Anda di halaman 1dari 2

Lagi, Indonesia menjadi tujuan pengembangan bisnis rantai hotel internasional.

Setelah
Starwood Hotels and Resorts, Rosewood Hotels and Resorts, Marriott International,
InterContinental Group, dan beberapa nama mentereng lainnya, kini giliran Banyan Tree Group.

Banyan Tree Group akan mengembangkan merek baru mereka yakni Cassia di Indonesia.
Sebelumnya, mereka mengelola Banyan Tree Bali. Kepastian tersebut diumumkan pada Kamis
(5/6/2014).

Cassia memfokuskan pada segmen pasar lebih niche antara hotel dan apartemen.
Cassia menawarkan opsi investasi berupa unit-unit dengan tipe satu dan dua kamar tidur
fleksibel dengan pengelolaan profesional.

Selain di Indonesia, Cassia juga akan hadir di Thailand, Sir Lanka, Australia dan Tiongkok. Saat
ini kelimanya tengah dalam tahap konstruksi.

Setelah Asia, Cassia juga akan merambah ke tujuh pasar lainnya yakni Brisbane, New York,
Jepang, Seychelles, Chiang Mai, Bangkok dan Vietnam.

Dengan dirilisnya Cassia, Banyan Tree Group saat ini memiliki tiga merek dalam portofolionya
yakni Banyan Tree, Angsana, dan Cassia.

Kelompok ini berusaha untuk memperluas bisnis dan portofolionya secara global. Mereka
menargetkan dapat mengelola 66 hotel dan resor, dengan lebih dari 100 spa dan galeri, di 33
negara hingga 2017 mendatang.

Pemimpin Eksekutif Banyan Tree Holdings, Ho Kwon Ping, mengatakan, Cassia sepenuhnya
merupakan properti. Namun, berbeda dengan jenis properti lainnya, Cassiia memfokuskan pada
elemen perhotelan.

"Elemen ini yang merupakan kunci dan dan posisinya sangat kuat. kami membawa keahlian
untuk mengelola kombinasi antara apartemen dan hotel dalam merek baru ini," ujar Ping.
Seorang pasangan bernama Ho Kwon Ping (65) dan Claire Chiang (66) berhasil menjadi
miliarder berkat sebuah tanah yang tercemar yang mereka jadikan peluang bisnis. Berawal dari
lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, pada tahun 1984 mereka kebetulan menemukan hamparan
luas daratan pesisir di Phuket, Thailand, yang dulu merupakan tambang timah.

Dikutip dari AsiaOne.com, pasangan tersebut tidak melakukan banyak pertimbangan, mereka
langsung membeli tanah tersebut. Karena, mereka melihat lahan itu dikelilingi oleh lautan biru
yang indah. Dari pemandangan yang indah tersebut mereka optimistis bahwa dari tanah tersebut
pasti dapat menghasilkan sesuatu. Padahal, sebenarnya tanah tersebut sangat tercemar akibat
tambang timah sebelumnya.

Setelah mengetahui bahwa tanah tersebut tercemar barulah mereka mengadakan pembersihan
tanah besar- besaran dengan cara menanam 7.000 pohon. Tujuannya, supaya tanah berfungsi
seperti semula. Setelah itu, barulah tanah tersebut mereka dirikan resort dan hotel pertama yang
mereka beri nama Banyan Tree.

Sebagai mantan seorang Jurnalis, Ho tidak memiliki pengalaman dalam industri perhotelan. Ho
memberanikan diri mendirikan hotel dan resort tersebut dengan menggandeng saudara angkatnya
Ho Kwon Cjan dalam merancang bisnis ini.

Tanpa disangka, bisnis Ho berjalan lancar. Ia terus mengembangkan bisnis tersebut. Sampai Ho
berpikiran untuk membuat sesuatu yang berbeda dari hotel sebelumnya. Ia memutuskan untuk
membuat villa yang memiliki fasilitas kolam renang di dalamnya. Karena menurutnya, saat itu
resort atau kamar hotel sudah biasa.

Namun, sayangnya bisnis memang tidak berjalan selalu mulus. Pada tahun 2004, Samudera
Hindia menyerang 9 dari 20 resort yang Ho miliki saat itu. Hal tersebut sangat mempengaruhi
bisnisnya. Iia mengalami kerugian bersih sebesar US$ 27,5 juta atau setara dengan Rp 366 miliar
(US$1: Rp 13.319). Hal ini juga membuatnya harus melakukan pemangkasan terhadap
karyawan. Sebanyak 160 orang dari total 1.400 karyawan harus Ia rumahkan.

Walaupun pendapatannya pada selama lima tahun hingga tahun 2010 merupakan pendapatan
terendah, yaitu sebesar US$ 224 juta atau sekitar Rp 2 triliun (US$1: Rp 13319). Namun, Ho
tetap menjadi orang terkaya di Singapore dengan total kekayaan bersih US$ 345 juta atau Rp 4
miliar.

Ho selalu optimis dengan kesuksesannya. Ia selalu menganggap Asia adalah pasar terbaik bagi
bisnisnya. Ia selalu berusaha untuk memahami apa yang konsumen inginkan. Karena,
menurutnya pasar yang baik adalah yang berasal dari masyarakat sendiri.

Anda mungkin juga menyukai