Anda di halaman 1dari 20

Learning Task

1. Jelaskan apa yang disebut dengan CAPD ?


2. Jelaskan apa indikasi CAPD ?
3. Jelaskan prinsip kerja CAPD !
4. Jelaskan efek samping atau komplikasi yang dapat muncul pada pasien yang menjalani
CAPD ?
5. Jelaskan asuhan keperawatan terutama HE yang harus diberikan perawat pada pasien
yang akan dilakukan CAPD?
6. Carilah sebuah video mengenai pelaksanaan CAPD ?
1. Pengertian CAPD
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) adalah teknik dialisis mandiri
menggunakan 2 liter dialisa penukar 4 kali sehari, yang pertukaran terakhirnya dilakukan
pada jam tidur, sehinggan cairan dibiarkan diam dalam rongga peritoneal semalaman.
Kantong kosong dan slang dibiarkan menempel pada kateter dan disembunyikan dibalik
pakaian selama 4 jam waktu tinggal. Setelah itu, kantong diturunkan kelantai sehingga
dibiarkan terisi akibat gravitasi. CAPD ditemukan pada akhir tahun 1970an dan
merupakan metode paling popular untuk dialisis peritoneal pada penanganan gagal ginjal
kronik. (Price & Wilson, 2006)
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau dialysis peritoneal
ambulatorik kontinyu merupakan suatu bentuk dialisis yang dilakukan pada banyak
pasien penyakit renal stadium terminal. Dialisis peritoneal tradisional memerlukan
perawat dan teknisi yang terampil untuk melaksanakan prosedur ini. Dialisis peritoneal
tradisional dilakukan secara intermiten sehingga diperlukan beberapa tahap yang
biasanya berlangsung selama 6 hingga 48 jam untuk tiap tahap, dan selama pelaksanaan
dialysis ini pasien harus berada dalam keadaan immobilisasi. Berbeda dengan dialysis
peritoneal tradisional, CAPD bersifat kontinyu dan biasanya dapat dilakukan sendiri.
Metode ini bisa dikerjakan dirumah oleh pasien. kadang kadang anggota keluarga
dilatih agar dapat melaksanakan prosedur tersebut bagi pasien. Tekniknya disesuaikan
menurut kebutuhan fisiologi pasien akan terapi dialysis dan kemampuannya untuk
mempelajari prosedur ini. Metode CAPD harus dapat dipahami oleh pasien serta
keluarganya, dan diperlukan petunjuk yang adekuat untuk menjamin agar mereka merasa
aman serta yakin dalam melakukannya.
Keberhasilan CAPD tergantung pada pemeliharaan kateter peritoneal permanen.
Masalah kateter yang dapat terjadi mencangkup obstruksi satu arah, tercabutnya kateter
dari panggul, terbelitnya kateter dengan omentum, perembesan cairan dialisa, infeksi
pada lokasi keluar pembentukan bekuan fibrin dan kontamiansi bakteri/jamur. (Burner &
Suddarth, 2001)
2. Indikasi
CAPD merupakan terapi pilahan bagi sebagian besar pasien yang ingin
melaksanakan dialysis sendiri dirumah. Indikasi CAPD adalah pasien pasien yang
menjalani hemodialisis rumatan (maintenance) atau hemodialisis kronis yang mempunyai
masalah dengan cara terapi yang sekarang, seperti gangguan fungsi atau kegagalan alat
untuk akses vaskukler, rasa haus yang berlebihan, hipertensi beraat, sakit kepala pasca
dialysis dan anemia berat yang memerlukan transfusi.
Pasien yang sedang menunggu operasi pencangkokan ginjal dapat dipertahankan
usianya dengan cara CAPD. Penyakit ginjal stadium terminal ang terjadi akibat penyakit
diabetes sering dipertimbangkan sebagai indikasi untuk dilakukan CAPD karena
hipertensi, uremia, dan hiperglikemia lebih mudah diatasi dengan cara ini daripada
dengan hemodialisi.
Pasien lansia umumnya dapat memanfaatkan teknik CAPD ditandai jika keluarga
atau masyarakat memberiakn dukungan. Pasieen yang dapat turut aktif dalam
penanganan penyakitnya, menginginkan lebih banyak kebebasan dan memiliki motivasi
serta keinginan untuk melaksanakan penanganan yang diperlukan, sangat sesuai dengan
terapi CAPD. (Burner & Suddarth, 2001)
Indikasi dilakukan CAPD:
Pasien gagal ginjal terminal yang mengalami:
Diabetes mellitus dengan komorbiditas tinggi
Ketidakstabilan kardiovaskular akibat penyakit kardiovaskular atau usia lanjut
dengan hemodinamik tidak stabil
Kesulitan atau kegagalan pembentukan akses vascular karena proses aterosklerosis
dan lain-lain pada pasien hemodialisis
Kecenderungan perdarahan (trombositopenia/trombopati)
Strok bar
Alergi terhadap bahan dialisat/asetat
Pasien gagal ginjal terminal dengan hemodialisis regular yang mengalami
a. Gangguan serebral akut (perdarahan intrakranial)
b. Gagal jantung kongestif
c. Kardiomiopati
d. Penyakit jantung iskemik berat
e. Gangguan irama jantung dengan kelainan hemodinamik.

3. Prinsip prinsip CAPD


CAPD bekerja berdasarkan prinsip prinsip yang sama seperti pada bentuk dialis
lainnya, yaitu : difusi dan osmosis. Namun, karena CAPD merupakan terapi dialysis yang
kontiyu, kadar produk limbah nitrogen dalam serum berada dalam keadaan yang stabil.
Nilainya bergantung pada fungsi ginjal yang masih tersisa, folume dialisa setiap hari, dan
kecepatan produk limbah tersebut di produksi. Fluktuasi hasil- hasil laboraturium ini pada
CAPD tidak begituu ekstrim jika dibandingkan dengan dialysis peritoneal intermiten
karena proses dialysis berlangsung secara konstan. Kadar elektrolit biasanya tetap berada
dalam kisaran normal.
Semakin lama waktu retensi, klirens molekul yang berukuran sedang semakin baik.
Diperkirakan molekul molekul ini merupakan toksin uremiik yang signifikan. Dengan
CAPD klirens molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah seperti
ureum, akan berdifusi lebih cepat dalam proses dialysis daripada molekul berukuran
sedang, meskipun pengeluarannya selama CAPD lebih lambat daripada selama
hemodialisis.
Pengeluaran cairan yang berlebihan pada saat dialysis peritoneal dicapai dengan
menggunakan larutan dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang tinggi
sehingga tercipta gradient osmotik. Larutan glukosa 1,5% 2,5% dan 4,25% harus tersedia
dengan beberapa ukuran volume, yaitu mulai dari 500ml hingga 3000ml, sehingga
memungkinkan pemilihan dialisat yang sesuai dengan toleransi, ukuran tubuh dan
kebutuhan fisiologik pasien. semakin tinggi konsentrasi glukosa senakin besar gradient
osmotic dan semakin banyak air yang dikeluarkan. Pasien harus diajarkan memilih
glukosa yang tepat berdasarkan asupan makanannya.
Pertukaran biasanya dilakukan 4 kali sehari. Teknik ini berlangsung secara kntinyu
selama 24 jam perhari dan dilakukan 7 hari dalam seminggu. Pasien malaksanakan
pertuukaran dengan interval yang didistribusikan disepanjang hari (misalnya, pada pukul
08.00 pagi, 12.00 siang hari, 05.00 sore, dan 10.00 malam) dan dapat tidur pada malam
harinya. Setiap pertukaran biasanya memerlukan waktu 30 hingga 60 menit atau lebih,
lamanya proses ini tergantung pada lamanya waktu retensi yang ditentukan oleh dokter.
Lama waktu penukaran terdiri atas 5 sampai 10 menit periode infuse ( pemasukan cairan
dialisat), 20 menit periode drainase ( pengeluaran cairan dialisat ) dan waktu retensi
selama 10 menit, 30 menit atau lebih. (Burner & Suddarth, 2001)

4. Efeksamping atau komplikasi yang muncul.


CAPD bukan teknik dialysis tanpa komplikasi. Kebanyakan komplikasi bersifat ringan,
meskipun beberapa diantaranya jika tidak diatasi dapat membawa akibat yang serius pada
pasien. komplikasi yang mungkin muncul yaitu :
a. Peritonitis
Merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai dan paling serius, komplikasi ini
terjadi pada 60% hingga 80% pasien yang menjalani dialysis peritoneal. Sebagian
besar kejadian peritonitis disebabkan oleh kontaminasi staphylococcus epidermidis
yang bersifat aksidental. Kejadian ini mengakibatkan gejala ringan dan prognosisnya
baik, meskipun demikian peritonitis akibat staphylococcus aureus mrnghasilkan
angka morfiditas yang lebih tinggi, mempunyai prognosis yang lebih serius dan
berjalan yang lebih lama. Mikroorganisme gram negative dapat berasal dari usus,
khususnya bila terdapat lebih dari 1 macam mikroorganisme dan cairan peritoneal
dan bila mikroorganisme tersebut bersifat anaerob.
b. Bocoran
Kebocoran cairan dialisat melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter dapat
segera diketahui sesudqah kateter dipasang. Biasanya kebocoran tersebut berhenti
spontan jika terapi dialysis ditunda sama beberapa hari untuk menyembuhkan luka
insisi dan tempat keluarnya kateter. Selama periode ini, faktor-faktor yang dapat
memperlambat proses kesembuhan seperti aktivitas abdomen yang tidak semestinya
hal-hal mengejan pada saat buang air besar harus dikurangi. Kebocoran melalui
tempat pemasangan kateter atau kedalam dinding abdomen dapat terjadi spontan
beberapa bulan atau tahun setelah pemasangan kateter tersebut. Kebocoran sering
dapat dihindari dengtan memulai infuse cairan dialisat dengan volume kecil (100-200
ml) dan kemudian secara bertahap meningkatkna volume tersebut hingga mencapai
2000 ml.
c. Perdarahan
Cairan drainase (effluent) dialisat yang mengandung darah kadangkadang dapat
terlihat, khususnya pada pasien wanita yang sedang haid. (Cairan hipertonik menarik
darah dari uterus lewat orivisium tuba valopi yang bermuara kedalam kavum
peritoneal). Kejadian ini sering dijumpai selama beberapa kali pertukaran pertama
mengingat sebagian darah akibat prosedur tersebut tetap berada dalam rongga
abdomen.:Pada banyak kasus penyebab terjadinya perdarahan tidak ditemukan.
Pergeseran kateter dari pelvis kadang-kadang disertai dengan perdarahan. Sebagian
pasien memperlihatkan cairan drainase dialisat yang berdarah sesudah ia menjalani
pemeriksaan enema atau mengalami trauma ringan. Perdarahan selalu berhenti setelah
satu atau dua hari sehingga tidak memerlukan intervensi yang khusus. Terapi
ertukaran yang lebih sering dilakukan selama waktu ini mungkin diperlukan untuk
mencegah obsrtuksi kateter oleh bekuan darah.
d. Komplikasi lain
Komplikasi lain mencakup hernia abdomen yang mungkin terjadi akibat peningkatan
tekanan intraabdomen terus menerus. Tipe hernia yang pernah terjadi adalah tipe
insisional, inguinal, diafragmatik dan ujmbilikal. Tekanan intraabdomen yang secara
persisten meningkat juga akan memperburuk gejala hernia hiatus dan hemoroid.
Hipertrigliseridemia sering dijumpai pada pasien-pasien yang menjalani CAPD
sehingga timbul kesan bahwa terapi ini dapat mempermudah aterogenesis. Penyakit
kardiovaskuler tetap merupakan penyebab utama kematian pada populasi pasien ini.
Nyeri punggung bawah dan anoreksia akibat adanya cairan dalam rongga abdomen
disamping rasa manis yang selalu terasa pada indraa pengecap serta berkaitan dengan
absorbs glukosa dapat pula terjadi pada terapi CAPD.
Masalah mekanis dapat pula terjadi dan menggangu pemasukan atau drainase cairan
dialisat. Pembentukan bekuan dalam kateter peritoneal dan konstipasi merupakan
faktor yang turut menimbulkan masalah ini.
e. Citra tubuh dan seksualitas
Meskipun CAPD telah memebrikan kebebasa yang lebih besar dan hak untuk
mengontrol sendiri terapinya kepada pasien penyakit renal stadium terminal, namun
bentuk terapi ini bukan tanpa masalah. Pasien sering mengalami perubahan cintra
tubuh dengan adanya kateter abdomen dan kantong penampung serta selang di
badannya. Ukuran pinggang akan meningkat sebanyak 2,5 cm hingga 5 cm (1-2 inci)
atau lebih bila terdapat cairan dalam abdomen, dan keadaan ini akan memepengaruhi
pasien dalam memilih pakainanya selain menimbulkan perasaan menjadi gemuk.
Citra tubuh dapat sangat mengganggu sehingga pasien tidak ingin lagi melihat atau
merawat kateter selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Mengajak pasien untuk
berbicara dengan pasien lain yang memiliki sikap positif dapat membantu. Sebagian
pasien tampaknya tidak mempunyai masalah psikologis yang berhubungan dengan
kateter; mereka menganggap kateter tersebut sebagai selang kehidupannya atau
sebagai alat yang memepertahankan hidupannya. Pasien kadang-kadang merasa harus
mengerjakan terapi pertukaran sepanjang hari dan tidak lagi memiliki waktus
senggang, khususnya dalam masamasa awal terapi CAPD. Mereka mungkin
mengalami deepresi karena merasakan disibukan dengan tanggung jawab untuk
merawat dirinya sendiri.
Seksualitas dan fungsi seksual dapat berubah; pasien berserta pasangannya mungkin
enggan untuk melakukan aktivitas seksual, dan keengganan ini sebagian timbul
karena secara psikologis, kateter menjadi penghalang aktivitas tersebut.
Keberadaan 2 L cairan dialisat, kateter peritoneal dan kantong drainase dapat
mengganggu fungsi sekssual serta citra tubuh pada pasien-pasien ini. (Burner &
Suddarth, 2001)

5. Health Education
Pendidikan Pasien CAPD
Pasien diberi pengajaran untuk melkasanakan sendiri CAPD setelah kondisinya secara
medis dianggap stabil. Pelajaran dapat diberikan secara rawat jalan atau rawat inap.
Biasanya latihan CAPD memerlukan waktu 5 hari hingga 2 minggu.
1. Program Latihan
Selama periode latihan pasien diajarkan tentang materi anatomi dan fisiologi dasar
ginjal, proses penyakit; prosedur terapi pertukaran; komplikasi yang mungkin terjadi
serta respon yang tepat terhadap komplikasi tersebut; pemeriksaan tanda-tanda vital;
perawatan kateter, teknik membasuh tangan yang baik; dan yang paling penting, siapa
yang harus dihubungi jika timbul suatu masalah serta kapan menghubunginya. Karena
konsekwensi peritonitis, pasien yang keluarganya harus mendapatkan pelajaran tentang
tanda-tanda peritonitis, tindakan preventif dan strategi penangan dini.
2. Terapi Diet
Perawat, ahli gizi dan pekerja social harus menemui pasien berserta keluarganya
selama periode latihan pada saat-saat tertentu sesudahnya. Informasi dan instruksi tentang
diet harus diberikan. Meskipun diet pada pasien dengan terapi CAPD merupakan diet
yang bebas, ada beberapa rekomendasi yang perlu disampaikan. Karena protein akan
hilang pada dialysis peritoneal kontinyu, maka pasien dianjurkan untuk mengonsumsi
makanan yang tinggi protein dengan gizi yang baik dan seimbang. Mereka juga
dianjurkan untuk meningkatkan asupan serat setiap hari untuk membantu mencegah
konstipasi yang dapat menghambat aliran cairan dialisat ke dalam atau keluar cavum
peritoneal. Pasien sering mengalami pertambahan berat badan sebanyak 1 1/2 hingga 2 1/2
kg dalam waktu 1 bulan setelah terapi CAPD dimulai; oleh sebab itu, pasien dapat
diminta untuk mengurangi asupan karbohidratnya untuk menghindari kenaikan berat
badan yang berlebihan. Pembatasan kalium, natrium dan cairan biasanya tidak
diperlukan.
3. Asupan Cairan
Pasien biasanya kehilangan 2 L cairan lebih atau diatas 8 L cairan dialisat yang
dinfuskan dedalam rongga abdomen selama periode 24 jam; keadaan ini memungkinkan
asupan cairan yang normal bahkan pada pasien yang anefrik (pasien tanpa ginjal).
4. Perawatan Tindak Lanjut
Pasien diajari menurut kemampuannya sendiri dan tingkat pengetahuannya untuk
belajar; banyaknya materi yang diberikan harus dapat dipahami pasien tanpa merasa
terganggu atau dijejalkan informasi yang berlebihan. Perawatan tindak lanjut melalui
telepon, kunjungan pasien ke klinik rawat jalan serta perawatan di rumah yang kontinyu
akan membantu pasien untuk beralih kepada parawatan di rumah dan berperan aktif
dalam perawatan kesehatannya sendiri. Kemampuan pasien apakah pilihannya yang
berkenan dengan terapi dialysis atau pengendalian tekanan darah sudah tepat, atau hanya
untuk membicarakan suatu masalah sederhana sering masih bergantung pada perawat.
Pasien mungkin akan dikunjungi oleh tim CAPD dalam klinik rawat jalan sekali dalam
sebulan atau lebih jika diperlukan. Prosedur pertukaran yang dilakukan sendiri oleh
pasien harus dievaluasi pada saat itu untuk memastikan apakah teknik aseptic yang ketat
masih dipatuhi. Selang yang digunakan untuk meneteskan cairan dialisat dapat diganti
oleh perawat, tim CAPD setiap 48 minggu sekali. Sekarang sudah ada selang yang
dapat dipasang dalam waktu lama hingga penggantian selang dapat dilakukan sampai 6
bulan sekali. Penggantian selang yang tidak sering akan menurunkan resiko kontaminasi
yang mungkin terjadi. Hasil pemeriksaan kimia darah harus terus diikuti dengan ketat
untuk memastikan apakah terapi tersebut adekuat bagi pasien. Memberikan umpan balik,
memberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan pengajaran tambahan.
Memberikan kesempatan dan semangat kepada pasien untuk mengungkapkan
keprihatinan, keraguan dan kecemasannya. (Brunner & Suddarth, 2001)
a. Pengkajian

b. Analisa Data
No Data Interpretrasi Masalah keperawatan
1 Ds : - Nyeri akut
Do :- CAPD

Post Operasi

Pemasangan kateter yang


menghubungkan antara ginjal dalam
peritoneum dengan kantong cairan
dialisis

Luka insisi pada dinding abdomen

Merangsang nociseptor : ujung saraf bebas


yang mempunyai sedikit myelin yang
tersebar di kulit

Implus dibawa ke
kornudorsalis medulla
spinalis thalamus , korteks
serebri

Nyeri Akut
2 Ds : - Resiko Infeksi
CAPD
Do : -

Post
Operasi

Pemasangan kateter yang menghubungkan


antara ginjal dalam peritoneum dengan
kantong cairan dialisis

Memudahkan
mikrorganisme luar
masuk ke dalam tubuh

Resiko Infeksi

3 Ds : - Defisiensi
Do : - CAPD Pengetahuan

Post Operasi

Pemasangan kateter yang menghubungkan


antara ginjal dalam peritoneum dengan
kantong cairan dialisis
Pasien tidak mengetahui cara
perawatan pencuci darah
yang benar

Defesiensi
pengetahuan

c. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasive
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan melaporkan
nyeri secara verbal, sikap melindungi area nyeri
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan
pengungkapan masalah mengenai prosedur dan cara perawatan CAPD
Diagnosa Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC Label : NIC Label : Pain Management
berhubungan keperawatan selama x 24 jam Pain Management 1. Mengetahui kualitas nyeri,
dengan agen diharapkan rasa nyeri kronis yang 1. Lakukan pengkajian nyeri mengetahui frekuensi, durasi
cedera fisik dirasakan pasien berkurang dengan secara komprehensif meliputi nyeri, intensitas atau
ditandai dengan kriteria hasil : lokasi, karakteristik, durasi, keparahan nyeri, dan cara
melaporkan nyeri frekuensi, kualitas, intensitas mengatasinya.
secara verbal, NOC Label : Pain Control atau keparahan nyeri dan faktor 2. Mengetahui tingkat nyeri
sikap melindungi 1. Pasien mampu mengenali nyeri presipitasi. misalnya dari ekspresi wajah
area nyeri (skala, intensitas, frekuensi, 2. Observasi reaksi nonverbal dari atau mimik pasien dan
lokasi dan lamanya nyeri ) ketidaknyamanan pasien. ketidaknyamanan pasien.
2. Pasien mampu menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi 3. Teknik komunikasi terapeutik
teknik non farmakologi yang terapeutik untuk mengetahui digunakan sebagai komunikasi
direkomendasikan pengalaman nyeri pasien. perawat dalam menggali
3. Pasien mampu mengatakan 4. Kontrol lingkungan yang dapat informasi mengenai riwayat
intensitas nyeri berkurang mempengaruhi nyeri seperti nyeri pasien
suhu ruangan, pencahayaan dan 4. Mengontrol lingkungan seperti
NOC Label : Pain Level kebisingan. suhu ruangan, pencahayaan
1. Skala nyeri pasien berkurang 5. Pilih dan lakukan penanganan dan kebisingan mampu
2. Rasa nyeri pasien berkurang nyeri (farmakologi, non mengurangi atau mencegah
ketika sedang melakukan farmakologi dan interpersonal) timbulnya rasa nyeri.
distraksi nyeri 6. Ajarkan tentang teknik non 5. Dengan memberikan pilihan
3. Pasien mampu mempertahankan farmakologis (distraksi dan dalam penanganan nyeri
tanda tanda vital dalam relaksasi) sehingga dapat menentukan
rentang normal ( T = 36,5-37,5 0 7. Berikan analgesik untuk manajemen nyeri yang tepat
C, TD = 120/80 mmHg, RR = mengurangi nyeri (sesuai untuk pasien
16-20x/menit, N = 60-100 instruksi dokter) 6. Dengan memberikan teknik
x/menit ) 8. Tingkatkan istirahat nonfarmakologis dapat
membantu mengalihkan
NIC Label : Analgesic
perhatian pasien terhadap rasa
administration
nyeri sehingga rasa nyeri
1. Mengetahui lokasi,
pasien akan terasa berkurang
karakteristik, kualitas, dan
misalnya latihan tarik nafas
derajat nyeri sebelum
dalam dan pengalihan seperti
memberikan pasien medikasi
menonton TV atau
2. Melakukan pengecekan
mendengarkan musik..
terhadap riwayat alergi
7. Analgesik adalah zat-zat yang
3. Memilih analgesik yang sesuai
mengurangi atau menghalau
atau kombinasikan analgesik
rasa nyeri tanpa
saat di resepkan analgesik lebih
menghilangkan kesadaran.
dari satu
Analgesik antiinflamasi
4. Memonitor tanda-tanda vital
diduga dapat bekerja
sebelum dan setelah diberikan berdasarkan penghambatan
analgesik dengan satu kali dosis sintesis prostaglandin
atau tanda yang tidak biasa (mediator nyeri)
dicatat perawat 8. Istirahat dapat membantu
5. Mengevaluasi keefektian dari meningkatkan kondisi pasien
analgesik menjadi lebih baik sehingga
rasa nyeri dapat berkurang.

NIC Label : Analgesic


administration
1. Dapat menentukan medikasi
yang tepat agar tujuan tercapai
maksimal.
2. Mencegah terjadinya alergi
ketika pemberian medikasi.
3. Dapat mengoptimalkan
penggunaan analgesik dalam
upaya mengurangi skala nyeri
klien.
4. Mengetahui adanya perubahan
tanda-tanda vital sebelum dan
setelah diberikan analgesik
sehingga dapat menentukan
kondisi klien saat ini.
5. Untuk menentukan
keberlanjutan pemakaian
analgesik.

3 Risiko infeksi Setelah diberikan asuhan NIC Label : Infection control NIC label: Infection Control
dengan faktor keperawatan selama x 24 jam 1. Observasi tanda-tanda 1. Mengetahui lebih awal
risiko prosedur diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi dan peradangan. apabila terdapat tanda
invasive infeksi : 2. Tingkatkan upaya infeksi
pencegahan dengan 2. Mencegah timbulnya
NOC Label: Risk control: mencuci tangan bagi semua infeksi nasokomial.
Infectious Process orang yang berhubungan 3. Mencegah terjadinya
1. Pasien bebas dari tanda dan dengan pasien, meskipun kontaminasi dari virus,
gejala infeksi pasien itu sendiri. bakteri dan jamur
2. Mendeskripsikan proses 3. Pertahankan teknik aseptik 4. Menurunkan kemungkinan
penularan penyakit, faktor yang prosedur invasif. terjadinya infeksi.
mempengaruhi penularan serta 4. Berikan perawatan kulit 5. Nutrisi optimal dan
penatalaksanaanya dengan teratur dan sungguh- keseimbangan cairan akan
sugguh, massage daerah menguatkan integritas
yang tertekan. Jaga kulit jaringan
tetap kering, linen tetap
kering dan kencang. NIC Label: Infection Protection
5. Perbaiki asupan nutrisi dan 1. Untuk mengetahui apakah
cairan yang adekuat terjadi tanda-tanda infeksi
pada pasien atau tidak
NIC Label: Infection Protection 2. Mengetahui tanda dan
1. Inspeksi kulit pasien dari gejala infeksi dapat
kemerahan, panas yang digunakan indikator dalam
ekstrim dan drainase menentukan penanganan
2. Ajarkan pasien dan yang tepat sebelum infeksi
keluarga mengenai tanda lebih meluas.
dan gejala dari infeksi serta
kapan harus melaporkan
pada perawat
3 Defisiensi Setelah dilakukan asuhan Nic Label : Teaching : Disease Process
pengetahuan keperawatan selama x 24 jam Teaching : Disease Process 1. Dengan Menggali level
berhubungan diharapkan pasien membaik 1. Kaji tingkat pengetahuan pengetahuan mengenai
dengan kurang dengan criteria hasil : pasien penyakit kepada pasien,
pajanan ditandai NOC Label : 2. Jelaskan tentang penyakit perawat dapat melakukan
dengan Knowledge: Disease Process yang dialami pasien intervensi yang tepat
pengungkapan Dengan kriteria hasil: (penyebab, faktor resiko, 2. Dengan menjelaskan
masalah mengenai a. Klien mengetahui penyebab dampak yang ditimbulkan, mengenai patofisiologi
prosedur dan cara dan faktor yang berkontribusi gejala dan tanda penyakit penyakit dan manifestasi
perawatan CAPD terhadap terjadinya penyakit 3. Tanya kepada pasien usaha klinis nya, diharapkan pasien
b. Mengetahui tanda dan gejala apa yang sudah dilakukan tidak bingung lagi mengenai
dari penyakit untuk memanajemen gejala penyakitnya
c. Klien mengetahui faktor risiko yang muncul 3. Usaha memanajemen gejala
d. Klien dapat menggunakan 4. Jelaskan kepada pasien gaya diperlukan sebelum muncul
strategi untuk meminimalisir hidup yang baik lagi gejala lainnya
laju penyakit 5. Jelaskan pilihan terapi yang 4. Gaya hidup merupakan salah
e. Dapat mengetahui dampak dapat pasien pilih satu faktor resiko munculnya
psikososial penyakit pada diri penyakit
sendiri dan keluarga 5. Dengan penjelasan terapi
pasien mampu memutuskan
untuk menaati pengobatan
yang dijalankan nantinya
e. Evaluasi
No Diagnose Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera S: Pasien mengatakan nyeri berkurang
fisik ditandai dengan melaporkan nyeri secara O: Skala nyeri pasien berkurang
verbal, sikap melindungi area nyeri A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien serta
lanjutkan intervensi penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)

2. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur S :-


invasive O : - leukosit dalam batas normal
- Tidak tampak tanda-tanda
infeksi
A : tujuan tercapai
P : pertahankan kondisi pasien
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan S : Pasien mengatakan mengerti
kurang pajanan ditandai dengan pengungkapan mengenai (penyebab, dan faktor
masalah mengenai prosedur dan cara perawatan resiko yang dialaminya
CAPD O : Pasien tampak bisa menyebutkan
beberapa (penyebab, faktor resiko,
dan dampak yang ditimbulkan dari
penyakitnya
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
Daftar Pustaka

Brunner & Suddart, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:EGC


Price, S.A., 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC
Aziz, F.M. Witjaksono, J. Rasjidi, I., 2008. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: EGC. Akses
pada tanggal 21 September 2015 melalui :
https://books.google.co.id/books?id=uFbhqY_EUtcC&pg=PT123&dq=pengertian+capd&hl
=id&sa=X&ved=0CB4Q6AEwAGoVChMIrLPUx-
iHyAIVRBuUCh0R6APA#v=onepage&q=pengertian%20capd&f=false
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2014-2016. Diagnosis Keperawatan
2012-2014. Jakarta : Penerbit Buku Kedoteran EGC.

Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :


Sixth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fifth Edition. United States of
America : Mosby

Anda mungkin juga menyukai