Bab Ii He
Bab Ii He
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi atau yang dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah meningkatnya tekanan
darah sistolik 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.1
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara maju. Data
dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari
tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti
terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES
III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
2.1.4 Etiologi
Beberapa etiologi dari hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu4 :
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin,
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intrseluler, dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol dan merokok
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
2.1.5 Patogenesis
Ada 4 faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi4 :
Anamnesis
Anammesis meliputi1 :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat analgesik
dan obat/bahan lain
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, dan palpitasi
3. Faktor-faktor resiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
- Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
- Kebiasaan merokok
- Pola makan
- Kegemukan, intensitas olahraga
4. Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan dan defisit sensosris atau
motoris
- Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan bantal tinggi lebih dari
2 bantal
- Ginjal : haus, poliuris, nocturia, hematuri, hipertensi disertai kulit pucat anemis
- Arteri perifer : extremitas dingin
5. Pengobatan hipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga, lingkungan
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum)
Elektrolit (kalium)
Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)
Asam urat (serum)
Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
Elektrokardiografi (EKG)
Beberapa anjuran test lainnya seperti:
Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya LVH
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Foto thorax.
2.1.7 Klasifikasi
2.8 Penatalaksanaan
Managemen Hipertensi JNC 8
1. Rekomendasi 1
Pada usia 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan tekanan darah (TD) pada
systolic blood pressure (SBP) 150 mmHg, atau diastolic blood pressure (DBP) 90 mmHg
dan diturunkan sampai SBP 150 mmHg dan DBP 90 mmHg. (Rekomendasi Kuat-Grade
A)
2. Corollary Recommendation
Pada populasi umum usia 60 tahun, jika terapi farmakologi ternyata menurunkan tekanan
darah SBP lebih rendah dari target (SBP 140 mmHg) dan terapi dapat ditoleransi tanpa ada
efek samping yang menganggu maka terapi tidak perlu penyusuaian ( Pendapat Ahli-Grade E)
3. Rekomendasi 2
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan
TD pada DBP 90 mmHg dan diturunkan sampai tekanan DBP 90 mmHg. (untuk usia 30-
59 tahun, Rekomendasi Kuat- Grade A; untuk usia 18-29 tahun, pendapat ahli-Grade E)
4. Rekomendasi 3
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurukan TD
pada SBP 140 mmHg dan diturunkan sampai tekanan SBP < 140 mmHg. (Pendapat Ahli-
Grade E)
5. Rekomendasi 4
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan Chronic Kidney Disease (CKD), inisiasi terapi
farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP 140 mmHg atau DBP 90 mmHg dan target
menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg.(Pendapat Ahli-Grade E)
6. Rekomendasi 5
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan diabetes, inisiasi terapi farmakologi untuk
menurunkan TD pada SBP 140 mmHg atau DBP 90 mmHg dan target menurunkan sampai
SBP < 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg.(Pendapat Ahli-Grade E)
7. Rekomendasi 6
Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk dengan penyakit diabetes, inisiasi terapi
farmakologi harus mencakup, diuretik tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB),
angiostensin-converting enzym inhibitor (ACEI) atau angiostensin receptor blocker (ARB).
(Rekomendasi : Sedang-Grade B)
8. Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes, initiasi terapi farmakologi
antihipertensi harus mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB) (Untuk
orang kulit hitam rekomendasi sedang-grade B; untuk orang kulit hitam dengan diabetes
rekomendasi lemah grade C)
9. Rekomendasi 8
Pada populasi umum usia 18 tahun dengan CKD, inisiasi terapi farmakologi antihipertensi
harus mencakup obat ACEI atau ARB untuk meningkatkan fungsi ginjal (Rekomendasi
Sedang-Grade B)
10. Rekomendasi 9
Tujuan objektif dari terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan tekanan
darah sesuai target terapi. Jika tekanan darah tidak dapat mencapai target terapi yang
diinginkan dalam waktu 1 bulan terapi tekanan darah, dapat dilakukan peningkatan dosis obat
atau menambah golongan obat kedua dari salah satu golongan obat pada rekomendasi 6
(diuretik tipe thiazide, CCB, ACEI atau ARB). Dokter harus terus menilai perkembangan TD
dan menyesuaikan regimen obat antihipertensi sampai TD yang diinginkan dapat dicapai. Jika
target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan pengunaan 2 jenis golongan obat
antihipertensi, dapat dilakukan penambahan dan titrasi obat ke 3 dari daftar yang telah tersedia.
Jangan pernah mengunakan obat ACEI dan ARB secara bersamaan pada 1 orang pasien. Jika
target tekanan darah tetap tidak dapat dicapai mengunakan terapi obat pada rekomendasi 6
karena ada kontraindikasi obat atau membutuhkan lebih dari 3 jenis obat, maka obat dari
golongan antihipertensi lainnya dapat digunakan. Rujukan ke spesialis perlu dilakukan jika
pasien tidak dapat mencapai target tekanan darah mengunakan strategi yang di atas atau perlu
dilakukan managemen komplikasi pada pasien.
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu diperhatikan
adalah penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal jantung dan
penyakit pembuluh darah perifer.
1. Tekanan darah diturunkan sampai < 130/80 mmHg (untuk mencegah progresi
gangguan fungsi ginjal).
2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).
3. Bila proteinuria > 1g/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah ( 125/75
mmHg).
Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia diatas 65
tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi,
keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi
amat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.
Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi (isolated
systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan
tekanan darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik
disebut sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan
mortalitas yang uruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh
kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta. Penanggulangan hipertensi pada usia
lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti dapat mengurangi kejadian komplikasi
kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila :
- TD sistolik 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik.
- TD sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya.Oleh
karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekauan arteri,
penurunan fungsi baroreseptor dan respons simpatik, serta autoregulasi serebral,
pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati (start slow, go slow) hindarkan emakaian
obat yang dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.
Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut dimulai
dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari makanan yang
diawetkan dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah.
Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi
hipotensi ortostatik sering terjadi, sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan
mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum obat ini.
Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang
lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal dianjurkan
separuh dosis biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respons
pengobatan dengan mempertimbangkan kemungkian efek samping obat. Obat-obat yang
biasa dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi terjadinya
penyakit jantung kongestif. Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan
kalsium tulang. Obat lain seperti golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya
dapat dipergunakan. Kombinasi 2 atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek
pengobatan yang optimal.
Pada diabetisis dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan darah diastolik
antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bial gagal
mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis. Diabetisis dengan tekanan darah sistolik
140 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat
diberikan terapi farmakologis secara langsung. Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi
tidak dapat dicapai dengan monoterapi
2.11 Pencegahan
Modifikasi gaya hidup cukup efektif dapat menurunkan kardiovaskular dengan biaya yang
sedikit dan risiko minimal. Pencegahan ini tetap dianjurkan meski harus disertai obat antihipertensi
karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat. Langkah-langkah yang dianjurkan adalah sebagai
berikut 7 :
Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (Indeks massa tubuh 27)
Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)
Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
Mengurangi asupan natrium
Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam
makanan.
2.12 Komplikasi
Komplikasi Umum 4 :
Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga
aliran darah ke otak yang diperdarahi berkurang.
Infark miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup
oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebankan infark.
Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler glomerulus
ginjal. Dengan rusaknya membran glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
2.13 Prognosis
Hipertensi adalah the disease cardiovaskular continuum yang berlangsung seumur
hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ (TOD). Berawal dari tekanan
darah 115/75 mmHg, setiap kenaikan sistolik/diastolik 20/10 mmHg resiko morbiditas dan
mortalitas penyakit kardiovaskular akan meningkat 2 kali lipat. Hipertensi yang tidak diobati
meningkatkan 35% semua kematian kardiovaskular, 50% kematian stroke, 25% kematian
PJK, 50% kematian kongestif jantung, 25% kematian premature, serta menjadi penyebab
tersering untuk penyakit ginjal kronis dan penyebab gagal ginjal terminal.
Pada banyak uji klinis, pemberian obat anti hipertensi akan diikuti penurunan stroke
35%-40%, infark miokard 40%-45%, dan lebih dari 50% gagal jantung. Diperkirakan
penderita dengan hipertensi stadium I ( TD >140-159 mmHg dan atau 90-99 mmHg), dengan
faktor kardiovaskular tambahan, bila berhasil mencapai penurunan TD sistolik 12 mmHg yang
dapat bertahan selama 10 tahun, maka akan mencegah 1 kematian dari 11 penderita yang telah
diobati. Namun, belum ada studi terhadap hasil terapi pada penderita tekanan darah pre
hipertensi.1
2.2 Ensefalopati Hipertensi
2.2.1 Definisi
Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan oleh kenaikan
tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. HE dapat terjadi
pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya
mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata
mencapai 200 atau 225 mmHg 4.
2.2.2 Epidemiologi
Ensefalopati hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan riwayat hipertensi
essensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60 juta orang yang menderita
hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi emergensi. Mortalitas dan morbiditas dari
penderita ensefalopati hipertensi bergantung pada tingkat keparahan yang dialami. Selain itu,
diteliti bahwa insiden hipertensi essensial pada orang kulit putih sebanyak 20-30%, sedangkan
pada orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih beresiko untuk menderita
ensefalopati hipertensi 5.
2.2.3 Etiologi
Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit antara lain penyakit
ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemia akut, pheokromositoma,
sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti aminophyline, phenylephrine. Ensefalopati
hipertensi lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama 4,5.
2.2.4 Patofisiologi
Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi mikrosirkulasi di otak
(respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel). Aliran darah otak tetap konstan selama
perfusi aliran darah otak berkisar 60 120 mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-
tiba, maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan
kerusakan endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan darah
terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat menyebabkan nekrosis fibrinoid
pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan
deposit fibrin dalam pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati) 1.
Blood pressure
(Exaggerated autoregulation)
damage
Blood pressure
Failure of autoregulation
Forced vasodilatation
- Hyperperfusion
Endothelial permeability
Cerebral edema
Hypertensive encephalopathy
(headache, nausea, vomiting, altered
mental status, convulsion)
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi
baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi
lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari
tekanan darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak 6.
i. Manifestasi klinis
Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang dikaitkan dengan
ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan penglihatan, confusion, pingsan
sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam.
Gejala-gejala gangguan otak yang difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda
lateralisasi yang bersifat reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri atau
stroke. Microinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis
ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika telah terjadi
hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat,
papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal 7.
Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada bagian otak
dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat pada bagian posterior otak namun
dapat juga pada batang otak 7.
Sumber: Adam and Victors Principle of Neurology 8th Edition, halaman 730
Gambar 2.1 Gambaran CT Scan (kanan) dan MRI (kiri) kepala pada wanita 55 tahun dengan
Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white matter yang terkonsentrasi
pada bagian posterior otak
iv. Terapi1
Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah pasien terutama yang
berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan dengan monitoring secara tetap dan
titrasi obat, tekanan darah arterial diukur dengan kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini
bertujuan untuk menurunkan tekanan darah arterial sebesar 25% selama 1-2 jam dan tekanan
darah diastolic ke 100-110 mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial memperburuk
keadaan neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana pengobatannya. Untuk obat
anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium nitroprusside dan
phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif pada HE.
Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling adekuat tidak
menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk administrasi. Dosis inisial alah
20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis intravena setiap 10 menit sampai tekanan darah yang
diinginkan atau total dosis sebesar 300 mg tercapai.
Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat (hitungan detik) dan
durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit). Bagaimanapun, ini dapat mempengaruhi suatu
venodilatasi cerebral yang penting dengan kemungkinan menghasilkan peningkatan aliran darah
otak dan hipertensi intracranial. Suatu tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NO
dan produk metaboliknya, sianida dapat menyebabkan kematian mendadak, atau koma. Dosis
inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus sampai target efek yang
diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.
Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1) pada level perifer,
dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran darah ginjal dan ekskresi sodium
dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala gagal ginjal. Dosis inisial 0,003 mcg/kg/min IV
secara progresif ditingkatkan sampai maksimal 1,6 mcg/kg/min.
Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance 3-5 mg/h dapat juga
digunakan.
v. Prognosis
Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera diturunkan, maka penderita
akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah
diturunkan secepatnya secara dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa 4.