Anda di halaman 1dari 58

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Nyeri

2.1.1 Pengertian

Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan

dijelaskan serta mengevaluasi perasaan tersebut bagi orang yang

mengalaminya (Mubarak, 2015).

International Associantion for study of pain (IASP)

mendifinisikan nyeri sebagai suatu kondisi terjadinya kerusakan

sensori subyektif dan emosional yang tidak nyaman serta

mengakibatkan kerusakan jaringan aktual dan potensial (Potter &

Perry, 2005 dalam Suwardi, 2011).

Tabel.2.1 Perbedaan nyeri akut dan kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Pengalaman Suatu kejadian Satu situasi, status eksistensi
Sumber Sebab eksternal atau Tidak diketahui atau pengobatan
penyakit dari dalam yang terlalu lama.
Serangan Mendadak Bisa mendadak, berkembang dan
terselubung.
Waktu Sampai enam bulan Lebih dari enam bulan sampai
bertahun-tahun.
Pernyataan Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit dibedakan
Nyeri diketahui secara pasti intensitasnya, sehingga sulit
dievaluasi (perubahan perasaan).
Pola Terbatas Berlangsung terus, dapat dievaluasi.

10
11

Perjalanan Biasanya berkurang Penderitaan meningkat setelah


setelah beberapa saat. beberapa saat.
Sumber : Hidayat, 2016

2.1.2. Fisiologi Nyeri

Mubarak (2015) mengatakan bahwa fisiologis nyeri merupakan

proses/alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri ialah sebuah

mekanisme yang melibatkan fungsi organ tubuh, terutama sistem saraf

sebagai reseptor terhadap rangsangan nyeri. Organ tubuh yang

berfungsi untuk menerima rangsangan adala reseptor nyeri. Adapun

organ tubuh yang berfungsi dalam reseptor nyeri adalah ujung saraf

bebas dalam kulit yang merespon terhadap stimulus yang kuat dan

secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut sebagai nosireseptor,

adapun anatomi reseptor nyeri ada 2 (dua), yaitu: ada yang bermielin

dan ada yang tidak bermielin dari saraf perifer. Nosireseptor

berdasarkan posisinya dapat dibagi dalam beberapa bagian tubuh yaitu

kulit, somatic dalam dan pada daerah visceral. Sebab dari letaknya

yang berbeda, sehingga menimbul sensasi rasa nyeri yang berbeda

pula. Nosireseptor cutaneus berasal dari jaringan kulit.

Dalam reseptor jaringan kulit terdapat 2 (dua) komponen, yaitu:

1. Reseptor A delta merupakan komponen cepat yang memiliki

kecepatan transmisi 6-30 m/s, yang memungkinkan timbulnya

nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri hilang.
12

2. Serabut C merupakan kompenen lambat yang memiliki kecepatan

transmisi 0,5 m/s, yang terdapat pada daerah yang lebih dalam,

nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dialokasikan (Mubarak,

2015).

Komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi, persepsi dan

reaksi. Stimulus penghasil nyeri akan mengirimkan impuls melalui

serabut saraf perifer. Serabut nyeri tersebut akan memasuki medulla

spinalis, kemudian melalui salah satu bagian dari rute dari beberapa

saraf, hingga sampai didalam masa yang berwarna keabu-abuan di

medulla spinalis. Dengan adanya pesan nyeri ini akan berinteraksi

dengan sel-sel saraf inhibitor dan mencegah stimulus nyeri sehingga

tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks

serebral, otak menginterpretasi kualitas nyeri kemudian memproses

informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta

asosiasi kebudayaan dalam upaya untuk mempersiapkan nyeri.

Pada struktur reseptor nyeri deep somatic atau somatik dalam

dimana meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada pembuluh darah,

saraf, tulang, otot, maupun jaringan penyangga yang lain. Oleh karena

nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi

sehingga struktur reseptornya dikatakan kompleks. Potter & Perry

2005 dalam Mubarak 2015, mengatakan bahwa 3 (tiga) Reseptor

nyeri jenis ketiga yaitu reseptor visceral yang meliputi organ-organ

visceral seperti jantung, hati, usus, ginjal, dan sebagainya. Nyeri yang

timbul pada reseptor ini menurut Mubarak (2015) biasanya tidak


13

sensitive terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitive terhadap

adanya penekanan, iskemia, dan inflamasi.

Mubarak (2015) mengatakan bahwa proses nyeri akan merambat

dan dipersepsikan bahwa masih belum sepenuhnya dimengerti oleh

individu. Akan tetapi, nyeri yang dirasakan itu ada atau tidak dan

hingga derajat manakah nyeri tersebut mengganggu, apakah

dipengaruhi oleh interaksi antara sistem algesia tubuh dan transmisi

sistem saraf serta sampai pada interpretasi stimulus.

Nosisepsi merupakan bagian dari Sistem saraf perifer yang terdiri

atas saraf sensoris primer yang khusus bertugas mendeteksi

kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas,

dingin, nyeri, dan tekanan. Selain itu tugas dari reseptor yaitu untuk

merambatkan sensasi nyeri yangi disebut nosiseptor. Nosiseptor tidak

bermialin atau sedikit bermialin serta ujung-ujung saraf perifernya

yang bebas. Reseptor nyeri tersebut juga dapat dirangsang oleh

stimulus suhu, kimiawi, ataupun mekanis dan proses fisiologis terkait

nyeri disebut nosisepsi.

2.1.3. Mekanisme terjadinya Nyeri

Mekanisme terjadinya nyeri secara sederhana akan melalui suatu

tahap dimana menurut Mubarak (2015) dimulai dari transduksi stimuli

akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensori menjadi aktivitas listrik

kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan

saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medulla spinalis, thalamus,

hingga korteks serebri. Rangsangan dari impuls listrik tersebut akan


14

dipersepsikan kemudian didiskriminasikan sebagai kualitas dan

kuantitas nyeri setelah mengalami medulasi sepanjang saraf perifer

sampai disusun oleh saraf pusat. Rangsangan berupa mekanik, suhu

maupun agen kimiawi merupakan rangsangan yang dapat

membangkitkan nyeri yang dilepaskan karena adanya inflamasi.

Dimana fenomena nyeri biasanya timbul karena adanya kemampuan

sistem saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal,

dan elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf

pusat.

2.1.4. Efek yang ditimbulkan oleh nyeri

Mubarak (2015) adapun efek yang ditimbulkan oleh nyeri yaitu :

1. Tanda dan gejala fisik

Secara fisiologis berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui

ketidaknyamanan merupakan tanda dan gejala yang menunjukkan

nyeri pada klien. Sehingga perlu melakukan pengkajian seperti

kaji tanda-tanda vital klien dan pemeriksaan fisik agar dapat

mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat terjadi nyeri akut,,

tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan denyut jantung

meningkat.

2. Efek perilaku

Orang yang merasakan sakit/nyeri biasanya menunjukkan perilaku

yang berbeda-beda seperti gerakan tubuh dengan ekspresi wajah

yang khas dan berespons secara vokal serta interaksi sosial akan

mengalami kerusakan. Klien sering sekali meringis, mengkerutkan


15

dahi, menggigit bibir, gelisah, tidak dapat bergerak, otot menjadi

tegang, melokalisir sampai dengan menghindari percakapan,

menghindari interaksi sosial, dan hanya fokus untuk

menghilangkan nyeri dengan aktivitas (Distraksi).

3. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari

Menurut Mubarak (2015) Jika klien mengalami nyeri setiap hari

dimana klien belum bisa ikut serta dalam aktivitas rutin, maka

dampak yang akan muncul adalah ketidakmampuan atau sulit

dalam melakukan tindakan kebersihan normal serta dapat

mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual.

Devi Eka Widiyanti pada tahun 2013 dalam jurnalnya tentang

pengaruh nyeri haid (Dismenorrhea) terhadap aktivitas sehari-hari

pada remaja. Hasil penelitian yang didapatkan terhadap 49 responden,

pada nyeri haid (Dismenorrhea) bahwa nyeri ringan 31 responden

(63,2%), nyeri sedang 15 responden (30,6%) dan nyeri berat 3

responden (6,2%). Sedangkan pengaruh terhadap aktifitas sehari-hari

didapatkan bahwa aktifitas terganggu 11 responden (22,4%) dan

aktifitas tidak terganggu 38 responden (77,6%). Sehingga dikatankan

ada pengaruh antara nyeri haid (dismenorhea) dengan aktifitas sehari-

hari pada remaja (Widiyanti, 2013).


16

2.1.5. Penyebab Nyeri

Penyebab nyeri menurut Mubarak (2015) dibagi menjadi :

1. Trauma

a. Mekanik ; yaitu rasa nyeri timbul akibat rusaknya ujung-ujung

saraf bebas. Misalnya disebabkan oleh gesekan, benturan,

luka, dan lain-lain.

b. Termal ; yaitu nyeri timbul karena ujung saraf reseptor

mendapat rangsangan akibat panas dan dingin. Misalnya

karena api dan air.

c. Kimia ; yaitu adanya kontak langsung dengan zat kimia yang

sifatnya asam ataupun basa kuat sehingga dapat menimbulkan

nyeri.

d. Elektrik ; yaitu nyeri yang diakibatkan oleh pengaruh aliran

listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang

menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

2. Inflamasi, adalah pembengkakan yang mengalami suatu

peradangan sehingga terjadi kerusakan ujung-ujung saraf reseptor

maka itu yang akan menimbulkan rasa nyeri, misalnya abses.

3. Gangguan peredaran darah atau kelainan pembuluh darah

4. Gangguan pada jaringan tubuh; misalnya karena edema akibat

terjadinya penekanan pada reseptor nyeri

5. Dapat juga terjadi penekan pada reseptor nyeri oleh tumor


17

6. Iskemi pada jaringan; misalnya terjadi blockade pada arteri

koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya

asam laktat.

7. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik (Mubarak, 2015).

2.1.6. Klasifikasi nyeri

Adapun beberapa karakteristik Nyeri menurut Mubarak (2015)

berdasarkan tempatnya, sifatnya, intensitas rasa sakit, dan waktu

serangan nyeri :

1. Berdasarkan Tempatnya

a. Peripheral pain : nyeri permukaan (superficial pain),nyeri

dalam (deep pain), nyeri alihan (reffered pain), nyeri yang

dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.

b. Central pain, terjadi karena perangsangan pada susunan saraf

pusat, medulla spinalis, batang otak, dan lain- lain.

c. Psychogenic pain, nyeri dirasakan tanpa diketahui penyebab

organi, tetapi akibat dari trauma psikologis.

d. Phantom pain, ialah perasaan pada bagian tubuh/ anggota

tubuh yang sudah tidak ada lagi. Contohnya pada orang yang

diamputasi.

e. Radiating pain, ialah sumber nyeri yang dirasakan meluas ke

jaringan sekitar.

f. Nyeri somatik dan nyeri visceral, merupakan nyeri yang

bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superficial)

pada otot dan tulang (Mubarak, 2015).


18

2. Berdasarkan sifat

a. Insidentil, nyeri yang sewaktu-waktu akan timbul dan

kemudian akan menghilang.

b. Steady, nyeri yang dirasakan dalam waktu yang lama dan

menetap.

c. Paroxysmal, nyeri yang menetap dalam waktu 10-15 menit,

lalu menghilang, dan kemudian timbul kembali dengan

intensitas yang tinggi dan kuat sekali.

d. Intractable pain, ialah nyeri beresistan apabila dengan cara

diobati atau dikurangi rasa sakitnya. Sebagai contoh pada

penderita arthritis, dengan kontraindikasi pemberian analgetik

akibat dari lamanya penyakit tersbut yang dapat

mengakibatkan kecanduan.

3. Berdasarkan Intensitas Rasa Nyeri

Ada beberapa intensitas rasa nyeri dalam menentukan skala nyeri

menurut Mubarak (2015) yaitu sebagai berikut :

a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah

b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan

psikologis,

c. Nyeri berat : dalam intensitas tinggi

4. Berdasarkan Waktu Serangan Nyeri

a. Nyeri Akut adalah terjadinya nyeri setelah mengalami cedera

akut, penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan

yang ceoat, dengan intensitas yang bervariasi baik ringan,


19

sedang maupun berat serta berlangsung singkat (kurang dari

enam bulan) dan dengan atau tanpa pengobatan nyeri akan

menghilang setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri

akut biasanya berlangsung secara singkat, seperti nyeri pada

fraktur. Jika klien yang mengalami nyeri akut tersebut

biasanya akan menunjukkan gejala seperti peningkatan pada

denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah juga

meningkat, serta pallor.

b. Nyeri Kronis adalah Nyeri yang disebabkan oleh adanya

kausa keganasan seperti kanker yang tidak terkontrol atau

nonkeganasan yang bersifat konstan atau intermitten yang

menetap sepanjang suatu periode waktu.. Nyeri kronis

berlangsung selama lebih dari 6 bulan dan akan berlanjut

walaupun klien diberi pengobatan atau penyakit tampak

sembuh (Mubarak, 2015).

2.1.7. Jenis jenis nyeri

Mubarak (2015) mengklasifikasikan tiga jenis nyeri, yaitu sebagai

berikut :

1. Nyeri perifer. Dalam nyeri ini dibagi 3 macam, yaitu (1) nyeri

superficial adalah nyeri yang dirasakan akibat rangsangan pada

kulit dan mukosa; (2) Nyeri visceral adalah munculnya rasa nyeri

yang timbul dari stimulasi pada reseptor nyeri pada rongga

abdomen, cranium, dan toraks; (3) nyeri alih adalah nyeri yang

dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
20

2. Nyeri sentral. Nyeri yang disebabkan oleh stimulasi dari medulla

spinalis, batang otak dan thalamus.

3. Nyeri psikogenik. Nyeri yang timbul akibat pikiran penderita

sendiri dimana tidak diketahui penyebab fisiknya. Sering kali,

karena faktor psikologis, bukan fisiologis nyeri itu bisa muncul.

2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Nyeri,Mubarak

(2015) yaitu :

1. Etnik dan nilai budaya

Memperlihatkan nyeri diyakini sebagai sesuatu yang alamiah

bagi beberapa kebudayaan. Dimana pada kebudayaan lain

cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup (introvent).

Sosialisasi budaya itu menentukan perilaku psikologis seseorang.

Dengan demikian, hal ini dapat memengaruhi pengeluaran

fisiologis opial endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri. Latar

belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang memengaruhi

reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh, dimana

setiap individu memiliki budaya yang berbeda-beda seperti dari

budaya tertentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri,

sedangkan dari budaya lain individu justru lebih memilih untuk

menahan perasaan mereka agar tidak merepotkan orang lain.

2. Tahap perkembangan

Usia dan tahap perkembangan seseorang adalah suatu variabel

penting yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap


21

nyeri. Dimana kemampuan dalam mengungkapkan nyeri antara

anak-anak dan dewasa itu berbeda, biasanya anak-anak cenderung

kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan

dibanding dengan orang dewasa, sehingga dengan kondisi ini

penanganan nyeri untuk mereka dapat terhambat.. Disisi lain,

prevalansi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit

akut ataupun kronis dan degenerative yang diderita. Walaupun

ambang batas nyeri tidak berubah akibat penuaan, efek analgesik

yang diberikan mengalami penurunan karena perubahan fisiologis

yang terjadi.

3. Lingkungan dan individu pendukung

Hal yang dapat memperbera nyeri seseorang jika lingkungan

itu terasa asing, tingginya tingkat kebisingan, pencahayaan, dan

aktivitas yang tinggi. Selain itu,yang menjadi faktor penting yang

mempengaruhi persepsi nyeri seseorang itu adalah dengan adanya

dukungan dari keluarga maupun orang terdekat itu sangat

diperlukan. Sebagai contoh, individu yang sendirian tanpa

keluarga maupun dukungan dari teman-temannya akan cenderung

merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang

mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya.

4. Pengalaman nyeri sebelumnya

Pada pengalaman masa lalu juga sangat berpengaruh terhadap

persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Individu

yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan


22

orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa

terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan

individu lain yang belum pernah mengalaminya. Selain itu,

keberhasilan ataupun kegagalan pada metode penanganan nyeri

sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap

penanganan nyeri saat ini (Mubarak, 2015). Meinhart dan

Mc.Caffery mendeskripsikan tiga fase pengalaman nyeri sebagi

berikut :

a. Fase antisipasi

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yang paling penting

karena fase ini terjadi sebelum nyeri diterima. Dimana pada

fase ini memungkinkan seseorang untuk belajar tentang nyeri

dan berupaya untuk menghilangkan nyerinya.. Sehingga peran

perawat dalam fase ini sangat diperlukan terutama dalam

memberikan informasi kepada klien.

b. Fase Sensasi

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri/nyeri sudah

terasa. Oleh karena itu pada tiap orang dalam menyikapi nyeri

itu juga berbeda-beda karena sifat nyeri itu sangat subyektif.

Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang

dengan orang lain. Pada orang yang memiliki tingkat

toleransinya tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri

dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi

terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan


23

stimulus nyeri kecil. Orang dengan tingkat toleransi tinggi

terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan,

sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah

sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

Dengan adanya enfekalin dan endorphin didalam tubuh itu

membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda

merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar

endorphin berbeda tiap individu, individu dengan endorphin

tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu yang dengan

sedikit endorphin merasakan nyeri lebih besar. Klien yang bisa

mengungkapkan rasa nyerinya dengan berbagai cara, mulai

dari ekspresi wajah, vokalisasi, dan gerakan tubuh. Ekspresi

yang ditunjukkan klien itulah yang digunakan perawat untuk

mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Sehingga

perawat harus benar-benar melakukan pengkajian secara teliti

apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum

tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak

mengalami nyeri. Tentunya dengan kasus-kasus seperti inilah

yang membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien

mengomunikasikan nyeri secara efektif.

c. Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

Pada fase ini terjadi saat nyerinya sudah berkurang atau hilang.

Pada fase ini klien masih membutuhkan control dari perawat,

karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien


24

mengalami gejala sisa pascanyeri.apabila klien mengalami

episode nyeri berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat

menjadi masalah kesehatan yang berat. Disini peran perawat

sangat dibutuhkan dalam membantu memperoleh control diri

untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri

berulang.

5. Ansietas dan stress

Peristiwa nyeri yang terjadi sering kali disetai dengan ansietas.

Dimana dengan adanya ancaman yang tidak jelas asalnya dan

ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya

yang bisa memperberat persepsi nyeri. Begitupun sebaliknya,

individu akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan

yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka jika individu

percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka

rasakan.

6. Jenis kelamin

Jenis kelamin dapat dipengaruhi oleh beberapa kebudayaan

misalkan menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani

dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh

menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan

wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap

nyeri.
25

7. Makna nyeri

Apabila nyeri yang dirasakan individu memberikan efek

ancaman, suatu kehilangan, hukuman, maupun tantangan maka

individu akan mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda.

8. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat memengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya

mengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang

menurun.

9. Keletihan

Perasaan yang lelah menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif

dan menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan

persepsi nyeri.

10. Gaya koping

Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan

diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan

lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri.

Begitupun sebaliknya, individu mempersepsikan faktor lain di

dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang

bertanggungjawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa.

11. Dukungan keluarga dan sosial

Kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap

mereka terhadap klien memengaruhi respons nyeri. Klien dengan


26

perasaan nyeri akan memerlukan dukungan, bantuan, dan

perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan, kehadiran orang

yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan

(Mubarak, 2015).

2.1.9. Cara Pengukuran Intensitas Nyeri

Mubarak (2015) mengatakan bahwa intensitas nyeri merupakan

gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,

pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, serta

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh kedua orang yang berbeda. Dimana dalam mengukur

nyeri tersebut dengan cara pendekatan objektif yang paling mungkin

adalah menggunakan respons fisiologis tubuh terhadap nyeri itu

sendiri. Namun pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat

memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri .

Dalam pemilihan instrument pengkajian nyeri, diperlukan

pertimbangan yang sesuai dengan karakteristik nyeri yang dialami

oleh individu yang akan diukur tingkat nyerinya (Hidayat, 2016)

antara lain :

1. sebuah alat ukur nyeri (painometer) yang dikembangkan oleh

Hayward (1975) dengan skala longitudinal yang pada salah satu

ujungnya tercantum 0 untuk keadaan tanpa nyeri dan ujung

lainnya nilai 10 untuk kondisi nyeri paling hebat. Pengukuran

dilakukan dengan cara, penderita memilih salah satu bilangan

yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang


27

terakhir kali dirasakan, lalu nilainya ini dapat dicatat pada sebuah

grafik yang dibuat menurut waktu. Sebab intensitas nyeri itu

bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat

kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan

harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam skala

nyeri dengan beberapa kategori (Hidayat, 2016).

Tabel .2.2 skala nyeri menurut Heyward

Skala Keterangan
Skala 0 Tidak nyeri
Skala 1 3 Nyeri ringan
Skala 4 6 Nyeri sedang
Skala 7 9 Sangat nyeri tapi masih dapat dikontrol oleh pasien
dengan aktivitas yang biasa
Skala 10 Sangat nyeri dan tidak terkontrol
Sumber : Mubarak, 2015

2. Skala nyeri McGill (McGill scale), dimana cara mengukur

intensitas nyeri dengan menggunakan 5 angka, yaitu 0: tidak

nyeri, 1: nyeri ringan, 2: nyeri sedang; 3: nyeri berat; 4: nyeri

sangat berat; dan 5 : nyeri hebat.

Gambar.2.1 Skala Nyeri McGill

3. Skala intensitas nyeri deskriptif (verbal Descriptor Scale / VDS)


28

VSD merupakan sebuah garis yang terdiri atas tiga sampai

lima kata pendeskripsian yang disusun dengan jarak yang sama

pada sepanjang garis. Pendeskripsian ini di rangking mulai dari

tidak terasa nyeri sampai sangat nyeri. Pengukur skala

ditunjukkan pada pasien skala kemudian memintanya untuk

memilih intensitas nyeri yang dirasakannya. Alat VDS ini

memugkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk

mendiskripsikan nyeri Hidayat, 2016).

Menurut S.C.Smeltzer dan B.G. Bare (2002) dalam Mubarak

(2015) karakteristik nyeri yang paling subjektif adalah intensitas

nyeri yang dialami atau tingkat keparahan klien. Klien sering kali

diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,

sedang, atau parah. Skala deskriptif ini digunakan sebagai alat

pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif

(Mubarak, 2015).

Gambar.2.2 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif.

4. Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale / NRS)


29

Gambar. 2.3 Skala Penilaian Numerik.

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale / NRS)

lebih digunakan sebagai penganti alat pendeskripsi kata. Sehingga,

klien dalam menilai nyeri yaitu dengan menggunakan skala 0

10. Dimana skala paling efektif digunakan dalam mengkaji suatu

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila

digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan

patokan 10 cm (AHCPR, 1992). Untuk mengukur skala nyeri pada

klien praoperasi Apendiksitis, peneliti menggunakan skala

numerik. Oleh karena skala nyeri numerik paling efektif

digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah

diberikan tehnik relaksasi progresif. Selain itu, selisih antara

penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah diketahui

dibanding skala yang lain (Mubarak,dkk 2015)

Penggunaan skala NRS biasanya dipakai patokan 10 cm

untuk menilai nyeri pasien. Nyeri yang dinilai pasien akan

dikategorikan menjadi : (Karlina, 2016)

a. Skala 0 : tidak nyeri

b. Skala 1-3 : nyeri ringan, secara objektif klien mengaduh,

meringis, berkeringat, gelisah, dan dapat berkomunikasi

dengan baik.

c. Skala 4-6 : secara objektif klien menanngis, berkeringat,

immobilisasi, mendesis, dapat menunjukkan lokasi nyeri.


30

d. Skala 7-9 : secara objtif klien terkadang sesak napas, pucat,

ketegangan otot, tidak dapat mengikuti perintah tapi dapat

merespon tindakan.

e. Skala 10 : secara objektif klien kadang mendengkur,

menggeletuk gigi, menggigit bibir, peningkatan jari dan

tangan, sudah tidak mampu berkomunikasi, serta memukul.

5. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale / VAS)

Menurut McGuire dalam potter dan Perry (2005), VAS

merupakan pengukur tingkat nyeri yang lebih sensitive karena

pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian angka

yang menurut mereka paling tepat dapat menjelaskan tingkat nyeri

yang dirasakan pada satu waktu. VAS tidak melabelkan suatu

definisi, melainkan hanya terdiri atas sebuah garis lurus yang

dibagi secara merata menjadi 10 segmen dengan angka 0 sampai

10 dan memiliki alat pendiskripsi verbal pada setiap ujungnya.

Klien diberitahu bahwa 0 menyatakan tidak ada nyeri sama

sekali dan 10 menyatakan nyeri paling parah yang klien dapat

bayangkan. Skala ini memberikan kebebasan kepada pasien untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri (Hidayat, 2016).

VAS modifikasi dapat digunakan pada anak dan orang dewasa

yang mengalami gangguan kognitif, menggantikann angka dengan

kontinum wajah yang terdiri atas enam wajah dengan profil kartun

yang menggambarkan wajah dari yang sedang tersenyum (tidak

merasakan nyeri), kemudian kurang bahagia, wajah yang sangat


31

sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan (sangat nyeri)

(Hidayat, 2016).

Gambar.2.4 Skala Analog Visual

2.1.10. Penanganan Nyeri

Mubarak (2015) penanganan nyeri terbagi atas :

1. Farmakologi

a. Analgesik narkotik

Analgesik narkotik terdiri atas berbagai derivate opium

seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek

penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini membuat

ikatan dengan reseptor opiate dan mengaktifkan penekanan

nyeri yaitu endogen pada susunan saraf pusat. Namun, efek

penggunaan obat ini dapat menekan pusat pernapasan di

medulla batang otak maka perlu dilakukan pengkajian secara

teratur untuk melihat perubahan dalam status pernapasan jika

menggunakan analgesik jenis ini. Nyeri yang membandel (

intractable pain ) tidak dapat dihilangkan secara permanen.

Sehingga untuk mengatasi nyeri ini klien akan mencoba segala

cara untuk melemahkan rasa sakit/nyeri yang dirasakan

(Mubarak, 2015).
32

b. Analgesik Nonnarkotik

Analgesik nonnarkotik sperti asoirin, asetaminofen, dan

ibuprofen selain memilki efek anti nyeri juga memiliki efek

anti inflamasi dan antipiretik. Golongan obat ini akan

mencegah produksi prostaglandin sehingga menyebabkan

penurunan nyeri dari jaringan yang mengalami trauma dan

inflamasi. Adapun efek samping yang paling sering terjadi

adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus dan

perdarahan pada gaster (Mubarak, 2015).

2. Nonfarmakologi

a. Relaksasi progresif. Relaksasi ialah suatu kebebasan mental

dan fisik akibat ketegangan stress. Tehnik relaksasi

memberikan individu control diri ketika terjadi rasa

tidaknyaman atau nyeri, stress fisik, dan emosi pada nyeri

(Mubarak, 2015). Tehnik relaksasi menurut Hidayat (2016),

caranya :

1) Anjurkan untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-

paru dengan udara

2) Pasien disuruh mengeluarkan udara pelan-pelan dan tubuh

dilemaskan, konsentrasi sampai merasakan enak

3) Kemudian bernapas seperti biasa, anjurkan napas dalam

lagi dan keluarkan dengan pelan-pelan, baru kaki

dilemaskan, kemudian lemaskan bagian tangan, perut dan


33

punggung setelah selesai rileks dan anjurkan napas secara

teratur.

b. Terapi panas / kompres hangat

Terapi panas yang mempunyai manfaat dalam

meningkatkan aliran darah kesuatu area dan kemungkinan

dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan

(Kusumaningtyas, 2015). Stimulus kulit, caranya :

1) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri

2) Menggosok punggung dengan minyak herbal

3) Menggunakan air hangat ataupun dingin

4) Massage dengan air mengalir.

c. Stimulasi kutaneus plasebo. Plasebo merupakan cat tanpa

kegiatan farmakologis yang dikenal oleh klien dalam bentuk

obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Plasebo

umumnya terdiri atas larutan gula, larutan normal salin, atau

air biasa (Hidayat, 2016).

d. Tehnik Distraksi. Distraksi merupakan metode pengalihan

perhatian klien pada hal-hal yang lain sehingga klien akan lupa

terhadap nyeri yang dialami. (Hidayat, 2016) Tehnik latihan

pengalihan perhatian, caranya :

1) Pengalihan perhatian seperti mengamati televisi

2) Berbincang-bincang dengan orang

3) Mendengar musik

4) Menfokuskan pada objek


34

2.2. Tinjauan Umum Tentang Menstruasi

2.2.1 Pengertian Menstruasi

Menstruasi merupakan perubahan fisiologi dalam tubuh wanita

yang terjadi secara berkala yang dipengaruhi oleh hormone reproduksi

(Nilda syntia dewi, 2012).

Haid atau datang bulan ialah terlepasnya lapisan endometrium

akibat tidak terjadi pembuahan oleh sperma, maka terjadi peluruhan

dinding-dinding uterus sehingga terjadilah perdarahan. Definisi lain

menyebutkan menstruasi adalah perdarahan uterus yang terjadi secara

siklik yang dialami oleh sebagian wanita pada masa reproduksi.

Menstruasi adalah perdarah secara periodik dan siklik dari rahim

disertai pengeluaran (deskuamasi) endometrium. Dimana siklus haid

normal yaitu 21-35 hari, lama haid 3-7 hari, dan jumlah darah 35-50

cc (Taufan Nugroho, 2012).

2.2.1. Siklus Menstruasi

Periode ini penting dalam hal reproduksi. Pada wanita, hal ini

biasanya dapat terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai

menopause. Siklus menstruasi pada wanita rata-rata terjadi sekitar 28

hari, walaupun hal ini berlaku umum, tetapi tidak semua wanita

memiliki siklus menstruasi yang sama, kadang-kadang siklus terjadi

setiap 21 hari hingga 30 hari. Biasanya, menstruasi rata-rata terjadi 5

hari, kadang- kadang juga dapat terjadi sekitar 2 hari sampai 7 hari.

Selama menstruasi umumnya darah yang akan hilang sebanyak 10mL

hingga 80 mL perhari tetapi biasanya dengan rata-rata 35 mL


35

perharinya. Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi oleh sperma.

Siklus menstruasi sekitar 28 hari. Dimana terjadinya pelepasan ovum

yang berupa oosit sekunder dari ovarium disebut ovulasi, yang

berkaitan dengan adanya kerjasama antara hipotalamus dan ovarium.

Hasil kerjasama tersebut memacu pengeluaran hormone- hormone

yang mempengaruhi mekanisme siklus menstruasi (Nilda syntia

dewi, 2012 ).

Siklus menstruasi umumnya terjadi secara periodik setiap 28 hari

(ada yang terjadi setiap 21 dan 30 hari), yaitu pada hari 1-14 terjadi

pertumbuhan dan perkembangan folikel primer yang dirangsang oleh

hormone FSH. Dimana pada saat itu sel oosit primer akan membelah

dan menghasilkan ovum yang haploid. Folikel ini akan berkembang

dan berubah menjadi folikel de graaf yang matang, folikel ini juga

menghasilkan hormone estrogen yang merangsang keluarnya LH dari

hipofisis. Dengan keluarnya hormon estrogen itulah sehingga dapat

merangsang perbaikan dinding uterus, yaitu endometrium, yang habis

terkelupas saat menstruasi. Disamping itu, estrogen juga akan

menghambat pembentukan FSH dan memerintahkan hopofisis untuk

menghasilkan LH yang berfungsi merangsang folikel de graaf yang

masak untuk mengadakan ovulasi yang terjadi pada hari ke-14. Waktu

itu sekitar terjadinya ovulasi disebut fase estrus (Kusmiran, 2013).

Selain itu, LH merangsang folikel yang telah kosong untuk

berubah menjadi badan kuning (corpus luteum). Dimana hormon

progesterone yang dihasilkan oleh badan kuning juga dapat


36

mempertebal lapisan endometrium yang kaya akan dengan pembuluh

darah untuk mempersiapkan datangnya embrio. Periode ini disebut

fase luteal. Dimana progesterone juga dapat berfungsi untuk

menghambat pembentukan FSH dan LH, akibatnya korpus luteum

mengecil dan menghilang. Pembentukan progesterone berhenti

sehingga pemberian nutrisi kepada endometrium terhenti.

Endometrium menjadi mengering dan selanjutnya akan terkeluoas dan

terjadilah perdarahan (Menstruasi) pada hari ke-28. Fase ini disebut

fase perdarahan atau fase menstruasi. Oleh karena itu akibat

progesterone tidak ada, maka FSH mulai terbentuk lagi dan terjadilah

proses oogenesis kembali (Kusmiran,2013).

Berikut adalah gambar dari siklus menstruasi dimana siklus

menstruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.

Gambar 2.5 (Siklus Menstruasi)


37

2.2.2. Faktor faktor yang mempengaruhi menstruasi

Adapun faktor faktor yang mempengaruhi menstruasi menurut

Kusmiran (2013) :

1. Faktor hormon

Hormon-hormon yang mempengaruhi terjadinya haid pada

seorang wanita yaitu :

a. Follicle Stimulating Hormon (FSH) yang dikeluarkan oleh

hipofisis.

b. Estrogen yang dihasilkan oleh ovarium

c. Luteinizing Hormon (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis.

d. Progesterone yang dihasilkan oleh ovarium

2. Faktor enzim

Enzim hidrolitik yang terdapat dalam endometrium merusak

sel yang berperan dalam sintesis protein yang mengganggu

metabolisme sehingga mengakibatkan regresi endometrium dan

perdarahan.

3. Faktor Vaskular

Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan sistem vaskularisasi

dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan

endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena- vena, dan

hubungan di antara keduanya. Dengan adanya regresi

endometrium, timbul statis dalam vena-vena serta saluran-saluran

yang menghubungkannya dengan arteri, dan akibatnya terjadi


38

nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematoma, baik

dari arteri maupun vena.

4. Faktor Prostaglandin

Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan

adanya desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan

menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk

membatasi perdarahan haid (Kusmiran, 2013).

2.2.3. Fase Menstruasi

Fase menstruasi Nilda syntia dewi, 2012 terdiri dari :

1. Fase menstruasi yaitu, terjadinya peluruhan dan dikeluarkannya

dinding rahim dari rubuh. Hal ini disebabkan berkurangnya kadar

hormon seks. Hal ini secara bertahap terjadi pada hari ke- 1

sampai ke-7.

2. Fase praovulasi yaitu, masa pembentukan dan pematangan ovum

dalam ovarium yang dipicu oleh peningkatan kadar esterogen

dalam tubuh. Hal ini terjadi secara berahap pada hari ke-7 sampai

ke-13.

3. Fase ovulasi yaitu, biasanya disebut juga dengan masa subur

dimana masa keluarnya ovum matang dari ovarium. Bila siklusnya

tepat waktu, maka akan terjadi pada hari ke-14 dari peristiwa

menstruasi tersebut.

4. Fase pascaovulasi yaitu, masa kemunduran ovum bila tidak

terjadi fertilisasi. Pada tahap ini, produksi progesterone akan

meningkat sehingga endometrium menjadi lebih tebal dan siap


39

menerima embrio untuk berkembang. Jika tidak terjadi fertilisasi,

maka embrio seks akan berulang menjadi menstruasi kembali

(Nilda syntia dewi, 2012).

2.2.4. Tanda dan gejala

Menurut Nilda syntia dewi (2012) berikut ini adalah beberapa

tanda dan gejala yang dapat terjadi pada saat masa menstruasi :

1. Perut terasa mulas,mual dan panas

2. Terasa nyeri saat buang air kecil

3. Tubuh tidak fit

4. Sakit kepala dan pusing

5. Keputihan

6. Radang pada vagina

7. Gatal gatal pada kulit

8. Emosi meningkat

9. Nyeri dan bengkak pada payudara

10. Bau badan tak sedap

Gejala premenstruasi atau biasanya disebut Premenstruasi

syndrome (PMS) ini dapat menyertai sebelum atau saat menstruasi,

seperti perasaan malas bergerak, badan menjadi lemas serta mudah

merasa lelah. Nafsu makan meningkat dan suka makan makanan yang

rasanya asam. Emosi menjadi labil. Biasanya wanita mudah uring-

uringan, sensitive, dan perasaan negatif lainnya. Saat PMS, gejala

yang sering timbul adalah mengalami kram perut, nyeri kepala,


40

pingsan, berat badan bertambah karena tubuh menyimpan air dalam

jumlah yang banyak, serta pinggang terasa pegal (Kusmiran, 2013).

Hal ini didukung juga oleh Pangulu (2011) dalam penelitiannya

mengenai gambaran menstruasi dan prevalensi dismenorea, bahwa

terdapat banyak keluhan yang mengikuti dismenorea itu sendiri. Data

yang diperoleh dari 82 responden yaitu terdapat keluhan perubahan

suasana hati (73,17%), kram perut (64,3%), mudah lelah (41,46%),

nyeri punggung (31,71%), nyeri kepala (30,48%), mual (12,19%),

diare (4,88%), pingsan (3,66%), dan juga muntah (1,22%) (Lhona,

2014).

2.2.5. Penanggulangan

Saat menstruasi, rasa nyeri akibat kram menstruasi seringkali

datang. Biasanya hanya dirasakan samar samar atau sangat nyeri.

Kondisi ini memang sedikit mengganggu pada saat mengalami

menstruasi. Kondisi yang dalam istilah medisnya disebut

dismenorrhea ini biasanya terjadi diperut bagian bawah. Untuk

mengurangi nyeri saat haid (Nilda, 2013).

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan (Nilda syntia Dewi, 2013)

yaitu:

1. Perbanyak asupan cairan untuk menghindari dehidrasi.

Kekurangan cairan akan membuat nyerinya semakin terasa.

Usahakan untuk membiasakan minum air hangat untuk

meningkatkan aliran darah pada panggul.


41

2. Tempatkan handuk hangat disekitar perut bagian bawah. Ini cara

yang cukup mudah untuk menghilangkan nyeri sementara waktu.

3. Hindari meminum minuman yang mengandung kafein karena bisa

memicu iritasi pada usus halus.

4. Meminum teh beraroma mint. Lebih baik jika diminum dalam

keadaan hangat.

5. Melakukan peregangan pada pagi hari dapat melancarkan

peredaran darah dan sekaligus mengurangi rasa nyeri.

Dalam hasil penelitian Erlina Rustam 2014 dengan judul

gambaran pengetahuan remaja putri terhadap nyeri haid

(Dismenorrhea) dan cara penanggulannya didapatkan data bahwa

tindakan utama dalam menanggulangi dismenore di kalangan remaja

putri adalah tindakan non farmakologi (17,86%) dengan cara

terbanyak adalah tidur (70%), Tindakan secara Farmakologi (82,14%)

dengan menggunakan obat tradisional (32,61%) kebanyakan

menggunakan daun sirih (67%). Menggunakan obat jadi (54,35%)

kebanyakan mereka menggunakan OJ-2 (40%), Efek samping yang

paling banyak dirasakan setelah meminum obat pereda nyeri haid

adalah mengantuk (56,52%). Dasar pemilihan obat dalam

menanggulangi dismenore oleh remaja putri adalah karena obat

tersebut cepat menghilangkan nyeri (97,83%) (Rustam, 2014).

2.2.6. Gangguan Menstruasi

Adanya kelainan pada saat menstruasi itu biasanya terjadi karena

ketidakseimbangan hormon-hormon yang mengatur haid, namun


42

dapat juga disebabkan oleh kondisi medis lainnya. Banyak

perdarahan ditentukan oleh lebarnya pembuluh darah, banyaknya

pembuluh darah yang terbuka, dan tekanan intravascular. Lamanya

perdarahan ditentukan oleh daya penyembuhan luka dan daya

regenerasi. Daya regenerasi berkurang pada infeksi, mioma, polip, dan

karsinoma (Nilda syntia dewi, 2012).

Secara umum konsep disfungsi menstruasi adalah terjadinya

gangguan dari pola perdarahan menstruasi seperti menorraghia

(perdarahan yang banyak dan lama), oligomenorrhea (menstruasi

yang jarang), polymenorrhea (menstruasi yang sering), amenorrhea

(tidak haid sama sekali) (Kusmiran, 2013).

Gangguan haid menurut Nugroho (2012) terdapat beberapa hal

yaitu sebagai berikut :

1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya haid (Hipermenore

atau menoraghia, Hipomenore)

2. Kelainan siklus haid (Polimenore, Oligomenore, Amenore)

3. Perdarahan diluar haid (Metroragia)

4. Gangguan haid yang ada hubungan dengan haid. (ketegangan

prahaid, dismenorrhea)

Cakir M et al pada tahun 2007, di dalam penelitiannya

menemukan 31,2% remaja di Turki mengalami ketidakteraturan pola

menstruasi. Adanya perbedaan lamanya pola menstruasi yang dialami

antar wanita biasanya disebabkan karena tidak seimbangnya hormon


43

estrogen, progesteron, LH dan FSH karena suatu penyakit, status gizi

maupun stress (Devirahma, 2012 dalam Felicia 2015).

2.3. Tinjauan Tentang Dismenorrhea

2.3.1 Pengertian Dismenorrhea

Dismenorrhea didefinisikan sebagai gejala kekambuhan, atau

istilah medisnya disebut Catmenial pelvic pain, merupakan keadaan

seseorang perempuan mengalami nyeri saat menstruasi yang berefek

buruk menyebabkan gangguan melakukan aktivitas harian karena

nyeri yang dirasakannya. Kondisi ini dapat berlangsung 2 hari atau

lebih dari lamanya hari menstruasi yang dialami setiap bulan.

Keadaan nyeri saat menstruasi dapat terjadi pada segala usia (Afiyanti

Yati, 2016).

Dismenorrhea adalah nyeri sewaktu haid. Dismenorrhea terdiri

dari gejala yang kompleks berupa kram perut bagian bawah yang

menjalar kepunggung atau kaki dan biasanya disertai gejala

gastrointestinal dan gejala neurologis seperti kelemahan umum (Nilda

syntia dewi, 2012)

Sukarni dan Wahyu, 2013 (dalam Gumilar 2014) Dismenorrhea

disebut sebagai istilah medis untuk kejang menstruasi yang berupa

nyeri di perut dan area pelvis yang dialami oleh seorang wanita

sebagai suatu akibat dari periode menstruasinya.

2.3.1. Patofisiologi Dismenorrhea

Dismenorrhea terjadi karena peningkatan sekresi prostaglandin

F2a pada fase luteal siklus menstruasi. Sekresi F2a alfa prostaglandin
44

yang meningkat menyebabkan peningkatan frekuensi kontraksi uterus

sehingga menyebabkan terjadinya vasospasme dan iskemia pada

pembuluh darah arteri uterus. Hal ini dapat menyebabkan perempuan

penderita mengalami kram pada perut. Respon iskemik terjadi pada

kondisi dismenorrhea menyebabkan sakit didaerah pinggang,

kelemahan, mual, muntah, diare, sakit kepala, penurunan konsentrasi,

emosi labil, dan gejala lainnya. Etiologi dismenorrhea belum

diketahui secara pasti, tetapi secara teoritis dapat disebabkan adanya

defisiensi progesteron, peningkatan prolaktin dan prostaglandin, diet

tidak teratur, dan masalah psikososial (Afiyanti Yati, 2016).

2.3.2. Klasifikasi Dismenorrhea

1. Dismenorrhea primer (idiopatik)

Dismenorrhea primer adalah dismenorrhea yang mulai terasa

sejak menarche dan tidak ditemukan kelainan dari alat kandungan

atau organ lainnya. Pada 90% wanita mengalami dismenorrhea

primer dan biasanya terasa setelah mereka menarche dan berlanjut

hingga usia pertengahan 20-an atau hingga mereka memiliki anak.

Sekitar 10% penderita dismenorrhea primer tidak dapat mengikuti

kegiatan sehari-hari. Gejalanya mulai terasa pada 1 atau 2 hari

sebelum haid dan berakhir setelah haid dimulai. Biasanya nyeri

berakhir setelah diberi kompres panas atau oleh pemberian

analgesik (Nilda syntia dewi, 2012).

Nyeri haid primer, timbul sejak haid pertama dan akan pulih

sendiri dengan berjalannya waktu, tepatnya setelah stabil hormon


45

tubuh dan perubahan posisi rahim setelah menikah dan

melahirkan, nyeri haid itu normal tetapi dapat berlebihan jika

dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisik, dan seperti stress, syok,

penyempitan pembulih darah, penyakit yang menahun, kurang

darah, dan kondisi tubuh yang menurun. Gejala tersebut tidak

membahayakan kesehatan (Kusmiran, 2013).

2. Dismenorrhea sekunder

Dismenorrhea sekunder biasanya terjadi kemudian setelah

menarche. Biasanya disebabkan hal lain. Nyeri ini sifatnya regular

pada setiap mengalami menstruasi namun berlangsung lebih lama

dan bisa berlangsung selama siklus. Nyeri mungkin nyeri pada

salah satu sisi abdomen. Dismenorrhea sekunder dapat disebabkan

oleh endometriosis dimana jaringan uterus tumbuh diluar uterus

dan ini dapat terjadi pada wanita tua maupun muda. Implant ini

masih bereaksi terhadap estrogen dan progesterone sehingga dapat

meluruh saat haid. Hasil peluruhan bila jatuh kedalam rongga

abdomen dan merangsang peritoneum akan menghasilkan nyeri.

Endometriosis ditemukan pada 10-15% wanita usia 25-33 tahun.

Dismenorrhea sekunder dapat juga disebabkan fibroid, penyakit

radang panggul, IUD, tumor pada tuba fallopi, usus atau vesika

urinaria, polip uteri, inflammatory bowel desease, skar atau

perlengketan akibat operasi sebelumnya dan adenomiosis yaitu

suatu keadaan dimana endometrium tumbuh menembus

miometrium (Nilda syntia dewi, 2012 ).


46

Nyeri haid sekunder, biasanya baru muncul kemudian yaitu

jika ada penyakit atau kelainan yang menetap seperti infeksi

rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, serta kelainan

kedudukan rahim yang menganggu organ dan jaringan

disekitarnya (Kusmiran,2013).

Berdasarkan data dari National Health and Nutrition

Examination Survey (NHANES), umur rata-rata menarche

(menstruasi pertama) pada anak remaja di Indonesia yaitu 12,5

tahun dengan kisaran 9-14 tahun. Di Indonesia angka kejadian

dismenore tipe primer adalah sekitar 54,89% sedangkan sisanya

penderita dengan dismenore sekunder. Dismenore terjadi pada

remaja dengan prevalensi berkisar antara 43% hingga 93%,

dimana sekitar 74-80% remaja mengalami dismenore ringan,

sementara angka kejadian endometriosis pada remaja dengan nyeri

panggul diperkirakan 25-38%, sedangkan pada remaja yang tidak

memberikan respon positif terhadap penanganan untuk nyeri haid,

endometriosis ditemukan pada 67% kasus di laparoskopi

(Hestiantoro dkk, 2012 dalam Gumilar, 2014).

2.3.3. Tingkatan nyeri haid (Dismenorrhea)

Nyeri haid dapat menyebabkan berbagai gangguan bagi penderita,

mulai dari pusing, mual, pegal-pegal, sakit perut, bahkan sampai

pingsan. Terkadang gangguan tersebut dapat mengakibatkan penderita

tidak dapat beraktivitas seperti biasa karena rasa sakit yang luar biasa.

Selain itu, nyeri haid juga dapat berlangsung lebih dari sehari.
47

Berdasarkan indikasinya, nyeri haid memiliki tingkatan sehingga

penderita dapat mengetahui sesuai dengan yang dirasakan saat

menstruasi.

Tingkatan nyeri haid (Jacoeb dkk, 1990: dalam Khoerunisya

2015), yaitu :

1. Nyeri Haid Ringan

Rasa nyeri yang berlangsung beberapa saat, sehingga hanya

diperlukan istirahat sejenak (duduk, berbaring) untuk

menghilangkannya, tanpa disertai obat. Dapat melakukan kerja

atau aktivitas sehari-hari.

2. Nyeri Haid Sedang

Diperlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu

meninggalkan aktivitas sehari-hari. Dismenorrhea ini biasanya

nyeri berlangsung antara satu hari atau lebih.

3. Nyeri Haid Berat

Diperlukan istirahat beberapa lama dengan akibat meninggalkan

aktivitas sehari-hari selama satu hari atau lebih.

2.3.4. Terapi

Dismenorrhea primer biasanya diobati oleh NSAID seperti

ibuprofen dan naproxen yang dapat mengurangi nyeri pada 64%

penderita dismenorrhea primer. Pil kontarsepsi menghilangkan nyeri

dan gejala lainnya pada 90% penderita dengan menekan ovulasi dan

jumlah perdarahan. Terapi ini membutuhkan waktu 3 siklus untuk


48

menghilangkan gejala. Kompres panas juga dapat mengurangi nyeri.

(Nilda syntia dewi, 2012).

2.4. Tinjauan Umum Tentang Terapi Kompres Air Hangat

2.4.1. Pengertian kompres hangat

Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu

hangat yang dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni, 2013).

Dalam Karya Tulis Ilmiah Suyanti Suwardi 2011, Kompres hangat

Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan

menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa

hangat pada bagian tubuh yang memerlukan (Suwardi, 2013).

Kompres hangat dengan suhu 46,5-51,5oC dapat dilakukan dengan

menempelkan kantung karet yang diisi air hangat ke daerah tubuh

yang nyeri. Tujuan dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan

fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan

mempelancar pasokan aliran darah dan memberikan ketenangan pada

klien (Azril Kimin, 2009 dalam Suyanti Suwardi, 2011).

Kompres hangat merupakan tindakan keperawatan dengan

memberikan kompres hangat yang digunakan untuk memenuhi rasa

nyaman. Tindakan ini digunakan untuk klien yang mengalami nyeri

(Hidayat & Uliyah 2012).

2.4.2. Terapi kompres Hangat

Terapi kompres air hangat merupakan tindakan dengan

memberikan kompres hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa

nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau


49

mencegah terjadinya spasme otot, dan memberikan rasa hangat

(Suyanti Suwardi, 2011).

Kompres hangat yang digunakan berfungsi untuk melebarkan

pembuluh dara, menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi

kekakuan. Selain itu, kompres hangat juga berfunsi menghilangkan

sensasi rasa sakit. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, terapi

kompres hangat dilakukan dilakukan selama 20 menit dengan 1 kali

pemberian dan pengukuran intensitas nyeri dilakukan dari menit ke

15-20 selama tindakan (Yuni Kusmiati, 2009 dalam Suyanti Suwardi,

2011).

Pilihan alternatif lain dalam meredakan nyeri adalah terapi

kompres hangat. Terapi kompres hangat diduga bekerja dengan

menstimulasi reseptor tidak nyeri atau Non-nosiseptor dalam bidang

reseptor yang sama pada cidera (Sulistyo, 2013).

2.4.3. Proses pemberian terapi kompres air hangat terhadap Penurunan

nyeri.

Energy panas yang hilang atau masuk dalam tubuh melalui kulit

dengan empat cara, yaitu secara konduksi, konveksi, radiasi, dan

evaporasi. Prinsip kerja terapi kompres air hangat dengan

menggunakan buli-buli panas yang dibungkus kain / kain yang

direndam air panas adalah secara konduksi dimana terjadi

perpindahan panas dari buli-buli panas kedalam perut. Cara

pengompresan sederhana dengan kantong buli-buli air hangat

kemudian tempelkan pada area supra pubik (dibawah perut), kalor


50

yang diberikan selama pengompresan akan memberikan efek bagi

rahim yakni, melunakkan ketegangan otot dinding rahim akibat

kontraksi disritmik tadi dan melebarkan pembuluh darah yang

menyempit atau vasodilatasi pembuluh darah sehingga oksigen akan

mudah bersirkulasi, dengan demikian darah menstruasi akan mudah

keluar di ikuti penurunan kadar konsentrasi prostaglandin, sehingga

nyeri dismenorrhea akan berkurang.

Pathway

Disminorrhea ( Nyeri haid)

Penanganan Nyeri

Nonfarmakologi

Terapi kompres air hangat

Melunakkan ketegangan otot dinding rahim

Vasodilatasi pembuluh darah

Sirkulasi O2 Lancar

Penurunan kadar konsentrasi prostaglandin

Penurunan Nyeri Haid

Gambar 2.5 Pathway kompres air hangat terhadap penurunan nyeri haid

2.4.4. Jenis jenis Kompres Hangat

Jenis-jenis kompres hangat antara lain :

1. Kompres hangat kering.

Yakni dengan menggunakan pasir yang telah dipanasi sinar

matahari guna mengobati nyeri-nyeri rematik pada persendian.


51

Selain itu, terapi ini juga dapat mengurangi berat badan dan

menghilangkan kelebihan berat badan (Kompas, 2009).

2. Kompres hangat lembap

Dewasa ini, kompres jenis ini digunakan dengan sarana atau

mediasi sebuah alat yang dikenal dengan nama hidrokolator.

Yakni alat elektrik yang diisi air, digunakan untuk

memanaskannya hingga mencapai suhu tertentu. Di dalam alat ini

dicelupkan beberapa alat kompres dengan bobot bervariasi yang

cocok untuk menutupi seluruh bagian tubuh. Terapis

mengeluarkan kompres-kompres ini dengan menggunakan

penjepit khusus, lalu melipatnya dengan handuk dan

meletakkannya di atas tubuh pasien agar kompres tersebut

berfugsi menghilangkan penyusutan otot dan membuatnya lentur

kembali. Selain itu untuk membatasi atau mencegah nyeri dan

memulihkan sirkulasi darah (Kompas, 2009).

3. Kompres bahan wol hangat

Yakni dengan memanaskan bahan wol di atas uap kemudian

diperas. Kompres macam ini memiliki kelebihan dengan

kepanasannya yang tinggi dan tidak akan mencederai atau

berbahaya bagi kulit. Kompres ini terdiri dari kompres dalam yang

ditutup dengan plastik tahan air, juga memiliki bungkus luar

terbuat dari bahan wol untuk mencegah atau membatasi masuknya

hawa panas. Kompres ini digunakan untuk menghilangkan nyeri-


52

nyeri dan penyusutan otot-otot. Kompres ini juga dapat digunakan

3-4 kali selama 5-10 menit (Kompas, 2009).

4. Kompres gelatin (Jelly)

Kompres model ini memiliki keistimewaan yang mampu

menjaga panas atau dingin untuk beberapa lama. Kelebihan

kompres ini terletak pada fleksibilitas bentuknya yang dapat

dicocokkan dengan anggota tubuh sehingga mampu menghasilkan

suhu yang diharapkan dan sanggup menggapai seluruh bagian

tubuh. Proses pendinginan kompres ini dihasilkan melalui alat

khusus (hidrokolator) yang memungkinkan suhu panas untuk

diatur. Kompres gelatin ini memiliki pengaruh dan cara

penggunaan yang sama dengan kompres dingin (Mahmud, 2007).

Pada saat memberikan terapi kompres air hangat kepada klien

untuk keefektifan kompres dalam mengurangi nyeri, haruslah

tetap diperhatikan suhu dari kompres itu sendiri, agar terhindar

dari cedera pada kulit akibat suhu yang terlalu panas (Potter &

Perry, 2010).

2.4.6. Prosedur Kerja Pemberian Terapi Kompres Air Hangat

Dibawah ini adalah prosedur pemberian kompres air hangat pada

klien untuk mengatasi nyeri haid : (Uliyah & Hidayat, 2008).

1. Persiapan Alat Dan Bahan

a. Air panas

b. Buli buli panas dan sarungnya

c. Sarung tangan
53

d. Tissue

e. Thermometer air panas

2. Cara Kerja

a. Persiapan alat

b. Cuci tangan.

c. Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

d. Lakukan pemasangan terlebih dahulu pada buli- buli panas

dengan cara Mengisi buli-buli dengan air panas, kencangkan

penutupnya kemudian membalik posisi buli-buli berulang -

ulang, lalu kosongkan isinya. Siapkan dan ukur air dengan

suhu 46,5-51,5oC

e. Isi buli-buli dengan air panas sebanyak kurang lebih setengah

bagian dari buli-buli tersebut. Lalu keluarkan udaranya dengan

cara letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat

tidur.

f. Lipat bagian atas bagian sampai kelihatan permukaan air

dileher buli-buli, kemudian penutup buli-buli ditutup dengan

rapat/ benar.

g. Periksa apakah buli-buli bocor atau tidak lalu keringkan

dengan handuk kering dan masukkan kedalam sarung buli-

buli.

h. Dekatkan buli-buli ke klien

i. Letakkan buli-buli pada daerah abdomen bawah/ simpisis

pubis selama 20 menit


54

j. Angkat buli-buli tersebut setelah 20 menit, dan jika nyeri

belum teratasi lakukan pengompresan ulang

k. Lakukan pengkajian secara teratur terhadap kondisi klien

untuk mengetahui kelainan yang timbulkan setelah pemberian

kompres hangat dengan buli-buli, seperti kemerahan,

ketidaknyamanan, kebocoran, dan sebagainya.

l. Rapikan alat-alat jika telah selesai

m. Cuci tangan

2.5. Tinjauan Minyak Herbal Aromatherapi

2.5.1 Pengertian Aromatherapi

Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik yang menggunakan

minyak essensial yang dapat meningkatkan keadaan fisik dan

psikologi seseorang agar menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial

memiliki efek farmakologis yang unik, seperti antibakteri, antivirus,

deuretik, vasodilator, penenang, dan merangsang adrenal (Runiari,

2010; Ana, 2010 dalam Syukrini, 2016).

Minyak esensial dalam aromaterapi merupakan salah satu hasil

metabolism dari tanaman, yang terbentuk karena reaksi berbagai

senyawa kimia dan air. Sifat dari minyak esensial adalah memiliki

rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman seperti biji, akar,

daun, bunga, kulit kayu, rimpang, bahkan seluruh sebagian tanaman

(Syukrini, 2016).
55

2.5.6. Bahan bahan pendukung Aromatherapi

Menurut Rafika 2013 bahan pendukung untuk pembuatan

Aromaterapi yaitu sebagai berikut :

1. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah minyak yang dikenal dengan istilah

essensial oil. Dimana merupakan minyak wangi yang diekstrak

dari tanaman melalui destilasi uap atau ekstrasi pelarut (minyak

jeruk).

2. Absolutes

Merupakan hasil ekstrasi dari bunga atau jaringan tanaman

halus melalui fluida superkritis pelarut. Digunakan juga untuk

menggambarkan minyak yang diekstrak dari mentega harum,

beton, dan pomades enfleurage dengan menggunakan etanol.

3. Pembawa minyak

Minyak yang bahan dasar tricglycerides yang cair dan

biasanya minyak ini dapat digunakan pada kulit seperti Almond

manis.

4. Infus

Ekstrak air dengan berbagai tanaman (misalnya infuse

chamomile).

5. Phytocendes

Merupakan berbagai senyawa organic yang mudah menguap

dari tanaman yang membunuh mikroba.


56

6. Penguap (Voltiazed) Herbal Baku

Minyak herbal yang memiliki kandungan senyawa yang lebih

tinggi dari senyawa tanaman dengan konten berbasis kering,

hancur dan dipanaskan untuk mengekstrak lalu menghirup uap

minyak aromatic dalam modalitas penghirupan langsung (Rafika,

2013).

2.5.7. Cara penggunaan Aromatherapi

Adapun cara penggunaan Aromatherapi menurut Rafika (2013)

yaitu :

1. Inhalasi

Merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam

penggunaan metode aromaterapi yang paling sederhana dan cepat.

Aromaterapi masuk dari luar tubuh ke dalam tubuh dengan satu

tahap yang mudah, yaitu lewat paru-paru di alirkan ke pembuluh

darah melalui alveoli. Tehnik inhalasi sama dengan metode

penciuman bau, dimana dapat dengan mudah merangsang

olfactory pada setiap kali bernafas dan tidak akan menggangu

pernafasan normal apabila mencium bau yang berbeda dari

minyak essensial. Aroma bau wangi yang tercium akan

memberikan efek terhadap fisik dan psikologis konsumen. Cara

ini biasanya terbagi menjadi inhalasi langsung dan inhalasi tidak

langsung. Inhalasi langsung diperlakukan secara individual,

sedangkan inhalasi tidak langsung dilakukan secara bersama-sama

dalam satu ruangan. Menurut Walls (2009) aromaterapi inhalasi


57

dapat dilakukan dengan menggunakan elektrik, baterai, atau lilin

diffuser, atau meletakkan aromaterapi dalam jumlah yang sedikit

pada selembaran kain atau kapas. Hal ini berguna untuk minyak

esensial relaksasi dan penenang (Rafika dalam Syukrini, 2016).

2. Pijat (Massage)

Pijat merupakan tehnik yang paling umum. Melalui pemijatan,

minyak essensial mempunyai daya penyembuhan yang bisa

menembus melalui kulit dan dibawa ke dalam tubuh, dan

kemudian akan mempengaruhi jaringan internal maupun organ-

organ tubuh. Penggunaan minyak essensial sangat berbahaya jika

dipergunakan langsung ke kulit, sehingga terlebih dahulu harus

dilarutkan dengan minyak dasar seperti minyak kedelai, minyak

zaitun, dan minyak tertentu lainnya. Minyak lavender merupakan

salah satu minyak yang dikenal sebagai minyak pijat yang dapat

memberikan relaksasi. Tetapi aroma yang digunakan dengan cara

pijat ini merupakan cara yang sangat disukai oleh seseorang untuk

menghilangkan rasa lelah pada tubuh, memperbaiki sirkulasi darah

dan merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun, serta

meningkatkan kesehatan pikiran. Dalam penggunaannya

dibutuhkan dua tetes minyak essensial yang ditambahkan dengan

1 ml minyak pijat (Rafika dalam Syukrini, 2016).

3. Kompres

Kompres hangat dengan sedikit minyak aromaterapi dapat

digunakan untuk menurunkan nyeri punggung dan nyeri perut.


58

Kompres dingin yang mengandung minyak lavender digunakan

pada bagian perineum saat persalinan (Rafika dalam Syukrini,

2016).

4. Berendam

Metode ini digunakan dengan cara menambahkan tetesan

minyak essensial aromaterapi ke dalam air hangat yang digunakan

untuk berendam. Dengan cara ini efek minyak essensial akan

membuat perasaan (secara psikologis dan fisik) menjadi lebih

rileks, serta dapat menghilangkan nyeri dan pegal, memberikan

efek kesehatan (Rafika dalam Syukrini, 2016).

Aromaterapi dapat membantu mengurangi kecemasan, stress,

ketakutan, mual, muntah dan rasa nyeri (Martin, 1996). Terapi

aroma mempunyai efek positif bahwa dengan aroma yang segar,

harum merangsang sensori, reseptor dan pada akhirnya

mempengaruhi organ yang lainnya sehingga dapat menimbulkan

efek kuat terhadap emosi. Respon bau yang dihasilkan akan

merangsang kerja sel neurokimia otak. Contohnya, bau yang

menyenangkan akan menstimulasi thalamus untuk mengeluarkan

enkafelin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami dan

menghasilkan perasaan tenang. Bau seperti melati, kenanga, dan

lavender dapat merangsang kerja endofrin pada kelenjar ptituari

dan menghasilkan efek afrodisiak. Agen kimia yang dilepaskan

oleh kelenjar ptituari ke dalam sirkulasi darah dalam mengatur


59

fungsi kelenjar lain seperti tiroid dan adrenal (Jeannie, 2009

dalam Syukrini, 2016).

2.5.8. Prosedur pemberian minyak herbal Aromaterapi

Prosedur pemberian minyak herbal Aromaterapi adalah sebagai

berikut:

1. Persiapan Alat Dan Bahan

a. Alat inhalasi / kain kasa steril

b. Minyak herbal Aromaterapi lavender

2. Persiapan Pasien

a. Pasien diposisikan duduk tegak atau setengah duduk

3. Persiapan Perawat :

a. Mencuci tangan

b. Menggunakan sarung tangan

c. Melakukan informed consent

4. Cara Kerja

a. Oleskan atau tuangkan 2-4 tetes minyak esensial aromaterapi

pada permukaan kain kasa steril

b. Lakukan inhalasi dalam waktu kurung lebih 5 10 menit

c. Kegiatan ini dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, saat

klien merasakan nyeri haid.

d. Cuci tangan

5. Evaluasi
60

Evaluasi dilakukan setelah klien menghirup aromaterapi Lavender

selama 5 10 menit, apabila belum hilang dapat diulangi lagi

sampai tujuan tercapai.

2.5.9. Proses Aromatherapi terhadap Penurunan Nyeri Malalui indera

Penciuman

Aroma lavender mengandung linalil dan linalool yang dihirup

masuk ke hidung ditangkap oleh bulbus olfactory kemudian melalui

traktus olfaktorius yang bercabang menjadi dua, yaitu sisi lateral dan

medial. Pada sisi lateral, traktus ini bersinap pada neuron ketiga di

amigdala, giru semilunaris, dan girus ambiens yang merupakan bagian

dari limbik. Jalur sisi medial juga berakhir pada sistem limbik. Limbik

merupakan bagian dari otak yang berbentuk huruf C sebagai tempat

pusat memori, suasana hati, dan intelektualitas berada. Bagian dari

limbik yang bertanggung jawab atas respon emosi kita terhadap aroma

yaitu amigdala. Hipocampus bertanggung jawab atas memori dan

pengenalan terhadap bau juga tempat bahan kimia pada aromaterapi

yang merangsang gudang-gudang penyimpanan memori otak kita

terhadap pengenalan bau-bauan yang menyenangkan akan

menciptakan perasaan tenang dan senang sehingga dapat mengurangi

kecemasan. Selain itu, setelah kelimbik aromaterapi menstimulasi

pengeluaran enkefalin atau endorphin pada kelenjar hipothalamus,

PAG dan medulla rostral ventromedial. Enkefalin merangsang daerah

di otak yang disebut raphe nucleus untuk mensekresi serotini

sehingga menimbulkan efek rileks, tenang dan menurunkan


61

kecemasan. Serotonin juga bekerja sebagai neuromodulator untuk

menghambat informasi nosiseptif dalam medulla spinalis.

Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan cara

menempati reseptor dikornu dorsalis sehingga menghambat pelepasan

substansi P. Penghambatan substansi P akan membuat impuls nyeri

tidak dapat melalui neuron proyeksi, sehingga tidak dapat diteruskan

pada proses yang lebih tinggi di korteks somatosensoris dan

transisional. Melalui teori ini dapat diketahui bahwa dengan

pemberian aromaterapi lavender dapat menurunkan intensitas nyeri

(Karlina, 2016).

Pathway

Dismenorrhea ( nyeri haid )

Penanganan nyeri

Nonfarmakologi

Pemberian minyak herbal Aromaterapi

Senyawa aktif linalil dan linalool asetat

Melalui inhalasi masuk melalui pernapasan

Reseptor hidung melalui silia-silia yang lembut

adanya pesan elektrokimia

Hipotalamus olfaktori

Kelenjar hipotalamus mengeluarkan system Limbik

Enkefalin/endorphin

Relaks/tenang
62

Enkefalin mengeluarkan serotonin

Menghambat informasi nosiseptif dari neuromedulator

Reseptor dikornu dorsalis menghambat

Pelepasan substansi P

Impuls nyeri tidak dapat melalui neuron proyeksi ke korteks

Sematosensoris dan transisional

Penurunan intensitas nyeri

Gambar 2.7 Pathway aromaterapi terhadap penurunan nyeri haid

2.6. Kerangka teori

Dismenorrhea adalah nyeri pada saat haid. Gejala dismenorrhea sangat

kompleks seperti kram perut pada bagian bawah yang menjalar kepunggung

atau kaki dan biasanya disertai gejala gastrointestinal dan gejala neurologis

seperti kelemahan umum (Nilda syntia dewi, 2012).

Sedangkan menurut Mubarak (2015), pengananan nyeri dapat dilakukan

dengan dua cara yaitu dengan pengobatan farmakologi dan Nonfarmakologi.

Pemberian terapi farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian obat-

obatan baik dalam bentuk analgesik narkotik maupun analgesik Nonnarkotik.

Penanganan Nonfarmakologi untuk menurunkan nyeri dapat dilakukan

dengan tehnik relaksasi profresif, terapi panas/ kompres hangat, aramo terapi,

stimulasi kutaneus plasebo, dan tehnik distraksi.

Terapi kompres air hangat dan pemberian minyak herbal aromaterapi

dapat menurunkan intensitas nyeri haid. Dimana pengompresan akan


63

memberikan efek pada rahim yakni, melunakkan ketegangan otot dinding

rahim akibat kontraksi disritmik tadi dan melebarkan pembuluh darah yang

menyempit sehingga oksigen akan mudah bersirkulasi, dengan demikian

darah menstruasi akan mudah keluar di ikuti penurunan kadar konsentrasi

prostaglandin, sehingga nyeri dismenorrhea akan berkurang. Sedangkan

pemberian minyak herbal aromaterapi dengan tehnik inhalasi dimana bagian

dari limbik yang bertanggung jawab atas respon emosi kita terhadap aroma

adalah amigdala serta bertanggung jawab atas memori dan pengenalan

terhadap bau juga tempat bahan kimia pada aromaterapi yaitu hippocampus,

dimana dapat merangsang gudang-gudang penyimpanan memori otak kita

terhadap pengenalan bau-bauan yang akan menciptakan perasaan tenang dan

senang sehingga kecemasan dapat berkurang dan pada neuromedulator pada

medulla spinalis terjadi penghambatan substansi P akan membuat impuls

nyeri tidak dapat melalui neuron proyeksi, sehingga tidak dapat diteruskan

pada proses yang lebih tinggi di korteks somatosensoris dan transisional

(Karlina, 2016).
64

Adapun kerangka teori dalam penelitian dibawah ini :

Dismenorrhea adalah
nyeri yang dirasakan pada
saat menstruasi.

Penanganan nyeri

Farmakologi Nonfarmakologi
(obat obatan )

relaksasi
1. Analgesik narkotik
progresif
2. Analgesik
nonnarkotik
terapi Kompres
air hangat

Stimulasi
kuteneus placebo
Penurunan
intensitas nyeri
Tehnik distraksi

Pemberian minyak
herbal aromaterapi

Sumber : Mubarak,( 2015)


65

2.7. Kerangka Konsep

Pemberian
Kompres
Air Hangat
Penurunan
Dismenorrhea

Pemberian (Nyeri Haid)


Minyak Herbal
Aromatherapy

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel dependen

2.8. Definisi Operasional dan kriteria objektif

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

dengan berdasarkan karakteristik yang diamati, serta memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

obyek atau fenomena (Hidayat, 2007)

2.8.1. Nyeri Haid (Dismenorrhea)

Dismenorrhea adalah keadaan/kondsi dimana seorang wanita

mengalami rasa sakit pada saat haid. Pengukuran intensitas nyeri

dengan menggunakan Numerical rating scale rentang 0 10.

Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah pemberian terapi kompres

air hangat dan pemberian minyak herbal aromaterapi.

Kriteria Objektif

0 : Tidak nyeri
66

1-3 : Nyeri ringan, secara objektif ditandai dengan mengaduh,

meringis, gelisah, dapat berkomunikasi

4-6 : Nyeri sedang, secara objektif ditandai dengan menangis,

berkeringat, imobilisasi, mendesis dengan menunjukkan

daerah yang nyeri.

7-9 : Nyeri Berat, secara objektif ditandai dengan sesak napas,

pucat, ketegangan otot, tidak dapat mengikuti perintah tapi

dapat merespon tindakan.

10 : Nyeri sangat berat, secara objektif ditandai dengan

mendekur, menggeletuk gigi, menggigit bibir, peningkatan

gerakan jari dan tangan, sudah tidak mampu

berkomunikasi, memukul.

2.8.2. Kompres Air Hangat

Kompres air hangat adalah suatu metode yang menggunakan suhu

hangat yang dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni, 2013).

Kompres air hangat dengan suhu 46,5oC-51,5oC dapat dilakukan

dengan cara menempelkan buli-buli kemudian ditempelkan ke daerah

perut bawah (simpisis pubis) atau bagian yang nyeri selama 20 menit.

Kriteria Objektif :

Ya : Jika ada pengaruh seteleh pemberian Terapi kompres air

hangat terhadap penurunan nyeri haid (Dismenorrhea)

Tidak : Jika tidak ada pengaruh setelah pemberian Terapi kompres

air hangat terhadap penurunan nyeri haid (Dismenorrhea)


67

2.8.3 Pemberian Minyak Herbal Aromatherapi

Aromaterapi adalah tindakan terapeutik dengan menggunakan

minyak essensial yang berguna untuk meningkatkan keadaan fisik dan

psikologi seseorang agar menjadi lebih baik (Runiari, 2010; Ana,

2010). Pemberian minyak herbal aromaterapi Lavender diberikan

dengan tehnik inhalasi dengan menggunakan kain kasa steril yang

sudah diolesi dengan 2 tetes atau lebih minyak esensial aromaterapi

lavender kemudian diberikan pada daerah hidung dan dihirup selama

5 - 10 menit.

Kriteria Objektif :

Ya : Jika ada pengaruh setelah pemberian minyak herbal

aromaterapi terhadap penurunan nyeri haid (Dismenorrhea).

Tidak : jika tidak ada pengaruh setelah pemberian minyak herbal

aromaterapi terhadap penurunan nyeri haid (Dismenorrhea).

2.9. Hipotesis

Ho : Tidak ada pengaruh terapi kompres hangat dan pemberian minyak

herbal Aromaterapi terhadap penurunan nyeri haid (Dismenorrhea)

pada siswi SMK YPKK Limbung kabupaten Gowa tahun 2017

Ha : Ada pengaruh terapi kompres hangat dan pemebrian minyak

Aromaterapi terhadap penurunan nyeri haid (Dismenorrhea) pada

siswi SMK YPKK Limbung kabupaten Gowa tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai