BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun
sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari
penyakit serta kelemahan (http://hanafebriyanti.blogspot.com).
Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini
cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk
dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini
biasanya terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya adalah gangguan jiwa
berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta
orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Salah satu
bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terjadi di seluruh dunia adalah gangguan jiwa
skizofrenia. Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan
status sosial atau budaya (http://hanafebriyanti.blogspot.com).
Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit
secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian
tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di
berbagai Negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan
26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi
gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai
264 per 1000 penduduk (http://hanafebriyanti.blogspot.com).
Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan bahwa sebanyak 0,46
per mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui
mengidap skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik berat (Depkes RI, 2007).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB
(10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008).
Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2)
mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk
pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin
(http://hanafebriyanti.blogspot.com).
Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah
pasien meningkat 100 persen dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ
Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80
penderita untuk rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita
per hari ( http//www.pikiran rakyat.com ).
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial
Menarik Diri meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pada peran promotif,
perawat meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan
untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan kesehatan mental dan
pencegahan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri. Sedangkan pada peran kuratif
perawat merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan keperawatan untuk klien dan
keluarga. Kemudian peran rehabilitative berperan pada follow up perawat klien dengan
gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri melalui pelayanan di rumah atau home visite.
Berdasarkan gambaran masalah di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul
Asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan dengan Gangguan Isolasi Sosial Menarik Diri di
Ruang Pusuk Buhit Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, sebagai judul Karya
Tulis Ilmiah.
B. Ruang Lingkup
Asuhan keperawatan ini dilakukan terhadap Tn.A dengan masalah utama Gangguan
konsep diri Isolasi Sosial Menarik Diri di ruang Pusuk Buhit Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara, dikaji mulai tanggal 23 September 2013 sampai dengan tanggal 25
september 2013.
C. Tujuan penulisan
a. Tujuan umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan Gangguan Isolasi Sosial Menarik Diri pada Tn.A di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus dan perumusan yang hendak dicapai adalah kemampuan untuk:
1. Mampu melakukan pengkajian pada Tn.A dengan gangguan konsep diri Isolasi Sosial Menarik
Diri.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.A dengan
gangguan konsep diri Isolasi Sosial Menarik Diri.
3. Mampu menyususn keperawatan pada Tn.A dengan gangguan konsep diri Isolasi Sosial Menarik
Diri.
4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.A dengan gangguan konsep diri Isolasi
Sosial Menarik Diri sesuai dengan keperawatan yang telah disusun.
5. Mampu melakukan evaluasi sesuai implementasi yang dilakukan pada Tn. A dengan gangguan
konsep diri Isolasi Sosial Menarik Diri.
D. Metode penulisan
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu
metode ilmiah dengan pendekatan studi kasus dan teknik pengumpulan data melalui wawancara
terhadap pasien dan keluarga. Observasi pasien secara langsung, dokumentasi, dan studi
kepustakaan.
1. Wawancara
Yaitu pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung, baik kepada pasien maupun
keluarga pasien untuk mendapatkan data yang subjektif maupun objektif dengan menggunakan
format pengkajian.
2. Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung kepada pasien untuk
mendapatkan data yang objektif dengan menggunakan format pengkajian.
3. Dokumentasi
Catatan terhadap pasien serta hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter, perawat, analis,
maupun tim medis lain.
4. Studi kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku yang berhubungan dengan Karya Tulis Ilmiah ini.
E. Sistematika Penulisan
A. KONSEP DASAR
1. DEFENISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak,
tidak terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Deden dan Rusdi,2013,Hal.34 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam (Nanda-
1,2012).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000 ).
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan
hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistis (Erlinafsiah,2010,Hal.101).
2. ETIOLOGI
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.
d) Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan social memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel.
2) Faktor Presipitasi
a) Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya
seperti keluarga.
b) Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya (Ade Herman Surya Direja,2011,Hal.123).
3) Perilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih, afek
tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka terhadap
lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur. Sedangkan
perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang lain, sikap bermusuhan,
mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social manipulasi
adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung
pada orang lain (Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto,2009,Hal.157).
4) Rentang Respon
Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons berhubungan adaktif samapai
maladaktif
1. Respon Adaktif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di terima oleh norma-norma
sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih dalam batas normal ), meliputi:
a) Menyendiri/solitude
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosial dan juga
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah berikutnya.
b) Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam
hubungan sosial.
c) Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling member dan menerima.
2. Respon Maladaktif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma sosial dan
budaya lingkungannya, meliputi:
a) Manipulasi
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
b) Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, dan tidak dapaat
diandalkan.
c) Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,
sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung (Deden Dermawan
Rusdi,2013,Hal.35).
3. PATOFISIOLOGI
Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan hubungan
dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam
aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku
primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009,Hal.10).
(Iyus Yosep,2007,Hal.230).
4. MANIFESTASI KLINIS
c) Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social mal-adaptif
meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan
peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya
kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009,Hal.10).
5. KOMPLIKASI
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa
lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi,
mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat
menyebabkan defisit perawatan diri (Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal.40).
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog dalam
menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan benar atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara etiologi fungsional
dan organik dalam kelainan mental.
3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan oleh
genetik.
4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan struktur anatomi
tubuh.
7. PENATALAKSANAAN
1. Obat anti psikotik
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
b. Haloperidol (HLD)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi
kehidupan sehari hari.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti kolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)
(http://nophienov.wordpress.com).
2. Therapy Farmakologi
3. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan Elektroshock adalah suatu
terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya
ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada
dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan
Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT
setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi
(Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang
dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti
dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun
beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived
Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap terapi
farmakologis.
4. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien bersama-
sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist
atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan ganggua
interpersonal.
5. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus mendapat
perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik
maupun kondisi psikologis seseorang (Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).
1. PENGKAJIAN
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial, adalah :
1. Faktor Perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dilalui
individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan
pada masing-masing tahap tumbuh kembang ini memiliki karakteristik sendiri. Apabila tugas ini
tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaktif.
System keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon social maladaktif.
Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak
berhasil memisahkan dirinya dan orang tua. Norma keluarga yang tidak mendukung hubungan
keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
2. Faktor Biologis
Genetic merupakan salah satu factor pendukung gangguan jiwa. Berdasarkan hasil penelitian,
pada penderita skizofrenia 8% kelainan pada struktur otak, seperti atrofi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur lmbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dan norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat, dan penyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dan kelompok budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan factor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
b. Stressor Presipitasi
Stressor presipitasi umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress sperti kehilangan,
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas. Stressor presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori :
1. Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa factor antara factor lain dan factor keluarga seperti
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya dirawat di rumah sakit.
2. Stressor Psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan (isolasi sosial).
c. Perilaku
Adapun perilaku yang bisa mucul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan, apatis (kurang
acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul. Tidak
merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien
tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri). Klien
tampak memisahkan diri dan orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
Pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, kurang
energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat tidur, menolak hubungan dengan orang lain.
Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
d. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaktif termasuk : keterlibatan
dalam berhubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, music, atau tulisan.
e. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial
adalah regresi, represi, dan isolasi.
1. Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima, secara sadar
dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif
dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan antara sikap dan perilaku
(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.82).
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, kita dapat menggunakan wawancara dan observasi
kepada pasien dan keluarga.
f. Tanda dan Gejala
a. Gejala Subjektif :
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3) Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
9) Klien merasa ditolak.
b. Gejala Objektif :
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2) Tidak mengikuti kegiatan.
3) Banyak berdiam diri dikamar.
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6) Kontak mata kurang.
7) Kurang spontan.
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
9) Ekspresi wajah kurang berseri.
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
11) Mengisolasi diri.
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
13) Masukan makan dan minuman terganggu.
14) Aktivitas menurun.
15) Kurang energy (tenaga).
16) Rendah diri.
17) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fectus/janin (khususnya pada posisi tidur) (Iyus
Yosep,2011,Hal.231).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang diangakat adalah :
1. Isolasi Sosial
2. Harga Diri Rendah Kronik
3. Resiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Intervensi :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistik
Diagnosa III
Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Tujuan : Klien dapat mengenali halusinasinya
Intervensi :
1. Bantu klien mengenal halusinasinya.
2. Jika menemukan yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar.
3. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.
4. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
5. Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A
Umur : 29 Tahun
NO .REG : 02-75-23
Klien dibawa ke rumah sakit jiwa oleh keluarganya, karena klien tidak suka bergaul dan lebih
sering menyendiri .
Gangguan jiwa ini sudah di alami klien 3 tahun yang lalu dan sudah pernah di rawat pada
tahun 2010 3 bulan , pasien sudah di bawah pulang ke rumah klien tidak pernah control ,
sehingga kambuh lagi dan saat ini di bawa kembali untuk di rawat ke 2 kali nya .
2. pengobatan sebelumnya:
Kurang berhasil
Pengalaman klien pada masa lalu yang tidak menyenangkan adalah klien mengatakan setelah dia
tamat SMA dan tidak melanjut lagi karena keterbatasan ekonomi sehingga dia terjerumus dalam
pergaulan narkoba yang menyebabkan ketergantungan, klien mengatakan keluarga klien kurang
IV. FISIK
2. RR : 16X/Menit
3. Pols : 80X/Menit
4. Temp : 36,7C
2. Ukur : TB : 170 cm
BB : 58 Kg
. head to toe: penampilan klien tampak rapi dan bersih. Meskipun berpakaian harus di arahkan oleh perawat.
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Ket : Laki-laki
Perempuan
Klien
Laki-laki meninggal
Perempuan meniggal
Tinggal dalam satu rumah
Klien anak kedua dari enam bersaudara, klien tinggal bersama orang tuanya
2. Konsep Diri
Identitas diri :klien belum menikah dan masih tinggal bersama kedua orang tuanya
c. Peran diri : peran klien dikeluarga sebagai anak kedua dari enam bersaudara dan klien ingin
d. Ideal diri : klien ingin cepat sembuh, pulang dan berkumpul dengan keluarga
Harga diri : klien merasa dirinya sudah tidak beraarti lagi di lingkungan masyarakat semenjak
dia mengkonsumsi narkoba dan keluarga juga sudah tidak lagi memperdulikannya.
3. Hubungan sosial
Orang yang berarti : Klien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah orangtua
dan keluarganya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : klien sebelum dirawat di RSJ tidak
mengikuti kegiatan di kelompok ataupun di masyarakat di karenakan diri nya sudah tidak di
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: karena keadaan kejiwaannya yang tidak stabil
orang lain selalu mengucilkannya sehingga klien tidak bisa berhubungan dengan orang lain,
4. Spritual
Klien beragama islam dan percaya adanya Tuhan, klien jarang mengikuti sholat
1. Penampilan
2. Pembicaraan
Klien berbicara lambat dan sedikit berfikir jika menjawab pertanyaan dari perawat. Dan
3. Aktivitas motorik
4. Suasana perasaan
Klien merasa sedih atas penyakitnya yang tidak sembuh dan merasa sedih akibat selalu di
kucilkan dan di asingkan oleh keluarga semenjak dia masuk ke rumah sakit jiwa .
Sifat klien bersahabat, klien dapat merespon setiap stimulus yang diberikan
Klien terlihat kurang kooperatif menjawab pertanyaan perawat dan kontak mata nya kurang
kepada perawat dan sering menunduk dan terkadang menolehkan kepalanya ke arah lain .
7. Proses pikir
Klien jika akan menjawab pertanyaan terdiam dahulu, seolah-olah sedang merenung lalu mulai
menjawab
8. Tingkat kesadaran
Klien dapat mengorientasikan tempat, waktu dan orang dengan jelas saat ditanya dimana klien
sekarang.
9. Memori
Klien dapat mengingat dengan baik siapa nama ibu kandungnya. Daya ingat klien masih bagus,
Klien mampu mengambil keputusan bila diberi dua pilihan baik dan buruk
Klien tidak menunjukkan adanya gangguan daya tilik diri. Klien tidak mengingkari penyakitnya ,
klien tahu bahwa diri nya sekarang dalam proses pengobatan kejiwaan nya .
2. Kegiatan hidup
a. Perawatan diri
b. Nutrisi
c. Tidur
3. Kemampuan klien dalam mengatur pengunaan obat: Klien mampu minum obat dengan teratur
kelesuhan.
mengakibatkan tidur
yang lelap.
POHON MASALAH
B. ANALISA DATA
NO. DATA MASALAH KEPERAWATAN
masyarakat.
menyendiri.
DO :
DS: .
mengalihkan pandangan
DS :
keadaannya sekarang
DO :
a.Klien tampak menghindari orang lain
DS :
DO :
DS:
ketergantungan
5. kurang memperhatikanya
DO :
klien
DS: klien mengatakan dirinya tidak
DO:
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada Tn. H
diri Tujuan:
Klien dapat membina Setelah 3x interaksi, klien menunjukkan Bina hubungan sali
tujuan perkenalan
di sukai klien
-tunjukkan sikap ya
- tunjukkan sikap em
apa adanya.
-beri perhatian pada
kebutuhan dasar k
keuntungan berinteraksi - klien mengetahui kerugian bila tidak banyak teman dan
SP 3:
Tujuan:
- klien bisa berkenalan - klien berinteraksi dengan dua orang orang lain yang di
meningkatkkan in
SP 1:
Harga diri rendah a. klien dapat - setelah satu kali berinteraksi klien - diskusikan dengan
- hindarkan setiap k
atau memilih, melatih - setelah dua kali berinteraksi klien - diskusikan dengan
kegiatan yang sesuai - menetapkan/ memilih kegiatan yang - bantu klien memil
bersama klien.
- berikan kesempata
perasaanya setelah
SP 2: - yakinkan bahwa k
aktivitas.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
SP 1:
a. membina hubungan saling percaya. - Menyapa klien dan memperkenalkan diri. S: klien men
empati
alami.
Kamis. 26 sept 2013 A. menyadari penyebab isolasi sosial: sebelum disini apakah H aktif mengikuti menyendi
membantu
selamat pagi H
Jumat 27 sept 2013 Membantu klien untuk berkenalan nah sesuai dengan kontrak kita, kalau bercakap-
dengan satu orang perawat. kita akan berbincang-bincang mengenai sudah men
rencana k
b. menetapkan memilih, melatih dan baik lah kita akan memasukkan jadwal kegiatan d
menyusun rencana kegiatan yang merapikan tempat tidur ke dalam jadwal kemampu
A: masalah t
- Menyusun daftar aktifitas yang sudah di
menentuk
latih bersama klien yaitu: bangun tidur
lakukanny
merapikan tempat tidur,mandi, ibadah
P: strategi pe
(sholat) mengikuti kebersihan ruangan.
melatih kl
Sarapan pagi, minum obat, tidur siang,
kemampu
mandi sore, makan malam, minum obat,
tidur.
ruangan . membersi
Sabtu, 28 sept 2013 Melatih klien untuk mampu melakukan aktifitas keluarga?. A: masalah t
1. Pengkajian
Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan menggunakan format pengkajian
perawatan jiwa yang telah ditetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancaara
langsung dengan klien dari data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan
antara data data teoritis dengan apa yang didapat dengan kasus dilapangan. Pengumpulan
data yang dilakukan hanya dengan wawancara dengan klien, observasi dan dari
pendokumentasian keperawatan diruangan. Sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan
hal tersebut. Dikarenakan selama proses pengkajian keluarga klien tidak datang menjenguk.
Menurut data teoritis secara umum dari faktor fredisposisi diterangkan bahwa Isolasi
Sosial dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor psiologis, biologis, faktor genetik,
faktor sosial budaya, yang pasti mungkin terlihat dalam perkembangan suatu kelainan
psikologis tampak bahwa individu yang berada pada resiko tinggi terhadap kelainan ini
adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama ( orang tua
saudara kandung yang lain ) dan dikeluarga hanya klien yang mengalami gangguan jiwa
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori yaitu Isolasi Sosial : Menarik Diri pada
kasus TN.H kelompok menemukan ada 2 diagnosa keperawatan yaitu :
5. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dimana segala intervensi keperawatan dilaksanakan
untuk memenuhi semua kebutuhan klien secar a optimal. Kelompok telah melakuakan asuhan
keperawatan sesuai intervensi keperawatan yang telah dibuat sebelumnya yaitu membina
hubungan saling percaya dengan klien , mengkaji pengetahuan klien tentang prilaku menarik
diri dan tanda tanda nya, memberi kesermpatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul, mendiskusikan bersama klien tentang prilaku
menarik diri dan tanda serta gejalanya , memberikan pujian terhadap kemampuan
klienmengungkapkan perasaannya , mengkaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain, serta mendorong dan membantu klien untuk berhubungan
dengan orang lain.
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dari awal hingga akhir kegiatan yaang setiap kali berinteraksi
menggunakan analisis SOAP ( Subjektif, Objektif, Analisis, Problem ). Semua tindakan
keperawatan dengan isolasi sosial menarik diri yang dibahas kelompok melalui srategi
pelaksanaan dapat dilaksaakan. Klien dapat membina hubungan saling percaya, klien
mengetahui prilaku menarik diri, tanda dan gejalanya, klien mengetahui manfaat dan
keuntungan berhubungan dengan orang lain, klien mengetahui kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain, klien mampu berinteraksi dengan orang lain.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah pemberian asuhan keperwatan jiwa pada Tn. H dengan gangguan Isolasi
Sosial Menarik Diri diruang Pusuk Buhit RSJD Provsu Medan, dapat disimpulkan bahwa :
a. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam asuhan keperawatan perlu membina hunungan
saling percaya antara perawat dengan klien dan merupakan kunci utama dalam proses
selanjutnya.
b. Dukungan dan kepedulian keluarga perlu guna membantu proses penyembuhan klien,
karena klien selalu merasa tidak berarti lagi.
2. Saran
Berikut ini adalah saran yang dapat penulis buat semua pihak agar bisa menjadi lebih baik
dimasa akan datang :
1. Untuk perawat dan tenaga kesehatan lainnya, binalah hubungan saling percaya dengan klien
agar terjadi komunikasi terapeutik sehingga klien dapat mengungkapkan semua
permasalahannya agar tercapai keberhasilan proses keperawatan.
2. Untuk keluarga klien, sisihkanlah waktu untuk mengunjungi klien selama dirawat di RSJ
dan terimalah klien apa adanya serta berikan dukungan dan perhatian yang dapat
mempercepat proses penyembuhan klien.