Autisme
Autisme yaitu penarikan diri yang ekstrem dari lingkungan sosialnya, gangguan
dalam berkomunikasi, serta tingkah laku yang terbatas dan berulang yang muncul
sebelum usia 3 tahun.
Seorang autis berinteraksi dengan cara sangat berbeda, jika gangguannya parah,
ia benar-benar menunjukkan sikap tidak tertarik pada orang lain. Gejala khas lain yang
sering terdapat pada autis adalah menghindar dari kontak mata dan kontak fisik.
Membenci suara keras, bau tertentu atau cahaya terlalu terang. Dalam interaksi sosial
sehari-hari begitu banyak pesan nonverbal saling ditukarkan dan pemaknaan secara
abstrak pada berbagai hal. Seorang autis tidak bisa memahami komponen komunikasi
tersebut diakibatkan terdapat semacam kegagalan neurobiologis dalam tubuh mereka.
Lebih mudah bagi mereka untuk mengerti sesuatu melalui gambar konkret dan memakai
asosiasi daripada berlogika.
Beberapa jenis ASD (Autism Spectrum Disorder) yang paling umum dialami,
yaitu:
a. Autisme. Pengertian dan gejalanya telah dipaparkan di atas. Sebagai informasi
tambahan, gejala-gejala tersebut muncul sebelum usia 3 tahun dan prevelansinya 4 kali
lebih banyak menimpa anak laki-laki daripada perempuan.
b. Asperger Sindrom. Ini juga lebih besar menimpa anak laki-laki daripada perempuan.
Jika anda melihat seseorang yang disebut autis tetapi ia tidak tampak kesulitan dalam
berbahasa dan berkomunikasi namun hanya sekedar terkesan canggung bergaul, kikuk
atau kasar/tak sopan, mungkin ia menyandang sindrom asperger. Rata-rata nilai
intelektual seorang asperger adalah normal bahkan tinggi, begitu juga kemampuan
verbalnya. Permasalahan utama asperger terletak pada gangguan dalam memahami
petunjuk sosial, oleh karena itu kerap mereka disalahmengertikan sebagai individu yang
tidak menghargai etika bersosial. Asperger dapat disebut autis ringan namun tetap
membutuhkan perlakuan dan pendidikan khusus agar di masa dewasa ia bisa mengatasi
hambatan dalam interaksi sosial dalam lingkungannya.
c. Rett Sindrom. Banyak dialami anak perempuan di usia 7-24 bulan. Sebelumnya anak
mengalami perkembangan normal, tetapi kemudian mengalami kemunduran yang
mencakup keterampilan motorik yang telah dikuasai, kemampuan berbahasa, gerakan
stereotipik seperti sedang mencuri tangan dan membahasi tangan dengan air liur,
hambatan mengunyah makanan.
d. Childhood Disintegrative Disorder. Pada usia 2-10 tahun, anak berkembang normal
sebelum mengalami kemunduran signifikan pada keterampilan yang telah dikuasai daan
terjadi gangguan pada fungsi sosial, komunikasi serta perilaku. Pada beberapa kasus,
penderitanya terus mengalami kemunduruan hingga tiba di kondisi retardasi mental berat.
e. Pervasive Developmental Disorder not Otherwise Specified (PDD-NOS), individu
mengalami gejala autisme setelah usia 3 tahun atau lebih.
Sebagian besar ilmuwan mengemukakan pendapat terdapat faktor
herediter penyebab autisme pada seseorang. Anak yang didiagnosis autis apabila
ditelusuri garis keturunannya, maka ada salah satu anggota keluarga yang mengalami
gangguan sejenis, meski tidak selalu sama-sama autis. Peneliti lainnya memilih
memperluas penyebab autisme adalah akibat faktor lingkungan selama kehamilan.
Apakah itu diakibatkan infeksi virus, bakteri tertentu, kontaminasi udara atau kontak
dengan zat kimia berbahaya seperti pestisida.
Pada penyandang autisme, disebabkan oleh suatu hal, beberapa sel dan
koneksinya tidak berkembang baik bahkan mengalami kerusakan. Gangguan koneksi ini
terutama terjadi pada neuron-neuron yang bertanggung jawab di are komunikasi, emosi
dan kesadaran.
7. Tunalaras
Pernah disebut sebagai emotionally disturbed, tetapi lalu dinilai kurang pas dan
diubah jadi seriously behavioral disabled, ini pun lalu dipersingkat menjadi behavioral
disabled saja. Belakangan dilakukan penggabungan menjadi emotional or behavioral
disorder.
Karakteristik sosial dan emosional anak dengan gangguan emosional tingkah laku
adalah :
a. Tingkah laku yang tidak terarah (tidak patuh, perkelahian, perusakan, pengucapan
kata-kata kotor dan tidak senonoh, senang memerintah, kurang ajar).
b. Gangguan kepribadian (merasa rendah diri, cemas, pemalu, depresi, kesedihan
yang mendalam, menarik diri dari pergaulan).
c. Tidak matang dalam sikap, cepat bingung, perhatian terbatas, senang melamun,
berkhayal, senang bergaul dengan yang lebih muda.
d. Pelanggaran sosial (terlibat dalam aktivitas geng, mencuri, membolos, begadang).
Tunalaras karena gangguan emosional atau tingkah laku terdiri dari faktor-faktor
gangguan biologis, hubungan keluarga yang tidak sehat, serta faktor eksternal seperti
pengalaman di sekolah yang tidak diharapkan dan pengaruh masyarakat yang buruk.
9. Tunaganda
Seseorang yang memiliki kerusakan, kekhususan dan ketidakmampuan dalam
beberapa hal sekaligus. Penyebab seseorang menjadi tunaganda dapat disebabkan trauma
pada otak, luka waktu lahir (kelahiran sukar), hydrocephalus, penyakit infeksi, misalnya
TBC, cacar, meningitis, dan faktor keturunan antara lain kerusakan pada benih plasma,
dan hasil perkawinan dari ayah dan ibu yang rendah intelegensi dapat diturunkan pada
anak.
10. Kesulitan Belajar
Anak-anak berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kategori ini sebenarnya
tidak mengalami permasalahan dengan daya inteligensia hanya saja diperlukan strategi
belajar tersendiri yang dapat mengakomodir potensi mereka yang terhambat karena
gangguan-gangguan motorik, persepsi- motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan
orientasi arah dan ruang serta keterlambatan konsep.
Mereka memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis
yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang
disebabkan karena gangguan persepsi seperti dyslexia (gangguan bahasa), discalculia
(gangguan matematika) dan dysgraphia (gangguan menulis).
Penyebab kesulitan belajar terbagi dalam beberapa bagian antara lain disfungsi
minimal otak, tidak adanya dominasi lateralitas, adanya penyimpangan visual, adanya
perkembangan yang tidak normal, penyimpangan psikologis, adanya penyebab yang
bersifat genetik, pengaruh/kesalahan dalam cara mengajar dan deprivasi dalam proses
berpikir.
11.
A N A K D E N G A N G A N G G U A N E M O S I D A N PERILAKU
Tidak ada definisi yang baku mengenai gangguan emosi dan perilaku,
tetapicirri-ciri umum menggambarkan adanya 4 dimensi ( Hallahan dan Kauffman,
1991 )sebagai berikut.
b.Anak yang mengalami gangguan perilaku, memiliki ciri-ciri antaralain
suka berkelahi, memukul, menyerang, bersifat pemarah,
tidak penurut/melawan peraturan, suka merusak baik baik milik
diri sendirim a u p u n o r a n g l a i n , k a s a r , t i d a k s o p a n , t i d a k m a u k e r
j a s a m a , penentang, kurang perhatian pada orang lain,
suka mengganggu, sukaribut, mudah marah, suka mendominasi orang lain, suka
mengancama t a u m e n g g e r t a k , i r i h a t i , c e m b u r u , s u k a b
e r t e n g k a r , t i d a k bertanggung jawab, ceroboh, mencuri, mengacau, menola
k kesalahandan menyalahkan orang lain, murung, cemberut, mementinkan
dirisendiri.
c . A n a k ya n g m e n g a l a m i k e c e m a s a n d a n m e n ye n d i r i , m e m i l i k i c i r i -
c i r i antara lain tegang, rasa takut bersalah, cemas, pemalu,
menyendiri,m e n g a s i n g k a n d i r i , t i d a k p u n ya t e m a n , p e r a s a a n t e r t e k a n
, s e d i h , sensitive, mudah merasa disakiti hatinya, merasa rendah diri, merasatidak
berharga, mudah frustasi, kurang keyakinan, pendiam.
d.Anak yang agresif sosia ciri-
c i r i n y a a n t a r a l a i n a d a l a h m e m i l i k i perkumpulan yang tidak baik, beran
i mencuri, loyal terhadap temany a n g s u k a m e l a n g g a r h u k u m , s u k a b e g a d a n
g sampai larut malam
melarikan diri dari sekolah, melarikan dari
rumah.e . I n d i v i d u y a n g t i d a k p e r n a h d e w a s a c i r i -
c i r i n y a a n t a r a l a i n a d a l a h perhatiannya terbatas, kurang konsentrasi,
melamun, kaku, canggung, pasif, kurang inisiatif, mudah digerakkan, lamban, ceroboh,
mudah bosan, kurang tabah, kurang rapi.Dengan melihat gejala-gejala tersebut, guru
dapat melakukan identifikasi
dank e m u d i a n m e m b e r i k a n l a ya n a n ya n g s e s u a i d e n g a n k e b u t u h a n d a
n k e m a m p u a n mereka sehingga tidak menjadi berkesulitan belajar
b. Latihan
Mengajarkan keterampilan hidup (seperti makan, berpakaian, menjaga kebersihan
badan)
Melibatkan anak dalam pergaulan sosial dengan teman sebaya atau orang yang
lebih tua
Memberi kegiatan sesuai minat dan kebutuhan anak
Memperkenalkan hal-hal yang baik dan tidak baik sejak usia dini
Bersikap positif. Selalu memberi dukungan dan pengertian pada anak tetapi tidak
memberi harapan palsu.
Selalu memberi cinta. Cinta dan kasih sayang orang di sekeliling menjadi
kekuatan terbesar bagi anak untuk mengatasi kekurangannya. Tunjukkan rasa
cinta tanpa pamrih melalui pelukan, ciuman, genggaman tangan, meluangkan
waktu untuk meberi bantuan.
b. Rehabilitasi medik :
Terapi Okupasi :
1. Periksa
Tidak semua tingkah laku yang bemasalah digolongkan gangguan. Oleh karena
itu, Perlu menambah pengetahuan tenytang gangguan mengenai perkembangan dan jenis
gangguan anak.
2. Pahami
Untuk bisa menangani anak yang mengalami gangguan, ada baiknya keluarga
mengikuti support group dan parenting skill-training. Tujuannya agar bisa lebih
memhami sip dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik secara psikologis,
kognitif (intelektual) maupun fisiologis.
3. Telaten
Dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran untuk menghadapi anak yang memilik
gangguan psikologis.
4. Membangkitkan kepercayaan diri
Jika mampu, ini juga bisa dipelajari, menggunakan tehnik-tehnik pengelolaan
perilaku, seperti menggunakan penguasa positif. Misalnya memberikan pujian apabila
anak makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu yang benar, memberikan
disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak. Tujuannya untuk
meningkatkan rasa percaya diri anak.
5. Mengenali arah minatnya
Jika dia bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat baik-baik, kemana
sebenarnya tujuan dari keaktifannya. Jangan dilarang semuanya karena membuat anak
menjadi frustasi. Yang penting adalah mengenali bakat atau kecenderungan perhatiannya
secara dini.
6. Meminimalisir stimulasi yang dapat mengacaukan pikiran dan konsentrasi.
Anak diupayakan tenang terkendali, gangguan dari luar minimal menggunakan
media penanganan yang menarik sesuai dengan modalitas anak (visual, auditori,
kinestik), praktik langsung, menyenangkan, variatif, sesuai dengan minat anak,
mengajarkan strategi meningkatkan memori, mnemoik, kata kunci, peta pikiran dan
insight.
7. Merancang lingkungan rumah kondusif
Menjauhkan benda berbahaya/tajam, lingkungan fisik nyaman, memfasilitasi anak yang
normal untuk menjadi role model, mempertahankan kontak mata, memberikan
pekerjaaan yang menantang, memastikan adanya sisi menarik pengajaran,
menyederhanakan instruksi, memperjelas instruksi, menjelaskan tujuan/target dengan
jelas, memberi contoh, monitoring perlu dilakukan untuk memberi masukan pada
penanganan lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Fanu, James Le. Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak. Alih Bahasa :
Irham Ali Saifuddin. Yogyakarta : Think (2007)
Smith, J. David. Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua. Alih Bahasa : Denis dan
Enrica. Jakarta : Nuansa (2006)
----. Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini Yang Berkebutuhan Khusus. Jakarta :
Dir. Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Dir.Jend Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Depdiknas (2008)
Mangunsong, Frieda. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
(2009)
Pusponegoro, Hardiono D & Purboyo Solek. Apakah Anak Kita Autis, Deteksi
Dini Tumbuh Kembang Anak. Bandung : Yayasan Suryakanti (2003)
\
Pandji, Dewi. 2013. Sudahkah Kita Ramah Anak Special Needs. PT. Gramedia : Jakarta.
Hadis, Abdul. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Alfabeta. 2006.
Smith, Chris Dukus. Cara Menangani Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Indeks.
2009.
Pohan, M.Imran. Masalah Anak dan Anak Bermasalah. Jakarta: CV Intermedia. 1986.
Baihaqi & Sugiarmin. Memahamni dan Membantu Anak ADHD. Bandung: Refika
Aditama. 2006.
Tiel, Julia Maria. Anakku Terlambta Bicara. Jakarta: Prenada. 2009
Sujanto, Agus, Lubis Halem, & Hadi, Taufik. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi
Aksara. 1980
Nurihsan, Juntika. Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Refika
Aditama. 2011.
Chalke, S. Tips Menjadi Orang Tua Arif, Positif, dan Inspiratif. Jogjakarta: Garailmu.
2009