Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi atau yang dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah meningkatnya tekanan
darah sistolik 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.1

2.1.2 Fisiologi Regulasi Tekanan Darah


Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output) dan
resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan hasil kali
antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup
ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi
perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas pembuluh darah dan viskositas
darah. Semua parameter tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: system saraf
simpatis dan parasimpatis, system rennin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan faktor local berupa
bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.
Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan meningkatkan
resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru kebalikannya yaitu bersifat defresif. Apabila
terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung.
RAAS juga bersifat presif karena dapat memicu pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek
vasokonstriksi pembuluh darah dan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrum di ginjal
sehingga meningkatkan volume darah.
Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya hipertensi.
Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang sebagiannya bersifat
vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II local. Sebagian lagi bersifat
vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor (EDRF), yang dikenal juga sebagai nitrit
oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu jantung terutama atrium kanan memproduksi
hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic peptide, ANP) yang cenderung bersifat
diuretic, natriuretik dan vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan darah. 2
2.1.3 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut maka
jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga bertambah, di mana baik hipertensi
sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh
orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus
meningkat dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar) dan
pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara maju. Data
dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari
tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti
terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES
III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
2.1.4 Etiologi
Beberapa etiologi dari hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu4 :
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin,
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intrseluler, dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol dan merokok
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.

2.1.5 Patogenesis
Ada 4 faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi4 :

1. Peran volume intravaskular


Volume intravaskular merupakan determinan utama untuk kestabilan tekanan darah dari
waktu ke waktu. Tergantung keadaan TPR (total peripheral resistance) apakah dalam posisi
vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila asupan NaCl meningkat, maka ginjal akan merespons
agar ekskresi garam keluar bersama urine ini juga akan meningkat. Tetapi bila upaya
mengekskresi NaCl ini melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O
sehingga volume intravascular meningkat.
2. Peran kendali saraf autoimun
Persarafan autonom ada 2 macam, yang pertama ialah saraf simpatis, yang mana saraf ini yang
akan menstimulasi saraf viseral (termasuk ginjal) melalui neurotransmitter : katekolamin,
epinefrin, maupun dopamin.
Sedangkan saraf parasimpatis adalah yang menghambat stimulasi saraf simpatis.
3. Peran renin angiotensin aldosteron (RAA)
Adapun proses pembentukan renin dimulai dari pembentukan angiotensinogen yang dibuat di
hati. Selanjutnya angiotensinogen akan dirubah menjadi angiotensin I oleh renin yang
dihasilkan oleh makula densa apparat juxta glomerulus ginjal. Lalu angiotensin I akan dirubah
menjadi angiotensin II oleh enzim ACE (angiotensin converting enzim).
4. Peran dinding vaskular pembuluh darah
Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum, penyakit yang berlanjut terus
menerus sepanjang umur. Hipertensi dimulai dengan disfungsi endotel, lalu berlanjut menjadi
disfungsi vaskular yang berakhir dengan TOD (target organ damage). Dimana disfungsi
endotel merupakan sindroma klinis yang langsung berhubungan dengan peningkatan kejadian
kardiovaskular. Progresivitas sindrom aterosklerotik ini dimulai dengan faktor risiko yang
tidak dikelola, akibatnya hemodinamika tekanan darah makin berubah, hipertensi makin
meningkat serta dinding pembuluh darah makin menebal yang berakhir dengan kejadian
kardiovaskular.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit
sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala maka biasanya bersifat non-
spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Apabila hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak
dirawat, mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokard, stroke, atau gagal ginjal.
Namun deteksi dini dan perawatan hipetensi yang efektif dapat menurunkan jumlah morbiditas
dan mortalitas. Dengan demikian, pemeriksaan tekanan darah secara teratur mempunyai arti
penting dalam perawatan hipertensi.
Mekanisme bagaimana hipertensi menimbulkan kelumpuhan dan kematian berkaitan langsung
dengan pengaruhnya pada jantung dan pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri; sehingga beban kerja
jantung bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan
hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin
terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut,
penyediaan oksigen miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium
terjadi akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya akan
menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar separuh kematian akibat hipertensi
disebabkan oleh infark miokardium atau gagal jantung5.
2.1.6 Diagnosis
Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.Hipertensi adalah the silent
killer.Penderita baru mempunyai keluhan setelah mengalami komplikasi di TOD. Secara
sistematik anamnesa dapat dilaksanakan sebagai berikut :

Anamnesis
Anammesis meliputi1 :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat analgesik
dan obat/bahan lain
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, dan palpitasi
3. Faktor-faktor resiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
- Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
- Kebiasaan merokok
- Pola makan
- Kegemukan, intensitas olahraga
4. Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan dan defisit sensosris atau
motoris
- Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan bantal tinggi lebih dari
2 bantal
- Ginjal : haus, poliuris, nocturia, hematuri, hipertensi disertai kulit pucat anemis
- Arteri perifer : extremitas dingin
5. Pengobatan hipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga, lingkungan
Pemeriksaan Fisis

a. Memeriksa tekanan darah


Pengukuran rutin di kamar periksa
- Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di lantai dan
lengan setinggi jantung
- Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-13, lebar 35
cm)
- Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas arteri brachialis)
- Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan suara Korotkoff
fase I dan V
- Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau pemeriksaan
pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
- Hipertensi office atau white coat
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
Pengukuran sendiri oleh pasien
b. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan hipertensi sekunder
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran tekanan darah
minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100 mmHg.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum)
Elektrolit (kalium)
Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)
Asam urat (serum)
Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
Elektrokardiografi (EKG)
Beberapa anjuran test lainnya seperti:
Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya LVH
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Foto thorax.

2.1.7 Klasifikasi

Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO-ISH, ESH-ESC, JNC 7


Tekanan Darah Sistolik Tekanan
Darah Diastolik
Klasifikasi tekanan WHO- ESH- JNC-7 WHO- ESH- JNC-
darah ISH ESC ISH ESC 7
Optimal < 120 < 120 < 80 < 80
Normal < 130 120- < 120 < 85 80-84 < 80
129
Tinggi-normal 130-139 130- 85-89 85-89
139
Hipertensi kelas 1 140-159 140- 90-99 90-99
(ringan) 159
Hipertensi kelas 2 160-179 160- 100-109 100-109
(sedang) 179
Hipertensi kelas 3 180 180 110 110
(berat)
Pre-hipertensi 120-139 80-
89
Tahap 1 140-159 90-
99
Tahap 2 160 100

2.8 Penatalaksanaan
Managemen Hipertensi JNC 8

1. Rekomendasi 1
Pada usia 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan tekanan darah (TD) pada
systolic blood pressure (SBP) 150 mmHg, atau diastolic blood pressure (DBP) 90 mmHg
dan diturunkan sampai SBP 150 mmHg dan DBP 90 mmHg. (Rekomendasi Kuat-Grade
A)
2. Corollary Recommendation
Pada populasi umum usia 60 tahun, jika terapi farmakologi ternyata menurunkan tekanan
darah SBP lebih rendah dari target (SBP 140 mmHg) dan terapi dapat ditoleransi tanpa ada
efek samping yang menganggu maka terapi tidak perlu penyusuaian ( Pendapat Ahli-Grade E)
3. Rekomendasi 2
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan
TD pada DBP 90 mmHg dan diturunkan sampai tekanan DBP 90 mmHg. (untuk usia 30-
59 tahun, Rekomendasi Kuat- Grade A; untuk usia 18-29 tahun, pendapat ahli-Grade E)

4. Rekomendasi 3
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurukan TD
pada SBP 140 mmHg dan diturunkan sampai tekanan SBP < 140 mmHg. (Pendapat Ahli-
Grade E)
5. Rekomendasi 4
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan Chronic Kidney Disease (CKD), inisiasi terapi
farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP 140 mmHg atau DBP 90 mmHg dan target
menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg.(Pendapat Ahli-Grade E)
6. Rekomendasi 5
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan diabetes, inisiasi terapi farmakologi untuk
menurunkan TD pada SBP 140 mmHg atau DBP 90 mmHg dan target menurunkan sampai
SBP < 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg.(Pendapat Ahli-Grade E)
7. Rekomendasi 6
Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk dengan penyakit diabetes, inisiasi terapi
farmakologi harus mencakup, diuretik tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB),
angiostensin-converting enzym inhibitor (ACEI) atau angiostensin receptor blocker (ARB).
(Rekomendasi : Sedang-Grade B)
8. Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes, initiasi terapi farmakologi
antihipertensi harus mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB) (Untuk
orang kulit hitam rekomendasi sedang-grade B; untuk orang kulit hitam dengan diabetes
rekomendasi lemah grade C)
9. Rekomendasi 8
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan CKD, inisiasi terapi farmakologi antihipertensi
harus mencakup obat ACEI atau ARB untuk meningkatkan fungsi ginjal (Rekomendasi
Sedang-Grade B)
10. Rekomendasi 9
Tujuan objektif dari terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan tekanan
darah sesuai target terapi. Jika tekanan darah tidak dapat mencapai target terapi yang
diinginkan dalam waktu 1 bulan terapi tekanan darah, dapat dilakukan peningkatan dosis obat
atau menambah golongan obat kedua dari salah satu golongan obat pada rekomendasi 6
(diuretik tipe thiazide, CCB, ACEI atau ARB). Dokter harus terus menilai perkembangan TD
dan menyesuaikan regimen obat antihipertensi sampai TD yang diinginkan dapat dicapai. Jika
target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan pengunaan 2 jenis golongan obat
antihipertensi, dapat dilakukan penambahan dan titrasi obat ke 3 dari daftar yang telah tersedia.
Jangan pernah mengunakan obat ACEI dan ARB secara bersamaan pada 1 orang pasien. Jika
target tekanan darah tetap tidak dapat dicapai mengunakan terapi obat pada rekomendasi 6
karena ada kontraindikasi obat atau membutuhkan lebih dari 3 jenis obat, maka obat dari
golongan antihipertensi lainnya dapat digunakan. Rujukan ke spesialis perlu dilakukan jika
pasien tidak dapat mencapai target tekanan darah mengunakan strategi yang di atas atau perlu
dilakukan managemen komplikasi pada pasien.

Dosis Obat Hipertensi JNC 8


Dosis
Inisial Jumlah
Target
Obat Antihipertensi
Dosis Harian, mg Obat / Hari
RCT, mg
ACE inhibitors
1. Captopril 50 150-200 2
2. Enalapril 5 20 1-2
3. Lisinopril 10 40 1
Angiostensi receptor blockers (ARB)
1. Eprosartan 400 600-800 1-2
2. Candesartan 4 12-32 1
3. Losartan 50 100 1-2
4. Valsartan 40-80 160-320 1
5. Irbesartan 75 300 1
-Blockers
1. Atenolol 25-50 100 1
2. Metoprolol 50 100-200 1-2
Calcium Channel Blockers
1. Amlodipine 2,5 10 1
2. Diltiazem extended 120-180 360 1
release
3. Nitredipine 10 20 1-2
Thiazide-type diuretics
1. Bendroflumethiazide 5 10 1
2. Chlorthalidone 12,5 12,5-25 1
3. Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-2
4. Indapamide 1,25 1,25-2,5 1
2.9 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Keadaan Khusus
2.9.1 Kelainan jantung dan pembuluh darah :

Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu diperhatikan
adalah penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal jantung dan
penyakit pembuluh darah perifer.

a. Penyakit Jantung Iskemik :


Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pektoris
stabil obat pilihan pertama b bloker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel blocker
(CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris tidak stabil atau
infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan ACEI dan kemudian
dapat ditambahkan antihipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark
miokard, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat mengungtungkan tanpa
melupakan penata laksanaan lipid profil yang intensif dan penggunaan aspirin.
b. Gagal Jantung :
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama disebabkan
oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan hipertensi dan
profil lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal jantung. Pada
pasien asimtomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan
BB . Pada pasien simtomatik dengan disfungsi ventrikel tau penyakit jantung end stage
direkoendasikan untuk menggunakan ACEI, BB dan ARB bersama dengan pemberian
diuretik loop.
Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah
terjadinya progresifitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.
c. Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP) :
REKOMENDASI :
KELAS I :
Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai
target tekanan darah < 140/90 mmHg (untuk non-diabetes) atau target tekanan darah <
130/80 mmHg(untuk diabetes). BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan
TIDAK merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP.
KELAS IIa :
Penggunaan ACEI pada pasien simtomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk
menurunkan kejadian kardiovaskular.
KELAS IIb :
Penggunaan ACEI pada pasien asimtomatik PAP ekstremitas bawah dapat
dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai bawah dan berpotensi mengeksaserbasi
simtom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan tersebut harus
diperhatikan saat memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar pasien dapat
mentoleransi terapi antihipertensi tanpa memperburuk simtom PAP dan penanggulangan
sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan menurunkan risiko kejadian kardivaskular.
2.9.2 Penanggulangan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal
Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah
hipertensi menimbulkan gangguan fungsi ginjal hipertensi lama, hipertensi primer)
ataupun gangguan/penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi. Masalah ini lebih
bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya sama, kecuali pada
hipertensi sekunder (renovaskular,hiperaldosteronism primer) dimana penanggulangan
hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.

1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal :


- Pada keadaan ini penting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal (CCT, creatinin)
dan derajat proteiuria.
-Pada CCT < 25 mL/men diuretik golongan thiazid(kecuali metolazon) tidak efektif.
-Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi ginjal dan
kadar kalium.
-Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.

2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:


- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan penurunan asupan
garam/diuretik golongan furosemide/dialisis.
- Penyakit ginjal renovaskular baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis renal
dapat ditanggulangi secara intervensi (stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian
ACEI dan ARB tidak dianjurkan bila diperlukan terapi obat. Aldosteronism primer
(baik karena adenoma maupun hiperplasia kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara
medikal (dengan obat antialdosteron) ataupun intervensi.
Disamping hipertensi, derajad proteinuri ikut menentukan progresi fungsi ginjal,
sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian
ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.
Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal:

1. Tekanan darah diturunkan sampai < 130/80 mmHg (untuk mencegah progresi
gangguan fungsi ginjal).
2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).

3. Bila proteinuria > 1g/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah ( 125/75
mmHg).

4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian ACEI/ARB


(kreatinin tidak boleh naik > 20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).

2.9.3 Penanggulangan Hipertensi pada Usia Lanjut

Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia diatas 65
tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi,
keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi
amat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.

Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi (isolated
systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan
tekanan darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik
disebut sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan
mortalitas yang uruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh
kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta. Penanggulangan hipertensi pada usia
lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti dapat mengurangi kejadian komplikasi
kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila :
- TD sistolik 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik.
- TD sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya.Oleh
karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekauan arteri,
penurunan fungsi baroreseptor dan respons simpatik, serta autoregulasi serebral,
pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati (start slow, go slow) hindarkan emakaian
obat yang dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.
Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut dimulai
dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari makanan yang
diawetkan dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah.
Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi
hipotensi ortostatik sering terjadi, sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan
mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum obat ini.

Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang
lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal dianjurkan
separuh dosis biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respons
pengobatan dengan mempertimbangkan kemungkian efek samping obat. Obat-obat yang
biasa dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi terjadinya
penyakit jantung kongestif. Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan
kalsium tulang. Obat lain seperti golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya
dapat dipergunakan. Kombinasi 2 atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek
pengobatan yang optimal.

Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian


hipotensi ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai < 140 mmHg.
Target untuk tekanan darah diastolik sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik
penurunan sampai tekanan darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan
peningkatan kejadian stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak
sampai 65 mmHg.

2.9.4 Penanggulangan Hipertensi pada Diabetes


Indikasi pengobatan :
Bila tekanan darah sistolik 130 mmHg dan /atau tekanan darah diastolic 180 mmHg.
Sasaran (target penurunan) tekanan darah :
- Tekanan darah < 130/80 mmHg.
- Bila disertai proteinuria 1g/24 jam : 125/75 mmHg.
Pengelolaan :
- Non Farmakologis :
Perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan, meningkatkan aktifitas
fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam.
- Farmakologis :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi :
Pengaruh terhadap profil lipid
Pengaruh terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh terhadap resistensi insulin
Pengaruh terhadap huipoglikemia terselubung.
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan :
*ACEI
*ARB
*Beta-bloker
* Diuretik dosis rendah
* Alfa bloker
* CCB golongan non-dihidropiridin.

Pada diabetisis dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan darah diastolik
antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bial gagal
mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis. Diabetisis dengan tekanan darah sistolik
140 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat
diberikan terapi farmakologis secara langsung. Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi
tidak dapat dicapai dengan monoterapi

2.10 Krisis hipertensi


Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada
umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat
antihipertensi
Krisis hipertensi meliputi dua kelompok yaitu:
Hipertensi darurat (emergency hypertension) dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi
terdapat kelainan / kerusakan target orgn yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat mencegah / membatasi kerusakan
target organ yang terjadi.
Hipertensi mendesak (urgency hypertension) dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi
tetapi tidak disertai kelainan/ kerusakan organ target yang progresif, sehingga penurunan tekanan
darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).
Pengobatan hipertensi urgensi cukup dengan obat oral yang bekerja cepat sehingga menurunkan
tekanan darah dalam beberapa jam. Pengobatan hipertensi darurat memerlukan obat yang segera
menurunkan tekanan darah dalam menit-jam sehingga umumnya bersifat parenteral.

Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia


Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian Khusus
Nifedipin Diulang 15 5-15 menit 4-6 jam Gangguan
5-10 mg menit coroner
Captopril Diulang per 15-30 menit 6-8 jam Stenosis a.renalis
12,2-25 mg jam
Klonidin Diulang per 30-60 menit 8-16 jam Mulut kering,
75-150 mg jam ngantuk
Propranolol Diulang per 15-30 menit 3-6 jam Bronkokonstriksi,
10-40 mg jam blok jantung

Obat hipertensi parenteral yang dipakai di Indonesia


Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian
Khusus
Klonidin iv 6 amp per 30-60 menit 24 jam Ensefalopati
150 ug 250cc dengan
Glukosa 5% gangguan
microdrip coroner
Nitrogliserin 10-50 ug/cc 2-5 menit 5-10 menit
iv per 500cc
Nikardipin iv 0,5- 6 ug 1-5 menit 15-30 menit
75-150 mg /kg/menit
Diltiazem iv 5-15 ug 15-30 menit
/kg/menit
lalu sama 1-
5
ug/kg/menit
Nitroprusid 0,25 Langsung 2-3 menit
iv ug/kg/menit

2.11 Pencegahan
Modifikasi gaya hidup cukup efektif dapat menurunkan kardiovaskular dengan biaya yang
sedikit dan risiko minimal. Pencegahan ini tetap dianjurkan meski harus disertai obat antihipertensi
karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat. Langkah-langkah yang dianjurkan adalah sebagai
berikut 7 :
Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (Indeks massa tubuh 27)
Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)
Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
Mengurangi asupan natrium
Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam
makanan.

2.12 Komplikasi
Komplikasi Umum 4 :
Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga
aliran darah ke otak yang diperdarahi berkurang.
Infark miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup
oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebankan infark.
Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler glomerulus
ginjal. Dengan rusaknya membran glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.

2.13 Prognosis
Hipertensi adalah the disease cardiovaskular continuum yang berlangsung seumur
hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ (TOD). Berawal dari tekanan
darah 115/75 mmHg, setiap kenaikan sistolik/diastolik 20/10 mmHg resiko morbiditas dan
mortalitas penyakit kardiovaskular akan meningkat 2 kali lipat. Hipertensi yang tidak diobati
meningkatkan 35% semua kematian kardiovaskular, 50% kematian stroke, 25% kematian
PJK, 50% kematian kongestif jantung, 25% kematian premature, serta menjadi penyebab
tersering untuk penyakit ginjal kronis dan penyebab gagal ginjal terminal.
Pada banyak uji klinis, pemberian obat anti hipertensi akan diikuti penurunan stroke
35%-40%, infark miokard 40%-45%, dan lebih dari 50% gagal jantung. Diperkirakan
penderita dengan hipertensi stadium I ( TD >140-159 mmHg dan atau 90-99 mmHg), dengan
faktor kardiovaskular tambahan, bila berhasil mencapai penurunan TD sistolik 12 mmHg yang
dapat bertahan selama 10 tahun, maka akan mencegah 1 kematian dari 11 penderita yang telah
diobati. Namun, belum ada studi terhadap hasil terapi pada penderita tekanan darah pre
hipertensi.1
2.2 Ensefalopati Hipertensi
2.2.1 Definisi
Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan oleh kenaikan
tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. HE dapat terjadi
pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya
mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata
mencapai 200 atau 225 mmHg 4.

2.2.2 Epidemiologi
Ensefalopati hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan riwayat hipertensi
essensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60 juta orang yang menderita
hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi emergensi. Mortalitas dan morbiditas dari
penderita ensefalopati hipertensi bergantung pada tingkat keparahan yang dialami. Selain itu,
diteliti bahwa insiden hipertensi essensial pada orang kulit putih sebanyak 20-30%, sedangkan
pada orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih beresiko untuk menderita
ensefalopati hipertensi 5.

2.2.3 Etiologi
Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit antara lain penyakit
ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemia akut, pheokromositoma,
sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti aminophyline, phenylephrine. Ensefalopati
hipertensi lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama 4,5.

2.2.4 Patofisiologi
Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi mikrosirkulasi di otak
(respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel). Aliran darah otak tetap konstan selama
perfusi aliran darah otak berkisar 60 120 mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-
tiba, maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan
kerusakan endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan darah
terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat menyebabkan nekrosis fibrinoid
pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan
deposit fibrin dalam pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati) 1.

Berikut teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi:

1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (the overregulation theory of hypertensive


encephalopathy)
Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi vasospasme arteriol yang
hebat disertai penurunan aliran darah otak dan iskemi. Vasospasme dan iskemi akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis, fibrinoid, dan perdarahan kapiler
yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan sawar darah otak sehingga dapat timbul edema otak
4
.
Bagan 2.1. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Reaksi Autoregulasi yang
Berlebihan

Blood pressure

Intense reflex cerebral vasoconstriction

(Exaggerated autoregulation)

Cerebral blood flow

Focal cerebral ischemia Vessel wall Global cerebral

- Transient focal deficits ischemia ischemia

Arteriolar and capillary

damage

Localized cerebral edema Petechial hemorrhages

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 175

2. Kegagalan autoregulasi (the breakthrough theory of hypertensive encephalopathy)


Tekanan darah tinggi yang melampaui batas regulasi dan mendadak menyebabkan kegagalan
autoregulasi sehingga tidak terjadi vasokonstriksi tetapi justru vasodilatasi. Vasodilatasi
awalnya terjadi secara segmental (sausage string pattern), tetapi akhirnya menjadi difus.
Permeabilitas segmen endotel yang dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi
komponen plasma yang akhirnya menimbulkan edema otak 4.
Bagan 2.2 Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Kegagalan Autoregulasi

Blood pressure

Failure of autoregulation

Forced vasodilatation

- Hyperperfusion
Endothelial permeability

- capillary hydrostatic pressure

Cerebral edema

Hypertensive encephalopathy
(headache, nausea, vomiting, altered
mental status, convulsion)

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 176

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi
baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi
lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari
tekanan darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak 6.
i. Manifestasi klinis
Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang dikaitkan dengan
ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan penglihatan, confusion, pingsan
sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam.
Gejala-gejala gangguan otak yang difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda
lateralisasi yang bersifat reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri atau
stroke. Microinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis
ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika telah terjadi
hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat,
papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal 7.

ii. Penegakkan Diagnosis


Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien dengan peningkatan
tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah hipertensi urgensi atau hipertensi
emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui
tanda dan gejala kerusakan target organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat, mual,
muntah, penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat hipertensi sebelumnya, penyakit
ginjal, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya. Selain itu dapat dilakukan funduskopi untuk
melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra
kranial. Penilaian kardiovaskular juga perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya distensi
vena jugular atau crackles pada paru. Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui
kerusakan fungsi ginjal (peningkatan BUN dan kreatinin) 5.

Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada bagian otak
dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat pada bagian posterior otak namun
dapat juga pada batang otak 7.
Sumber: Adam and Victors Principle of Neurology 8th Edition, halaman 730

Gambar 2.1 Gambaran CT Scan (kanan) dan MRI (kiri) kepala pada wanita 55 tahun dengan
Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white matter yang terkonsentrasi
pada bagian posterior otak

iii. Diagnosis Banding


Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain:

a. Stroke iskemik atau hemoragik


b. Stroke trombotik akut
c. Perdarahan intracranial
d. Encephalitis
e. Hipertensi intracranial
f. Lesi massa SSP
g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau yang
memiliki gejala serupa 1
Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan darah terkontrol
merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan ensefalopati hipertensi dari
penyakit-penyakit di atas 6.

iv. Terapi1
Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah pasien terutama yang
berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan dengan monitoring secara tetap dan
titrasi obat, tekanan darah arterial diukur dengan kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini
bertujuan untuk menurunkan tekanan darah arterial sebesar 25% selama 1-2 jam dan tekanan
darah diastolic ke 100-110 mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial memperburuk
keadaan neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana pengobatannya. Untuk obat
anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium nitroprusside dan
phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif pada HE.

Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling adekuat tidak
menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk administrasi. Dosis inisial alah
20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis intravena setiap 10 menit sampai tekanan darah yang
diinginkan atau total dosis sebesar 300 mg tercapai.

Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat (hitungan detik) dan
durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit). Bagaimanapun, ini dapat mempengaruhi suatu
venodilatasi cerebral yang penting dengan kemungkinan menghasilkan peningkatan aliran darah
otak dan hipertensi intracranial. Suatu tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NO
dan produk metaboliknya, sianida dapat menyebabkan kematian mendadak, atau koma. Dosis
inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus sampai target efek yang
diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.

Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1) pada level perifer,
dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran darah ginjal dan ekskresi sodium
dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala gagal ginjal. Dosis inisial 0,003 mcg/kg/min IV
secara progresif ditingkatkan sampai maksimal 1,6 mcg/kg/min.

Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance 3-5 mg/h dapat juga
digunakan.

Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena tidak


direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak terkontrol dari tekanan
darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan renal.

v. Prognosis
Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera diturunkan, maka penderita
akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah
diturunkan secepatnya secara dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa 4.

Anda mungkin juga menyukai