Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SAINTIFIKASI JAMU

PROSES PASCA PANEN BAHAN JAMU BUAH LADA

Disusun oleh :
Eunike Apriliano 172211101064
Andra Dwi S 172211101065
Fathimatuzzahrah 172211101066
Muh. Agus M 172211101067
Nindi Dipamela Y 172211101068
Dini Syarifah 172211101070
Aini Zuhriyah 172211101071
Rizki Putri A 172211101072
Agka Enggar N. P 172211101073

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.
Indonesia menjadi salah satu negara penghasil rempah-rempah terbesar di dunia, salah
satunya adalah lada. Lada merupakan salah satu komoditas ekspor tradisional andalan
Indonesia, yang diperoleh dari buah tanaman lada black pepper (Piper nigrum L.).
Walaupun bukan tanaman asli Indonesia peranannya sangat besar di dalam
perekonomian nasional. Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir lada
(Piper nigrum L) terbesar di dunia dan sekitar 90% dari produksinya ditujukan untuk
ekspor (Usmiati dan Nurdjannah, 2007). Riwayatnya sebagai komoditas perdagangan
Indonesia pun sangat panjang karena tercatat sebagai produk pertama Indonesia yang
diperdagangkan ke Eropa melalui Arabia dan Persia (Wahid, 1996). Lada disebut juga
sebagai raja dalam kelompok rempah (King of Spices), karena merupakan komoditas
yang paling banyak diperdagangkan. Daerah sentra produksi utama lada adalah
Lampung dan Sumatra Selatan (Bangka-Belitung). Daerah-daerah lada lainnya adalah
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Selatan dan kini
komoditas lada di Indonesia telah berkembang di 24 provinsi.
Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae.
Tanaman Piper nigrum L. atau lebih dikenal sebagai lada dikenal masyarakat sebagai
bumbu dapur atau penambah rasa dan aroma makanan. Selain itu, lada juga dikenal
masyarakat sebagai obat herbal sebagai jamu untuk mengatasi perut kembung, tekanan
darah tinggi, sesak nafas dan peluruh keringat (Ditjen POM Depkes RI 2007).
Penggunaan obat herbal menunjukkan trend yang terus meningkat. Meningkatnya
popularitas dan adanya ekspansi pasar global obat herbal menjadikan faktor keamanan
sebagai salah satu isu penting saat ini. Salah satu penyebab naiknya penggunaan obat
herbal adalah adanya asumsi bahwa sesuatu yang alami pasti tidak berbahaya. Padahal,
penggunaan obat herbal belum tentu aman. Kualitas obat herbal yang tidak baik bias
menyebabkan berbagai efek bagi penggunanya. Penyebab rendahnya kualitas obat
herbal yang sering ditemui adalah penambahan bahan obat sintetik, penggunaan spesies
tanaman beracun, dosis yang tidak tepat, interaksi dengan obat konvensional, serta
tercemarnya obat herbal oleh senyawa berbahaya, seperti metabolit mikroorganisme,
partikel radiokatif, logam berat dan residu agrokimia (Kosalec dkk., 2009).
Sampai sekarang penanganan pascapanen lada hitam dan putih sebagai obat
herbal dilakukan ditingkat petani dengan menggunakan alat-alat yang sederhana dengan
metode yang dilakukan secara turun-temurun dengan kurang memperhatikan segi
kebersihan. Oleh karena hal tersebut produk lada yang dihasilkan sering terkontaminasi
baik oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan tetapi juga oleh kotoran-kotoran lain
seperti bahan tanaman, kotoran binatang dan sebagainya. Dengan makin sadarnya
konsumen akan kesehatan, peraturan lingkungan yang makin ketat, ketatnya kompetisi
diantara para pengusaha makanan dan perubahan pada struktur ekonomi global, tuntutan
industri rempah terhadap bahan baku dengan mutu yang tinggi serta aman makin tinggi.
Begitu pula halnya dengan lada, para konsumen lada menghendaki produk lada dengan
mutu yang tinggi dan aman untuk dikonsumsi. Karena itu perlu adanya perbaikan mutu
produk lada diantaranya dengan memperbaiki cara penanganan pascapanennya sebagai
obat herbal. Proses pascapanen buah lada terdiri dari pengumpulan bahan, sortasi basah,
pencucian, pengeringan, sortasi kering, kontrol kualitas, pengemasan, pelabelan dan
penyimpanan. Hal-hal tersebut akan berpengaruh pada mutu produk buah lada tersebut.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai proses pascapanen
bahan jamu buah lada terkait pengumpulan bahan sampai penyimpanan produk jamu
buah lada.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana proses pengumpulan bahan jamu buah lada?
1.2.2 Bagaimana proses sortasi basah jamu buah lada?
1.2.3 Bagaimana proses pencucian bahan jamu buah lada?
1.2.4 Bagaimana proses pengeringan bahan jamu buah lada?
1.2.5 Bagaimana proses sortasi kering bahan jamu buah lada?
1.2.6 Bagaimana proses kontrol kualitas bahan jamu buah lada?
1.2.7 Bagaimana proses pengemasan, pelabelan, dan penyimpanan bahan jamu
buah lada?
BAB II. ISI

2.1 Pengumpulan bahan


Tanaman lada dapat diperoleh di daerah Provinsi Lampung, Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat yang merupakan penghasil lada
terbesar. Buah lada dapat diperoleh dari budidaya buah lada. Budidaya buah lada dapat
dilakukan didaerah dengan ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Tanaman
buah lada perlu naungan dengan intensitas cahaya matahari 50%-75%. Selain itu, untuk
tumbuh, tanaman lada perlu rambatan menggunakan tiang hidup atau tajar.
Masa panen buah lada yaitu saat tanaman telah berumur tiga tahun, sedangkan
membutuhkan waktu tujuh hingga sembilan bulan sejak bunga keluar hingga buah
masak. Panen buah lada biasanya pada bulan Mei sampai dengan bulan September.
Buah lada dipanen ketika buah sudah masak atau sudah tua. Buah lada yang masih
muda berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi hijau tua. Buah lada yang sudah
masak akan ditandai dengan berubahnya warna buah menjadi kuning kemerah-merahan.
Perlu dipastikan pula jika buah lada ketika dipijit/dipencet mengeluarkan cairan putih
maka buah lada tersebut belum boleh dipetik.

2.2 Sortasi basah


Sortasi basah merupakan tahap yang perlu dilakukan karena bahan baku simplisia
harus benar dan murni, artinya berasal dari tanaman yang merupakan bahan baku
simplisia yang dimaksud, bukan dari tanaman lain. Dalam kaitannya dengan ini, perlu
dilakukan pemisahan dan pembuangan bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian
tumbuhan lain yang terikut. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh
tercampur dengan tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya serangga atau
bagiannya) (Emilan dkk, 2011).
Buah lada terdiri dari lada hitam dan lada putih. Proses sortasi basah lada hitam
dilakukan dengan cara perontokan yaitu pemisahan buah dari tangkainya yang
dilakukan sebagai berikut:
Untuk mempercepat perontokan atau pelepasan gagang buah lada atau
dompolan, maka buah lada yang baru dipetik ditumpuk pada lantai
beralas tikar dengan ketebalan tumpukan antara 30 cm sampai + 1 meter
selama 2 - 3 hari. Tumpukan tersebut biasanya ditutup dengan karung.

Lada dipisahkan dari dompolan atau gagang dengan menggunakan


saringan yang terbuat dari anyaman bambu dan ditempatkan agak tinggi
serta dibawahnya ditaruh suatu wadah atau tampah sebagai penampung
buah lada.

Tangkai atau gagang dari buah yang tertinggal pada saringan bambu
dipisahkan dan ditampung pada wadah khusus.

Pada lada putih sortasi basah terdiri dari proses perontokan, pengayakan,
perendaman dan pembersihan. Tahapan tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Tahap perontokan
Perontokan buah lada dilakukan mesin atau secar. Bila jumlah buah lada
yang dirontok berjumlah cukup banyak, direkomendasikan
menggunakan mesin perontok yang banyak tersedia dengan berbagai
tipe, perontokan dilakukan hati-hati supaya buah lada tidak rusak selama
proses ini, pastikan alat perontok benar- benar bersih sebelum
digunakan.

Perontokan dengan mesin dianjurkan supaya buah yang dirontok


langsung langsung direndam dalam air untuk mencegah perubahan
warna karena proses pencokletan.

b. Tahap pengayakan
Buah lada yang telah dorontok harus diayak untuk memisahkan biji buah
lada yang kecil tidak matang dan lada menir, dimana bahan-bahan
tersebut dapat mempengaruhi mutu lada hitam kering

Pengayakan dapat dilakukan menggunakan mesin atau secara manual,


dengan menggunakan pengayak 4 mm mesh, dimana buah lada melawati
lubang pengayak, lalu dipisahkan untuk dikeringkan di tempat yang
terpisah.
c. Tahap Perendaman
Buah lada masak yang baru dipetik dimasukkan dalam karung goni
direndam dalam bak yang airnya mengalir selama 7 - 10 hari atau rata-
rata 8 hari untuk melunakkan kulit buah supaya mudah terlepas dari biji.

Pada tahap ini perlu diperhatikan, bahwasannya air rendaman harus


bersih dan mengalir, agar dihasilkan lada yang baik (putih bersih).
Penggunaan air rendaman yang kotor dan tidak mengalir akan
menghasilkan lada putih yang kurang baik (kotor, warna abu-abu atau
kecoklatan).

d. Tahap pembersihan atau pencucian


Lada hasil rendaman, dikeluarkan dari karung dan dimasukkan dalam
tampah atau ember, lalu kulitnya dipisahkan dari biji dengan
menggunakan tangan.

Lada dimasukkan dalam karung atau bakul pada air mengalir sambil
digoyang-goyang supaya kulit hanyut atau terbuang ke luar.

Setelah biji bersih dari kulit dan tangkai buah, kemudian lada ditiriskan
sampai airnya tidak menetes lagi.

2.3 Pencucian
Tujuan dari tahapan pencucian yaitu:

2.1 Menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada bahan tanaman


2.2 Mengurangi kontaminan mikroba yang menyebabkan pembusukan pada bahan
tanaman
2.3 Menghilangkan residu pestisida.
2.3.1 Tahap perendaman
- Perendaman dapat dilakukan dalam karung atau keranjang, dalam air
yang mengalir atau kolam perendaman dan harus terendam sepenuhnya.
Perendaman yang dilakukan dalam air yang tidak mengalir, harus
dilakukan penggantian air paling tidak dua hari sekali.
- Karung harus dibalik-balik dari waktu ke waktu untuk menjamin proses
perendaman yang merata. Proses perendaman dilakukan sampai kulit
lunak untuk memudahkan proses pengupasan pada pemisahan kulit dari
biji. Perendaman dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat kalau
proses pengupasannya dilakukan dengan mesin.
2.3.2 Tahap pengupasan dan pencucian
- Pengupasan kulit lada setelah perendaman dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Pengupasan dapat dilakukan dengan mesin pengupas
setelah perendaman dalam waktu yang singkat/lebih pendek daripada
cara biasa. Selama proses perlu diperhatikan agar biji lada tidak rusak.
Yang paling baik pengupasan dilakukan di dalam air, atau dengan air
yang mengalir untuk mencegah perubahan warna esudah pengupasan, biji
lada harus dicuci dengan air yang bersih untuk menghilangkan sisa-sisa
kulit sebelum proses pengeringan.
2.3.3 Cara pencucian
Menggunakan air mengalir sehingga kotoran tidak menempel kembali

Perendaman berulang (daun, biji)

Penyemprotan untuk kotoran yang kuat melekat (batang, rimpang/umbi)

Penyikatan-sikat halus bagian yang sulit dibersihkan (rimpang/umbi)

2.3.4 Mesin pencuci


a. Perputaran airkerja rotor (bahan yang cukup keras: rimpang, umbi,
kulit, batang dan kayu)
Bahan dibenturkan ke dinding sehingga kotoran-kotoran yang melekat
kuat terlepaskan ke dalam air. Air kotor kemudian dibuang melewati
saluran pembuangan. Pencucian dapat dilakukan berulang untuk hasil
maksimal.

b. Mencuci dengan sistem bubble (bahan tanaman lunak: daun, bunga,


buah)
Gelembung udara dalam air melarutkan kotoran, pasir, dan insektisida.
2.4 Pengeringan
2.4.1 Lada hitam
Tahap pengeringan lada hitam dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu :
a. Alat pengering
Buah lada dikeringkan dengan alat pengering pada temperature dibawah
60 C, untuk mencegah kehilangan minyak atsiri dan dilakukan di
lingkungan yang bersih, bebas dari kontak dengan debu, kotoran, binatang
peliharaan dan/atau sumber-sumber lain yang dapat menyebabkan
kontaminasi. Lada hitam harus dikeringkan sampai dengan kadar air
dibawah 12% bila lada tersebut akan disimpan.
b. Penjemuran
Lada dapat dikeringkan dibawah sinar matahari, pada suatu wadah bersih
jauh diatas permukaan tanah. Daerah tempat pengeringan harus diberi
pagar atau terlindung dari hama atau binatang peliharaan. Pastikan bahwa
lada cukup kering untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh jamur
atau bahan-bahan kontaminan lainnya, khususnya bila tidak ada panas atau
sinar matahari.
c. Pengeringan dengan alat pengering dengan energi sinar matahari (Solar
drier)
Pengeringan dengan alat yang menggunakan sinar matahari sebagai
sumber panas dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan
dan melindungi biji lada dari debu dan benda-benda kontaminan lainnya.
Gambar 2.1 Contoh alat pengering energi sinar matahari (solar drier)
d. Pengering dengan menggunakan bahan bakar padat
Pengeringan dengan alat yang menggunakan potongan kayu, limbah
kelapa dan limbah kebun lainnya sebagai bahan bakar dapat digunakan
untuk mempercepat proses pengeringan dan mencegah terjadinya
kontaminasi.
2.4.2 Lada putih
a. Penjemuran
Lada sebaiknya dikeringkan dibawah sinar matahari untuk mendapatkan
warna putih kekuningan, pada suatu wadah bersih jauh diatas permukaan
tanah. Daerah tempat pengeringan harus diberi pagar atau terlindung dari
hama atau binatang peliharaan. Pastikan bahwa lada cukup kering, untuk
mencegah kerusakan yang disebabkan oleh jamur atau bahan-bahan
kontaminan lainnya, khususnya bila tidak ada panas atau sinar matahari.

Gambar 2.2 Pengeringan lada dengan cara penjemuran yang benar

b. Pengeringan dengan mesin pengering


Buah lada dapat dikeringkan dengan menggunakan alat pengering pada
temperature dibawah 60C, untuk mencegah kehilangan minyak atsiri.
Dilakukan di lingkungan yang bersih, bebas dari kontak dengan debu,
kotoran, binatang peliharaan dan/atau sumber-sumber lain yang dapat
menyebabkan kontaminasi. Lada putih harus dikeringkan sampai dengan
kadar air dibawah 12% bila lada tersebut akan disimpan.
c. Pengeringan dengan sinar matahari (solar drier)
Pengeringan dengan alat yang menggunakan sinar matahari sebagai
sumber panas dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan
dan melindungi biji lada dari debu dan banda-benda kontaminan lainnya
tanpa penambahan biaya yang nyata.
d. Pengeringan dengan menggunakan bahan bakar padat
Pengering dengan alat yang menggunakan potongan kayu, limbah kelapa
dan limbah kebun lainnya sebagai bahan bakar dapat digunakan untuk
mempercepat proses pengeringan dan mencegah terjadinya kontaminasi.
Perlu diperhatikan temperatur tidak lebih dari 60C dan tidak ada
kontaminasi dari asap.

2.5 Sortasi kering


Sortasi kering merupakan proses pemisahan simplisia dari benda asing. Sortasi
kering buah lada dilakukan setelah tahap pengeringan dengan menggunakan alat
tampah. Proses sortasi kering dengan tampah disebut juga menampi. Benda asing
seperti tanah, pasir, daun kering, ganggang, serat-serat dan dipisahkan dari buah lada
kualitas bagus pada proses ini. Proses sortasi kering harus dilakkukan dengan baik agar
simplisia yang dihasilkan memenuhi persyaratan standard mutu lada dimana kadar
benda asing yang ditolerir maksimal 1% (b/b). Secara visual, simplisia buah lada harus
bebas dari serangga hidup maupun mati serta bebas dari bagian-bagian yang berasal dari
binatang.
Gambar 2.3 alat tampi
Diversivikasi hasil lada juga dilakukan pada proses sortasi kering untuk
memisahkan lada enteng dari lada yang berkualitas bagus. Hal ini dilakukan juga untuk
memenuhi criteria buah lada yang sesuai standard yakni dengan kadar lada enteng
maksimal 2% (b/b). Buah lada enteng tentulah berbeda kualitasnya dengan buah lada
yang normal. Lada enteng merupakan hasil samping dari pengolahan lada yang
mempunyai bobot lebih ringan dari pada bobot normal, yang disebabkan karena dipetik
muda atau buah tidak normal tumbuhnya (Berat jenis 0,80 0,82) sehingga akan
mempengaruhi kadar kandungan kimia yang ada di dalamnya.

2.6 Kontrol kualitas


Kontrol kualitas merupakan usaha atau proses untuk menjaga kondisi
keteraturan mutu produk. Kontrol kualitas dilakukan mulai waktu penerimaan atau
pembelian bahan hingga menjadi produk. Dengan adanya kontrol kualitas maka
diharapkan akan didapat simplisia yang bermutu.
Contoh kontrol kualitas lada pada saat dipanen yaitu sebagai berikut:
a. Untuk lada hitam, yang dipetik adalah buah yang sudah tua. Diketahui dengan
memecahkan atau memencet/ memijit buah lada,bila keluar cairan putih maka
buah lada tersebut belum bisa dipetik.Biasanya dalam satu dompolan, terdiri atas
buah lada merah (2%), kuning (23%) dan hijau (75%).
b. Untuk lada putih, yang dipetik adalah buah yang sudah masak. Biasanya dalam
satu dompolan terdiri atas buah lada merah (18%), kuning (22%) dan hijau
(60%). Lada dianggap kering, bila dipijit memberikan suara menggeretak dan
pecah.
Setelah didapatkan lada yang sudah siap dipasarkan maka dilakukanlah
standarisasi mutu hasil yang disesuaikan dengan standar mutu nasional (SNI). Petani
dituntuk untuk memenuhi standar mutu ISO 9000, ISO 14000, HACCP dan SPS, agar
mampu bersaing di pasar negara maju.
Berdasarkan mutu standard lada yang dikeluarkan BSN terdapat 2 (dua) standard
mutu, yaitu:
1. Standar Mutu Lada Putih (SNI 01-0004-1995)
a. Syarat Umum
- Dari segi kebersihan dan secara visual, biji lada bebas dari serangga hidup
maupun mati serta bebas dari bagian-bagian yang berasal dari binatang.
- Lada berwarna putih kekuning-kuningan sampai putih keabu-abuan/ putih
kecoklatcoklatan
2. Spesifikasi persyaratan mutu lada putih

3. Standar Mutu Lada Hitam (SNI 01-0005-1995)


a. Syarat Umum
- Dari segi kebersihan dan secara visual, biji lada bebas dari serangga hidup
maupun mati serta bebas dari bagian-bagian yang berasal dari binatang
4. Spesifikasi persyaratan mutu lada hitam

2.7 Pengemasan, pelabelan, dan penyimpanan


2.7.1 Pengemasan
Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan/atau membungkus produk
dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan
faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan.
Secara umum tujuan utama dari pengemasan adalah :
a. Mengumpulkan hasil produk dalam suatu unit sesuai pemanfaatannya;
b. Menyimpan produk secara aman agar terhindar dari pencemaran atau
kotoran;
c. Melindungi produk dalam perjalanan/transportasi, pemasaran maupun
penyimpanan;
d. Mempermudah pengangkutan atau pemindahan produk dari satu tempat ke
tempat lain;
e. Pengemasan sebaiknya dilakukan sesuai grading produk dan diletakkan
secara terpisah;
f. Memudahkan pengontrolan produk.
Persyaratan pengemasan lada hitam dan putih antara lain:
a. Lada kering yang sudah bersih harus dikemas dalam kantong yang bersih
dan kering atau kemasan lain yang cocok untuk penyimpanan dan
pengangkutan.
b. Harus benar-benar diperhatikan bahwa lada tidak terkontaminasi karena
penggunaan kantong yang sebelumnya telah dipergunakan untuk pupuk,
bahan kimia pertanian atau bahan-bahan lainnya.
c. Lada yang sudah cukup kering, (kadar air dibawah 12%) dapat dikemas
didalam kantong yang dilapisi polietilene untuk mencegah penyerapan air.
d. Kantong harus benar-benar bersih dan bila perlu dilakukan pemeriksaan
secara seksama untuk memastikan bahwa kantong tersebut bebas dari debu
atau benda-benda asing.
e. Tidak ada perlakuan yang berbeda pada proses pengemasan antara lada
hitam dan lada putih
2.7.2 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan untuk mengamankan dan memperpanjang
masa penggunaan produk. Penyimpanan dilakukan pada ruang dengan suhu,
tekanan dan kelembaban udara tertentu sesuai dengan sifat dan karakteristik
tanaman.
a. Lada harus disimpan di tempat yang bersih, kering, dengan ventilasi udara
yang cukup, diatas balebale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yang
bebas dari hama seperti tikus dan serangga.
b. Lada tidak boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau
pupuk yang mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat
penyimpanan lada harus mempunyai ventilasi yang cukup tetapi bebas dari
kelembaban yang tinggi.
c. Lada kering yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk mendeteksi
adanya gejala kerusakan karena hama atau kontaminasi.
d. Karung atau wadah tersebut kemudian disimpan diruangan penyimpanan
yang kering dan tidak lembab (70%), dengan diberi alas dari bambu atau
kayu setinggi 15 cm dari permukaan lantai sehingga bagian bawah karung
tidak berhubungan langsung dengan lantai.
e. Tidak ada perlakuan yang berbeda pada proses penyimpanan antara lada
hitam dan lada putih
2.7.3 Pelabelan
Pelabelan merupakan kegiatan untuk memberikan label pada kemasan untuk
mengetahui isi kemasan. Tujuan pelabelan yaitu untuk memudahkan identifikasi
produk dan trace ability (daya telusur) demi keamanan serta melindungi produk
yang dikemas.
Label harus berisi informasi tentang:
- Nama bahan,
- Bagian dari tanaman bahan yang digunakan,
- Tanggal pengemasan,
- Nomor/kode produksi,
- Nama/alamat penghasil,
- Berat bersih, dan
- Metode penyimpanan.
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Proses pasca panen jamu buah lada meliputi beberapa tahap yaitu, pengumpulan
bahan, sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering, kontrol kualitas,
pengemasan, pelabelan, dan penyimpanan.
2. Pengumpulan bahan buah lada dilakukan dengan cara memanen buah lada yang
sudah masak dengan ditandai berubahnya warna buah menjadi kuning kemerah-
merahan.
3. Sortasi basah pada lada hitam dilakukan dengan cara perontokan yaitu
pemisahan buah dari tangkainya, sedangkan pada lada putih terdiri dari proses
perontokan, pengayakan, perendaman dan pembersihan.
4. Proses pencucian memiliki beberapa tujuan yaitu, menghilangkan kotoran-
kotoran yang melekat pada bahan tanaman, mengurangi kontaminan mikroba
yang menyebabkan pembusukan pada bahan tanaman, dan menghilangkan
residu pestisida.
5. Pengeringan buah lada dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu, menggunakan alat
pengering, metode penjemuran, pengeringan dengan alat pengering dengan
energi sinar matahari (solar drier), dan pengering dengan menggunakan bahan
bakar padat.
6. Sortasi kering merupakan proses pemisahan simplisia dari benda asing. Sortasi
kering buah lada dilakukan setelah tahap pengeringan dengan menggunakan alat
tampah.
7. Kontrol kualitas merupakan usaha atau proses untuk menjaga kondisi
keteraturan mutu produk.
8. Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan/atau membungkus produk
dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan
faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pascapanen Dan Pembinaan Usaha Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Lada.
Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.

Emilan, T., A. Kurnia, B. Utami, L. N. Diyani, A. Maulana. 2001. Konsep Herbal


Indonesia: Pemastian Mutu Produk Herbal. Depok: Universitas Indonesia Press.

Manohara, D. & Wahyuno D. 2013. Pedoman Budidaya Merica. Pepper cultivation


guide. Bogor, Indonesia: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southest Asia
Regional Program.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen


Tanaman Obat. Kementerian pertanian Direktorat Budidaya dan Pascapanen
Sayuran dan Tanaman Obat.

Siswanto, Y.,W. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat. Jakarta: Penebar
Swadaya

Anda mungkin juga menyukai