Anda di halaman 1dari 29

SKRIPSI

PERANAN UNESCO TERHADAP PENGKLAIMAN BUDAYA TIDAK


BERWUJUD DAN PERLINDUNGAN TERHADAP BUDAYA BERWUJUD
SERTA PENERAPANNYA DI INDONESIA

OLEH
MUHAMMAD AKSHA SYAFRUDIN
B111 09 026

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ABSTRAK

Muhammad Aksha Syafruddin (B111 09 026), Peranan Unesco terhadap


Pengklaiman Budaya Tidak Berwujud dan Perlindungan Terhadap
Budaya Berwujud Serta Penerapannya di Indonesia, dibimbing oleh
Maasba Magassing sebagai pembimbing 1 dan Trifenny Widayanti sebagai
pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran UNESCO
terhadap perlindungan kebudayaan baik kebudayaan yang bersifat tidak
berwujud maupun kebudayaan yang berwujud dan bagaimana sikap
Indonesia terhadap perlindungan budaya berwujud dan tidak berwujud .
Adapun metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalh dengan
mengumpulkan data sekunder (secondary data) dengan telaah pustaka
(library research), pengumpulan intisari dari dokumen, buku, konvensi-
konnvensi, jurnal, majalah, surat kabar dan sumber yang berasal dari media
elektronik atau laporan-laporan yang berhubungan dengan topik
permasalahan yang diteliti dimana teknik analisa data yang dipakai adalah
teknik analisa kualitatif yang dalam hal ini penulis menggambarkan dan
menjelaskan permasalahan sesuai dengan fakta yang menjadi melalui
sejumlah faktor yang relevan dengan penelitian ini, lalu ditarik sebuah
kesimpulan. Berdasarkan analisis terhadap data-data yang diperoleh penulis
selama penelitian, maka hasil didapatkan adalah antara lain : 1) UNESCO
sudah cukup aktif dalam upaya peerlindungan budaya tidak berwujud.
Namun alangkah lebih baik apabila UNESCO mengharuskan suatu Negara
apabila mempunyai kebudayaan asli daerahnya untuk langsung di daftarkan
ke UNESCO. Seharusnya Indonesia membangun persepsi dan perspektif
baru. Dimana kita harus sadar bahwa kita memiliki budaya yang beraneka
ragam, dan dengan kekayaan itu kita harus sadar untuk melindungi dan
menjaga kebudayaan tersebut menjadi warisan budaya bagi generasi bangsa
Indonesia selanjutnya. 2) UNESCO telah berhasil membuat konvensi-
konvensi yang bermaksud untuk melindungi kebudayaan berwujud dan
berhasil menarik beberapa Negara untuk ikut mendandatangani dan
meratifikasi konvensi tersebut, namun instrumen hukum internasional yang
ada selama ini belum mampu menjerat pelaku kejahatan perusakan benda
budaya dunia, karena belum ada instrumen hukum yang mampu melewati
batas-batas kedaulatan suatu Negara. 3) Pemerintah Indonesia sebagai
badan yang berperan penting terhadap proteksi kebudayaan baik yang
bersifat berwujud maupun tidak berwujud belum memiliki instrumen hukum
yang pasti terhadap perlindungan kebudayaan ini, serta kurangnya perhatian
pemerintah untuk megidentifikasi beberapa kebudayaan yang ada di
Indonesia dan mendaftarkannya hingga ke tingkat Internasional untuk
mendapatkan pengakuan terhadap kebudayaan Indonesia dimata dunia.
ABSTRACT

Muhammad Aksha Syafruddin (B111 09 026), The Role of UNESCO


Toward Intangible Culture Claim and Protection of Tangible Culture and
also The Application in Indonesia, guided by Maasba Magassing as
consultant 1 and Trifenny Widayanti as consultant 2.
This research is aimed to find out how the role of UNESCO toward
cultural protection either intangible or tangible culture, and how Indonesia
stands toward intangible and tangible cultural protection.
The research method applied in this research was collecting
secondary data with library research, collecting document summary, book,
convention, journal, magazine, newspaper and sources from electronic media
as well as reports related to topic that was analyzed where the data analysis
technique that was applied was qualitative analysis in which the writer
described and explained problem statement according to the facts through
some factors that were relevant to this research, and then drew conclusion.
Based on the analysis of data the writer obtained during the research, the
results were : 1) UNESCO is already active in protecting intangible culture.
But it is going to be better if UNESCO requires a country to enlist its native
culture to UNESCO. Indonesia should build new perception and perspective.
Where we must aware that we have various cultures, and with them, we must
aware to protect and maintain the cultures as heritance for the next
generation in Indonesia. 2) UNESCO is managed to make conventions to
protect tangible culture and take some countries to sign up for those
conventions and make ratification, however, the instrument of International
laws at present cannot used to arrest the criminal of cultural assets in the
world, because there is not law instrument that can break a countrys
authority. 3) Indonesian government that has important role to protect either
tangible or intangible culture has no law instrument yet to protect the culture,
and the government lacks attention to identify some cultures in Indonesia and
registers it to international level to get confession of Indonesias culture from
the world.
PENDAHULUAN

Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu Bangsa tidak dapat

dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga

mampu menjadi simbol identitas keberadaban. pengalihan

kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan pasca

diberlakukannya otonomi daerah telah mengakibatkan beragamnya

kualitas pemeliharaan terhadap kekayaan budaya bangsa, seperti

situs, candi, museum, tari-tarian, rumah adat, lagu daerah, taman

budaya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, upaya untuk

meningkatkan kualitas pengelolaan kekayaan budaya menjadi suatu

keniscayaan sehingga simbol identitas keberadaban dapat dialih-

generasikan secara berkesinambungan. Terkait dengan hal tersebut,

pemberdayaan seluruh komponen yang terlibat dalam pengelolaan

kekayaan budaya menjadi suatu hal yang tidak dapat dikesampingkan

dan mutlak untuk dilakukan.

Pada pertemuan The Fourth Meeting of The ASEM Culture

Minister bertema Managing Heritage Cities for a Sustainable Future di

Daerah Istimewa Yogyakarta (16-20 September 2012) Wamendikbud

RI bidang kebudayaan Wiendu Nuryanti, berpendapat bahwa setiap

kota di dunia adalah kota budaya. Oleh karena itu setiap kota wajib

melestarikan roh kebudayaan. Wiendu mengatakan latar belakang dari

pertemuan tersebut karena tekanan terhadap warisan budaya yang


dimiliki kota-kota di Asia dan Eropa. Perlu dipikirkan strategi

perlindungan terhadap roh budaya yang dimiliki masing-masing kota.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang dikenal sebagai

negara kaya akan sumber alam dan budaya. Baik peninggalan sejarah

maupun pengetahuan tradisional dengan potensi yang sangat besar

untuk menghasilkan berbagai macam hasil karya dan tradisi dari

seluruh wilayah di Indonesia dari sabang hingga marauke, yang mana

terdapat lebih 900 suku bangsa yang tersebar di 34 provinsi di

Indonesia. Kekayaan budaya yang di miliki Indonesia merupakan

warisan dari nenek moyang bangsa Indonesia. Budaya tersebut

diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Kegiatan

kehidupan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia memiliki nilai histori

yang berbeda di setiap daerah. Hal ini menggambarkan bahwa

Indonesia memiliki kekayaan budaya luar biasa besar yang dapat

menjadi aset bangsa dan nilai jual untuk kepentingan diplomasi

Indonesia di dunia internasional.

Kebudayaan di Indonesia tersebar di hampir semua aspek

kehidupan, mulai dari tari-tarian, alat musik tradisional, adat istiadat,

pakaian adat hingga bangunan arsitektural yang berupa rumah adat di

tiap-tiap propinsi yang ada di Indonesia. Contohnya seperti tari Pendet

dari Bali, tari Remo dari Surabaya, dan tari Jaipong dari Jawa Barat.

Alat musik tradisional seperti angklung, gamelan dan kecapi. Adat


istiadat seperti acara pemakaman Ngaben di Bali, Lompat Batu di

kepulauan Nias dan festival Grebeg Suro di Yogyakarta, serta masih

ada ratusan dari aspek lainnya yang merupakan harta karun yang

berharga milik bangsa Indonesia.

Kebudayaan merupakan sesuatu hal yang penting bagi

Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa

nasionalisme dalam diri kita sebagai rakyat Indonesia. Sesuai dengan

amanat UUD 1945 Pasal 32 Ayat 1 dan 2 yang menegaskan bahwa:

Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia serta

penjelasannya antara lain menyatakan usaha kebudayaan harus

menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak

menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat

memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri,

serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa

Sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar

budaya :

Dilarang merusak, membawa, memindahkan, mengambil,


mengubah bentuk dan atau warna, memusnahkan benda cagar
budaya tanpa izin pemerintah, pelanggaran ketentuan ini di ancam
dengan pidana selama-lamanya 10 tahun penjara / denda setinggi-
tingginya 100 juta rupiah.

Beranjak dari amanat ini, pemerintah berkewajiban untuk

mengambil segala langkah dan upaya dalam usaha memajukan

memberikan perlindungan terhadap kebudayaan bangsa dan negara


agar tidak punah dan luntur karena merupakan unsur nasionalisme

dalam memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan negara kita.

Namun Pada masa sekarang ini, kebudayaan sudah sering

dilupakan dan diabaikan pelestariannya, baik oleh pemerintah maupun

masyarakat.

Karena kebudayaan yang ada di Indonesia umumnya telah

banyak dilupakan dan tidak ada upaya untuk melindungi kebudayaan

tersebut, maka dapat menimbulkan akibat yang buruk bagi Negara

Indonesia, yaitu adanya pengklaiman terhadap kebudayaan Indonesia

yang dilakukan oleh Negara lain. Pengklaiman ini tentu saja

menimbulkaan dampak yang sangat merugikan bagi Indonesia, baik

dari segi ekonomi, pariwisata, sosial, dan kebudayaan. Apalagi di era

perdagangan bebas sekarang ini, banyak negara yang mulai mencari

alternatif produk baru untuk diperdagangkan. Termasuk penggalian

produk-produk yang berbasis pengetahuan tradisional, tanpa ada

kontribusi terhadap negara atau terhadap masyarakat pemiliknya.

Komersialisasi pengetahuan tradisional" menjadi masalah karena

diperoleh tanpa izin. Maka dibutuhkan organisasi bertaraf Internasional

dalam mengambil langkah penting untuk melindungi kebudayaan

sebagai kekayaan intelektual yang juga memberikan perlindungan

bagi hak masyarakat lokal.


Perlindunagn tersebut sangat diperlukan untuk mencegah

produk-produk milik masyarakat Indoensia, khususnya yang berbasis

kebudayaan, agar kepemilikannya tidak diakui tanpa izin oleh Negara

lain. Oleh sebab itu produk-produk tersebut perlu memperoleh

perlindungan hukum. Apalagi diketahui jelas , bahwa semua

kekayaan yang berbasis budaya tradisional mempunyai nilai ekonomi

yang sangat tinggi. Upaya tersebut tentunya akan mendorong

peningkatan perekonomian Indonesia dan dapat meningkatkan

kesejahteraan rakyat.

Oleh sebab itu, Sejak beberapa tahun yang lalu sampai saat ini,

masyarakat dunia telah memiliki suatu lembaga yang bersifat

internasional dan universal untuk mengurus berbagai kepentingan

antara negara dengan negara serta hubungan antara negara dengan

individu yang termasuk klasifikasi subyek hukum internasional sebagai

salah satu pencerminan kerjasama antar negara.

Salah satu badan internasional yang bersifat universal adalah

PBB (Perserikatan BangsaBangsa) yang tujuannya ingin

menegakkan perdamaian dunia. Dalam mewujudkan tujuan itu PBB

mempunyai badan khusus (specialized agencies), yang dibentuk

dengan perjanjian antara pemerintah dan mempunyai tanggung jawab

internasional yang luas seperti terumus di dalam dokumen dasarnya,

dalam bidang ekonomi, sosial, kulturil, pendidikan, kesehatan serta


bidang yang bertalian lainnya, yang akan diperhubungkan dengan

PBB, dan perjanjian itu harus disetujui oleh Majelis Umum PBB dan

lembaga itu sendiri.

Badan khusus PBB yang mengurus pendidikan, ilmu

pengetahuan dan bidang kulturil diantaranya adalah UNESCO (United

Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization), didirikan

pada tanggal 4 November 1946, yang dalam perencanaanya atau

proyek utama digambarkan usaha-usaha UNESCO, serta mencari

input dengan jalan mencari masalahmasalah praktis di negara

negara anggota (These plans, as known as Major Project represent a

concentration of UNESCO efforts and resources on practical problems

of concerns to member state).

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis ialah kota Makassar,

Sulawesi Selatan. Secara khusus, lokasi yang dipergunakan oleh


penulis dalam penelitian ini ialah perpusatakaan Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin, Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin,

Perpustakaan Wilayah Kota Makassar, dan Perpustakaan Kantor DPR

(Dewan Perwakilan Rakyat) kota Makassar.

B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan

data berdasarkan penelitian kepustakaan (library research), dimana

penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan membaca

referensi-referensi hukum, peraturan perundang-undangan, karya-

karya ilmiah, konvensi-konvensi internasional, artikel-artikel dari

internet, serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah

yang dibahas.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperoleh dan digunakan oleh penulis antara lain:

1. Bahan hukum primer

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat

yang berhubungan dengan penulisan ini, misalnya konvensi-

konvensi internasional, resolusi-resolusi PBB, dan Undang-

undang.

2. Bahan hukum sekunder


Yaitu bahan hukum yang berupa buku-buku teks,

penelusuran internet, artikel ilmiah, makalah, skripsi, dan bahan-

bahan lain yang sejenis.

D. Analisis Data

Dari data primer dan data sekunder yang telah diperoleh,

selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Kemudian data tersebut

dituliskan secara deskriptif guna memberikan pemahaman yang

jelas dan terarah dari hasil penelitian nantinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Peranan UNESCO Terhadap Perlindungan Budaya Tidak


Berwujud
1. Konvensi-Konvensi Yang Telah Dihasilkan Oleh UNESCO
Untuk Perlindungan Budaya Tidak Berwujud

Misi United Nation, Scientific, and Cultural Organization

(UNESCO), bersifat unik, karena misinya tersebut meliputi

perkembangan umat manusia, yaitu pendidikan, ilmu pengetahuan,

kebudayaan, dan humaniora, serta komunikasi guna menentukan

tempat guna mengarahkan manusia dalam gerakan perubahan dunia

yang sangat cepat.

UNESCO, sebagai satu-satunya badan Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) dengan tugas khusus untuk melindungi warisan budaya

dalam pengawasan upaya internasional untuk melindungi kreatifitas

dan keragaman di seluruh dunia.

Beberapa Konvensi UNESCO untuk melindungi warisan budaya

tidak berwujud antara lain :

1. Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention) tahun

1952, revisi tahun 1971.

2. Konvensi Perlindungan Warisan Budaya Tidak Benda (Convebtion

For Safeguarding of The Intangible Cultural Haritage) tahun 2003.

3. Konvensi Mengenai Proteksi dan Promosi Keanekaragaman

Ekspresi Budaya (Convention On The Protection of The Diversity

of Cultural Expressions) tahun 2005.

2. Peranan UNESCO dalam perlindungan Budaya Tidak Berwujud


UNESCO mempromosikan beberapa Konvensi untuk

Perlindungan Warisan Bdaya Takbenda. Tujuan dari konvensi adalah

untuk menjamin penghormatan dan untuk meningkatkan kesadaran

akan pentingnya warisan budaya takbenda. Untuk mencapai tujuan

tersebut, UNESCO membantu negara anggota konvensi dalam

meningkatkan saling pengertian dan menghormati keragaman budaya

mereka.

Sejak UNESCO berfungsi sebagai secretariat untuk konvensi ini

dan setiap Negara anggota memegang kewajiban mereka untuk

mengidentifikasi dan melindungi warisan budaya takbenda mereka, itu

bukan posisi UNESCO untuk membantu memisahkan setiap item

warisan budaya takbenda karena orisinilitas atau keasliannya. Kami

telah mendorong negara-negara anggota untuk mempromosikan

dialog mereka untuk menghormati keanekaragaman budaya mereka.

Selanjutnya, Konvensi Tahun 2003 Perlindungan Warisan

Budaya Tidak Benda (Convebtion For Safeguarding of The Intangible

Cultural Haritage) bertujuan melindungi warisan budaya takbenda

yang sejalan dengan perjanjian internasional tentang hak asasi

manusia dan yang memenuhi persyaratan saling menghormati antar

masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Meskipun pemerintah

hanya dari negara-negara pihak pada konvensi dapat mengusulkan

elemen warisan budaya takbenda bagi komite untuk


mempertimbangkan, proposal harus dibuat dengan partisipasi penuh

dan persetujuan dari masyarakat atau kelompok yang bersangkutan.

Setiap negara anggota, melalui pemerintah Negara

bertanggung jawab untuk mengajukan berkas nominasi kepada

anggota komite antar pemerintah melalui secretariat UNESCO.

Prasasti dari item yang diperiksa di komite Antar Pemerintah

Tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda (Intergovernmental

Committee of the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage) yang

diadakan setiap tahun. Dan setiap tahun, komite antar pemerintah

yang diselenggarakan oleh suatu negara anggota yang berbeda dari

konvensi. Jelas bahwa UNESCO tidak membuat keputusan akhir

apakah item ini di tuliskan atau tidak.

Unsur-unsur budaya yang ditemukan diwilayah lebih dari satu

negara pihak, UNESCO mendorong negara pihak untuk bersama-

sama menyerahkan multinasional nominasi ke Daftar Warisan Budaya

Takbenda yang membutuhkan perlindungan mendesak (The List of the

Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding), atau

pada perwakilan Daftar Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan (the

Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity). Ini

adalah bagaimana konvensi warisan budaya takbenda

mempromosikan, yaitu untuk meningkatkan pemahaman dan saling

menghormati.
Adapun beberapa peranan UNESCO adalah sebagai berikut :

a. Berkolaborasi dalam pekerjaan saling memajukan pengetahuan

dan pemahaman masyarakat, melalui semua sarana komunikasi

massa dan untuk merekomendasikan bahwa akhir perjanjian

internasional seperti mungkin diperlukan untuk mempromosikan

arus bebas ide dengan kata dan gambar.

b. Memberikan dorongan untuk pendidikan popular dan penyebaran

budaya; pengembangan kegiatan pendidikan; melembagakan

kolaborasi antara bangsa-bangsa untuk memajukan cita-cita

persamaan kesempatan pendidikan tanpa memperhatikan ras,

jenis kelamin atau perbedaan-perbedaan, ekonomi atau sosial;

menyarankan metode pendidikan yang paling cocok untuk

mempersiapkan anak-anak di dunia untuk tanggung jawab

kebebasan.

c. Memelihara, meningkatkan dan pengetahuan menyebar, menjamin

konservasi dan perlindungan warisan dunia buku, karya seni dan

monument sejarah dan ilmu pengetahuan, dan merekomendasikan

kepada bangsa-bangsa yang bersangkutan mengenai konvensi

internasional yang diperlukan, mendorong kerjasama antar Negara

di semua cabang aktifitas intelektual, termasuk pertukaran

internasional orang-orang yang aktif di bidang pendidikan, ilmu

pengetahuan, dan kebudayaan, objek dan karya artistic ilmiah dan


bahan informasi lain, memulai metode kerja sama internasional

untuk memberikan orang-orang dari semua negara akses ke bahan

cetak dan diterbitkan dihasilkan oleh salah satu dari mereka.

B. Peranan UNESCO Terhadap Perlindungan Budaya

Berwujud

Budaya tidak hanya diekspresikan dengan cara masyarakat

membentuk eksistensinya, tetapi juga dalam membuat struktur

prioritasnya, yaitu tujuan-tujuan yang ingin dicapai atau nilai-nilai yang

dipromosikan atau dipertahankan.

Kesadaran masyarakat dunia untuk melindungi Kekayaan

budaya dunia makin berkembang pesat, kekayaan budaya dunia pun

dipromosikan dan dipertahankan oleh masyarakat dunia. Instrumen

hukum internasional pun makin penting peranannya dalam

perlindungan kekayaan budaya dunia.

Pada saat ini, memang belum ada instrumen hukum

internasional yang secara jelas dan tegas memberi sanksi

penghukuman pada pelaku pengrusakan benda budaya dunia,

terutama pada masa bukan perang atau konflik bersenjata. Karena

pada dasarnya, perlindungan dan kemampuan memberi sanksi pada

kejahatan terhadap suatu benda budaya adalah kapasitas kedaulatan

suatu negara. Kekayaan budaya dunia masih belum begitu penting

seperti genosida/pemusnahan masal suatu kelompok-biasanya etnis-


tertentu, pemerkosaan, dan pemberontakan yang dapat dikategorikan

sebagai kejahatan pidana internasional.

UNESCO sebagai badan dunia dibawah Perserikatan Bangsa-

Bangsa yang bergerak di bidang kebudayaan, kemudian

memprakarsai beberapa pertemuan, seminar, dan pembentukan

perlindungan kekayaan budaya dunia dari segi hukum internasional.

Beragam Konvensi, rekomendasi, piagam, dan resolusi pun dihasilkan

oleh UNESCO.

Namun kekuatan instrumen hukum internasional yang telah ada

dan belum mampu menjamin penghukuman terhadap kejahatan

terhadap kekayaan budaya dunia. Salah satu penyebabnya adalah

instrumen hukum internasional hanya mengikat negara anggota yang

telah meratifikasi, sedangkan tidak banyak negara yang mau

meratifikasi suatu instrumen hukum internasional. Sekalipun instrumen

hukum internasional tersebut berfungsi untuk menjadi prinsip-prinsip

dasar yang akan menjadi landasan pembentukan instrumen hukum

secara lokal.

Instrumen hukum internasional di bidang Kekayaan Budaya

yang dibahas di bawah ini adalah instrumen-instrumen hukum

fundamental yang menunjukkan suatu benang merah perkembangan

hukum internasional dalam merumuskan sanksi kejahatan terhadap


kekayaan budaya dunia. Tak terbatas pada masa damai, maupun

masa konflik bersenjata.

1. Konvensi-konvensi UNESCO yang bersifat memberi


perlindungan hukum pada kekayaan benda budaya dunia
Perlindungan (Protection) merupakan suatu tindakan untuk

mempertahankan, menjaga dari serangan, invasi, kehilangan, hinaan,

dan sebagainya.

Konvensi-Konvensi UNESCO yang akan dibahas di bawah ini

adalah instrumen hukum fundamental UNESCO di bidang

perlindungan kekayaan budaya dunia berupa benda. UNESCO

bertanggungjawab atas perlindungan hukum internasional kekayaan

budaya (International legal protection of cultural heritage).

Perlindungan hukum UNESCO tersebut adalah Konvensi Hague 1954

(dan protokol-protokolnya); Konvensi Pelarangan dan Pencegahan

Import, Export, dan Transfer Kepemilikan Properti Budaya secara

Ilegal 1970; Konvensi Perlindungan Kekayaan Dunia 1972 dengan

sebelas rekomendasinya.

Konvensi-Konvensi ini tidak memberi penghukuman, tetapi

memberi prinsip dasar perlindungan kekayaan budaya dunia. Jadi

Konvensi-Konvensi ini menunjukkan bagaimana usaha pencegahan

hukum internasional terhadap kejahatan pada kekayaan budaya dunia

berupa benda.
Perlindungan Benda Budaya merupakan suatu aksi total dan

ketentuan, pencegahan, kuratif atau organisasional, yang dilakukan

pemerintah dalam kerjasama dengan institusi privat dan individual,

yang memastikan adanya perservasi atas kekayaan budaya yang

telah didaftarkan pada masa-masa yang dianggap mengancam

keberadaan kekayaan dunia.

Berikut Konvensi-konvensi UNESCO yang bersifat memberi

perlindungan hukum pada kekayaan benda budaya dunia :

a. Konvensi Hague 1954 tentang perlindungan benda budaya saat

konflik bersenjata

b. Konvensi Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia 1972

c. Konvensi Pelarangan dan Pencegahan Impor dan Eksport dan

Pemindahan Kepemilikan Benda Budaya Secara Tidak Sah 1970

C. Penerapan yang dilakukan Indonesia terhadap perlindungan

kebudayaan

Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga

keanekaragaman kebudayaan adalah sangat penting. Daqlam konteks

ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi

warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar

kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun


sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai pengayom dan

pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu memberikan ruang yang

cukup bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia.

Misalnya dimana pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi

kelompok-kelompok sukubangsa asli minoritas untuk berkembang

sesuai dengan kebudayaannya.

Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai dengan

suku bangsa ternyata tidak dianggap serius oleh pemerintah.

Kebudayaan-kebudayaan kelompok suatu bangsa minoritas tersebut

telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominan setempat,

sehingga membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas

menjadi tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol adalah

bagaimana misalnya karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya

dipandang dalam perspektif kepentingan pemerintah. Pemerintah

menentukan baik buruknya suatu produk kebudayaan berdasarkan

kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang

dilakukan pada masa lalu (masa orde baru) adalah penyeragaman

kebudayaan untuk menjadi Indonesia. Dalam artian bukan

menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang secara natural,

namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan

identitas kebudayaan yang disebut sebagai kebudayaan nasional

Indonesia. Dalam konteks ini proses penyeragaman kebudayaan


kemudian meyebabkan kebudayaan yang berkembang di masyarakat,

termasuk didalamnya kebudayaan kelompok suku bangsa asli dan

kelompok marginal, menjadi terbelakang dan tersudut. Seperti

penyeragaman bentuk birokrasi yang ada di tingkat desa untuk semua

daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang ada di jawa

sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam

kebudayaan daerah.

Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok

yang terjadi diatas tidak lepas dengan konsep yang disebut sebagai

kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan arah politik

kebudayaan nasional ketka itu.

Keberadaan kebudayaan nasional sesungghunya adalah suatu

konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah

Negara modern dimana ia digunakan oleh negara untuk memperkuat

rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan berasal dari

latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam

perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat batas-batas

kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-kekuatan

politik, ekonomi, dan militer yang dimilkinya. Keadaan ini terjadi

berkaitan dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk

membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga suatu upaya

untuk mencari legitimasi ideology demi memantapkan peran


pemerintah dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika

yang Nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana pemerintah

menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan

kekuasaannya untuk mematikan kebudayaan-kebudayaan lokal yang

ada didaerah atau kelompok-kelompok pinggiran, dimana

kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan

kebudayaan nasional.

Setelah reformasi reformasi 1998, muncul kesadaran baru

tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan keanekaragaman yang

dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun

masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan

utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multibudaya

adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan

mengagungkan perbedaan alam kesederajatan baik secara individual

maupun secara kebudayaan.

Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat (termasuk

juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai

sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut

yang coraknya seperti sebuah mosaic. Di dalam mosaic tercakup

semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil

yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang

mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaic tersebut. Model


multibudayaisme ini telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri

bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai

kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap falam penjelasan

pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi : kebudayaan bangsa (Indonesia)

adalah puncak-puncak kebudayaan didaerah.

Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan

system infrastruktur demokrasi yang kuat serta didukung oleh

kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci

multibudayaisme adalah kesamaan di sepan hukum. Negara dalam

hal ini berfungsi sebagai fasilitator sekaligus penjaga pola interkasi

antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang antara kepentingan

pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada

keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti

misalnya kasus papua dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi

berkembang dengan kebudayaan papuanya. Dalam konteks waktu,

produk atau hasil kebudayaan dalam dilihat dalam 2 perspektif yaitu

kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau produk

kebudayaan pada masa lampau.

Dalam konteks masa kini, kekayaan kebudayaan akan banyak

berkaitan dengan produk-produk kebudayaan yang berkaitan 3 wujud

kebudayaan yaitu pengetahuan budaya, perilaku budaya atau praktek-

praktek budaya yang masih berlaku, dan produk fisik kebudayaan


yang berwujud artefak atau bangunan. Beberapa hal yang berkaitan

dengan 3 wujud kebudayaan tersebut yang dapat dilihat adalah antara

lain adalah produk kesenian dan sastra, tradisi, gaya hidup, system

nilai, dan system kepercayaan. Keragaman budaya dalam konteks

studi ini lebih banyak diartikan sebagai produk atau hasil kebudayaan

yang ada pada saat ini. Dalam konteks masyarakat yang multikultur,

keberadaan keragaman kebudayaan adalah suatu yang harus dijaga

dan dihormati keberadaannya. Keregaman budaya adalah memotong

perbedaan budaya dari kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di

Indonesia. Jika kita merujuk pada Konvensi UNESCO 2005

(Convention on The Protection and Promotion of The Diversity of

Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau cultural

diversity, cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang

dilihat sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau

masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya. Hal ini tidak hanya

berkaitan dalam keragaman budaya yang menjadi kebudayaan latar

belakangnya, namun juga variasi cara dalam penciptaan artistic,

produksi, disseminasi, distribusi dan penghayatannya, apapun makna

dan teknologi yang digunakannya. Atau diistilahkan oleh UNESCO

dalam dokumen konvensi UNESCO 2005 sebagai ekspresi budaya

(cultural expression). Isi dari keragaman budaya tersebut akan


mengacu kepada makna simbolik, dimensi artistik, dan nilai-nilai

budaya yang melatar belakanginya.

Dalam konteks ini pengetahuan budaya akan berisi tentang

slmbol-simbol pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat

pemiliknya untuk memahami dan menginterpretasikian lingkungannya.

Pengetahuan budaya biasanya akan berwujud nilai-nilai budaya suku

bangsa dan nilai budaya bangsa Indonesia, dimana didalamnya berisi

kearifan-kearifan lokal kebudayaan lokal dan suku bangsa setempat.

Kearifan lokal tersebut berupa nilai-nilai budaya lokal yang

tercerminkan dalam tradisi upacara-upacara tradisional dan karya seni

kelompok suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di nusantara.

Sedangkan tingkah laku budaya berkaitan dengan tingkah laku

atau tindakan-tindakan yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang

ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut bisa dirupakan dalam

bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan subsisten

masyarakat, dan sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai aktifitas

budaya. Dalam artefak budaya, kearifan lokal bangsa Indonesia

diwujudkan dalam karya-karya seni rupa atau benda budaya (cagar

budaya). Jika kita melihat penjelasan diatas maka sebenarnya

kekayaan Indonesia mempunyai bentuk yang beragam. Tidak hanya

beragam dari bentuknya namun juga menyangkut asalnya.


Keragaman budaya adalah sesungguhnya kekayaan budaya bangsa

Indonesia.

Sebagai Negara dengan tingkat keanekaragaman budaya yang

sangat luas, Indonesia berkepentingan terhadap Warisan Budaya

Tidak Berwujud (Intangible Cultural Heritage) di tingkat internasional.

Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Intangible Cultural

Heritage melalui Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2007 Tentang

Pengesahan Konvensi untuk Perlindungan warisan Budaya Tidak

Berwujud.

Peraturan Pemerintah ini, merupakan bentuk perlindungan

terhadap warisan budaya tak berwujud yang dimiliki Indonesia. Namun

Indonesia belum secara khusus mengeluarkan suatu bentuk peraturan

seperti Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai

segala macam upaya perlindungan dan pelestarian budaya tidak

berwujud. Indonesia masih hanya merupakan sebagai negara anggota

pelaksana konvensi Intangible Cultural Heritage tersebut.


KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap Peranan

UNESCO terhadap pengklaiman budaya berwujud dan perlindungan

terhadap budaya tidak berwujud serta penerapannya di Indonesia.

Maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. UNESCO, sebagai satu-satunya badan Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) dengan tugas khusus untuk melindungi warisan

budaya berada dalam pengawasan upaya internasional untuk

melindungi benda bersejarah, kreativitas dan keberagaman di

seluruh dunia, berperan aktif dalam upaya perlindungan dan

pewarisan kebudayaan berwujud (tangible culture) dan

kebudayaan tidak berwujud (intangible culture) dalam negara-

negara di dunia. Dengan cara membuat Konvensi-Konvensi yang

bertujuan untuk melindungi kebudayaan dunia. Apabila negara tak

mampu melindungi atau bahkan bila rezim yang berkuasa di

negara bersangkutanlah yang melakukan pengrusakan terhadap

benda budaya, maka masyarakat dunia tak mampu melakukan

apapun. Konvensi UNESCO 1972 yang dinilai sebagai instrumen


terlengkap dalam perlindungan benda budaya dunia pun tak

mampu untuk menjamin penghukuman pada pelaku pengrusakan

benda budaya dunia.

2. Penerapan di Indonesia terhadap konvensi-konvensi yang

diselenggarakan oleh UNESCO, adalah Indonesia telah ikut serta

dengan meratifikasi beberapa konvensi-konvensi UNESCO antara

lain : Konvensi Tahun 1972 Tentang Perlindungan Warisan Dunia,

Konvensi Tahun Tahun 2003 Mengenai Perlindungan Warisan

Budaya Takbenda, Konvensi Tahun 2005 Mengenai Proteksi dan

Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya. Walaupun demikian

Indonesia masih tidak terlepas dari ancaman klaim dan

pengrusakan kebudayaan yang di lakukan oleh pihak lain. di

sebabkan karena pemerintah Indonesia sendiri yang belum tegas

dalam membentuk instrumen hukum yang pasti terhadap

perlindungan kebudayaannya.

B. Saran

Saran-saran berikut yang merupakan hasil dari penelitian yang

terkumpul selama peneliti melakukan penelitian :

1. UNESCO sudah cukup aktif dalam upaya perlindungan

kebudayaan di dunia. Namun alangkah lebih baik apabila

UNESCO mengharuskan suatu Negara apabila memiliki


kebudayaan asli negaranya untuk segera mengidentifikasi,

mendokumentasikan, dan mendaftarkannya langsung ke

UNESCO.

2. Seharusnya Indonesia membangun persepsi dan perspektif

baru. Dimana kita harus sadar bahwa kita memiliki budaya yang

sangat beranekaragam, dan dengan kekayaan itu kita harus

sadar untuk melindungi dan menjaga kebudayaan tersebut

menjadi warisan budaya bagi generasi bangsa Indonesia

selanjutnya.

3. Pemerintah Indonesia sebagai badan yang berperan penting

terhadap proteksi kebudayaan baik yang bersifat berwujud

maupun tidak berwujud belum memiliki instrumen hukum yang

pasti terhadap perlindungan kebudayaan ini, serta kurangnya

perhatian pemerintah untuk megidentifikasi beberapa

kebudayaan yang ada di Indonesia dan mendaftarkannnya

hingga ke tingkat internasional untuk mendapatkan pengakuan

terhadap kebudayaan Indonesia dimata dunia.

Anda mungkin juga menyukai