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui secara pasti tetapi dapat diduga bahwa
penyebab dari penyakit ini adalah karena saraf yang mengendalikan otot wajah
membengkak, terinfeksi, atau mampat karena aliran darah berkurang. Umumnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
I) Kongenital (bawaan)
1. Anomali kongenital (sindroma Moebius)
2. Trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)
II) Dapatan
1. Trauma
2. Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
3. Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.)
4. Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
5. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.)
6. Sindroma paralisis saraf fasialis familial
Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan bell's palsy antara lain : sesudah
bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres,
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan
faktor genetik.

Patofisiologi terjadinya bell's palsy


Hingga kini mekanisme terjadinya bell's palsy belum ada pesesuaian pendapat. Teori
yang dianut saat ini yaitu teori vaskuler/pembuluh darah. Pada bell's palsy terjadi akibat
berkurangnya asupan darah ke saraf fasialis yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh
darah yang terletak antara saraf fasialis dan dinding kanalis fasialis. Sebab pelebaran
pembuluh darah ini bermacam-macam, antara lain : infeksi virus, proses imunologik dll.
Terjepitnya saraf fasialis di daerah foramen stilomastoideus, pada bells palsy bersifat
akut oleh karena foramen stilomastoideus merupakan Neuron Lesion bangunan tulang
keras. Kurangnya asupan darah yang terjadi menyebabkan gangguan mikrosirkulasi di
dalam saraf fasialis sehingga saraf kekurangan oksigen yang mengakibatkan gangguan
fungsi saraf fasialis .
Perubahan patologik yang ditemukan pada saraf fasialis sbb :
1)Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali udem
2)Terdapat demielinisasi atau degenerasi mielin.
3)Terdapat degenerasi akson
4)Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak
Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi atau strangulasi terhadap
saraf fasialis

Gejala dan Tanda Klinik


Karena saraf pada bagian wajah memiliki banyak fungsi dan kompleks, kerusakan atau
gangguan fungsi pada saraf tersebut dapat mengakibatkan banyak masalah. Penyakit ini
seringkali menimbulkan gejala-gejala klinis yang beragam akan tetapi gejala-gejala yang
sering terjadi yaitu wajah yang tidak simetris, kelopak mata tidak bisa menutup dengan
sempurna, gangguan pada pengecapan, serta sensasi mati rasa pada salah satu bagian
wajah. Pada kasus yang lain juga terkadang disertai dengan adanya hiperakusis (sensasi
pendengaran yang berlebihan), telinga berdenging, nyeri kepala dan perasaan melayang.
Hal tersebut terjadi mendadak dan mencapai puncaknya dalam dua hari. Keluhan yang
terjadi diawali dengan nyeri pada bagian telinga yang seringkali dianggap sebagai infeksi.
Selain itu masih ada gejala-gejala lain yang ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu, pada
awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok
gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Mulut tampak mencong terlebih saat meringis,
kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita menutup kelopak
matanya maka bola mata akan tampak berputar ke atas. Penderita tidak dapat bersiul atau
meniup, apabila berkumur maka air akan keluar ke sisi melalui sisi mulut yang lumpuh.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan menurut gejalanya. Bells palsy selalu mengenai satu sisi wajah,
kelemahannya tiba-tiba dan dapat melibatkan baik bagian atas atau bagian bawah wajah.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat
kerusakan saraf fasialis sbb:
1.Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)
Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi
rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan
jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan saraf fasialis irreversibel.
2.Uji konduksi saraf (nerve conduction test)
Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan
hantaran listrik pada saraf fasialis kiri dan kanan.
3.Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.
4.Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah, Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan
pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin
dan rasa pahit (pil kina).
Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan
stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik.
Gangguan rasa kecap pada bell's palsy menunjukkan letak lesi saraf fasialis setinggi
khorda timpani atau proksimalnya.
5.Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak
mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada
kertas filter, berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi saraf fasialis
setinggi ganglion genikulatum
Penyakit lain yang juga dapat menyebabkan kelumpuhan saraf wajah adalah:
- Tumor otak yang menekan saraf
- Kerusakan saraf wajah karena infeksi virus (misalnya sindroma Ramsay Hunt)
- Infeksi telinga tengah, sinus mastoideus
- Penyakit Lyme
- Patah tulang di dasar tengkorak.
Untuk membedakan bell's palsy dengan penyakit tersebut, bisa dilihat dari riwayat
penyakit, hasil pemeriksaan rontgen, CT scan atau MRI. Pada penyakit Lyme perlu
dilakukan pemeriksaan darah.

Terapi
Terapi pertama yang harus dilakukan adalah penjelasan kepada penderita bahwa penyakit
yang mereka derita bukanlah tanda stroke, hal ini menjadi penting karena penderita dapat
mengalami stress yang berat ketika terjadi salah pengertian.
1.Istirahat terutama pada keadaan akut
2.Medikamentosa
Selain itu, dari tinjauan terbaru menyimpulkan bahwa pemberian kortikosteroid dalam
tujuh hari pertama efektif untuk menangani Bells palsy. Pemberian sebaiknya selekas-
lekasnya terutama pada kasus bell's palsy yang secara elektrik menunjukkan denervasi.
Tujuannya untuk mengurangi udem dan mempercepat reinervasi. Dosis yang dianjurkan
3 mg/kg BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis diturunkan bertahap selama 2
minggu.
3.Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium
akut.
Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh.
3.a. Penanganan mata
Bagian mata juga harus mendapatkan perhatian khusus dan harus dijaga agar tetap
lembab, hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pelumas mata setiap jam
sepanjang hari dan salep mata harus digunakan setiap malam
3.b. Latihan wajah
Komponen lain yang tidak kalah pentingnya dalam optimalisasi terapi adalah latihan
wajah. Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari, akan tetapi kualitas latihan lebih
utama daripada kuantitasnya. Sehingga latihan wajan ini harus dilakukan sebaik
mungkin. Pada fase akut dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada
wajah, hal ini berguna mengingkatkan aliran darah pada otot-otot wajah. Kemudian
latihan dilanjutkan dengan gerakan-gerakan wajah tertentu yang dapat merangsang otak
untuk tetap memberi sinyal untuk menggerakkan otot-otot wajah. Sebaiknya latihan ini
dilakukan di depan cermin. Gerakan yang dapat dilakukan berupa:
-Tersenyum
-Mencucurkan mulut, kemudian bersiul
-Mengatupkan bibir
-Mengerutkan hidung
-Mengerutkan dahi
-Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk menarik sudut mulut secara manual
-Mengangkat alis secara manual dengan keempat jari
Setelah melakukan terapi tersebut sebagian penderita akan sembuh total dan sebagian
akan meninggalkan gejala sisa yang dapat berupa:
1. Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika nasolabialis lebih jelas terlihat
dibanding pada sisi yang sehat. Bagi pemeriksa yang belum berpengalaman mungkin
bagian yang sehat ini yang disangkanya lumpuh, sedangkan bagian yang lumpuh
disangkanya sehat.
2. Sinkinesia (associated movement)
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri, selalu timbul
gerakan bersama. Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka otot orbikularis orispun
akan akan ikut berkontraksi dan sudut mulut terngkat. Bila ia disuruh menggembungkan
pipi, kelopak mata ikut merapat.
3. Spasme spontan
Dalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut
juga tic facialis. akan tetapi tidak semua tic facialis merupakan gejala sisa dari Bells
palsy
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan
komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila :
1.Tidak terdapat penyembuhan spontan
2.Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone pada pemeriksaan elektrik
terdapat denervasi total.
Beberapa tindakan operatif yang dapat dikerjakan pada bell's palsy antara lain
dekompresi n. fasialis yaitu membuka kanalis fasialis pars piramidalis mulai dari foramen
stilomastoideum nerve graft operasi plastik untuk kosmetik (muscle sling, tarsoraphi).

PROGNOSIS
Sangat bergantung kepada derajat kerusakan saraf fasialis. Pada anak prognosis
umumnya baik oleh karena jarang terjadi denervasi total. Penyembuhan spontan terlihat
beberapa hari setelah onset penyakit dan pada anak 90% akan mengalami penyembuhan
tanpa gejala sisa.
Jika dengan prednison dan fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami penyembuhan,
besar kemungkinan akan terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot wajah, sinkinesis,
tik-fasialis dan sindrom air mata buaya.

RINGKASAN
Bells Palsy ialah kelumpuhan akut saraf fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya
dengan lokasi lesi pada kanalis fasialis. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia
dewasa dan jarang pada anak.
Diagnosis dapat ditegakkan secara klinik setelah penyebab yang jelas untuk lesi saraf
fasialis perifer disingkirkan. Terapi yang dianjurkan saat ini ialah pemberian prednison,
fisioterapi dan kalau perlu operasi.

Anda mungkin juga menyukai