Anda di halaman 1dari 9

KARNITIN

TUGAS MATA KULIAH NUTRISI,


OLAHRAGA, DAN KESEHATAN

Disusun oleh :
Nike Chandrawibowo (14.I2.0046)

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN TEKNOLOGI


KULINER
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2017
1.1. PENDAHULUAN

Karnitin (L-3-hydroxy-4-N-trimethyl amino butyrate) merupakan amina kuartener


turunan asam amino esensial yang bersifat larut air. Molekul ini disintesis melalui reaksi
anabolik maupun katabolik dan ada di dalam semua sel dalam tubuh serta berperan
dalam meningkatkan oksidasi asam lemak. Pada jumlah tertentu, LC termasuk
suplemen legal yang juga efektif dalam metabolisme karbohidrat (Kumar, et al 2015).
L-karnitin atau LC ini pertama kali ditemukan pada tahun 1905. Prekursor dari LC,
yaitu -N-trimethyllysine dibentuk dari asam amino esensial lisin dan metionin di hati
dan juga ginjal dengan bantuan koenzim berupa vitamin C, B3, B6, asam folat, dan besi.
Sebagian besar LC yang terakumulasi di dalam tubuh berada di otot dan berkisar antara
20-25 gram. Dengan konsumsi LC sebanyak 200-500 mg dari makanan yang tinggi
karnitin dapat mengembalikan LC yang sudah diekskresikan setiap harinya (Sung, et al
2016). LC dapat ditemukan pada beberapa sumber makanan seperti susu, daging, dan
telur. Sekarang ini, LC menjadi salah satu suplemen yang digunakan sebagai ergogenic
aids oleh para atlet serta pada orang yng mengobati penyakit tertentu. Salah satu
manfaat karnitin adalah dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan
proses oksidasi yang terjadi di dalam sel (Apostu, 2014). Selain itu, LC dapat berperan
sebagai agen anti-katabolik yang dapat meningkatkan produksi energi dari lemak
sehingga efektif untuk mengurangi penggunaan energi yang berasal dari glikogen.
1.2. ISI

1.2.1. Absorbsi dan Transpor Karnitin


LC dibentuk dari lisin yang diubah menjadi trimetil lisin, kemudian di dalam jaringan
tubuh diubah menjadi butirobetain yang selanjutnya mengalami hidroksilasi menjadi LC
dengan bantuan enzim -butyrobetaine hydroxylase yang banyak terdapat di hati, testis,
dan ginjal. Di dalam tubuh, LC bebas akan diserap di dalam usus halus kemudian
masuk ke peredaran darah. Tubuh manusia tidak dapat mendegradasi karnitin sehingga
karnitin akan diekskresikan melalui urin dan empedu dalam bentuk bebas dan acyl-
karnitin, kemudian diserap kembali oleh ginjal (Kumar et al., 2015; Karlic &
Lohninger, 2004). Sebagian besar LC terakumulasi di dalam otot dengan konsentrasi
50-200 kali lebih banyak dibandingkan di dalam plasma darah. Rata-rata konsentrasi
karnitin adalah 41 (pada wanita) sampai 50 (pada pria) M/L (Karlic & Lohninger,
2004).

1.2.2. Peran Karnitin dalam Olahraga


Faktor utama yang mempengaruhi performa otot pada atlet maupun seseorang yang
melakukan olahraga atau aktivitas fisik adalah ketersediaan sumber energi dalam bentuk
ATP (Brass & Hiatt, 1998). ATP tersebut dihasilkan dari proses oksidasi asam lemak
maupun pemecahan glukosa dan glikogen. Secara sederhana reaksi tersebut dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Reaksi Pembentukkan Asetil-KoA dari Asam Lemak dan Glukosa

Fungsi utama LC dalam bidang olahraga adalah membantu proses -oksidasi asam
lemak rantai panjang (glycogen sparing) untuk menghasilkan asetil-KoA yang
selanjutnya digunakan untuk pembentukkan energi melalui siklus TCA/siklus Krebs.
Akibatnya, pembentukkan metabolit laktat yang menyebabkan otot menjadi jenuh
terhambat. Suplementasi LC akan meningkatkan penggunaan energi dari asam lemak
dengan cara menekan produksi enzim yang memecah glukosa sehingga metabolisme
karbohidrat terhambat dan pembentukan energi diambil dari asam lemak. Akibatnya,
jumlah glikogen yang tersimpan untuk pembentukkan ATP secara oksidatif lebih
banyak dan daya tahan otot meningkat lebih lama. Metabolisme karbohidrat yang
terhambat tersebut menyebabkan otot tidak jenuh karena metabolit laktat tidak terbentuk
pada proses pembentukkan energi dari asam lemak (Brass & Hiatt, 1998; Sung et al.,
2016).

Dalam proses pembentukkan energi dari asam lemak rantai panjang, asam lemak rantai
panjang melalui proses oksidasi (-oksidasi) di dalam mitokondria yang kemudian
menghasilkan asetil KoA untuk selanjutnya digunakan dalam siklus Krebs. Sebelum
masuk ke dalam mitokondria, asam lemak rantai panjang akan diubah menjadi asil-KoA
rantai panjang di sitosol. Namun, untuk dapat melewati membran dalam dan masuk ke
dalam mitokondria, asil-Koa rantai panjang perlu melalui proses esterifikasi oleh LC
dan dikatalis oleh enzim carnitine palmitoyltransferase I (CPT I) di membran luar
mitokondria sehingga membentuk asil-karnitin rantai panjang dan koenzim A. Oleh
karena itu, LC menjadi molekul yang penting dalam proses pembentukkan energi dari
oksidasi asam lemak. Koenzim A merupakan kofaktor penting dalam reaksi katabolik
dan anabolik. Asil karnitin rantai panjang tersebut ditranspor ke dalam mitokondria oleh
CPT I. Di dalam mintokondria, asil karnitin rantai panjang dikonversikan menjadi asil-
KoA dan karnitin bebas oleh enzim carnitine palmitoyltransferase II (CPT II) dimana
karnitin bebas tersebut digunakan kembali untuk esterifikasi asil-KoA, sedangkan asil-
KoA melalui reaksi -oksidasi diubah menjadi asetil-KoA. Asetil-KoA inilah yang
kemudian masuk ke dalam siklus Krebs untuk menghasilkan ATP. Dengan jumlah
karnitin yang meningkat, maka laju oksidasi asam lemak juga akan semakin cepat.
Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. (Brass & Hiatt, 1998; Sung et al., 2016).
Gambar 2. Mekanisme Karnitin dalam -oksidasi Lemak

Untuk mempelajari pengaruh konsumsi LC terhadap daya tahan/endurance otot


dilakukan penelitian dengan menggunakan tikus. Penelitian dilakukan dengan membagi
perlakuan tikus menjadi 2 yaitu, sedentary (tidak beraktivitas) sebagai kontrol dan
exercise (lari pada treadmill selama 25 menit) dimana semua tikus diberi makanan
tinggi lemak, sedangkan pada tikus yang diberi perlakuan exercise dibagi menjadi 2
grup yaitu diberi LC dan tidak diberi LC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
tikus yang diberi LC memiliki lemak tubuh yang lebih rendah dan daya tahan lebih
tinggi (Kim et al., 2015).

Pada studi tentang konsumsi 2 gram LC oleh subyek yang melakukan latihan daya tahan
(endurance training) seperti lari jarak jauh, aerobik dalam jangka waktu lama, dll
selama 28 hari, diketahui bahwa nilai respiratory exchange ratio (RER) menurun jika
dibandingkan tanpa karnitin pada intensitas latihan yang sama dimana hal ini berkaitan
dengan peningkatan metabolisme lemak. Pada studi lain, konsumsi 2 gram LC pada saat
1 jam sebelum latihan fisik juga menunjukkan bahwa LC efektif untuk menurunkan
kadar laktat dalam darah. Hal ini terjadi akibat peningkatan metabolisme lemak dan
penurunan metabolisme glukosa serta glikogen sehingga daya tahan/endurance dapat
meningkat (Sung et al., 2016). Pada beberapa atlet yang ingin menurunkan berat badan,
konsumsi LC dengan kombinasi diet rendah kalori dan aktivitas fisik dapat menurunkan
berat badan. Dosis ideal yang aman dan tidak menimbulkan resiko kesehatan atau
toksisitas adalah 2-6 gram per hari (Apostu, 2014). Konsumsi LC lebih dari 4 gram/hari
mungkin dapat mengakibatkan gangguan pencernaan (Karlic & Lohninger, 2004).

Pada studi lain selain bidang olahraga, konsumsi LC dikombinasi dengan asam lipoat
oleh penderita penyakit arteri koroner (CAD) atau penyempitan arteri koroner. Asam
lipoat merupakan molekul yang secara alami diproduksi oleh hati serta berfungsi
sebagai koenzim untuk beberapa enzim yang ada di dalam mitokondria seperti piruvat
dehidrogenase dan -ketoglutarat dehidrogenase (Gorca et al., 2011). Kombinasi ini
dapat memperbesar diameter pembuluh arteri brakialis sehingga tekanan darah pasien
menurun. Selain jantung, pada penderita diabetes, suplementasi karnitin secara
intravenous dapat meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara mengurangi lemak
pada otot dan menurunkan gula darah melalui oksidasi dalam sel (Sung et al., 2016).

Karnitin juga memiliki peran dalam perbaikan sistem saraf dimana hasil studi
menunjukkan bahwa suplementasi asetil-L-karnitin akan menurunkan stres oksidatif
pada otak sehingga meningkatkan kemampuan kognitif dan fungsi saraf pada pasien
penderita penyakit neurodegenerasi seperti alzheimer, parkinson dan demensia (Kumar
et al., 2015; Ribas et al., 2014). Penyebab neurodegenerasi tersebut adalah
meningkatnya stres akibat pembentukkan ROS atau kerusakan mitokondria yang
disebabkan karena akumulasi zat toxic (asam organik) dan peningkatan ROS tersebut.
Ketika LC dikonsumsi oleh pasien, maka LC akan ditranspor oleh organic cation
transporter (OCTN2) dan terakumulasi di dalam sel saraf dalam bentuk asetil-L-
karnitin (ALC). ALC tersebut akan mentransfer gugus asetil untuk pembentukan
asetilkolin di dalam neuron, serta mencegah kerusakan serta memperceat regenerasi sel
saraf. Selain itu, bentuk ester lain dari karnitin, yaitu palmitoil-karnitin akan
menstimulasi protein GAP-43 yang berfungsi untuk perkembangan saraf,
neurotransmisi, dan neuroplastisitas (Ribas, et al 2014). Peran LC untuk sistem saraf
dan juga biosintesisnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Biosintesis dan Fungsi LC

Selain untuk meningkatkan pembentukan energi dari asam lemak, karnitin juga dapat
berperan sebagai antioksidan. Ketika seseorang melakukan latihan fisik, produksi ROS
(reactive oxygen species) dan radikal bebas akan meningkat sehingga menyebabkan
stres oksidatif pada otot. Stres oksidatif ini terjadi karena dipicu oleh kontraksi otot,
produksi tenaga, dan otot yang jenuh. Tidak hanya otot, produksi ROS juga meningkat
karena aktivitas beberapa organ seperti jantung, paru-paru, dan darah. ROS yang ada di
otot adalah dalam bentuk superoksida dan nitrogen monoksida (NO). ROS ini harus
dihilangkan dari otot supaya tidak memberikan efek negatif pada performa olahraga
seperti mudah lelah dan kontraksi otot yang lemah. Dengan suplementasi LC,
pembentukan NO dapat dikontrol serta LC akan mengaktivasi enzim seperti
superoksida dismutase yang dapat memecah superoksida agar tidak reaktif (Kim et al.,
2016).
1.3. KESIMPULAN

L-karnitin merupakan molekul terbuat dari asam amino lisin dan metionin yang
disintesis oleh hati dan ginjal. Molekul tersebut berperan dalam membawa asil-KoA ke
dalam mitokondria untuk proses -oksidasi. Tanpa LC, maka asil-KoA tidak dapat
menembus membran dalam dan masuk ke dalam mitokondria. Dalam bidang olahraga,
suplementasi LC efektif meningkatkan performa dengan mempercepat laju oksidasi
lemak dan menghambat pembentukan laktat dari pemecahan glukosa dan glikogen
sehingga otot tidak mudah jenuh. Oleh sebab itu, karnitin secara signifikan dapat
meningkatkan daya tahan/endurance otot. Latihan fisik atau olahraga dapat
meningkatkan produksi ROS dan radikal bebas yang menyebabkan stres oksidatif akibat
kontraksi otot berlebih. Penggunaan LC dapat berperan sebagai antioksidan untuk
mencegah pembentukkan ROS dan radikal bebas yang dapat berdampak negatif pada
performa olahraga. Selain itu, LC juga dapat digunakan untuk pemulihan pada pasien
penderita penyakit tertentu. Hasil studi menunjukkan bahwa LC memiliki peran dalam
pemulihan pasien penyakit penyempitan arteri koroner, diabetses, alzheimer, dan
demensia.
1.4. DAFTAR PUSTAKA

Apostu, M. (2014). The Effect of Ergogenic Substances Over Sports Performance.


Procedia - Social and Behavioral Sciences, 117, 329334.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.02.222
Brass, E. P., & Hiatt, W. R. (1998). The role of carnitine and carnitine supplementation
during exercise in man and in individuals with special needs. Journal of the
American College of Nutrition, 17(3), 207215.
https://doi.org/10.1080/07315724.1998.10718750
Gorca, A., Huk-Kolega, H., Piechota, A., Kleniewska, P., Ciejka, E., & Skibska, B.
(2011). Lipoic acid biological activity and therapeutic potential.
Pharmacological Reports, 63(4), 849858. https://doi.org/10.1016/S1734-
1140(11)70600-4
Karlic, H., & Lohninger, A. (2004). Supplementation of L-carnitine in athletes: Does it
make sense? Nutrition, 20(78), 709715.
https://doi.org/10.1016/j.nut.2004.04.003
Kim, J. H., Pan, J. H., Lee, E. S., & Kim, Y. J. (2015). L-Carnitine enhances exercise
endurance capacity by promoting muscle oxidative metabolism in mice.
Biochemical and biophysical research communications, 464(2), 568573.
https://doi.org/10.1016/j.bbrc.2015.07.009
Kumar, S., Kalaivanam, K. N., Bheemasen, R., Chandrappa, M. S., & Ramadas, D.
(2015). a View of L- Carnitine in Health and Diseases. Indo American Journal of
Pharmaceutical Research, 5(8), 26252632. Diambil dari
http://www.scopemed.org/?jft=36&ft=36-1444205508
Ribas, G. S., Vargas, C. R., & Wajner, M. (2014). L-carnitine supplementation as a
potential antioxidant therapy for inherited neurometabolic disorders. Gene, 533(2),
469476. https://doi.org/10.1016/j.gene.2013.10.017
Sung, D. J., Kim, S., Kim, J., An, H. S., & So, W. Y. (2016). Role of l -carnitine in
sports performance: Focus on ergogenic aid and antioxidant. Science and Sport,
31(4), 177188. https://doi.org/10.1016/j.scispo.2016.02.005

Anda mungkin juga menyukai