Anda di halaman 1dari 23

DISIPLIN ILMU RADIOLOGI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2017


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PNEUMOMEDIASTINUM

Oleh :
Muh. Fadhil A.R
111 2016 2118

Pembimbing Supervisor:
dr. Rahmayanti Arief, Sp.Rad.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Muh. Fadhil A.R (111 2016 2118)
Judul Refarat : Pneumomediastinum
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Makassar, Oktober 2017

Mengetahui,
Supervisor

dr. Rahmayanti Arief, Sp.Rad.


BAB I

PENDAHULUAN

Pneumomediastinum didefinisikan sebagai adanya udara pada ruangan


mediastinum. Pneumomediastinum juga dikenal dengan istilah emfisema
mediastinum. Pneumomediastinum dapat terjadi secara spontan maupun akibat
sekunder dari trauma toraks dan iatrogenik (prosedur endobronkial atau esofageal,
ventilasi mekanik, bedah toraks dan berbagai prosedur invasif lainnya).1,2

Gejala klinis yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat, diantaranya
nyeri dada, sesak nafas, nyeri tenggorokan, disfagia, dan demam. Gejala tersebut
bersifat tidak spesifik, sehingga pneumomediastinum kadangkala terlewatkan
pada saat penegakan diagnosis.

Diagnosis pneumomediastinum biasanya pertama kali ditegakkan melalui


foto toraks. Pemeriksaan foto toraks merupakan pemeriksaan radiologi sederhana
yang dapat menggambarkan adanya udara di dalam ruang mediastinum.
Kadangkala temuan pneumomediastinum tidak sengaja terlihat pada foto toraks.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Pneumomediastinum dikenal juga dengan istilah emfisema mediastinum


didefinisikan sebagai adanya udara pada ruangan mediastinum.
Pneumomediastinum pertama kali dijelaskan oleh Laennec pada tahun 1819
sebagai akibat dari cedera trauma toraks.1

B. ANATOMI

Toraks (dada) adalah daerah tubuh yang terletak diantara leher dan
abdomen. Toraks terdiri dari dinding toraks dan kavum toraks (rongga dada).
Dinding toraks tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk
dinding toraks adalah kosta, kolumna vertebralis torakalis, sternum, klavikula dan
skapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding toraks adalah otot serta
pembuluh darah, terutama pembuluh darah interkostalis dan thorakalis interna
(gambar 1).3,4

Gambar 1. Anatomi toraks. a. Dinding toraks dibentuk oleh tulang kosta, sternum, clavikula,
scapula dan columna vertebralis. Gambar b. Tampak mediastinum merupakan ruang yang berada
di antara kedua paru-paru.
Dasar toraks dibentuk oleh otot-otot diafragma yang dipersarafi nervus
frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk tempat berjalannya aorta, vena
kava inferior serta esophagus. Diafragma bagian muskuler perifer berasal dari
bagian bawah kosta ke-enam dan kartilago kosta, dari vertebra lumbalis dan dari
lengkung lumbosacral, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral.4

Kavum toraks dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu : rongga dada kanan
(kavum pleura kanan), rongga dada kiri (kavum pleura kiri) dan rongga dada
tengah (mediastinum). Rongga dada kanan dan kiri berisi paru-paru, dimana paru
kanan terdiri dari tiga lobus (superior, medius dan inferior) dan paru kiri terdiri
dari dua lobus (superior dan inferior). Rongga ini dibatasi oleh pleura viseralis
yaitu selaput paru yang melekat pada paru-paru, dan pleura parietalis yaitu selaput
paru yang melekat pada dinding dada. Pleura viseralis dan parietalis kemudian
bersatu membentuk suatu rongga yang disebut rongga pleura (kavum pleura).3,4

Mediastinum merupakan rongga yang terletak diantara kedua paru.


Mediastinum menghubungkan ruang submandibular, ruang retropharingeal dan
berbagai pembuluh darah. Mediastinum juga menghubungkan retroperitoneum
dan diafragma, melalui jalur sternokostal, permukaan periaorta dan perioesofageal
(gambar 2).3 Secara anatomi rongga mediastinum beserta isinya dibagi menjadi
mediastinum superior dan inferior. Mediastinum inferior selanjutnya dibagi
menjadi tiga ruangan yaitu mediastinum anterior, media dan posterior.3,4
Gambar 2. Pembagian anatomis rongga mediastinum. Terbagi atas 4 ruang, Mediastinum Superior,
Inferior (Anterior, Medius, dan Posterior)

Struktur mediastinum superior terdiri dari otot toraks sternohioideus dan


sternothiroideus, bagian bawah colli longus, arkus aorta, arteri dan vena
innominata, sebagian arteri karotis, arteri subklavia kiri dan vena kava superior,
vena interkostal bagian superior, nervus vagus, dan nervus rekuren kiri, trakea,
esophagus serta duktus torasik, sisa dari kelenjar timus dan beberapa kelenjar
getah bening.3,4

Mediastinum anterior terdiri atas jaringan longgar areolar, pembuluh limfe


yang berasal dari hepar, kelenjar getah bening mediastinum dan cabang-cabang
arteri mammaria interna serta dua kantung pleura yang saling berdekatan satu
sama lainnya dengan sternum bagian posterior.4

Mediastinum media disusun oleh jantung dan perikardium, selain itu


mediastinum media juga berisi nervus frenikus, aorta asendens, bagian bawah
vena kava superior dengan awal cabang vena azigos, bifurkasio trakea, dan kedua
bronkus, kedua cabang arteri pulmonalis, dan beberapa kelenjar getah bening
yang berdampingan dengan trakea dan bronkus.3
Mediastinum posterior berisi bagian tengah aorta desenden, vena azigos
dan hemiazigos, nervus vagus dan splanknikus, esofagus, duktus torasikus, dan
beberapa kelenjar getah bening.3

Biasanya organ mediastinum dapat bergerak, sesuai perubahan posisi dan


perubahan volume didalam rongga toraks. Perubahan bentuk mediastinum juga
dipengaruhi pada saat inspirasi dan ekspirasi.2

C. EPIDEMIOLOGI

Penelitian oleh Stack (1996) tentang pneumomediastinum yang terjadi pada


penderita asma, pasien laki-laki lebih mendominasi prevalensi
pneumomediastinum. Penelitian Damore (1991) melaporkan ada 29 kasus
pneumomediastinum yang berlangsung selama periode 10 tahun yang tidak
berhubungan dengan trauma, intubasi atau prosedur bedah, melaporkan bahwa
69% dari pasien ini adalah laki-laki.5 Pneumomediastinum oleh sebab traumatik
lebih banyak terjadi pada laki-laki, hal ini mencerminkan kecenderungan aktivitas
akan meningkatkan resiko terjadinya barotrauma, seperti menyelam atau sering
melakukan pekerjaan yang menahan nafas (misalnya aktivitas atletik atau angkat
berat). Keadaan tersebut dapat menyebabkan pneumomediastinum.11

Pasien dengan pneumomediastinum yang disebabkan karena ruptur alveolar


yang terjadi secara spontan, biasanya ditemukan pada pasien usia muda dan
mempunyai riwayat asma, batuk berat atau muntah-muntah.12

D. PATOFISIOLOGI

Penyebab terjadinya pneumomediastinum berasal dari intratoraks maupun


ekstratoraks. Penyebab yang berasal dari intratoraks antara lain ruptur alveolar,
laserasi cabang trakeobronkial, ruptur bleb, keadaan yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrapulmoner dan penyakit paru konstruktif, seperti asma,
batuk yang keras, muntah-muntah. Penyebab pneumomediastinum yang berasal
dari ekstratoraks antara lain berasal dari trauma wajah, cedera laring, tindakan
trakeostomi, dari retroperitoneum (misalnya dari lubang divertikulum atau ulkus
duodenum), atau dari dinding dada (emfisema subkutis disekitar drain
trakeostomi). Selain itu, pneumomediastinum juga dapat terjadi pada kasus trauma
tusuk dan trauma tumpul yang menyebabkan sindrom kebocoran udara.5,6,7

Penyebab Pneumomediastinum Kondisi Yang Mendasari Sumber Kondisi Yang Mendasari


Asma, benda asing, laringitis akut obstruktif, stenosis
Obstruksi jalan nafas
kongenital
Ventilasi mekanik Anestesi umum, ekspirasi tenanan positif
Taruma thoraks Trauma tumpul, trauma tembus
Ruptur alveolar oleh karena
Manuver pernafasan dalam Aktifitas berat, asidosis (pernafasan Kussmaul)
peningkatan tekanan alveolar
Angkat berat, manuver Heimlich, defekasi, partus,
Manuver Valsava
inhalasi mariyuana atau kokain
Muntah ketoasidosis diabetik, anoreksia nervosa
Perubahan tekanan atmosfer Penyakit Caisson, perubahan ketinggian tiba-tiba
Infeksi -
Aspirasi -
Ruptur alveolar oleh karena penyakit
ARDS -
alveolar
Emphysema -
Interstisisal lung disease Sarcoidosis, silikosis
Trauma -
Jejas Tracheobronkial Instrumentasi Biopsi bronkoskopi
Neoplasma trakeal atau bronkial -
Muntah -
Jejas Iatrogenik -
Perforasi Oesophagus
Trauma (tembus) -
Neoplasma -
Perforasi nasopharynx Intubasi traumatik
Jejas Kepala dan Leher atau fraktur wajah atau pembedahan -
Pembedahan Prosedur dental -
Pembedahan Leher Bedah tiroid, bedah tonsil, trakeostomi
Perforasi gaster dan ulkus -
Diverticulitis -
Jejas Abdomen atau retroperitonial
Hernia -
atau pembedahan
Trauma -
Pembedahan rektosigmoid -

Tabel 1. Penyebab terjadinya pneumomediastinum.6

Efek Macklin pertama kali diterangkan pada tahun 1939, merupakan suatu
kondisi yang bisa menjelaskan terjadinya berbagai kasus pneumomediastinum.
Proses ini dimulai dengan trauma tumpul dada, kemudian terjadi ruptur alveolar,
setelah itu udara akan menjalar sepanjang cabang bronkovaskular dan akhirnya
akan mencapai mediastinum.8,9

Jalur udara ini tak hanya terjadi pada mediastinum, udara tersebut juga dapat
menyebar ke jaringan lain dan menyebabkan pneumoperitoneum dan
pneumoretroperitoneum jika berlanjut ke peritoneum, pneumoperikardium jika
berlanjut ke perikardium, pneumotoraks jika udara tersebut ke kavum pleura dan
emphysema subkutan, jika udara tersebut masuk kedalam subkutis.9,10

Kegiatan olahraga berat, seperti menyelam, terbang, memainkan alat tiup


dan melahirkan juga merupakan faktor risiko potensial. Teknik pernapasan yang
tidak benar selama latihan angkat berat dapat meningkatkan tekanan intratoraks
dan resiko pneumomediastinum. Disini dokter dan pelatih harus bekerja sama
untuk memberikan petunjuk pada atletnya mengenai teknik pernapasan yang tepat
selama melakukan olahraga angkat berat.7

E. DIAGNOSIS
1) Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Gejala klinis yang biasanya menyertai pada pasien dengan


pneumomediastinum adalah nyeri dada akut (50-90%), dengan ciri khas nyeri
retrosternal ringan-berat pada saat inspirasi dengan atau tanpa penjalaran ke leher
dan lengan. Gejala lainnya adalah sesak nafas, demam (pada kasus infeksi), nyeri
tenggorokan, batuk, disfagia, nyeri abdomen bagian atas dan muntah-muntah.6

Gejala demam dan leukositosis tanpa adanya penyakit infeksi kadangkala


ditemukan pada pasien pneumomediastinum, sehingga klinisi akan sulit
membedakannya dari mediastinitis.12

Pemeriksaan fisik pasien ditemui emfisema subkutis, yaitu adanya udara


pada subkutis. Hamman sign merupakan tanda patognomik pneumomediastinum,
berupa krepitasi pada prekardial fase sistol (cruching sound). Tanda ini terdengar
jelas pa da posisi dekubitus lateral kiri yang disertai melemahnya bunyi
jantung.9,10

2) Pemeriksaan Radilogi

Pneumomediastinum pada foto toraks terlihat sebagai garis lusensi multipel yang
memberikan batas pada struktur mediastinum. Garis lusensi ini dapat meluas
menggambarkan udara yang terjebak di jaringan leher dan dinding dada. Berikut
adalah gambaran pneumomediastinum yang terlihat melalui pemeriksaan foto
toraks.

1. Spinnaker sail sign

Spinnaker sail sign merupakan tanda adanya udara di mediastinum yang


terlihat pada foto toraks neonatus. Istilah ini merujuk pada gambaran timus yang
terlihat jelas dibatasi oleh udara, kedua lobus timus terdotong ke arah lateral dan
terlihat sebagai elevasi timus yang menyerupai gambaran layar.6,13

Spinnaker sail sign (gambar 3) sering terjadi pada pneumomediastinum


anterior spontan dan biasanya dapat sembuh sendiri tanpa perlu pengobatan
spesifik.6

Gambar 3. a. CXR neonatus menunjukkan Spinnaker sign, tampak thymus dibatasi oleh udara
pada mediastinum, lobus thymus bergeser ke arah lateral. Gambar b. Gambaran thymus
neonatus normal.

2. Ring around the artery sign


Ring around the artery sign adalah gambaran udara yang mengelilingi arteri
pulmonalis atau salah satu dari cabang utamanya, yang menghasilkan gambaran
menyerupai cincin lusen di sekeliling arteri pulmonalis, terutama pada saat udara
mengelilingi segmen intramediastinal dari arteri pulmonalis kanan.6,10
Ring around the artery sign dapat dilihat pada foto proyeksi lateral, terlihat
sebagai lusensi disekitar atau di sekeliling arteri pulmonalis kanan (gambar 4).6
Gambar 4. Lateral CXR, menunjukkan udara di sekeliling arteri pulmoner kanan. Tampak
juga udara bebas berada di anterior pericardium (pneumoprecardium).

3. Tubular artery sign


Tubular artery sign adalah adanya udara yang berdekatan dengan cabang
utama dari aorta dan mengambarkan kedua sisi pembuluh darah. Udara pada
mediastinum akan membentuk outline pada lateral arteri utama pulmo dan arkus
aorta, dimana pleural line ini dibentuk dari kedua pleura parietal mediastinum dan
pleura viseral (gambar 5, 6 dan 7).6,10

Gambar 5. Foto toraks AP menunjukkan udara disepanjang permukaan dalam pleura mediastinal,
yang menunjukkan aortic knob, batas kiri jantung (panah hitam) dan Vena cava superior (kepala
panah hitam). Tampak udara mengelilingi pembuluh darah brachiocephalica membentuk
gambaran tubular vessel sign.

Gambar 6. Radiografi toraks lateral menunjukkan udara yang mengelilingi pembuluh darah
brachiosepalica (kepala panah hitam). Garis lusen terlihat juga di jaringan lunak prespinal (panah
putih). Tampak juga gambaran ring around the artery sign (kepala panah putih).

Gambar 7. Gambar axial CT Scan menunjukkan udara mengelilingi aorta desenden (kepala panah
hitam), vena azygos (panah putih), esofagus (panah hitam), dan bagian depan tulang belakang (dua
panah hitam).
4. Double bronchial wall sign
Double bronchial wall sign adalah adanya udara pada medistinum di daerah
sekitar bronkus, sehingga memperjelas dan menegaskan kedua sisi dari bronkus
(gambar 8).10

Gambar 8. Pasien 35thn dengan status asmatikus, pada foto AP terlihat adanya udara di
mediastinum dan main bronkus kiri, yang tervisualisasi dengan terlihatnya kedua sisi dari
dinding bronkus.

5. Continuous diaphragma sign


Continuous diaphragma sign adalah adanya udara pada mediastinum yang
membentuk batas pada permukaan superior diafragma dan tampak memisahkan
diafragma dari jantung.6,10
Continuous diaphragm sign (gambar 9) merupakan tanda yang sering
ditemukan pada pneumomediastinum, dimana tanda ini dapat terlihat pada foto
AP/PA ketika udara pada mediastinum memisahkan jantung dan permukaan
superior diafragma yang dapat dilihat baik itu pada posisi berdiri (erect) maupun
terlentang (supine).6
Gambar 9. Pneumomediastinum pada pasien 18 tahun dengan serangan asma akut. Pada proyeksi
lateral didapatkan adanya continuous diaphragm sign.

6. Extrapleural sign
Extrapleural sign adalah adanya udara pada mediastinum yang
menyebabkan area lusensi pada daerah diluar pleura, biasanya pada tepi lateral
aorta descenden (gambar 10).5
Extrapleural sign juga dapat membentuk kantong radiolusen yang
merupakan tanda adanya udara bebas pada pleura parietal dan diafragma serta
bagian posterior ke kubah hemidifragma. Pada keadaan-keadaan seperti ini, udara
tersebut dapat menghilang spontan dalam 10 hari.18
Gambar 10. Pasien wanita 26 thn dengan ruptur esofagus. Pada proyeksi AP terlihat area
lusensi linier paralel dari aorta desenden yang memperlihatkan adanya udara pada
mediastinum. (panah hitam). Udara tersebut kemungkinan berada pada ligamen pulmo.
Disini juga terlihat adanya udara pada pleura kiri (panah putih).

7. Naclerios V sign
Naclerios V sign dapat terlihat pada foto toraks frontal membentuk
gambaran lusensi udara berbentuk huruf 'V' di daerah kiri bawah mediastinum.
Tanda ini dibentuk oleh udara di mediastinum yang memberi batas batas lateral
kiri bawah mediastinum dan dibentuk oleh udara yang ada di pleura paietal dan
bagian medial hemidiafragma kiri. Biasanya tanda ini terdapat pada kasus ruptur
esofagus, dimana udara masuk ke mediastinum dari esofagus yang pecah.
Adanya tanda Naclerios V sign pada foto thorak (gambar 11) dapat
memberikan petunjuk sebagai tanda awal dari adanya ruptur esophagus. Tanda ini
juga bisa merupakan komplikasi pada pemeriksaan endoskopik, dimana hal
tersebut terdapat pada 1 dari 1000 kasus pasien dengan pemeriksaan endoskopik.19
Gambar 11. Gambar CXR menunjukkan pneumomediastinum membentuk gambaran Naclerios V
sign (panah). Menggunakan bahan kontras Iopamidol tampak jelas extra pasase kontras
F. PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSIS

Drainase perkutaneus merupakan tindakan pertolongan pertama bila terjadi


tension pneumomediastinum (keadaan dimana udara terperangkap didalam
mediastinum dan tidak dapat keluar lagi). Tindakan ini sangat penting dilakukan
untuk mengatasi penurunan tekanan balik vena.7

Prognosis pneumomediastinum diketahui cukup baik, pada pasien yang


stabil cukup diterapi dengan istirahat total dan pemberian analgetik. Morbiditas
atau mortalitas pasien dengan pneumomediastinum biasanya disebabkan bukan
oleh karena pneumediastinumnya, melainkan sebab lain yang mendasari
terjadinya pneumomediastinum.6

Komplikasi pneumomediastinum terjadi bila udara di dalam ruang


mediastinum tidak dapat diresorpsi secara sempurna. Komplikasi
pneumomediastinum antara lain: a. Tension pneumomediastinum, menyebabkan
kompresi pada pembuluh darah vena besar, sehingga terjadi penurunan venous
return dan berakibat terjadinya hipotensi; b. Mediastinitis, infeksi pada ruang
mediastinum. Mediastinitis bisa diakibatkan oleh muntah yang masif dan frekuen,
dikenal dengan sindrom Boerhaave.2
G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding kelainan pneumomediastinum antara lain:


pneumotoraks, pneumoperikardium dan Mach band effect.5,6

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga


pleura. Udara dalam rongga pleura akan menimbulkan penekanan terhadap paru
sehingga paru tidak dapat mengembang dengan maksimal. Pneumotoraks dapat
terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan bersifat
primer dan sekunder. Pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non
iatrogenik.14

Diagnosis pneumotoraks ditegakkan melalui pemeriksaan foto toraks


dengan menunjukkan batas luar pleura viseral dan paru (disebut juga dengan garis
pleura/pleural line) yang terpisah dari pleura parietal oleh adanya lusensi udara
tanpa adanya pembuluh darah pulmoner.15

Gambar 12. Pneumotoraks luas di sisi kanan toraks, muncul dari adanya ruptur bleb subpleural.

Pneumoperikardium merupakan suatu kondisi kegawat daruratan yang


jarang ditemui dan seharusnya kita perhatikan. Pneumoperikardium diartikan
sebagai keadaan terkumpulnya udara pada ruangan perikardium.
Pneumoperikardium pertama sekali dideskripsikan oleh Bricheteau pada tahun
1844. Pneumoperikardium kebanyakan disebabkan oleh trauma tumpul, trauma
tembus dada dan barotrauma. Penyebab lainnya yang pernah dilaporkan antara
lain akibat tindakan prosedur invasif, fistula perikardial dan infeksi perikardial.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah tamponade kordis, yang bisa
mengancam nyawa. Mortalitas oleh sebab tamponade kordis kurang lebih 50%
dari keseluruhan kasus.16

Gejala-gejala pneumoperikardium termasuk sesak nafas, sianosis, nyeri


dada, palpitasi dan nyeri yang menjalar ke bahu atau punggung. Pemeriksaan
radiografi menunjukkan garis radiolusen di sebagian atau seluruh batas jantung,
disebut juga halo sign (gambar 12). Gambaran continuous left hemidiaphragm/
subcardiac sign juga merupakan tanda pneumoperikardium (gambar 13).16

Gambar 13. Pneumopericardium tampak sebagai garis lengkung lusen yang memberikan
gambaran batas jantung yang jelas. Udara tersebut tidak menyebar diantara pembuluh darah besar,
namun terperangkap di kantung pericardum.
Gambar 14. Garis lusen tipis di batas bawah jantung menunjukkan adanya suatu
pneumopericardium.

Gambar 15. Pneumopericardium pada pasien dengan respiratory distress syndrome. A. Pada foto
AP menunjukkan adanya gambaran broad band yang mengelilingi jantung (hallo sign) dan
membentuk dome shape antara pericardium dan aorta asenden, arteri pulmonalis dan vena cava
superior. B. Diagram hubungan batas atas pneumopericardium dengan pembuluh darah besar.

Pneumomediastinum dapat dibedakan dengan mach band effect. Mach


band effect adalah ilusi optikal yang terdiri atas dua gambar pita yang lebar, satu
pita putih dan satunya hitam, dipisahkan oleh garis tipis dengan gradasi warna
terang ke gelap. Mach band effect tampak sebagai area lusen yang membatasi
sebuah struktur yang berbentuk cembung (contohnya batas lateral jantung). Pada
mach band effect tidak terdapat adanya garis opak, sedangkan pada
pneumomediastinum biasanya terlihat jelas (gambar 15).6

Gambar 16. Mach band terlihat jelas memberikan batas kanan jantung (tanda panah).
BAB III
SIMPULAN

Pemeriksaan foto toraks konvensional menjadi modalitas pencitraan utama


untuk penegakan pneumomediastinum. Gambaran pneumomediastinum dengan
pemeriksaan foto toraks meliputi spinnaker sail sign, pneumoprekardium, ring
around the artery sign, continuous diaphragma sign, tubular artery sign, double
bronchial wall sign, extrapleural sign, dan Naclerios V sign.

Pneumomediastinum dapat menyerupai pneumotoraks maupun


pneumopericardium, tetapi dengan menganalisa distribusi udara dan tanda-tanda
radiologis yang menyertai biasanya dapat membedakan ketiga entitas ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Grainger RG, Allison DJ, Adam A. Pneumomediastinum. In:


Diagnostic Radiology a Text Book of Medical Imaging. 5th edition.
Churchil Livingstone; 2008. pp 554.

2. Caeceres M, Ali SZ, Braud R. Spontaneus Pneumomediastinum: A


Comparative study and Review of The Literature. Ann Thorac Surgeon,
2008; 86: 962-6.

3. Gurney J MD. Pneumomediastinum. In: Pocket Radiologist Chest Top


100 Diagnosis. 1st edition. Amirsys; 2002. pp 166.

4. Meschan I. The Mediastinum. In: An Atlas of Normal Radiographic


Anatomy. 2nd edition. WB Saunders Company; 1969. pp 509-40.

5. Sutton D. Pneumomediastinum. In: Text Book of Radiology and


Imaging. Volume I, 7th edition. Churchill Livingstone; 2003. pp 79.

6. Zylak MC, Standen JR, Barnes GR. Pneumomediastinum Revisited.


Radiology RSNA; 20(4): 1043-57.

7. Hansell DM, Lynch DA, McAdam P. Imaging Disease of the Chest. 5th
edition. USA: Mosby; 2010. pp 939-41.

8. Webb RW, Higgins CB. Mechanical Ventilation and Pulmonary


Barotrauma. In: Thoracic Imaging Pulmonary and Cardiovascular
Radiology. San Fransisco: Lippincott Williams; 2003. pp 346-7.

9. Herring W. Pneumomediastinum and Subcutaneus Emphysema. In:


Learning Radiology Recognizing The Basic. 2nd edition. Philadelphia:
Elsevier Health Sciences: 2012. pp 64-7.
10. Burgener FA, Kormano M. Pneumomediastinum. In: Differential
Diagnosis in Conventional Radiology. 3rd edition. New York: Thieme;
2008. pp 460-1.

11. Flatman S, Morrison E, Elahi M. Spontaneus Pneumomediastinum


Associated with sex. Journal of Radiology Cases Report. 2010; 4(4):
25-9.

12. Felipe M, Yung C, Joseph G, Rahul R. Spontaneus Pneumomediastinum.


Applied Radiology Journals. 2008; 37(4): 40-4.

13. Bejvan SM, Godwin JD. Pneumomediastinum: Old signs and New Signs.
AJR. 1996; 166: 1041-8.

14. Sudoyo, Aru, Setiyohadi W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. pp 1063.

15. Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous pneumothorax. N Engl J Med. Mar 23
2000;342(12):868-74.

16. Ameh V, Jenner R, Jilani N, Bradbury A. Spontaneus


Pneumopericardium, Pneumomediastinum and Subcutaneus Emphysema.
Emerg Med Journal. 2006; 23(6): 466-7.

17. Agarwal PP. The Ring around the Artery Sign. Radiology RSNA. 2006;
241(3): 943-4.

18. Lilard L, Richard J, Parker A. The Extrapleural Air Sign in


Pneumomediastinum. Radiology RSNA. 1965; 85(6): 1093-8.

19. Sinha R, Naclerios V Sign. Radiology RSNA. 2007; 245(1): 296-7.

Anda mungkin juga menyukai