Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis
1. Strategi Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya untuk membelajarkan

siswa (Degeng, 1997:1). Bertolak dari definisi tersebut pembelajaran dapat

diartikan sebagai suatu kegiatan yang memberikan fasilitas belajar yang

baik sehingga terjadi proses belajar. Pemberian fasilitas belajar bagi siswa

memerlukan suatu strategi, yaitu strategi pembelajaran. Strategi

pembelajaran matematika adalah kegiaatan yang dipilih oleh pengajar

(guru) dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan fasilitas

belajara sehingga memperlanacar tujuan belajar matematika Hudoyo

(dalam Harmini: 2003:9)

Pendidikan matematika di sekolah dasar merupakan basis pendidikan

dalam membentuk insan Indonesia seutuhnya, seperti diisyaratkan dalam

kebijakan-kebijakan pemerintah dari tahun ketahun. Lulusan sekolah dasar

diharap dapat membekali dirinyaa dengan kemampuan-kemampuan yang

memungkinkan mereka mau dan mampu menata kehidupan yang lebih

layak baik dalam proses pendidikan formal selanjutnya maupun dalam

kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Sasaran tersebut dapat terjangkau

jika program pembelajaran di sekolah memenuhi basis pendidikan

bermutu.
Dalam (Depdikbud, 1993) disebutkan bahwa pembelajaran

matematika di sekolah dasar berfungsi sebagai pengembang kemampuan

berkomunikasi dengan menggunakan bilangan - bilangan simbol-simbol

serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan

mempermuda menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut pada jenjang sekolah dasar diutamakan agar siswa mengenal,

memahami serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya dengan

praktek kehidpupan seharai-hari.

Sejalan dengan fungsi pembelajaran matematika di sekolah dasar

disebutkan tujuan umum pendidikan matematika di sekolah dasar adalah

belajar bernalar ,pembentukan sikap siswa, dan keterampilan dalam dalam

menerapkan matematika.

Jadi dalam setiap pembelajaran matematika di sekolah dasar guru

tidak cukup hanya memahami konsep hafalan-hafalan, tetapi lebih dari itu

guru harus lebih dapat membuat bagaimana nalar serta sikap siswa

terbentuk.untuk itu guru wajib berupaya mengembangkan diri dalam

profesinya.

2. Tujuan Pembelajaran Matematika

Matematika adalah mata pelajaran yang memiliki ciri ciri yang

abstrak, berpola fikir deduktif dan konsisten. Matematika merupakan

ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,

mempunyai peran yang penting dalam kehidupan sehari hari.


Dalam penyampaian pembelajaran matematika khususnya bagi

siswa di sekolah dasar diperlukan suatu metode dan media belajar yang

konkret untuk dapat dipahami dan diserap oleh siswa. Sesuai apa yang

tertuang dalam kurikulum 2006 (KTSP) yang ada, tujuan umum dari

matematika adalah agar peserta didik mampu :

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara

konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,

akurat, efisien, dan cepat dalam memecahkan masalah.


b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika


c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah ,merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh.


d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbul, table, diagram atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.


e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan

yaitu: memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam

mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan

aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan

pengalaman belajar, (Mulyasa, 2005). Oleh karena itu maka pembelajaran

di sekolah perlu adanya kreativitas dan aktivitas antara siswa dan guru.
Suyatinah, dkk (1999) mengemukan bahwa guru berkewajiban

untuk menciptakan suatu kondisi di sekolah, terutama di dalam kelas yang

memungkinkan anak mengembangkan minat untuk belajar matematika

3. Model pembelajaran Numbered Head Together


a. Pengertian

Numbered Head Together ( NHT ) atau penomoran berpikir


bersama menurut Herdian (2009) mengatakan bahwa model pembelajaran
tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan
akademik.

Sri Rahayu (2009) berpendapat bahwa Numbered head together


adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada
aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari
berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas.

b. Langkah-langkah Numbered Head Together

Menurut Trianto dalam Tarjo, 2009 : 16 langkah langkahNumbered


Head Together adalah :

1). Penomoran

Penomoran adalah hal yang utama di dalam Numbered Head


Together, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan
memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai
nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.

2). Pengajuan Pertanyaan

Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru


mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan
dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di
pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari
yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang
bervariasi pula.

3). Berpikir Bersama

Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa


berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan
jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota
mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.

4). Pemberian Jawaban

Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan


setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat
tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru
secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan
tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari
kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab
pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban
tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan secara sederhana


langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model
pembelajaranNumbered Head Together adalah

1. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing dalam


setiap kelompok mendapatkan nomor urut.

2. Guru memberi tugas tugas masing-masing kelompok untuk


mengerjakan suatu permasalahan dalam suasana permainan ( games )yang
menyenangkan.

3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan


memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut
melaporkan hasil kerja kelompoknya,

5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain.

6. Membuat kesimpulan.

Keunggulan Numbered Head Together ( NHT ):

a. Mengembangkan rasa tanggung jawab.

b. Menggalang kerjasama dan kekompakan dalam kelompok.

c. Membuat siswa aktif mencari bahan untuk menyelesaikan tugasnya.

d. Siswa dapat bertanya kepada kelompok lain.

e. Membuat siswa lebih berani mengemukakan pendapat dan bertan


kepada kelompok lain.

Kelemahan Numbered Head Together ( NHT ):

a. Bagi siswa yang kurang pandai akan berpikir pasif

b. Tugas kelompok akan dikerjakan oleh orang tertentu atau siswa yang
rajin dan pintar

c. Sulit memberi tugas yang sesuai dengan perbedaan individu.

4. Alat Peraga
Alat peraga merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyampaikan sesuatu atau isi pelajaran, memperjelas dan menarik

perhatian siswa sehingga dapat mendorong proses pembelajaran, yang

pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar. Alat peraga sebaiknya


mudah cara menggunakannnya, tidak berbahaya, mudah dicari, murah

harganya, dan lebih utama lagi siswa dapat membuatnya sendiri (Achmad

DS, 1996:1).
Dengan demikian alat peraga sangatlah penting dalam proses

belajar mengajar, tergantung pada kejelian kreativitas pendidik untuk

menggunakan alat peraga ataupun tidak. Alat peraga banyak ragam

jenisnya, mulai dari gambar, benda tiruan, maupun sampai benda

sesungguhnya. Yang perlu diperhatikan dalam menggunakan alat peraga

yaitu, disukai siswa, muah, tidak berbahaya, serta flexibel dan mudah

dalam penggunaannnya.
Menurut teori penerimaan rangsaan seperti yang dikutip sekaligus

dipraktekan oleh Sapto Legowo, (2006), mengemukakan bahwa jenjang

daya mengingat hanya mencapai 10 % apabila hanya membaca, dan akan

meningkat menjadi 20 % apabila disertai dengan mendengarkan. Jika

kedua hal tersebut diikuti dengan melihat benda secara konkret daya ingat

mencapai 30 %. Akan meningkat lagi ke 50 % apabila seseorang

membaca, mendengar, melihat atau mengamati kejadian.


Jika terjadi diskusi terhadap sesuatu yang dipelajari maka ingatan

akan mencapai 70 % dan mencapai 90 % jika melakukan percobaan. Dari

gambaran tersebut terlihat bahwa untuk dapat mencapai daya tangkap

yang tinggi, penggunaan alat peraga permainan sangat diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai