Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KAJIAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

GRASS ROOT
Dosen Pengampu :

Dr. M. Burhan Rubai Wijaya, M.Pd

Disusun Oleh :

1. Ali Mashudi 0501517013

2. Akhid Aditia R 0501517011

3. Romadhona Chusna Tsani 0501517003

4. Fitria Retno Indarsih 0501517026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEJURUAN

FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Model atau rancangan dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan

keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan.

Membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat

mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun model

kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum,

sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih

dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.

Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu

model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-

kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan

dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep

pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan

dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model

pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum

humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas maka penyusun dapat merumuskan

beberapa hal yang menjadi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengembangan kurikulum model grass root ?

2. Apa saja kelebihan dan kekurangan model grass root ?

C. Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah :

1. Mengetahui pengembangan kurikulum model grass root.

2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan model grass root ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. The Grass Root Model (Model Akar Rumput)

Model akar rumput dikembangkan oleh Smith, Stanley & Shores pada tahun 1957. Model

pengembangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model administrasi, dilihat dari sumber

inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum. Jika pada model administrasi kegiatan

pengembangan kurikulum berasal dari atas, pada model yang kedua ini, inisiatif justru berasal

dari bawah, yaitu para pengajar yang merupakan pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model

ini mendasarkan diri pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika

para pelaksananya sudah diikutsertakan sejak mula pada kegiatan pengembangan kurikulum itu.

Pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan

kurikulum secara demokratis, yaitu bersal dari bawah. Pengembangan kurikulum model bawah

ini menuntut adanya kerja antarguru, antar sekolah secara baik, disamping harus ada juga kerja

sama antarpihak diluar sekolah khususnya orang tua murid dan masyarakat. Pada

pelaksanaannya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan kepada para

staf pengajar setelah menyelesaikan tahap tertentu. Biasanya diadakan lokakarya untuk

membahas hasil yang telah dicapai, dan merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan

selanjutnya. Pengikut lokakarya disamping para pengajar dan kepala sekolah, juga orang tua

peserta didik, dan anggota masyarakat lainnya, serta para konsultan dan para narasumber yang

lain.
Bisa dikata, model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan) sedangkan model grass-

roots adalah buttom-up (dari bawah ke atas).

Lebih lanjut juga bisa diketahui bahwa model administratif merupakan sentralisasi

penuh, sedangkan model grass-roots cenderung berlaku dalam sistem pendidikan yang

kurikulumnya bersifat desentralisasi atau memberikan peluang terjadinya desentralisasi sebagian.

Model pengembangan kurikulum grass-roots dapat mengupayakan pengembangan sebagian

komponen-komponen kurikulum dapat keseluruhan, dapat pula sebagian dari keseluruhan

komponen kurikulum atau keseluruhan dari seluruh komponen kurikulum.

B. Prinsip-prinsip model Grass Roots

Dalam pengembangan kurikulum model grass-roots perlu di ingat 4 (empat) prinsip

berikut yang dikemukakan oleh Smith, Stanley dan Shores (1957: 429);

1. The curriculum will improve only as the professional competence of teachers improves

(Kurikulum hanya akan bertambah baik hanya kalau kompetensi profesional guru

bertambah baik)

2. The competence of teachers will be improved only as the teachers become involved

personally in the prolems of curriculum revision (kompetensi guru akan menjadi

bertambah baik hanya kalau guru-guru menjadi personil-personil yang dilibatkan dalam

masalah-masalah perbaikan (revisi) kurikulum).

3. If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining, and solving

the problems to be encoutered, and in judging and evaluating the results, their

involvement will be most nearly assured (jika para guru bersama menanggung bentuk-

bentuk yang menjadi tujuan yang dicapai, dalam memilih, mendefinisikan, dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, serta dalam memutuskan dan menilai

hasil, keterlibatan mereka akan lebih terjamin).

4. As people meet in face to face groups, they will be able to understand one another better

and to reach a consensus on basic principles, goals, and plans (sebagai orang yang

bertemu dalam kelompok-kelompok tatap muka, mereka akan mampu mengerti satu

dengan yang lain dengan lebih baik dan membantu adanya konsensus dalam prinsip-

prinsip dasar, tujuan-tujuan, dan perencanaan).

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang

studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi

sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain,

pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya,

memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang

pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat digunakan dalam pendekatan

Grass Roots ini, yaitu:

1. Menyadari adanya masalah

Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang

berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan

evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita

merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu

masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin

grass roots dapat berlangsung.


2. Mengadakan refleksi

Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab

munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan

misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya.

Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang

dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.

3. Mengajukan hipotesis atau jawaban sementara

4. Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan

situasi dan kondisi lapangan.

5. Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga

terpecahkan masalah yang dihadapi.

Pengembangan pendekatan sentralisasi (administratif) dan desentralisasi (grass roots). Hal ini

tercermin dari peranan pemerintah yang hanya mencantumkan Standar Kompetensi Lulusan

(SKL), Standar Kompetensi Mata Pelajaran (SKMP) dan Kompetensi Dasar (KD), dan

merupakan kewajiban satuan pendidikan untuk merumuskan indikator dan meteri pokok serta

pengembangan silabus sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan lingkungan sekitarnya.

C. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Desentralisasi

Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam

suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan

wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik,

kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah atau sekolah-sekolah tersebut.


Dengan demikian kurikulum terutama isinya sangant beragam, tiap sekolah atau wilayah

mempunyai kurikulum senndiri, tetapi kurikulum ini cukup realistis.

Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru

atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.

Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum,

satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum.

Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya

maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan

lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan

juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya,

oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk

bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh

bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik

dengan model grass roots-nya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu

dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih

mandiri dan kreatif. Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,

tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model.

Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang

oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.
D. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Grass Roots (Desentralisasi)

Bentuk kurikulum seperti ini mempunyai beberapa kelebihan disamping juga

kekurangan.

1. Kelebihan

a. Kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat.

b. Kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah, baik kemampuan

profesional, finansial maupun manajerial.

c. Disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat memudahkan dalam

pelaksanaannya.

d. Ada motivasi kepala sekolah (kepala sekolah, guru) untuk mengembangkan diri,

mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan

terjadi semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.

2. Kekurangan

a. Tidak adanya keseragaman, untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi

persatuan dan kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat.

b. Tidak adanya standar penilaian yang sama, sehingga sukar untuk

diperbandingkan keadaan dan kemajuan suatu sekolah/wilayah dengan

sekolah/wilayah lainnya.

c. Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah/wilayah lain.

d. Sukar untuk mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional.

e. Belum semua sekolah/daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan

mengembangkan kurikulum sendiri.


Untuk mengatasi kelemahan bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara sentral-

desentral dapat digunakan. Dalam kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan sampai

batas-batas tertentu juga yang sentralisasi-desentralisasi, peranan guru dalam pengembangan

kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut

berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program

tahunan/semester/catur wulan, atau satuan pelajaran, tetapi juga didalam menyusun kurikulum

yang menyeluruh untuk ssekolahnya.

Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan setiap komponen dan unsur dari

kurikulum. Dalam kegiatan seperti itu, mereka mempunyai perasaan turut memiliki kurikulum

dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam

pengembangan kurikulum. Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah

diikutsertakan, mereka akan memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan

demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar, pemikir, penyusun,

pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.


BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan sebagaimana telah dibahas pada bagian pembahasan maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.

Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan

kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu

disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta

model konsep pendidikan mana yang akan digunakan dalam suatu sekolah itu sendiri.

Model pengembangan Grass roots ini merupakan inisiatif dan upaya pengembangan

kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama

Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru

sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Pendekatan grass roots hanya mungkin

terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang

memadai.

Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba

sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan

selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber

pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak

akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai

dengan target maksimalnya.


Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang

studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang

studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik

dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu

dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih

mandiri dan kreatif.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. 1998. Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Imadi, Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots, imadiadi.blogspot.com, diakses pada tgl

02 Desember 2013.

Anda mungkin juga menyukai