Anda di halaman 1dari 31

STEP 1

Video

STEP 2

1. Apa saja jenis jenis syok ?


2. Bagaimana patofisiologi dari syok?
3. Apa saja manifestasi klinis dari syok?
4. Bagaimana penatalaksanaan awal pada kasus?

STEP 3

1. Jenis jenis syok


A. Syok hipovolemik
B. Syo kardiogenik
C. Syok distributif
a. Syok septik
b. Syok anaplastik
c. Syok neurogenik
d. Syok insufisiensi adrenal akut
D. Syok obstruksif
2. Patofisiologi dari syok yaitu
a. Tahapan non progresif
b. Tahapan progresif
c. Tahapan irreversibel
3. Manifestasi klinis dari syok yaitu
a. .Nadi Cepat dan Dangkal.
b. Nadi Cepat dan Lemah
c. Kulit Pucat, Dingin dan Lembab
d. Wajah.
e. Mata
f. Perubahan Keadaan Mental
g. Mual, bisa juga disertai dengan muntah,
h. Haus,
i. Lemah,
j. Pusing (Vertigo),
k. Tidak Nyaman dan takut, terkadang pada beberapa korban pengamatan
inilah yang mungkin pertama kali ditemukan.
4. Penatalaksanaan dari syok
Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang
pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok
adalah :
a. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong
maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
b. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
c. Periksa pernafasan korban (Breathing)
d. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
e. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
f. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal
dengan selimut)
g. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan
medis tiba.
h. Mual, bisa juga disertai dengan muntah,
i. Haus,
j. Lemah,
k. Pusing (Vertigo),
l. Tidak Nyaman dan takut, terkadang pada beberapa korban pengamatan
inilah yang mungkin pertama kali ditemukan.

STEP 4.

1. Jenis jenis syok


A. SYOK HIPOVOLEMIK
Pengertian
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai
dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam
kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati
hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler
ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular dan interstitial.
Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular.
Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai
25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada
pria dgn berat badan 70 kg.

Etiologi

Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok


hipovolemik adalah (1) kehilangan cairan eksternal seperti : trauma,
pembedahan, muntah-muntah, diare, diuresis, (2) perpindahan cairan internal
seperti : hemoragi internal, luka baker, asites dan peritonitis cairan.

Manifestasi klinis

Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah


cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe
dan stadium renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3
fase yaitu fase kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.

a. Kulit Dingin, pucatDingin


b. PernafasanTakipneu
c. Kesadaran Gelisah Lethargi
d. bereaksiReaksi -/ hanya terhadap nyeri

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan


cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang
interstitial seperti pada demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan
kehilangan cairan ke luar tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi
seperti ubun-ubun besar cekng, mata cekung, mucosa kering, turgor kulit
turun, refill kapiler turun, karal dingin, dan penurunan status mental.

Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunnjukkan


tanda gangguan perfusi seperti refill kapiler yang menurun, akral, dingin,
dan penurunan status mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada
anak dehidrasi. Tekanan darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih
dari 30%. Pada syok akibat perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan
darah lebih dari 40% volume.

Pemeriksaan laobarotorium

a. Hemoglobin dan hematokrit

Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit
masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah
perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini
tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena
kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada DF atau diare dengan
dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.

b. Urin

Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin
menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria

c. Pemeriksaan BGA

pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung
terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak
tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan
meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2
dan PCO2 arterial dan vena.

d. Pemeriksaan elektrolit serum


Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan
elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada
penderita dengan asidosis Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan
serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal
ginjal

e. Pemeriksaan faal hemostasis

Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

B. SYOK KARDIOGENIK

Pengertian
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh
gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja
sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai
untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa
dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit
jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa
nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan
katub atau sekat jantung.Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan
jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan
curah jantung.

Etiologi

a. Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung


b. Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis
katup aorta, insufisiensi katup aorta
c. Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi,
ventrikular takhikardi
d. Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung: atrioventrikular
blok, sinoaurikular blok.
Manifestasi klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut :
a. Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas
bawah sebelumnya
b. Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :
1). Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar
natrium dalam urin
2). Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingi dan
lembab
3). Gangguan fungsi mental
4). Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2
5). Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru
(PCWP) 18-21 mmHg
c. Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah
berdasarkan:
Keluhan Utama Syok Kardiogenik
1). Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2). Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3). Nyeri substernal seperti IMA.
d. Tanda Penting Syok Kardiogenik
1). Tensi turun < 80-90 mmHg.
2). Takipneu dan dalam.
3). Takikardi.
4).Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5). Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6). Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7). Sianosis.
8). Diaforesis (mandi keringat).
9). Ekstremitas dingin.
10). Perubahan mental.

C. DISTRIBUTIF
Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul
dalam pembuluh darah perifer.

Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis
atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik
seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti
sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok
septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun,
malnutrisi Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam
syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1. SYOK SEPTIK
Pengertian
Sepsis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman-
kuman atau bahan-bahan yang berasal dari atau dibuat oleh kuman-kuman.
Organism yang paling sering menyebabkan shock septic dalah kuman gram
negative. Tetapi shock juga bias disebabkn oleh kuman gram positif bahkan
jamur, rickettsia dan bermacam-macam virus dapat menimbulkan shock
yang sifatnya tidak banyak berbeda.
Respon penderita terhadap pencetus yaitu masuknya kuman kedalam
tubuh ditentuFaktor-faktor tersebut dibawah memegang peranan:
1. Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan
terhadap system kardiovaskuler.
2. Kekacauan system metabolism
3. Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara
sekunder karena infeksi antara lain: komplemen, koagulasi kalikrein dan
bahan-bahan toksin.
4. Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain.
5. Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita sebelum
terjadi sepsis
Etiologi
Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus).
Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus,
Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue Hemorrhagic Fever,
Herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang
sering ditemukan adalah Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan
Pneumokokus. Syok sepsik yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah
40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Japardi,
2002). Syok septik sering terjadi pada:
a. Bayi baru lahir,
b. Usia diatas 50 tahun,
c. Penderita gangguan sistem kekebalan.kan oleh keadaan penderita
sebelumnya.
(SIRS: systemic inflammatory respons syndrome) respon tubuh terhadap
inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :
a. suhu > 38o C
b. frekuensi jantung > 90 kali/menit
c. frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
d. leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%
e. sepsis
f. infeksi dengan manifestasi SIRS
g. sepsis berat
h. sepsis yang disertai dengan disfungsi rgan, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.
i. Sepsis dengan hipotensi
j. Sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan
tekanan darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab
hipotensi
Renjatan septic
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara
adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah
dan perfusi organ.

Manifestasi Klinis
Karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit untuk
menggolongkan keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain:
1. Demam tinggi
2. Seringkali vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada jaringan
yang terinfeksi.
3. Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita, disebabkan
oleh adanya vasodilatasi di jaringan yang terinfeksi dan oleh derajat
metabolik yang tinggi dan vasodilatasi di tempat lain dalam tubuh,
akibat dari rangsangan toksin bakteri terhadap metabolisme sel dan
dari suhu tubuh yang tinggi.
4. Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel
darah merah sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami de-
generasi.
5. Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh, keadaan
yang disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini juga menye-
babkan faktor-faktor pembekuan menjadi habis terpakai sehingga
timbul perdarahan di banyak jaringan, terutama dinding usus dan
traktus intestinal.
Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak
memperlihatkan tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda
infeksi bakteri. Setelah infeksi menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi
biasanya ikut terlibat baik secara langsung ataupun sebagai akibat
sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah pada suatu titik di
mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif serupa dengan yang
terjadi di seluruh jenis syok lainnya. Tahap akhir dari syok septik
tidak banyak berbeda dengan tahap akhir syok hemoragik, meskipun
faktor-faktor pencetusnya sangat berlainan pada kedua macam syok
tersebut.
Diagnosis
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak
atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal
ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah
akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan
rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan
ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak
memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri
penyebab infeksi.

2. SYOK ANAFILAKSIS
pengertian
Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi
sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan
tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat.
Etiologi
a. Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
b. Allergen immunotherapy
c. Gigitan atau sengatan serangga
d. Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID
e. Latex
f. Vaksin
g. Exercise induce
h. Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa
diketahui penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi
dan challenge test, diduga karena kelainan pada sel mast yang
menyebabkan pengeluaran histamine.
Manifestasi Klinis
a. Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan
allergen.
b. Gejala kardiovaskular : hipotensi/renjatan
c. Gejala saluran nafas : sekret hidung enter, hidung gatal, udema
hipopharing/laring, gejala asma.
d. Kulit : pruritus, erithema, urtikaria dan
angioedema.
e. Gejala Intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai
muntah dan diare.
f. Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran
sampai koma.

3. SYOK NEUROGENIK

Pengertian

Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi


hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah
secara mendadak di seluruh tubuh.Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok
spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh
darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cedera spinal, atau anestesi umum yang dalam).

Etiologi

Penyebabnya antara lain :


a. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
b. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
c. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
d. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
e. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

2.patofisiologi pada kasus

A. SYOK

Mekanisme terjadinya shock, terjadi dalam 3 tahap:

1. Tahap nonprogresif

Mekanisme neurohormonal membantu mempertahankan curah jantung


dan tekanan darah. Meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin,
aktivasi poros rennin-angiotensin, pelepasan hormonan antidiuretik dan
perangsangan simpatis umum. Efek akhirnya adalah takikardi, vasokontriksi
perifer dan pemeliharaan cairan ginjal. Pembuluh darah jantung dan otak
kurang sensitive terhadap respon simpatis tersebut sehingga akan
mempertahankan diameter pembuluh darah, aliran darah dan pengiriman
oksigen yang relative normal ke setiap organ vitalnya.

2. Tahap progresif

Jika penyebab shock yang mendasar tidak diperbaiki, shock secara tidak
terduga akan berlanjut ke tahap progresif. Pada keadaan kekurangan oksigen
yang menetap, respirasi aerobic intrasel digantikan oleh glikolisis anaerobik
disertai dengan produksi asam laktat yang berlebihan. Asidosis laktat
metabolic yang diakibatkannnya menurunkan pH jaringan dan
menumpulkan respon vasomotor, arteriol berdilatasi dan darah mulai
mengumpul dalam mikrosirulasi. Pegumpulan perifer tersebut tidak hanya
akan memperburuk curah jantung, tetapi sel endotel juga berisiko
mengalami cedera anoksia yang selanjutnya disertai DIC. Dengan hipoksia
jaringan yang meluas, organ vital akan terserang dan mulai mengalami
kegagalan. Secara klinis penderita mengalami kebingungan dan pengeluaran
urine menurun.

3. Tahap irreversible

Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap


irreversible. Jejas sel yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim
lisososm, yang semakin memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi
miokard akan memburuk yang sebagiannya disebabkan oleh sintesis nitrit
oksida. Pada tahap ini, klien mempunyai ginjal yang sama sekali tidak
berfungsi akibat nekrosis tubular akut dan meskipun dilakukan upaya yang
hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi hamper secara pasti
menimbulkan kematian.

B. HIPOVOLEMIK

Patofisiologi

Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok.


Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan
mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang
adekuat pada organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas
sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah
dan system pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat
menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka
mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui:

1.Baroreseptor

Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam


pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan
terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim
baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan terjadi:

a. Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre


b. Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor

Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan
takikardia. Baroreseptor ini terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium
kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus
karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam
pengaturan tekanan darah.

2. Kemoreseptor

Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah


menurun sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang
terangsang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan
kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan
pernafasan.

3. Cerebral ischkemic reseptor

Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi
sympathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat
dari pada reseptor-reseptor perifer .

4. Reseptor humoral

Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan


hormone-hormon stress seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang
merupakan hormone yang mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat
dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya takikardia,
vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan
meningkatkan tekanan darah perifer dan preload, isi sekuncup dan curah
jantung. Sekresi ADH aleh hipofisee posteriosr juga meningkat sehingga
pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.

5. Retensi air da garam oleh ginjal

Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh
apparatus yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin
I. angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II
yang mempunyai sifat:

a. Vasokonstriksi kuat
b. Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan
reabsorbsi natrium di tubulus ginjal.
c. Menigkatkan sekresi vasopressin.

6. Autotransfusi

Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk


mempertahankan agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam
keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah cairan intravascular
yang keluar ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada
keseimbangan antara tekanan hidrostatik intravascular akan menurun makan
akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke intravascular sehingga tekanan darah
dapat dipertahankan. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya cairan,
bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka proses ini tidak akan mampu
menaikkan tekanan darah.

Akibat dari semua ini maka akan terjadi:

a. Vasokonstriksi yang luas

Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah skeletal,


splancnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak
terjadi vasokonstriksi, nahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat
sebagai usaha kompensasi tubuh utuk meningkatkan respon katekolamin
pada syok. Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi
dingin dan kulit menjadi pucat.

b. Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan meningkat


pada fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi bila proses
berlanjut ini tidak dapat dipertahankan dan tekanan datah akan semakin
menurun sampai tidak teratur.
c. Takikardia
d. Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolism anaerobic dan terjadi
asidosis metabolic
e. Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga
keseimbangan pertukaran O2 dan Co2 kedalam pembuluh darah lama
dan kaibatnya terjadi perbedaan yang besar antara tekanan O2 dan CO2
arteri danvena.

Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka


metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang tidak efektif dan hanya
menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolism oerobik
dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel
glukosa akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism anaerobic ini
akan terjadi penumpukan asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak
akan mampu lagi menyediakan energy yang cukup untuk mempertahan
homeostasis seluler, terjadi kerusakan popma ionic dinding sel, natrium
masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi akumulasi
kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi
banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan organ
multiple dan renjatan yang ireversibel.

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi


sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler,
ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet
diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk
bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak
menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin
dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk
menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang
sempurna.

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok


hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon
ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang
dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus
aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler
juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal
dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan


sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi
menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2
efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada
reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan


meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan
dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan
darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi
natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH
menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus
distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.

C.SYOK KARDIOGENIK

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal pompa jantung yang


mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama sekali.
Secara mekanisme mungkin disebabkan oleh robeknya dinding ventrikel,
regurgitasi oleh karena infark juga mengenai katub jantung, aritmia, atau
disfungsi dari ventrikel kiri, kanan ataupun keduanya.

Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark diikuti
dengan tamponade dan syok dan peninggian CVP serta tekanan baji pada
arteri pulmonalis. Sedangkan regurgitasi dapat terjadi karena infark
mengenai muskulus papilaris. Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihat
dari meningginya CVP sedangkan pada ventrikel kiri ditandai dengan
edema paru.

Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah


jantung (cardiac output) dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan,
akibatnya berbagai organ mengalami kekurangan oksigen sementara terjadi
kompensasi tubuh untuk mempertahankan pengaliran darah ke otak.

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari


kegagalan ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah
jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga menyebabkan kongesti paru dan edema. Dengan menurunnya
tekanan arteri sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada aorta
dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek
vasokonstriksi, takikardi, dan peningkatan kontraktilitas untuk menambah
curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus
meningkat melalui hukum starling melalui retensi natrium dan air. Jadi
menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon
kompensatorik yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun
mekanisme ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteri darah dan
perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokard justru buruk karena
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokard. Aliran
darah koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark)
menyebabkan meningkatnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen terhadap miokardium.

Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana


terjadi penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial
contractility), biasanya karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac
output dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana menghasilkan
hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output.

Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama


dengan disfungsi diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic
ventrikel kiri dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg)
seperti pada kongesti paru.

Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia,


disfungsi miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid
downward spiral), bilamana jika tidak diputus, seringkali menyebabkan
kematian (Anurogo, 2009).

Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory response


syndrome (SIRS)] dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin
peradangan (inflammatory cytokines), inducible nitric oxide synthase
(INOS), dan kelebihan nitric oxide dan peroxynitrite dapat berkontribusi
terhadap asal-usul (genesis) syok kardiogenik sebagaimana yang mereka
lakukan terhadap bentuk lain syok. Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang
buruk dan hipoksemia dari edem paru (pulmonary edema) dapat sebagai
hasil dari kegagalan pompa dan kemudian berkontribusi terhadap lingkaran
setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium dan hipotensi. Asidosis
berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang
secara endogen dan eksogen telah diberi katekolamin (catecholamines)
(Anurogo, 2009).

D. SYOK DISTRIBUTIF
1. SYOK SEPSIS
Patofisiologi
Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan
humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada
dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel
bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
Sistem komplemen,Membentuk kompleks LPS dan protein yang
menempel pada sel monosit,Faktor XII (Hageman faktor).Sistem
komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling
mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan
derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga
memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan
terjadi kebocoran vaskuler. Di samping itu sistem komplemen yang sudah
aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis,
superoksida radikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat
mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil
atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-
INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Cytokines dapat secara
langsung menimbulkan demam, perobahan-perobahan metabolik dan
perobahan hormonal.
Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan
asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII
yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga
terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein
menjadi kalikrein, kalikrein mengubah kininogen sehingga terjadi pelepasan
hipotensive agent yang potensial bradikinin, bradikinin akan menyebabkan
vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi
netrofil dan perubahan perubahan metabolik, perubahan hormonal,
vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis. Hipotensi respiratory
distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian.
2.SYOK ANAFILAKTIK
Patofisiologi
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus
yang bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil
yang menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu
efek utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam
jaringan prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin.
Histamin selanjutnya menyebabkan
(1) Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena,
(2) Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat
menurun, dan
(3) Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan
dan protein ke dalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya
merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena dan
seringkali menimbulkan syok serius sehingga pasien meninggal dalam
beberapa menit.
Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria,
angioedema, spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah, vasodilatasi, dan nyeri/kolik abdomen. Jika seseorang
sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap
antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi
degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh.
Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok,
sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan edem. Pada
syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
3.SYOK NEUROGENIK
Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial
karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular
resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume
plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di
pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial
karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi
miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan
fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan
terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi
berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada
hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok
neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan
yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat
rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut
jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya
pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi
spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler
dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak
jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi
sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis
descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan
menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.
4. Penatalaksanaan
A. Penanganan Syok
1). Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian,
hal yang pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban
dalam keadaan syok adalah :
2). Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk
penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah
kobaran api)
3). Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas
(Airway)
4). Periksa pernafasan korban (Breathing)
5). Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
6). Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
7). Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat
(misal dengan selimut)
8) Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu
bantuan medis tiba.
9) Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari
hipotermi) setiap 5 menit.
Pengobatan :
1). Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan
untuk mempermudah kembalinya darah ke jantung.
2). Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita
diperiksa.
3). Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah
terhirupnya muntahan.
4). Jangan diberikan apapun melalui mulut.
5). Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
6). Obat-obatan diberikan secara intravena.
7). Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak
diberikan karena cenderung menurunkan tekanan darah.
8). Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
10). Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu
mengatasi syok jika perdarahan atau hilangnya cairan terus berlanjut
atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan lainnya
yang tidak berhubungan dengan volume darah.
11). Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan
obat yang mengkerutkan pembuluh darah.
B. SYOK HIPOVOLEMIK
Penatalaksanaan
1. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu bias
diberiakan ventilator support.
2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang
2-3 kali. Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses
intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat
mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah
mencapai 2-3 kali tapi respons belum adekuat, maka dipertimbangkan
untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya
dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).
3. Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan,
renjatan kardiogenik.
Dopamin : 2-5 tg/kg BB/ menit.
Epinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan bertahap
sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3
g/kg BB/ men it.
Dobutamin : 5 g/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20
g/KgBB/menit iv.
Norepinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek
yang diharapkan.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50
mg/KgBB iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam
secara continuous infusion.
Komplikasi
a. Gagal ginjal akut
b. ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung
c. Depresi miokard-gagal jantung
d. Gangguan koagulasi/pembekuan
e. SSP dan Organ lain
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan
berkepanjangan.
f. Renjatan ireversibel.
C. SYOK KARDIOGENIK
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya
dilakukan intubasi.
2. Berikan oksigen 8 15 liter/menit dengan menggunakan masker
untuk mempertahankan PO2 70 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasi dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa
yang terjadi.
5. Bila mungkin pasang CVP.
Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa :
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
2. Anti ansietas, bila cemas.
3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi
jantung tidak adekuat.
Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan
amrinon IV.
7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi
jaringan.
9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
D. SYOK DISTRIBUTIF
1. SYOK SEPTIC
Penatalaksanaan
a. Memberantas infeksi :
b. Meningitis, umur > 1 bulan
c. Ampiciline 300 400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis
d. Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis
e. Resiko tinggi infeksi gram negatif kombinasi aminoglikosida dan
derivat penisilin
f. Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi III
untuk infeksi gram negatif aerob dan anaerob
g. Jamur Candida dapat diberikan amphotericin B
h. Dosis 0.25 0.30 mg/KgBB/hari dalam waktu 3 6 jam
i. Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan 0.1 0.25 mg/KgBB sampai
0.5 1.0 mg/KgBB/ hari (maksimal 50 mg/hari) dan diberikan
selama 10 14 hari
j. Pemakaian Antibiotik.
Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan,
dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan
eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk
pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana
lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan
gram negatif. Indikasi terapi kombinasi yaitu:
1. Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui.
2. Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni.
3. Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen
(pseudomonas aureginosa, enterococcus).
4. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat :
a. Pemberian cairan & pengaturan keseimbangan asam basa
:
b. Ringer laktat 10 20 ml/KgBB/beberapa menit sampai 1
jam untuk memperbaiki volume cairan intravaskuler
c. Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFP
d. Tekanan vena sentral 5 6 cmH2O dengan hipotensi
diberi cairan kristaloid lagi 10 20 ml/KgBB selama
10 menit
e. Tekanan vena sentral 6 10 cmH2O cairan kristaloid 5
10 ml/KgBB sampai tekanan vena sentral mencapai 10
15 cmH2O
f. Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht
antara 35 40 %
g. Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan
asam basa.
h. Jika dalam keadaan darurat diberi 1 2 mEq/KgBB
dengan kecepatan 1 mEq/kgBB/menit
i. Obat-obat vasoaktif bila curah jantung tetap rendah
walaupun pemberian cairan sudah adekuat atau bila ada
edema paru diberikan:
j. Golongan xanthine (aminophyllin)
k. Glucagon
l. Cardiac glucocide, digitalis dan derivatnya
m. Golongan steroid yang diberikan :
n. Dexamethasone 1 3 mg/kgBB atau
o. Methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72
jam
p. Ventilasi
q. Jalan nafas harus bebas
r. Oksigenasi yang adekuat
s. Bila ada tanda-tanda kegagalan pernafasan akut :
t. Hiperventilasi,Hipoksemia berat,Hiperkapnea
Bila terjadi adult respiratory distress syndrome PEEP
dan ventilator mekanik Pengobatan supportif Nutrisi
dengan tinggi kalori protein, dan pemberian mineral Bila
ada gagal ginjal dipertimbangkan dialisis peritoneal
Koreksi PIM dengan komponen darah (FFP atau
trombosit)
2.SYOK ANAFILAKSIS
Penatalaksanaan
a. Resusitasi (A B C)
b. Adrenalin 1%:0,01m1/kgBB diberikan intramuskular. Bila tidak ada
perbaikan, diulang 10-15 menit kemudian (maksimal 3 kali).
c. Infus RL/NaCL 0,9% atau cairan kolloid 20 ml/kg/10 menit bila dengan
adrenalin belum menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.
d. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma.
e. Aminophylline intravena atau adrenergic bronkodilator (albuterol,
terbutalin) parenteral atau nebulizer.
f. Antihistamin :
1. Diphenhydramine 2 mg/kg BB i.m atau i.v atau 5 mg/kgBB per
oral.
2. Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria,
angioedema pruritus.
3. Kortikosteroid : Hydrocortisone 6- 8 mg/kg BB/ 6-8 jam
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria
persisten, atau angioedema yang masih menetap setelah fase akut
teratasi.
2. SYOK NEUROGENIK
Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong
keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.

Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg). Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen,
sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress
respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan
ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan
hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.
Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan
pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan
urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-
obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada
perdarahan seperti ruptur lien).
Pemberian obat-obatan
Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Dosis dopamine yang diberikan 2,5-20 mcg/kg/menit
Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang
rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara
adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya
diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal
kembali. Dosis pemberian Norepinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit.
Epinefrin : Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna
dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama
kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik. Dosis pemberian Epinefrin 0,05-2
mcg/kg/menit.

Dobutamin : Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh


menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer. Dosis pemberian dobutamin 2,5-10
mcg/kg/menit.
syok hipofolemik
a. definisi
b. etiologi
c. jenis
d. manifestasi klinis
e. patofisiologi
f. penatalaksanaan
syok kardiogenik
syok obstruktif
a. definisi
a. definisi
b. etiologi
b. etiologi
c. jenis
c. jenis
d. manifestasi klinis
e. patofisiologi
SYOK d. manifestasi klinis
e. patofisiologil
f. penatalaksanaan
f. penatalaksanaan

syok distributif
1. syok septik
2. syok anaplastik
. syok neurogenik

STEP 5

1. Apa saja jenis dari syok?


2. Bagaimana patofisiologi dari kasus tersebut?

STEP 6

Belajar mandiri

STEP 7

Anda mungkin juga menyukai