GRASS ROOT
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model atau rancangan dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan
keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan.
Membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat
mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun model
kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum,
sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih
dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu
model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-
kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan
dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep
pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan
dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model
pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Model akar rumput dikembangkan oleh Smith, Stanley & Shores pada tahun 1957. Model
pengembangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model administrasi, dilihat dari sumber
inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum. Jika pada model administrasi kegiatan
pengembangan kurikulum berasal dari atas, pada model yang kedua ini, inisiatif justru berasal
dari bawah, yaitu para pengajar yang merupakan pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model
ini mendasarkan diri pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika
para pelaksananya sudah diikutsertakan sejak mula pada kegiatan pengembangan kurikulum itu.
kurikulum secara demokratis, yaitu bersal dari bawah. Pengembangan kurikulum model bawah
ini menuntut adanya kerja antarguru, antar sekolah secara baik, disamping harus ada juga kerja
sama antarpihak diluar sekolah khususnya orang tua murid dan masyarakat. Pada
pelaksanaannya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan kepada para
staf pengajar setelah menyelesaikan tahap tertentu. Biasanya diadakan lokakarya untuk
membahas hasil yang telah dicapai, dan merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan
selanjutnya. Pengikut lokakarya disamping para pengajar dan kepala sekolah, juga orang tua
peserta didik, dan anggota masyarakat lainnya, serta para konsultan dan para narasumber yang
lain.
Bisa dikata, model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan) sedangkan model grass-
Lebih lanjut juga bisa diketahui bahwa model administratif merupakan sentralisasi
penuh, sedangkan model grass-roots cenderung berlaku dalam sistem pendidikan yang
berikut yang dikemukakan oleh Smith, Stanley dan Shores (1957: 429);
1. The curriculum will improve only as the professional competence of teachers improves
(Kurikulum hanya akan bertambah baik hanya kalau kompetensi profesional guru
bertambah baik)
2. The competence of teachers will be improved only as the teachers become involved
bertambah baik hanya kalau guru-guru menjadi personil-personil yang dilibatkan dalam
3. If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining, and solving
the problems to be encoutered, and in judging and evaluating the results, their
involvement will be most nearly assured (jika para guru bersama menanggung bentuk-
bentuk yang menjadi tujuan yang dicapai, dalam memilih, mendefinisikan, dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, serta dalam memutuskan dan menilai
4. As people meet in face to face groups, they will be able to understand one another better
and to reach a consensus on basic principles, goals, and plans (sebagai orang yang
bertemu dalam kelompok-kelompok tatap muka, mereka akan mampu mengerti satu
dengan yang lain dengan lebih baik dan membantu adanya konsensus dalam prinsip-
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang
studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi
sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain,
memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang
pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat digunakan dalam pendekatan
Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang
evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita
merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu
masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin
Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab
munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan
misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya.
Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang
4. Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan
Pengembangan pendekatan sentralisasi (administratif) dan desentralisasi (grass roots). Hal ini
tercermin dari peranan pemerintah yang hanya mencantumkan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), Standar Kompetensi Mata Pelajaran (SKMP) dan Kompetensi Dasar (KD), dan
merupakan kewajiban satuan pendidikan untuk merumuskan indikator dan meteri pokok serta
pengembangan silabus sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan lingkungan sekitarnya.
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam
suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan
Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum,
satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum.
Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya
maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan
lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan
juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya,
oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk
bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh
bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik
dengan model grass roots-nya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu
dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih
mandiri dan kreatif. Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model.
Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang
oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.
D. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Grass Roots (Desentralisasi)
kekurangan.
1. Kelebihan
pelaksanaannya.
d. Ada motivasi kepala sekolah (kepala sekolah, guru) untuk mengembangkan diri,
2. Kekurangan
sekolah/wilayah lainnya.
desentral dapat digunakan. Dalam kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan sampai
kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut
tahunan/semester/catur wulan, atau satuan pelajaran, tetapi juga didalam menyusun kurikulum
Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan setiap komponen dan unsur dari
kurikulum. Dalam kegiatan seperti itu, mereka mempunyai perasaan turut memiliki kurikulum
demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar, pemikir, penyusun,
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan sebagaimana telah dibahas pada bagian pembahasan maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.
Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu
disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta
model konsep pendidikan mana yang akan digunakan dalam suatu sekolah itu sendiri.
Model pengembangan Grass roots ini merupakan inisiatif dan upaya pengembangan
kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama
Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Pendekatan grass roots hanya mungkin
terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang
memadai.
Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba
sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan
pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak
akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai
studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang
studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik
dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu
dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Imadi, Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots, imadiadi.blogspot.com, diakses pada tgl
02 Desember 2013.