Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang

memiliki gejala heterogen dan kompleks dengan tanda terhambatnya aliran udara

pada jalan napas yang dapat bersifat progresif dan permanen atau tidak permanen

(PDPI, 2003). Berdasarkan GOLD (2014), PPOK adalah penyakit yang dapat

dicegah dan diobati, yang umumnya ditandai dengan keterbatasan aliran udara

yang persisten atau terus-menerus, yang biasanya progresif dan berhubungan

dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran napas dan paru karena

partikel atau gas berbahaya. Penyakit ini ditandai dengan emfisema atau bronkitis

kronis ataupun keduanya.

Gejala utamanya adalah gangguan pernapasan seperti sesak napas yang

kadang dapat ditandai dengan adanya mengi saat ekspirasi. PPOK merupakan

penyakit yang umum dan telah menjadi permasalahan besar di seluruh dunia.

Ditemukan 6-8% dari populasi yang menderita penyakit ini (Banker dan Verma,

2013). Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2020, PPOK menjadi

penyakit kelima dengan prevalensi tertinggi di seluruh dunia, serta cukup

menakutkan karena angka kematiannya semakin meningkat setiap tahun.

Disebutkan juga bahwa prevalensi untuk kategori sedang-berat terjadi paling

banyak pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3% di seluruh dunia.

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir PPOK diberi perhatian khusus oleh

lembaga dan komunitas kesehatan, penyakit ini masih belum dikenal dan

cenderung diabaikan oleh masyarakat.

Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2013, PPOK termasuk dalam

kelompok Penyakit Tidak Menular (PTM) yaitu merupakan penyakit kronis yang

1
tidak ditularkan dari orang ke orang. Prevalensi PPOK berdasarkan wawancara di

Indonesia didapati 3,7 persen per mil dengan frekuensi yang lebih tinggi pada

laki-laki (Riskesdas, 2013). Penyakit Paru Obstruksi saat ini menjadi penyebab

kematian ketiga terbanyak di dunia setelah penyakit jantung dan pembuluh darah,

dan keganasan (Reilly, et al., 2012), serta merupakan penyakit yang insidensinya

meningkat setiap tahun. PPOK termasuk ke dalam kelompok penyakit sistem

respirasi kronis dan tercatat membunuh rata-rata lebih dari empat juta orang per

tahun dalam satu negara dan menyisakan kesakitan pada ratusan ribu lainnya.

Penyebaran penyakit ini sangat luas terutama di kawasan negara perindustrian

karena timbulnya dapat disebabkan oleh paparan polusi udara seperti asap pabrik,

dan dapat juga disebabkan oleh asap kendaraan bermotor, debu, atau asap hasil

bakaran rumah tangga (Mannino, 2006). Namun, faktor risiko terbesar yang dapat

menyebabkan penyakit ini ialah oleh asap rokok baik yang dihirup oleh perokok

aktif maupun pasif. Di samping itu, asma yang tidak terkontrol juga dapat menjadi

penyebab penyakit ini. Sampai saat ini prevalensi masyarakat yang merokok

masih sangat tinggi dikarenakan pola hidup masyarakat yang masih menganggap

merokok adalah tren sehingga banyak orang yang telah mengalami

ketergantungan sehingga sangat besar peluangnya menderita PPOK di kemudian

hari. PPOK memiliki masa serangan atau yang disebut eksaserbasi yang

menyebabkan peningkatan volume dahak dan tingkat kesesakan yang dirasakan

pasien. Eksaserbasi ini sangat berpotensi menyebabkan manifestasi ke organ lain

yang berkaitan erat dengan sistem pernapasan. Salah satunya penyakit ini sangat

erat kaitannya dengan sistem sirkulasi oleh jantung. Fungsi paru yang terganggu

tentulah dapat menyebabkan terganggunya kerja jantung. Berdasarkan hal ini,

penting untuk dilakukan pemeriksaan aktivitas listrik jantung seperti EKG

2
(elektrokardiografi) untuk melihat apakah penyakit ini memengaruhi aktivitas

jantung atau tidak (Humagain, et al., 2008). EKG dapat menunjukkan kelainan

persisten pada jantung yang ditimbulkan oleh gangguan aliran oksigen dari paru

yang terutama disebabkan oleh emfisema. Pemeriksaan EKG telah dilakukan rutin

sebagai alat diagnostik sekaligus skrining penyakit jantung pada pasien PPOK.

Gangguan fungsi kerja jantung yang tidak terdiagnosis sering kali menjadi faktor

yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien PPOK. Namun hal ini

menjadi permasalahan di daerah masih berkembang karena keterbatasan fasilitas

dan sarana-prasarana diagnostik sehingga penanganan pasien-pasien PPOK belum

optimal.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak

sepenuhnya reversibel.

Hambatan aliran udara pada penyakit ini seringkali disebabkan oleh

diameter saluran nafas yang menyempit berkaitan dengan beberapa faktor,

antara lain meningkatnya ketidakelastisan dinding saluran nafas,

meningkatnya produksi sputum di saluran nafas, dan lain sebagainya.

Gangguan aliran udara di dalam saluran nafas disebabkan proses inflamasi

paru yang menyebabkan terjadinya kombinasi penyakit saluran napas kecil

(small airway disease) dan destruksi parenkim (emfisema). Kerusakan

pada jaringan parenkim paru, yang juga disebabkan proses inflamasi,

menyebabkan hilangnya perlekatan alveolar pada saluran nafas kecil dan

penurunan rekoil elastik paru.

Banyak definisi terdahulu menekankan emfisema dan bronkitis kronis,

yang sekarang sudah tidak termasuk dalam definisi PPOK. Emfisema atau

kerusakan permukaan pertukaran gas paru (alveoli), adalah kata patologis

yang sering digunakan dan menjelaskan, hanya satu dari beberapa

abnormalitas struktural yang terjadi pada penderita PPOK, dengan kata

lain emfisema merupakan suatu diagnosis patologik. Bronkitis kronis, atau

batuk dan produksi sputum selama setidaknya 3 bulan dalam 2 tahun, tetap

merupakan konsep definitif yang berguna secara klinis dan epidemiologi,

sehingga bronkitis kronis dianggap sebagai diagnosis klinis.

4
II. GEJALA KLINIS

Gejala PPOK sangat bervariasi dari satu penderita ke penderita

lainnya, dapat dimulai dengan tanpa gejala, gejala ringan sampai berat,

mulai dari tanpa kelainan fisik sampai kelainan fisik yang jelas dan tanda

inflasi paru. Oleh karena itu dibutuhkan diagnosa yang akurat,

pemeriksaan penunjang dan diagnosa banding untuk dapat menegakkan

penyakit PPOK. Seseorang diduga menderita PPOK bila :

1. Mengalami batuk kronis yang umumnya muncul pada siang hari,

jarang pada malam hari.

2. Memproduksi sputum kronis.

3. Sering mengalami bronkitis akut.

4. Sesak nafas, memburuk pada saat melakukan aktivitas dan terkena

infeksi.

5. Mempunya riwayat terpapar asap rokok (baik perokok aktif maupun

perokok pasif), polusi udara, debu dan bahan kimia di tempat kerja,

ataupun asap hasil pembakaran alat masak, misalnya kayu bakar, arang

yang terus menerus (setiap hari sepanjang tahun), disertai dengan

pemeriksaan faal paru.

Penyakit PPOK ini seringkali tidak berdiri sendiri, tapi selalu disertai

komorbid yang berkaitan dengan rokok atau ketuaan, karena memang

PPOK seringkali terjadi pada orang perokok dalam jangka lama dan usia

lanjut. Penurunan berat badan, abnormalitas nutrisi dan disfungsi otot

skeletal adalah beberapa dampak PPOK pada ekstrapulmonal. PPOK juga

akan meningkatkan risiko terjadinya infark myokard, angina, osteoporosis,

5
infeksi pernafasan, fraktur, depresi, diabetes, gangguan tidur, anemia ,

glukoma dan juga kanker paru.

III. FAKTOR RESIKO

a. Genetik

PPOK adalah penyakit yang melibatkan banyak gen dan

merupakan contoh klasik interaksi gen dan lingkungan. Faktor resiko

genetik yang telah diketahui adalah defisiensi alpha-1 antitrypsin,

suatu penghambat yang bersikulasi dari protease serine.

b. Merokok.

Perokok memeliki prevalensi yang lebih tinggi menderita gejala

dan gangguan fungsi paru, penurunan FEV1 setiap tahun dan angka

mortalitas PPOK yang lebih besar. Resiko PPOK pada perokok,

bergantung pada banyaknya rokok yang dikonsumsi, usia pertama kali

mulai merokok, jumlah total rokok yang dihisap pertahun dan status

merokok saat ini.

c. Debu dan Bahan Kimia Okupasi.

Paparan partikel dan bahan kimia okupasi, juga merupakan faktor

resiko berkembangnya PPOK. Meliputi agen kimia dan debu organik

dan anorganik serta bau-bauan.

d. Polusi Udara Dalam Rumah.

Pembakaran pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan

baik, dapat menyebabkan polusi udara di dalam ruangan.

e. Stress Oksidatif.

6
Paru-paru secara terus menerus terpapar oleh oksidan yang

dikeluarkan secara endogendari fagosit dan jenis sel lainnya, atau

secara eksogen dari polusi udara atau asap rokok. Akibat dari

ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan maka paru-paru

mengalami stress oksidatif. Selain menghasilkan perlukaan langsung,

juga mengaktivase mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi

paru.

f. Infeksi.

Kolonisasi bakteri yang dihubungkan dengan inflamasi saluran

nafas, dapat juga berperan dalam eksaserbasi. Akibatnya akan

menyebabkan penurunan fungsi paru dan menimbulkan gejala

gangguaan pernafasan.

IV. KLASIFIKASI PPOK

DERAJAT KLINIS FAAL PARU


Derajat 0 : Gejala kronik (batuk, dahak) Spirometri normal
beresiko Terpajan faktor resiko
Derajat I : Dengan atau tanpa gejala VEP1/KVP < 75%
klinik VEP1 80% prediksi
Derajat II : Dengan atau tanpa gejala VEP1/KVP < 75%
klinik 50 % VEP1 80% prediksi
Derajat III : Dengan atau tanpa gejala VEP1/KVP < 75%
klinik 30 % VEP1 50% prediksi
Derajat IV: Gagal napas atau gagal VEP1/KVP < 75%
jantung kanan VEP1 <30% prediksi

V. PATOFISIOLOGI
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK.

Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan

7
sel epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak

makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan

protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease

sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak

berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada

akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK.

Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide,

radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai

faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat

meningkatkan penghancuran antiprotease.


Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel

bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan

fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan

terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis,

proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh

batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen

structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan

sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan

kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran

udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi

paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang

karakteristik untuk PPOK.


Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi

atau kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan

menyebabkan hypoxemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara

8
ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang

tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),

menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi

biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian

akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi

saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan

terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK

berat.
PERUBAHAN PATOLOGI PADA PPOK

Saluran Nafas Proksimal (Trakea, Bronki > 2mm diameter internal)

Sel inflamasi : Makrofag, CD8+ limfosit T, beberapa neutrofil atau eosinofil.

Perubahan struktural : Sel goblet, hipertrophi kelenjar submukosal ( keduanya

menyebabkan hipersekresi mukus), squamosa metaplasia epitelium.

Saluran Nafas Periferal (Bronkiolus < 2mm)

Sel inflamasi : Makrofag, (CD8+ > CD4+) limfosit T, limfosit B, folikel

limfoid, fibroblas, beberapa neutrofil atau eosinofil.

Perubahan struktural : penebalan dinding saluran nafas, fibrosis peribronkial,

eksudat inflamasi luminal, penyempitan saluran nafas, peningkatan respon

inflamasi dan eksudat yang berhubungan dengan kegawatan penyakit.

Parenkim Paru (bronkioulus respirasi dan alveoli)

Sel inflamasi : Makrofag, CD8+ limfosit T

Perubahan struktural : kerusakan dinding alveolar, apoptosis dinding epitel dan

endotel.

9
Emfisema sentrilobular : dilatasi dan kerusakan bronkiolus respirasi (paling

banyak pada perokok)

Emfisema parasinar : kerusakan kantung alveolar dan bronkiolus respirasi

(banyak terdapat pada defisiensi alpha-1 antitrypsin)

Vaskular Pulmonal

Sel inflamasi : Makrofag, limfosit T.

Perubahan struktural : penebalan intima, disfungsi sel endotel

SEL-SEL INFLAMSI PADA PPOK

Neutrofil : terdapat di dalam sputum perokok normal, kemungkinan berperan

penting dalam hipersekresi mukus dan melalui pelepasan protease.

Makrofag : Sejumlah besar terlihat pada lumen saluran nafas, parenkim paru dan

cairan lavage bronkoalveolar. Berasal dari monosit darah yang berdiferensiasi

dalam jaringan paru. Menghasilkan peningkatan mediator inflamasi dan protease

pada pasien PPOK, sebagai respon terhadap asap rokok dan dapat menyebabkan

fagositosis defektif.

Limfosit T : Sel CD4+ dan CD8+ meningkat poada dinding saluran nafas dan

parenkim paru. Sel T CD8+ (Tc1) dan sel Th1 mensekresikan interferon. Sel

CD8+ dapat menjadi sitotoksik terhadap sel-sel alveolar.

Limfosit B : di dalam saluran nafas perifer dan diantara folikel limfoid,

kemungkinan sebagai respon terhadap kolonisasi kronik dan infeksi saluran nafas.

Eosinofil : protein eosinofil terdapat dalam sputum dan eosinofil terdapat pada

dinding saluran nafas saat eksaserbasi.

10
Sel-sel Epitel : kemungkinan dipicu oleh asap rokok, untuk menghasilkan

mediator inflamasi

VI. PATOGENESIS
Inflamasi paru pada pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi

normal terhadap partikel dan gas beracun seperti asap rokok yang

berlangsung lama. Selain itu faktor genetik ikut mempengaruhi. Inflamasi

lebih lanjut, diperburuk oleh stress oksidatif dan kelebihan proteinase pada

paru-paru. Secara bersamaan, mekanisme ini akan menyebabkan

perubahan patologis.
PPOK ditandai oleh pola tertentu dari inflamasi yang melibatkan

netrofil, makrofag dan limfositosis. Sel-sel ini akan melepaskan mediator

inflamasi dan berinteraksi dengan sel struktural, pada saluran nafas dan

parenkim paru. Berbagai mediator inflamasi itu, akan menarik sel

inflamasi dari darah ( faktor kemotakik), memperkuat proses inflamasi

(sitokin proinflamasi), dan menginduksi perubahan struktural (faktor

pertumbuhan).
Stress oksidatif mungkin merupakan mekanisme penguat dari proses

terjadinya PPOK. stress oksidatif lebih lanjut, meningkat pada eksaserbasi.

Oksidan dihasilkan oleh asap rokok dan partikulat lainnya, dan dilepaskan

dari sel inflamasi teraktifasi seperti makrofag dan neutrofil. Stress

oksidatif memiliki konsekuensi buruk pada paru paru, yang meliputi

aktifasi gen inflamasi, inaktifasi antiprotese yang menstimulasi sekresi

mukus dan eksudat plasma.

11
VII. DIAGNOSIS PPOK
Diagnosis PPOK secara teoritis ditegakkan didasarkan atas

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan

fungsi paru atau spirometri.

1. Anamnesis
PPOK adalah suatu penyakit menahun, gangguan saluran

napas secara bertahap selama bertahun-tahun. Umumnya terjadi

pada perokok, dimulai dengan berkurangnya kemampuan untuk

melakukan pekerjaan berat, terjadinya perubahan pada saluran

nafas kecil dan fungsi paru. Timbul batuk prodiktif yang lama,

mulai sering mendapat infeksi berulang saluran nafas, kemudian

12
secara perlahan disertai sesak nafas, dan sudah tidak mampu untuk

melakukan aktifitas sehari hari.


Diagnosis klinis PPOK seyogyanya dipertimbangkan pada

setiap penderita yang mengalami dyspneu, batuk kronis dengan

produksi sputum dan/ atau adanya faktor resiko (genetik: defisiensi

alfa-1 antitripsin, paparan rokok dan polusi udara, oksidatif stres,

gender, usia, infeksi saluran nafas, dll).


Batuk-batuk pada pagi hari sering dikatakan oleh penderita

karena merokok, dan dianggap bukan sebagai keluhan oleh

penderita. Makin lama batuk makin berat, timbul sepanjang hari.

Bila disertai infeksi saluran nafas, batuk akan bertambah hebat dan

berkurang bila infeksi menghilang. Umumnya sputum pasien

PPOK berwarna putih atau mukoid, bila terdapat infeksi akan

menjadi purulen atau mukopurulen dan kental. Keluhan sesak

bertambah berat bila terdapat infeksi.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium dini tidak diketemukan kelainan. Hanya

kadang kadang terdengar ronkhi pada waktu inspirasi dalam. Bila

sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronkhi pada waktu

ekspirasi dan inspirasi disertai mengi.


Pasien biasanya tampak kurus, juga didapatkan tanda

tanda overinflasi paru seperti diameter anteroosterior dada

meningkat ( barrel-shaped chest ), kifosis, jarak tulang rawan

krikotiroid dengan lekukan supra sternal kurang dari 3 jari, iga

13
lebih horisontal dan sudut subkostal bertambah. Fremitus taktil

dada berkurang bahkan tidak ada.


Pada perkusi dada terdengar hipersonor, peranjakan hati

mengecil, batas paru hati lebih rendah, dan pekak jantung

berkurang. Suara nafas vesikuler berkurang dengan ekspirasi

memanjang atau kadang normal. Kadang disertai kontraksi otot

otot pernafasan tambahan. Lebih sering didapatkan dengan hernia

inguinalis.
3. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto toraks pasien curiga PPOK bisa didapatkan

normal atau tidak ada kelainan, dapat juga ditemukan gambaran

bayangan bronkus yang menebal, corakan bronkovaskuler

meningkat, bula, diapragma letak rendah dan mendatar, paru paru

lebih hiperlusen karena adanya air trapping, disertai posisi jantung

yang menggantung.

4. Pemeriksaan Fungsi Paru


Spirometri adalah pengukuran volume dan aliran udara

yang masuk dan keluar paru-paru. Spirometer dapat mengukur

volume paru, seperti volume tidal dan kapasitas paru, seperti

kapasitas total.
Bila pada hasil pemeriksaan spirometri didapatkan hasil

30%<VEP1<70% dan VEP1 / KVP < 80% maka dipastikan

menderita PPOK.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma
pasca TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial

14
atau gagal jantung kronik. Perbedaan klinis PPOK, asma bronkial dan
gagal jantung kronik dapat dilihat dibawah ini :

Gagal Jantung
Ppok Asma Bronkial
Kronik

Onset usia >45 tahun Segala usia Segala usia


Riwayat keluarga Tidak ada Ada Tidak ada

Pola sesak nafas Terus menerus, Hilang timbul Timbul pada saat
bertambah berat aktivitas
dengan aktivitas

Ronki Kadang-kadang + ++

Mengi Kadang-kadang ++ +

Vesikuler Melemah Normal Meningkat

Spirometri Obstruksi ++ Obstruksi ++ Obstruksi +


Restriksi + Restriksi ++

Pencetus Partikel toksik Partikel sensitif Penyakit jantung


kongesif

IX. PENATALAKSANAAN

15
1. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderit
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan
edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari
edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

16
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan
berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi
penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat
diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat
ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di
klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu
yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK,
memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan
aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.Bahan dan
cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan
kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian ian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat
dilaksanakan ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai
berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada
waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat obatan
Macam obat dan jenisnya
Cara penggunaannya yang benar ( oral,
nebuliser )
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan
selangwaku tertentu atau kalau perlu saja )
Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

17
3. Penggunaan oksigen
Kapan oksigen harus digunakan
Berapa dosisnya
Mengetahui efek samping kelebihan dosis
oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi
oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
Batuk atau sesak bertambah
Sputum bertambah
Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan
aktiviti.
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu
itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan
edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi
merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel.

b. Obat-obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga
jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi
derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian

18
obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang
( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan
sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta 2
Bentuk inhaler digunakan untuk
mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk
tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk
penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta
2
Kombinasi kedua golongan obat ini
akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja
yang berbeda. Disamping itu penggunaan
obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai
pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat.
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

19
mengatasi sesak (pelega napas ), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam
bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan
inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon
atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif
yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat >20% dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik
yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat,
sefalosporin, kuinolon, makrolid baru.
Perawatan di Rumah Sakit :
Amoksilin dan klavulanat
Sefalosporin generasi II & III injeksi
Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
Aminoglikose per injeksi
Kuinolon per injeksi
Sefalosporin generasi IV per injeksi
Antioksidan

Mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti

hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada

PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan

sebagai pemberian yang rutin.

20
Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut

karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama

pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.

Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi

tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

c. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan

berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.

Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting

untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah

kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen antara lain :

Mengurangi sesak

Memperbaiki aktiviti

Mengurangi hipertensi pulmonal

Mengurangi vasokonstriksi

Mengurangi hematokrit

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi :

Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor

Pulmonal, perubahan Ppullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal

jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lainnya.

Macam terapi oksigen :

21
Pemberian oksigen jangka panjang

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas.

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah

sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil

derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit

oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat darurat,

ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang

dirawat di rumah dibedakan :

Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen

Therapy = LTOT )

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada

keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15

jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi

oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering

terjadi bila penderita tidur.

Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak

napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter

digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen

harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

Alat bantu pemberian oksigen :

Nasal kanul

Sungkup venturi

22
Sungkup rebreathing

Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan

kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

d. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi

yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni

menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena

berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan

analisis gas darah.

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

Penurunan berat badan

Kadar albumin darah

Antropometri

Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan

diafragma, kekuatan otot pipi)

Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan

mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat

mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan

keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu

nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa

nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah

karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat

23
meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi

terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas

kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan

keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi

muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan

elektrolit yang terjadi adalah :

- Hiperkalemia

- Hipokalsemia

- Hipomagnesemia

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi

dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang

lebih sering.

24
25

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Bab II
    Bab II
    Dokumen21 halaman
    Bab II
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • BAB III (Repaired)
    BAB III (Repaired)
    Dokumen6 halaman
    BAB III (Repaired)
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Konjungtivitis Alergi
    Konjungtivitis Alergi
    Dokumen20 halaman
    Konjungtivitis Alergi
    Yani Pukari Sweet
    100% (3)
  • Rinitis Vasomotor
    Rinitis Vasomotor
    Dokumen6 halaman
    Rinitis Vasomotor
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Rhinitis Vasomotor
    Rhinitis Vasomotor
    Dokumen12 halaman
    Rhinitis Vasomotor
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Rinitis Vasomotor
    Rinitis Vasomotor
    Dokumen18 halaman
    Rinitis Vasomotor
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • RINITIS
    RINITIS
    Dokumen14 halaman
    RINITIS
    rranindyaprabasary
    Belum ada peringkat
  • Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis
    Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis
    Dokumen23 halaman
    Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Rinitis Vasomotor
    Rinitis Vasomotor
    Dokumen6 halaman
    Rinitis Vasomotor
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Rinitis Vasomotor
    Rinitis Vasomotor
    Dokumen14 halaman
    Rinitis Vasomotor
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • HEMOPTISIS DEFINISI DAN PENYEBAB
    HEMOPTISIS DEFINISI DAN PENYEBAB
    Dokumen39 halaman
    HEMOPTISIS DEFINISI DAN PENYEBAB
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • BAB III Status Pasien
    BAB III Status Pasien
    Dokumen8 halaman
    BAB III Status Pasien
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • BAB I New
    BAB I New
    Dokumen2 halaman
    BAB I New
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Drowning
    Drowning
    Dokumen18 halaman
    Drowning
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • HEMOPTISI Koas Dedi
    HEMOPTISI Koas Dedi
    Dokumen19 halaman
    HEMOPTISI Koas Dedi
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Referat Emfisema
    Referat Emfisema
    Dokumen14 halaman
    Referat Emfisema
    Rizka Mutia Habibah
    Belum ada peringkat
  • BAB II New
    BAB II New
    Dokumen10 halaman
    BAB II New
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • BAB I Lagi
    BAB I Lagi
    Dokumen2 halaman
    BAB I Lagi
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Bab I-Iii
    Bab I-Iii
    Dokumen16 halaman
    Bab I-Iii
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • BAB II Postpartum
    BAB II Postpartum
    Dokumen28 halaman
    BAB II Postpartum
    Hendi Satria
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Bab I-Iii
    Bab I-Iii
    Dokumen24 halaman
    Bab I-Iii
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat
  • DAFTAR ISI Refarat Perforasi Gaster
    DAFTAR ISI Refarat Perforasi Gaster
    Dokumen1 halaman
    DAFTAR ISI Refarat Perforasi Gaster
    m_tonydharmawan
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Wella Fitria Harera
    Belum ada peringkat