Anda di halaman 1dari 46

Bab II - Tinjauan Pustaka

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkerasan

Perkerasan merupakan suatu struktur di atas permukaan tanah yang berfungsi

melindungi tanah dasar (subgrade) akibat deformasi besar dari beban kendaraan

yang berulang. Sebab pada dasarnya, kekuatan tanah asli tidak cukup kuat

menahan besarnya beban lalu lintas. Perkerasan disusun dari beberapa lapis

material granuler dan dirancang menurut kebutuhan jalannya. Jalan yang dilalui

kendaraan berat, dirancang lebih tebal dibandingkan jalan yang hanya dilewati

beban kendaraan ringan.

Di Indonesia, tipe perkerasan yang umum digunakan yaitu perkerasan kaku (rigid

pavement) dan perkerasan lentur (flexible pavement). Menurut Hardiyatmo (2015),

sebuah perkerasan akan memiliki kinerja yang baik, bila perancangan dilakukan

dengan baik dan seluruh komponen-komponen dalam sistem perkerasan berfungsi

dengan baik. Komponen-komponen dalam sebuah perkerasan meliputi

(FHWA,2006) :

a. Lapis aus (wearing course) yang memberikan cukup kekesatan, tahanan gesek,

dan penutup kedap air atau drainase air permukaan.

b. Lapis perkerasan terikat atau tersementasi (aspal atau beton) yang memberikan

daya dukung yang cukup, dan sekaligus sebagai penghalang air yang masuk ke

dalam material tak terikat di bawahnya.

c. Lapis pondasi (base course) dan lapis pondasi bawah (subbase coarse) tak

terikat yang memberikan tambahan kekuatan (khusunya untuk perkerasan

II-1

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

lentur), dan ketahanan terhadap pengaruh air yang merusak struktur

perkerasan, serta pengaruh degradasi yang lain (erosi dan intrusi butiran

halus).

d. Tanah dasar (subgrade) yang memberikan cukup kekakuan, kekuatan yang

seragam dan merupakan landasan yang stabil bagi lapisan material perkerasan

di atasnya.

e. Sistem drainase yang dapat membuang air dengan cepat dari sistem

perkerasan, sebelum air menurunkan kualitas lapisan material granuler tak

terikat dan tanah dasar.

2.2. Perkerasan Kaku Permeabel

2.2.1 Definisi Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku (rigid pavement) atau biasa disebut perkerasan beton

(concrete pavement) adalah perkerasan yang tersusun dari tanah dasar,

lapisan pondasi bawah dan pelat beton, dengan atau tanpa tulangan.

Kelebihan dari tipe perkerasan ini adalah mampu melayani beban lalu

lintas dengan klasifikasi jalan kelas tinggi. Sedangkan kelemahan dari

perkerasan kaku adalah lamanya pengerjaan karena harus menunggu umur

beton hingga kekuatannya tercapai. Selain itu, perkerasan jenis ini relatif

lebih mahal namun sebanding dengan masa layan yang dapat mencapai 20-

40 tahun.

Pada perkerasan kaku, pelat beton memberikan sumbangan yang besar

terhadap daya dukung perkerasan. Hal tersebut disebabkan oleh sifat pelat
II-2

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

beton yang cukup kaku sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang

yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di

bawahnya.

3000 kg 3000 kg

Pressure < 0,2 MPa

Pressure = 2,0 MPa

a.Rigid Pavement b.Flexible Pavement

Gambar 2.1 Perbedaan Distribusi Beban pada Perkerasan Kaku dan Lentur
(Sumber : www.cement.ca)

Gambar di atas menunjukkan bahwa perkerasan kaku memiliki distribusi

beban yang lebih baik daripada perkerasan lentur. Perbedaannya sangat

signifikan, yaitu dengan beban yang sama perkerasan kaku mampu

mereduksi tekanan sampai 90%.

Secara umum, perkerasan kaku dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

perkerasan kaku tanpa tulangan dan perkerasan kaku dengan tulangan.

a. Perkerasan kaku tanpa tulangan

Perkerasan kaku tanpa tulangan yaitu perkerasan yang hanya terdiri

dari pelat beton dan biasanya dibuat bersambungan. Meskipun

dinamakan perkerasan kaku tanpa tulangan, namun batang pengikat

(tie-bar) umumnya tetap digunakan pada sambungan arah memanjang

guna mencegah terbukanya sambungan. Selain itu, batang-batang ruji


II-3

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

(dowel) yang berfungsi sebagai alat bantu transfer beban juga dipasang

pada sambungan-sambungan melintang. Terjaminnya transfer beban

yang baik pada sambungan merupakan hal yang sangat penting, bila

hal itu tidak tercapai maka akan menggangu kenyamanan lalu lintas

(Hardiyatmo, 2015).

Gambar 2.2 Perkerasan Kaku Tanpa Tulangan


(Sumber : wiryanto.wordpress.com)

b. Perkerasan kaku dengan tulangan

Perkerasan kaku dengan tulangan atau disebut perkerasan kaku

bertulang terdiri dari pelat beton dengan tebal tertentu yang diperkuat

dengan tulangan-tulangan. Tulangan dapat berupa batang-batang baja

terpisah atau anyaman baja yang dilas (welded steel mats). Fungsi dari

tulangan yaitu untuk mengendalikan retak pada pelat beton dan bukan

sebagai pendukung beban (Hardiyatmo,2015).

II-4

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.3 Perkerasan Kaku Bertulang


(Sumber : wiryanto.wordpress.com)

Tidak seperti perkerasan kaku tanpa tulangan, perkerasan kaku

bertulang dapat direncanakan ke dalam dua tipe perkerasan yaitu

perkerasan kaku bertulang bersambungan dan perkerasan kaku

bertulang menerus. Perbedaannya yaitu terletak pada panjang

bentangan perkerasan, yang mana dalam pegerjaannya tulangan dan

pelat beton dapat dibuat menerus tanpa sambungan atau dibuat dalam

panel-panel, sehingga dibutuhkan sambungan-sambungan.

2.2.2 Definisi Perkerasan Kaku Permeabel

Permeabel diartikan sebagai kemampuan sebuah material dalam menyerap

zat-zat tertentu masuk ke dalamnya. Dengan kata lain, sebuah material

yang bersifat permeabel memiliki celah atau rongga, sehingga

memungkinkan terjadinya peresapan. Peresapan yang dimaksud adalah

peresapan zat cair.

II-5

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Dengan demikian, perkerasan kaku permeabel merupakan perkerasan

beton yang memiliki kemampuan dalam menginfiltrasi zat cair. Hal ini

sangat bertolak belakang dengan syarat komponen perkerasan yang pada

umumnya dirancang kedap air.

Pervious
Concrete

Sub-base

Sub-grade

Geotextile

Gambar 2.4 Siklus Infiltrasi Air pada Perkerasan Kaku Permeabel


(Sumber : Sika pervious concrete US)

Struktur lapisannya sama seperti perkerasan kaku, hanya saja perkerasan

jenis ini dibuat tanpa tulangan untuk menghindari korosi pada besi akibat

air yang meresap ke dalam struktur perkerasan. Struktur lapisan penyusun

perkerasan kaku permeabel di antaranya :

a. Lapis permukaan

Lapis permukaan yang digunakan adalah beton berpori. Beton berpori

tidaklah sama dengan beton normal. Struktur pada beton berpori

memiliki banyak rongga yang memungkinkan air terinfiltrasi ke dalam

lapisan perkerasan. Tebal beton berpori yang digunakan sebagai

II-6

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

lapisan atas perkerasan minimum kurang lebih setebal 15cm

(Ferguson,2005).

b. Lapis pondasi bawah (sub-base)

Terletak di bawah lapis permukaan permeabel yang berfungsi sebagai

pemisah antara lapisan permukaan dengan tanah dasar dan sebagai

reservoir penyimpanan air setelah melewati lapisan pertama sebelum

akhirnya diserap oleh tanah. Material penyusunnya menggunakan

agregat dengan gradasi terbuka dan umunya direncanakan dengan tebal

minimum 10cm. Dalam pelaksanaannya di lapangan, lapis pondasi

bawah dibuat lebih panjang dari lapis atasnya. Hal ini dimaksudkan

untuk menghindari retakan yang terjadi pada bagian pinggir

perkerasan.

Pervious Concrete

Sub-base (Aggregate)
Geotextile

Sub-grade

Gambar 2.5 Potongan Melintang Lapisan Perkerasan Kaku Permeabel


(Sumber : Ferguson 2005)

c. Geotekstil (Geotextile)

Geotekstil adalah lembaran sintetis yang tipis, fleksibel dan permeabel,

yang bentuknya menyerupai helaian kain. Pemanfaatan geotekstil

bukan hanya sebagai stabilisasi dan perbaikan tanah dasar, namun juga
II-7

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

sebagai pemisah, penyaring, drainase dan sebagai lapisan pelindung.

Geotekstil dibagi menjadi dua jenis yaitu woven dan non-woven.

Fungsi geotekstil pada lapisan perkerasan kaku permeabel yaitu selain

untuk stabilisasi tanah dasar juga digunakan untuk meyaring air yang

masuk ke dalam tanah dasar.

d. Tanah dasar (sub-grade)

Lapisan tanah dasar merupakan lapisan terbawah pada komponen

perkerasan. Tanah dasar memiliki peranan yang sangat penting karena

seluruh tegangan beban kendaraan yang melintas akan berujung pada

tanah dasar. Dengan demikian, tanah dasar harus memiliki daya

dukung yang baik. Tanah dasar yang memiliki daya dukung rendah

dapat distabilisasi dengan semen, kapur ataupun bahan sintetis seperti

geotekstil.

2.2.3 Keunggulan Perkerasan Kaku Permeabel

Perkerasan kaku permeabel, memiliki banyak keunggulan dibandingkan

dengan perkersan lainnya, antara lain (Arnoldus,2012) :

a. Mengurangi potensi banjir

Dengan kemampuan infiltrasi, maka daerah penyerapan akan semakin

luas, sehingga air hujan akan disalurkan kembali tanpa harus

menggenangi permukaan jalan dan berakibat pada rusaknya struktur

perkerasan jalan.

II-8

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

b. Membantu mempertahankan cadangan air tanah

Air akan terinfiltrasi ke dalam tanah melalui rongga pada perkerasan

kaku permeabel. Hal ini membantu mempertahankan cadangan air

tanah yang semakin menipis akibat alih fungsi hutan dan lahan hijau

menjadi lahan konstruksi.

c. Mengurangi beban kerja drainase

Genangan air yang terbentuk di permukaan akan dengan cepat terserap

ke dalam tanah, sehingga membantu mengurangi beban kerja drainase

dari limpasan air yang biasanya tidak terserap oleh tipe perkerasan

lainnya.

d. Mengurangi penguapan

Efek dari penggunaan aspal ialah memicu pemanasan global (global

warming). Aspal menyerap panas matahari secara berlebih sehingga

dapat meningkatkan temperatur. Sementara material perkerasan kaku

permeabel tidak menyerap panas berlebih, sehingga jauh lebih baik.

e. Kasat

Tekstur yang lebih kasar membuat permukaan bersifat kasat sehingga

mengurangi potensi licin atau tergelincir pada saat hujan.

f. Biaya pemeliharaan yang rendah

Meski pada tahap pembangunan awal lebih mahal, namun tipe

perkerasan permeabel sangat awet sehingga tidak memerlukan biaya

pemeliharaan yang besar.

II-9

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

g. Pelaksanaan lebih cepat

Dibandingkan dengan tipe perkerasan lainnya, perkerasan permeabel

lebih cepat dikerjakan, terutama bila dibandingkan dengan perkerasan

aspal.

h. Dapat didaur ulang

Struktur yang berongga memungkinkan agregat pada beton berpori

mudah untuk diuraikan dan dapat dimanfaatkan kembali sebagai

material beton berpori yang baru.

2.2.4 Kelemahan Perkerasan Kaku Permeabel

Selain keunggulan yang dimilki, perkerasan kaku permeabel, memiliki

kelemahan sebagai berikut :

a. Kuat tekan yang rendah

Rongga yang terdapat pada struktur beton, membuat kuat tekannya

menjadi rendah. Dengan nilai kuat tekan yang rendah, maka aplikasi

beton berpori sangat terbatas. Sementara untuk penambahan tulangan

pada perkerasan permeabel, tidak disarankan. Hal ini dikarenakan

sifatnya yang permeabel, sangat bertentangan dengan sifat besi

tulangan yang mudah korosi apabila terkena kontak air secara

langsung.

b. Kontrol FAS (Faktor Air Semen) yang cermat

Pelaksanaan campuran beton berpori untuk perkerasan kaku permeabel

bukanlah hal yang mudah. Air semen harus dikendalikan sedemikian

II-10

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

rupa agar pasta semen tidak menutupi rongga yang terbentuk. Hal ini

berarti, dibutuhkan kecermatan yang tinggi dan keahlian khusus.

2.3. Beton

Beton merupakan salah satu bahan utama yang digunakan untuk pekerjaan

konstruksi. Secara umum, bahan pembentuk beton ialah agregat, semen, air dan

bahan tambah lainnya dengan proporsi tertentu. Beton memiliki banyak

keunggulan, di antaranya kuat dalam menahan gaya tekan, tahan terhadap

temperatur yang tinggi, tidak membutuhkan pemeliharaan khusus, mudah

dibentuk sesuai kebutuhan konstruksi dan bahan penyusunnya mudah didapatkan.

Di samping keunggulannya, beton memiliki kekurangan yang membatasi

penggunaannya. Beton merupakan bahan yang tidak kuat dalam menahan gaya

tarik. Besarnya gaya tarik yang dimiliki beton yaitu hanya 10% dari nilai kuat

tekannya. Untuk itu, beton memerlukan perlakuan khusus untuk meningkatkan

kuat tariknya. Salah satu alternatif dalam menaikan kuat tarik beton ialah dengan

menambahkan serat pada campuran beton.

Selain itu, beton adalah bahan yang sulit diubah jika sudah terbentuk. Dapat

dikatakan bahwa beton tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi sebab hanya

dapat digunakan untuk satu kali pemakaian. Perencanaan yang salah menyebabkan

beton harus dihancurkan dan dibuat ulang.

Untuk dapat menghasilkan beton dengan kualitas yang baik, maka dibutuhkan

ketelitian yang tinggi dalam pelaksanaannya. Karakteristik beton yang dihasilkan

akan bervariasi sesuai dengan komponen material penyusunnya.

II-11

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

2.3.1 Beton Berpori

Beton berpori termasuk ke dalam jenis beton ringan. Material penyusun

beton berpori sama dengan beton konvensional. Perbedaannya hanya

terletak pada proporsi agregat halus dalam campuran beton. Beton berpori

dibuat dengan menggunakan sedikit agregat halus atau bahkan

meniadakannya, sehingga akan menghasilkan rongga atau pori pada

strukturnya, di mana air dapat meresap melalui rongga-rongga tersebut.

Beton
Konvensional Beton Berpori

Gambar 2.6 Perbedaan Fisik antara Beton Konvensional dan Beton Berpori
(Sumber : www.abcpolymerindustries.com)

Secara fisik, beton berpori memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan

dengan beton konvensional. Tekstur kasar ini terbentuk karena agregat

halus tidak mengisi celah di antara agregat kasar, yang seharusnya berlaku

pada beton normal.

Rongga yang terdapat padat beton berpori mengakibatkan beton jenis ini

memiliki nilai kuat tekan yang lebih kecil dibandingkan dengan beton

konvensional pada umumnya, sehingga aplikasi beton berpori hanya bisa


II-12

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

digunakan untuk jenis konstursi yang tidak memerlukan nilai kuat tekan

yang tinggi.

2.3.2 Beton Berserat

Beton serat dapat didefinisikan sebagai beton yang terbuat dari semen

Portland atau bahan pengikat hidrolis lainnya yang ditambah dengan

agregat halus dan kasar, air, dan diperkuat dengan serat (Hannant, 1978).

Dengan penambahan serat pada campuran beton, akan memberikan

pengaruh terhadap kinerja dari material komposit beton serat, sehingga

dapat meningkatkan karakteristik beton. Serat yang digunakan dapat

berupa serat metal, serat polymeric, serat mineral dan serat alam.

2.3.3 Beton Pori Berserat

Beton pori berserat merupakan gabungan material beton berpori dengan

penambahan serat. Dari berbagai penelitian menyebutkan bahwa beton

yang dikombinasikan dengan serat, memiliki nilai kuat tekan, kuat lentur

dan ketahanan benturan yang tinggi.

2.4. Beton Pori Berserat sebagai Perkerasan Kaku Permeabel

Untuk mewujudkan green engineering, maka teknologi beton pori berserat

merupakan alternatif bahan perkerasan yang tepat karena sifatnya yang ramah

lingkungan. Dikatakan demikian karena perkerasan ini mampu menyerap air

masuk ke dalam tanah dalam waktu yang relatif singkat, sehingga menghindari

terjadinya genangan air yang diakibatkan oleh sistem drainase yang buruk.

II-13

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Di Indonesia, perkerasan kaku permeabel baru direalisasikan untuk jalan

pedestrian. Hal ini dikarenakan kinerja statis dan mekanis pada beton berpori tidak

mumpuni untuk diaplikasikan pada perkerasan jalan raya. Studi mengenai

perkerasan kaku permeabel untuk jalan raya masih pada tahap penelitian.

Penggunaan serat dalam campuran beton berpori dapat memberikan alternatif

untuk meningkatkan kinerja beton, sehingga memungkinkan untuk diaplikasikan

pada perkerasan jalan raya dengan kelas jalan rendah sampai sedang.

Gambar 2.7 Aplikasi Perkerasan Kaku Permeabel


(Sumber : blog.forta-ferro.com)

2.5. CTB (Cement Treated Base)

Cement Treated Base merupakan bahan lapis pondasi yang digunakan pada

perkerasan lentur (flexible pavement). CTB terletak di antara tanah dasar dan

lapisan perkerasan, yang berfungsi untuk menahan gaya vertikal dari beban yang

disebarkan ke lapisan bawah, sebagi bantalan atau perletakkan lapis permukaan

dan juga sebagai peresap air untuk diteruskan ke lapisan tanah dasar.

II-14

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Selain digunakan sebagai lapis konstruksi pondasi bawah (sub-base course) dan

pondasi atas (base course), CTB umum digunakan sebagai perkerasan tanpa lapis

permukaan yang tidak memerlukan nilai kuat tekan yang tinggi. Hal ini

dikarenakan CTB termasuk ke dalam beton ringan.

Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga Revisi 3 (2010), gradasi agregat yang

digunakan harus memenuhi persyaratan dan ketentuan saringan agregat kelas A,

dengan persentase sebagai berikut :

Tabel 2.1 Gradasi Agregat Kelas A

Ukuran Ayakan % Lolos Saringan


ASTM (mm) Kelas A
2" 50 -
1 1/2" 37,5 100
1" 25,0 79 - 85
3/8" 9,5 44 - 58
No.4 4,75 29 - 44
No.10 2,0 17 - 30
No.40 0,425 7 - 17
No.200 0,075 2-8
Sumber : Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3)

Dalam penelitian ini, gradasi agregat menggunakan gradasi CTB - kelas A. Dasar

pertimbangan pemilihan gradasi ditinjau dari sifat CTB yang mampu meresapkan

air dan dapat diaplikasikan sebagai perkerasan kaku yang tidak memiliki

persyaratan beton high performance atau beton mutu tinggi.

2.6. Material Penyusun Beton Pori Berserat

Material penyusun beton pori berserat tidak jauh berbeda dengan beton

konvensional. Beton pori berserat tersusun atas agregat, semen, air, bahan tambah

II-15

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

(admixture) dan penambahan serat dengan proporsi tertentu. Agar terbentuk

rongga atau pori, maka pada campurannya tidak menggunakan agregat halus atau

pasir. Meskipun digunakan, yaitu hanya pada proporsi yang sangat sedikit.

2.6.1. Agregat

Agregat merupakan material granular, baik diperoleh dari alam maupun

hasil buatan manusia. Umumnya, agregat berupa pasir, kerikil, batu-batu

pecah, terak dapur tinggi dan mineral. Dalam pekerjaan struktur beton,

agregat merupakan komponen utama yang berperan sebagai pemadat.

Kekuatan beton dipengaruhi oleh kualitas agregat, distribusi butiran dan

paduan dengan material pembentuk lainnya. Agregat yang padat akan

membentuk daya ikat (interlocking) yang baik, sehingga menghasilkan

kekuatan beton yang optimal. Sebelum digunakan, agregat diuji terlebih

dahulu untuk mengetahui mutunya. Secara umum, pengujian agregat

meliputi kadar air, kadar lumpur, berat isi, berat jenis dan penyerapan

agregat, analisis saringan dan juga uji ketahanan aus untuk agregat kasar.

A. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Sumber Pengolahan

Menurut sumbernya, agregat dibagi menjadi 2 jenis, antara lain :

Agregat alam, merupakan agregat yang tersedia di alam dan dapat

langsung digunakan sebagaimana bentuk aslinya. Agregat alam

terbentuk dari proses erosi dan degadrasi, sehingga partikel

butirannya bervariasi menurut proses pembentukan yang terjadi.

Misalnya saja pasir dan kerikil yang memiliki dimensi yang kecil,

terbentuk karena proses pelapukan batuan.


II-16

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Agregat buatan, ialah agregat yang dihasilkan melalui proses

pengolahan terlebih dahulu. Batuan dari pegunungan, sungai

maupun laut, memiliki ukuran yang sangat besar, sehingga

diperlukan proses pengolahan untuk dapat digunakan sebagai

agregat konstruksi. Contoh lainnya ialah terak dapur tinggi yang

termasuk dalam kategori agregat buatan. Terak dapur tinggi yang

didinginkan dalam udara akan menghasilkan katakteristik beton

yang sama dengan menggunakan agregat biasa, namun dengan

daya tahan terhadap api yang lebih baik.

B. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Berat Isi

Agregat dibagi ke dalam tiga jenis menurut berat isinya, di antaranya :

Agregat berat, merupakan jenis agregat dengan berat jenis > 2,9.

Agregat berat biasanya digunakan untuk konstruksi yang

mengharuskan material penyusunnya memiliki berat sendiri yang

tinggi, seperti pada dinding penahan tanah, tanggul penahan

longsor atau dapat pula digunakan untuk konstruksi bangunan air.

Karena memiliki perbedaan berat jenis yang signifikan dengan

material penyusun beton lainnya, maka agregat jenis ini sukar

dalam proses pencampuran. Pengaruh lain yaitu beton cenderung

mengalami segregesi (pemisahan butiran), pasta semen

mengapung sementara agregatnya berkumpul di dasar. Bobot

beton yang dihasilkan yaitu berkisar antara 3.000-5.000 kg/m3.

II-17

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Agregat normal, ialah agregat dengan berat jenis antara 2,4

sampai dengan 2,9. Bobot beton yang dihasilkan ialah berkisar

antara 2.200-2.700 kg/m3. Dalam pelaksanaan konstruksi, agregat

jenis ini paling umum digunakan dengan perencanaan yang

standar atau tidak memerlukan kriteria khusus.

Agregat ringan, yaitu jenis agregat yang diterapkan pada

perencanaan beton ringan. Berat jenis yang dimiliki yaitu < 2,0

dan menghasilkan bobot beton < 1.800 kg/m3. Kuat tekan yang

dihasilkan relatif rendah, namun memiliki tingkat permeabilitas

yang tinggi yaitu 20-25%.

C. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butir

Agregat dibagi ke dalam dua jenis, menurut ukuran butirnya :

Agregat halus, merupakan agregat dengan partikel yang sangat

kecil. Ukuran butir berkisar antara 4,75 sampai 0,075 mm,

sedangkan ukuran butir 0,075 mm dikategorikan sebagai

lumpur.

Agregat kasar, didefinisikan sebagai agregat dengan partikel

4,75 mm. Umumnya, agregat kasar berukuran 10 mm, 20 mm, 40

mm, 80 mm dan 100 mm.

D. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Bentuk Butir

Berdasarkan bentuknya, agregat dibagi menjadi beberapa macam,

antara lain :

II-18

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Bulat, dikategorikan bulat karena bentuknya yang menyerupai

telur dan sudut-sudutnya tidak tajam. Selain itu, agregat dengan

bentuk bulat akan mudah berputar dan bergeser karena

permukaannya yang licin. Hal ini menyebabkan ikatan antar pasta

semen menjadi berkurang.

Tidak beraturan, dinamakan demikian karena bentuknya yang

tidak memiliki pola yang seragam. Karakteristik agregat tidak

beraturan ini mirip dengan agregat berbentuk bulat yaitu mudah

dalam proses pencampurannya, namun memilki daya ikat yang

kurang baik.

Bersudut, agregat bersudut memilki bentuk yang kaku dengan

permukaan yang kasar dan tajam. Bentuknya yang bersudut, akan

menyulitkan proses pencampuran karena besarnya gesekan yang

terjadi antar butiran. Namun agregat bersudut ini memilili daya

ikat yang baik, sehingga menghasilkan karakteristik beton yang

tinggi.

Pipih, agregat dikategorikan pipih jika lebar dari agregat lebih

dari tiga kali tebalnya. Dengan bentuknya yang pipih, maka

agregat tersebut cenderung saling melintang, sehingga

menyulitkan pada saat pencampuran dan pengecoran.

Lonjong, dikategorikan lonjong jika agregat memiliki panjang

lebih dari tiga kali lebarnya. Karena bentuknya yang lonjong,

maka agregat ini sulit untuk dicampur. Agregat dengan bentuk

lonjong banyak ditemukan di sunga-sungai.


II-19

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Bulat Tidak Beraturan Bersudut Pipih Lonjong

Gambar 2.8 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Bentuk Butir


(Sumber : tukangbata.blogspot.com)

E. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Gradasi Butir

Berdasarkan gradasi butirannya, agregat dibagi menjadi empat

macam, antara lain sebagai berikut :

Gradasi baik (well graded), merupakan agregat dengan ukuran

butiran yang bervariasi. Campuran butirannya dari yang

berukuran besar sampai ukuran kecil, sehingga menghasilkan

stabilitas yang tinggi karena campurannya terisi padat.

Gradasi terbuka (open graded), variasi gradasi tipe ini umumnya

memiliki butiran kasar yang lebih banyak. Sedikitnya butiran

halus pada gradasi terbuka, menyebabkan rongga antar butiran.

Apabila digunakan pada perkerasan, akan menghasilkan

permukaan yang kasat dan tahan terhadap penggelinciran.

Gradasi senjang (gap graded), ialah gradasi butiran dengan

formasi penyebaran agregat yang saling berjauhan, sehingga

menyebabkan rongga yang cukup besar. Rongga yang terjadi


II-20

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

memungkinkan pasta semen atau material campuran lainnya

masuk lebih banyak ke dalam campuran.

Gradasi seragam (uniform graded), merupakan gradasi butiran

dengan bentuk yang seragam atau hampir sama. Dari ke tiga jenis

gradasi butiran lainnya, gradasi seragam memiliki struktur yang

teratur dan rapih.

Klasifikasi Gradasi Agregat

Gradasi Baik Gradasi Senjang


(Well Graded ) (Gap Graded )

Gradasi Terbuka Gradasi Seragam


(Open Graded ) (Uniform Graded )

Gambar 2.9 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Gradasi Butir


(Sumber : www.vedcmalang.com)

2.6.2. Semen

Semen merupakan campuran senyawa yang bersifat hidrolis yang akan

bereaksi apabila terkena air. Secara umum, semen diklasifikasikan ke

dalam dua jenis, yaitu semen hidrolik dan semen non-hidrolik. Perbedaan

mendasar antara kedua jenis semen ini ialah kemampuan reaksi pada

tempat tertentu, yang mana pada semen hidrolik reaksi pengerasan semen

masih dapat terjadi meski berada di dalam air, sementara untuk jenis non-

hidrolik hanya mampu mengeras di udara.

II-21

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Pada prinsipnya, fungsi semen adalah sebagai bahan perekat untuk

menyatukan agregat kasar dan agregat halus menjadi satu kesatuan yang

kuat setelah semen bereaksi dengan air. Jenis semen yang digunakan pada

penelitian ini adalah semen tipe PPC (Portland Pozzolan Cement), yang

telah memenuhi persyaratan SNI 15-0302-2004, untuk tipe semen PPC

tersebut. Pemilihan spesifikasi semen tipe pozzolan untuk penelitian ini

yaitu karena beberapa faktor di antaranya: dapat meningkatkan

workabilitas, daya ikatnya yang lebih baik, sehingga mengurangi retakan

dan memiliki ketahanan yang lebih tahan lama.

Semen diklasifikasikan dalam tiga kelompok besar dengan peninjauan

terhadap aspek kandungan zat, penggunaan dan kekuatan.

A. Klasifikasi Semen Berdasarkan Kandungan Zat

Ditinjau dari kandungan zat yang terdapat pada komposisi

campurannya, semen dibagi atas beberapa macam, antara lain :

Semen portland mengeras cepat (rapid hardening portland

cement), yaitu jenis semen yang memiliki kadar C3S atau C3A

tinggi yang digiling halus, sehingga derajat pengerasannya tinggi

meski pada umur awal.

Semen portland tahan sulfat, ialah semen yang dibuat dengan

kadar C3A rendah. Sekalipun jenis semen ini disebutkan tahan

sulfat, tidak berarti tahan terhadap asam sulfat. Yang dimaksud

sulfat disini adalah garam sulfat yang larut. Misalnya, air laut,

rawa, dan sebagainya, dengan kadar SO3 > 1%.


II-22

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Semen portland dengan panas rendah (low heat Portland cement),

merupakan semen dengan kadar C3S maksimum 35% dan kadar

C3A maksimum 7%. Semen ini memiliki derajat pengerasan

lambat. Penggunaan semen ini untuk konstruksi yang besar dan

tebal dan baik sekali untuk mencegah keretakan.

Semen portland pozzolan, merupakan campuran dari semen

portland biasa dengan pozzolan 10-30%. Penggunaannya adalah

untuk bangunan yang dapat gangguan garam sulfat atau panas

rendah.

Masonry cement, ialah semen portland yang dicampur dengan

bubuk batu atau batuan kapur sampai 50%. Penggunaan semen

ini untuk mengaduk pasangan batu.

Semen portland putih, yaitu semen Portland yang bahan dasarnya

mengandung senyawa besi rendah. Kadar Fe2O3 pada semen ini

dibatasi 0,5%. Sebab senyawa besi menimbulkan warna tua pada

semen. Proses pembuatan semen ini memerlukan ketelitian tinggi

dan bahan dasarnya mahal. Oleh karena itu, harga semen putih

lebih mahal dari semen biasa.

Semen Alumunium, merupakan semen yang terbuat dari batu

kapur dan bauksit. Dengan komposisi campuran 60-70% kapur

dan 30-40% bauksit. Bahan-bahan ini digiling halus kemudian

dibakar dengan suhu tinggi (1600C). Waktu pengikatan sekitar 1

jam, tetapi setelah 24 jam semen telah mencapai kekuatan 100%

dan warna semen abu-abu muda. Adapun penggunaannya


II-23

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

terutama untuk konstruksi bangunan yang tahan gangguan sulfat

dan untuk bangunan tahan suhu tinggi.

B. Klasifikasi Semen Berdasarkan Penggunaan

Menurut ASTM C-150, semen portland dapat dibedakan menjadi lima

jenis semen, di antaranya :

Jenis I, semen portland jenis umum (normal portland cement)

yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi

beton secara umum yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.

Jenis II, semen jenis khusus dengan perubahan-perubahan

(modified portland cement). Semen ini memiliki panas hidrasi

lebih rendah dan keluarnya panas lebih lambat dibandingkan

semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan tebal seperti

pilar dengan ukuran besar. Panas hidrasi yang agak rendah dapat

berakibat retak-retak pengerasan. Jenis ini dapat pula digunakan

untuk bangunan drainase ditempat yang memiliki konsentrasi

sulfat agak tinggi.

Jenis III, semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high early

strength portland cement). Jenis semen ini memiliki kekuatan

besar dalam waktu yang singkat. Umumnya digunakan untuk

perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan.

Jenis IV, semen portland dengan panas hidrasi rendah (low heat

Portland cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk

penggunaan yang memerlukan panas hidrasi yang rendah dan

II-24

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

kekuatannya lambat. Jenis ini dipergunakan untuk bangunan yang

mempunyai massa besar seperti bendungan (dam).

Jenis V, semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland

cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan

pada bangunan yang terkena sulfat seperti di tanah dan di air

yang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat

daripada semen portland biasa.

C. Klasifikasi Semen Berdasarkan Kekuatan

Ditinjau dari kekuatannya, semen portland dibedakan menjadi empat

macam, antara lain :

Semen portland mutu S-400, yaitu semen portland dengan kuat

tekan pada umur 28 hari sebesar 400 kg/cm.

Semen portland mutu S-475, yaitu semen portland dengan kuat

tekan pada umur 28 hari sebesar 475 kg/cm.

Semen portland mutu S-550, yaitu semen portland dengan kuat

tekan pada umur 28 hari sebesar 550 kg/cm.

Semen Portland mutu S-S yaitu semen Portland dengan kuat

tekan pada umur 1 hari sebesar 225 kg/cm dan pada umur 7 hari

sebesar 525 kg/cm.

2.6.3. Air

Seluruh material penyusun beton harus dalam kualitas yang baik begitupun

dengan air. Kualitas air sebagai bahan campuran beton, harus sesuai

II-25

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

dengan persyaratan SNI 03-6817-2002. Butir persyaratan air sebagai bahan

campuran beton, antara lain sebagai berikut :

a. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari

bahan-bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam,

bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap

beton atau tulangan.

b. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton

yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang

terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam

jumlah yang membahayakan.

c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton,

kecuali ketentuan berikut terpenuhi:

Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada

campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji yang

dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus

mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari

kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.

Pada prinsipnya, air dalam campuran beton berfungsi untuk mencipatakan

reaksi kimia (proses hidrasi) dan menciptakan kelecakan atau kemudahan

dalam pengerjaan (workability). Kurangnya air dalam campuran beton,

menyebabkan beton sulit dikerjakan.

II-26

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Proporsi air pada campuran beton merupakan bagian yang memerlukan

kecermatan tinggi, di mana proporsinya akan berpengaruh pada

karakteristik beton yang dihasilkan. Semakin tinggi FAS (Faktor Air

Semen), maka semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun, hal ini tidak

berarti bahwa semakin rendah FAS, akan menghasilkan kekuatan beton

yang tinggi. FAS harus diberikan dengan proporsi yang tepat.

FAS (Faktor Air Semen) diartikan sebagai rasio atau perbandingan antara

volume air yang digunakan dengan jumlah semen yang direncanakan

dalam suatu campuran, bukan perbandingan antara volume air dengan

berat total campuran.

Faktor air semen pada beton berpori berkisar 0,36 sampai dengan 0,46

sedangkan nilai faktor air semen optimum sekitar 0,40. Perkiraan faktor air

semen tidak dapat terlalu besar karena jika faktor air semen terlalu besar

maka pasta semen akan terlalu encer sehingga pada waktu pemadatan

pasta semen akan mengalir ke bawah dan tidak menyelimuti permukaan

aggregat. Sedangkan jika faktor air semen terlalu rendah maka pasta

semennya tidak cukup menyelimuti butir butir aggregat kasar penyusun

beton. Maka pada beton berpori perlu ditambahkan admixture untuk

menambah kelecakan (Tjokrodimuljo, 2009).

Sementara menurut ACI 522R-10, persentase faktor air semen yang paling

baik dicapai oleh beton berpori ialah pada 0,26 sampai dengan 0,45.

Dengan FAS dalam batasan tersebut dapat menghasilkan kondisi pasta

II-27

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

yang stabil dan lapisan yang cukup merata pada agregat. Persentase rongga

yang terbentuk menurut ACI 522R-10 ialah 15% sampai dengan 35%.

a. Kekurangan air b. Proporsi air yang tepat c. Kelebihan air

Gambar 2.10 Proporsi FAS pada Campuran Beton Berpori


(Sumber : www.perviouspavement.org)

2.6.4. Bahan Tambah

Sebagaimana beton konvensional, campuran beton berpori juga

memerlukan bahan tambah untuk mendapatkan sifat beton yang

diinginkan. Secara umum, bahan tambah digolongkan menjadi dua jenis

yaitu chemical admixture dan mineral admixture. Perbedaan dari ke dua

jenis bahan tambah tersebut, terletak pada sifat pelarutannya terhadap

campuran.

Chemical admixture biasanya berupa zat kimia yang dapat langsung larut

dalam campuran. Pemberian chemical admixture dapat dilakukan pada saat

proses pencampuran maupun pada saat pengecoran. Menurut standar

ASTM.C.494 (1995:254) dan Pedoman Beton Indonesia (1989:29),

kelompok bahan tambah chemical admixture dibedakan ke dalam tujuh

jenis, yang penggolongannya diberi inisial abjad A sampai G, dengan

II-28

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

beragam fungsi yang menyertainya. Ke tujuh bahan tambah tersebut

adalah sebagai berikut :

a. Tipe A : Water Reducing Admixture

Merupakan bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi

penggunaan air dalam proses pencampuran untuk menghasilkan beton

dengan konsistensi tertentu. Penggunaan bahan tambah ini dapat

menghasilkan tingkat kelecekan (workability) yang sama, namun

dengan faktor air semen yang rendah.

b. Tipe B : Retarding Admixture

Merupakan bahan tambah yang dikonsentrasikan untuk dapat

memperlambat proses pengerasan atau pengikatan beton (setting time).

c. Tipe C : Accelerating Admixture

Jenis bahan tambah tipe ini dapat mempercepat proses pengikatan dan

pengerasan adukan beton. Tujuan utama penggunaan bahan tambah ini

ialah untuk mengurangi lamanya proses hidrasi.

d. Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixture

Jenis bahan tambah yang bukan saja dapat mengurangi penggunaan air

yang diperlukan untuk memperoleh adukan beton dengan konsistensi

tertentu, namun juga dapat memperlambat proses pengikatan awal.

e. Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixture

Jenis bahan tambah yang bukan saja dapat mengurangi penggunaan air

yang diperlukan untuk memperoleh adukan beton dengan konsistensi

tertentu, namun juga dapat mempercepat proses pengikatan awal.

II-29

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

f. Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture

Bahan tambah jenis ini yaitu bahan tambah yang dipergunakan untuk

menghasilkan adukan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12%

atau lebih.

g. Tipe G : Water Reducing, High Range Retarding Admixture

Merupakan bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi

penggunaan air yang diperlukan pada campuran, untuk menghasilkan

adukan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12% atau lebih, dan

juga untuk menghambat pengikatan beton.

Sementara untuk jenis bahan tambah mineral admixture, hanya dapat

diberikan pada saat proses pencampuran bersamaan dengan semen agar

dapat larut dan tercampur rata. Secara umum, yang termasuk ke dalam

kelompok mineral admixture antara lain :

a. Abu terbang (fly ash)

Merupakan bahan tambah yang berasal dari sisa hasil pembakaran batu

bara dengan gradasi seragam dan sangat halus. Fly ash sering

digunakan sebagai bahan pengganti semen karena memiliki kandungan

pozzolanic.

b. Kerak (slag)

Merupakan bahan tambah yang berasal dari sisa hasil pemurnian besi

dalam tanur yang berupa bubuk halus, diproses dengan cara

mendinginkannya di udara atau dicelup dalam air.

II-30

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

c. Silica Fume

Yaitu bahan tambah yang berasal dari sisa hasil produksi silicon metal

atau ferrosilicon alloy. Penggunaan bahan tambah ini akan

menurunkan tingkat permeabilitas dan meningkatkan kuat tekan beton.

d. Penghalus Gradasi (finely divided mineral admixture)

Bahan ini berupa mineral yang dipakai untuk memperhalus perbedaan-

perbedaan pada campuran beton dengan memberikan ukuran yang

tidak ada atau kurang dalam agregat.

2.6.5. Serat

Penggunaan serat dimaksudkan untuk meningkatkan sifat mekanik pada

beton. Menurut ACI Committee 544 (1988), beberapa penelitian

mengindikasikan bahwa serat (fiber) dapat meningkatkan kapasitas geser

(tarik diagonal) balok beton atau mortar. Selain itu, penggunaaan serat

dalam campuran beton juga memberikan daktilitas, mengurangi terjadinya

segregesi sehingga mampu mengendalikan retak.

Penambahan serat pada campuran tidak dapat dilakukan secara

sembarangan. Proses pengikatan semen akan terganggu jika serat yang

ditambahkan dalam campuran terlalu banyak. Selain itu, rasio panjang

serat dengan diameternya juga memiliki peran terhadap besarnya tegangan

yang dihasilkan.

Serat yang cukup panjang akan menghasilkan kuat tarik yang lebih baik

dibandingkan dengan serat berukuran pendek. Pada saat pengujian tarik,

II-31

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

serat yang berukuran cukup panjang akan memiliki mekanisme kerusakan

akibat putusnya serat, dikarenakan serat yang terbentuk dalam campuran

saling mengikat satu sama lain. Berbeda dengan serat berukuran pendek

yang akan mengalami kerusakan awal yaitu hancurnya ikatan antar semen

dan serat.

Serat yang digunakan untuk campuran beton, terbagi atas empat jenis, di

antaranya sebagai berikut (Balaguru and Shah, 1992) :

a. Serat metal, merupakan serat yang digunakan sebagai pengganti

agregat kasar. Contoh serat metal ialah serat besi dan serat stainless

steel.

b. Serat polymeric, yaitu serat yang dihasilkan dari proses kimia. Serat ini

disebut juga serat sintetis. Contoh serat polymeric adalah serat

polypropylene, polyester, nylon, karbon dan akrilik,

c. Serat mineral, tersusun dari serat kaca (fiberglass). Serat kaca berasal

dari kaca cair yang ditarik hingga berdiameter 0,005 mm 0,01 mm.

Bahan dasar serat kaca yang digunakan pada campuran beton adalah

kelereng. Kelereng berfungsi sebagai pengganti agregat kasar.

d. Serat alam, merupakan serat yang berasal dari tumbuhan dan hewan.

Bagian hewan yang dapat dimanfaatkan sebagai serat adalah bulu, kulit

dan tulang. Sedangkan serat tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk

campuran beton ialah serat bambu, serat nanas, ijuk dan serat sabut

kelapa. Pada praktiknya, serat tumbuhan lebih lazim digunakan dalam

campuran dibandingkan dengan serat hewan.

II-32

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih serat untuk menambah

kekuatan beton adalah sebagai berikut :

a. Serat yang digunakan harus memilki kekakuan yang tinggi /modulus

elastisitasnya tinggi.

b. Volume, panjang serat dan diameter serat yang digunakan harus dalam

proporsi yang tepat. Tidak terlalu panjang atau pendek dan juga tidak

berlebihan penggunaannya dalam campuran.

c. Serat yang digunakan dapat terikat secara baik satu sama lain.

d. Kualitas yang dimilki oleh serat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh sumber

atau asal serat, yaitu cuaca dan kondisi tanah yang dipakai untuk

menanam dan juga umur tanaman pada saat penebangan tanaman.

Mekanisme kerja serat dalam memperbaiki sifat beton dibagi dalam dua

konsep, yaitu (Sorousin,1987):

a. Spacing Concept, menyatakan bahwa mendekatkan jarak antar serat

dalam campuran beton akan membuat beton lebih mampu membatasi

ukuran retak dan mencegah berkembangnya retak. Kerja serat akan

lebih efektif bila diletakkan berjajar dan seragam, tidak tumpang tindih.

b. Composite material concept, adalah konsep pendekatan untuk

memperkirakan kuat tarik dan kuat lentur beton dengan asumsi bahan

penyusun beton saling melekat sempurna (komposit) saat timbul retak

pertama.

Dengan pertimbangan keekonomisan dan ketersediaan bahan baku, maka

dipilihlah serat alam untuk penelitian ini. Serat alam yang digunakan untuk
II-33

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

campuran beton berpori adalah serat sabut kelapa yang lolos saringan

No.4, dengan panjang serat 3 cm. Konsentrasi penambahan serat yaitu

sebesar 0%, 1%, 2% dan 3% dari total kebutuhan semen dalam campuran.

A. Serat Sabut Kelapa

Serat sabut kelapa merupakan hasil samping yang dihasilkan dari

pengolahan industri minyak kelapa ataupun konsumsi rumah tangga.

Serat kelapa sebagai limbah buangan ternyata memilki manfaat yang

besar untuk campuran beton. Sebagai bahan alternatif yang ramah

lingkungan, tepat guna dan terjangkau, serat sabut kelapa dapat

menghidupkan usaha kecil masyarakat melalui kebutuhan serat sabut

kelapa untuk campuran beton.

Menurut Hannant (1978), serabut kelapa terdiri dari dua bagian yaitu

sel-sel serat dan sel-sel non serat atau debu yang sering disebut pith.

Isroful (2009) menyatakan bahwa setiap satu butir kelapa

mengandung 525 gram serat (75% dari sabut) dan 175 gram gabus

(25% dari sabut).

Serat sabut kelapa memiliki panjang serat berkisar 15-35 cm dengan

diameter 0,1-1,5 mm. Mutu serat sabut kelapa ditentukan oleh warna,

persentase kotoran, kadar air dan proporsi bobot serat panjang dan

serat pendek. Berat jenis serat sabut kelapa adalah 0,587286241 g/cm3

dan memiliki tegangan tarik rata-rata 3,46 MPa, regangan 0,36% serta

modulus elastisitas E adalah 9,64 MPa.

II-34

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

a. Limbah sabut kelapa b. Serat sabut kelapa

Gambar 2.11 Pengolahan Limbah Sabut Kelapa Menjadi Serat


(Sumber : www.fickr.com)

Secara umum, proses pengolahan sabut kelapa hingga menghasilkan

serat siap pakai adalah sebagai berikut (Deptan,2012) :

a. Persiapan Bahan

Sabut kelapa yang utuh dipotong membujur menjadi 5 bagian,

kemudian potong bagian keras yang terdapat pada ujung sabut

kelapa.

b. Pelunakan Sabut

Sabut kelapa direndam selama 3 hari untuk melunakan gabus

agar mudah dilepas dari seratnya. Proses pelunakan dapat

dilakukan dengan dua metode yaitu tradisional dan modern.

Proses pelunakan secara tradisional dilakukan dengan cara

memukul sabut dengan palu, sedangkan cara modern dilakukan

dengan menggunakan mesin pemukul (hammer mill). Pada tahap

ini sudah dihasilkan hasil samping berupa butiran-butiran gabus.

II-35

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

c. Pemisahan Serat

Untuk memisahkan bagian serat dengan gabus, sabut dimasukkan

ke dalam mesin pemisah serat (defibring machine). Cara kerja

mesin tersebut ialah dengan menggaruk sabut menggunakan gigi-

gigi besi yang berputar pada seluruh permukaan silinder mesin.

d. Sortasi atau pengayakan

Bagian serat yang terpisah dari gabus, kemudian dimasukkan ke

dalam mesin sortasi. Mesin sortasi bekerja sebagai pengayak,

yang pemisah antara bagian yang kasar dan halus pada serat.

e. Pembersihan dan pengeringan

Sebelum serat dikeringkan di bawah sinar matahari atau

dikeringkan dengan mesin, terlebih dahulu dilakukan

pembersihan guna memisahkan bagian gabus yang masih

tertinggal pada bagian serat. Proses pembersihan dilakukan secara

manual.

2.7. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui sifat dan perilaku beton

berpori yaitu dengan memvariasikan proporsi agregat berdasarkan ukuran butir,

faktor air semen maupun kadar bahan tambah atau admixture. Hasil penelitian

terdahulu tersebut dipakai sebagai acuan dalam merancang komposisi maupun

evaluasi hasil dari pembuatan beton pori berserat sehingga tercapai hasil yang

direncanakan.

II-36

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

2.7.1. Felix Ferdinand Arnoldus, 2012

Penelitian yang dilakukan oleh Felix Ferdinand Arnoldus yaitu untuk

mengungkapkan pengaruh variasi dimensi agregat kasar terhadap nilai

kuat tekan dan tingkat permeabilitas yang direncanakan untuk aplikasi

sidewalk. Penelitiannya dibatasi dengan penggunaan bahan tambah atau

admixture berupa fly ash dengan kadar 20% dari berat semen. Adapun

rincian komposisi campuran beton berpori pada setiap benda uji adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.2 Komposisi Campuran Beton Berpori dengan Variasi Ukuran


Dimensi Agregat

Agregat (16,09 kg) Semen Admixture


Campuran FAS Air (liter)
3-2cm 2-1cm 1-0,5cm (kg) fly ash

Komposisi I 70% - 30%

Komposisi II - 70% 30% 3,84 0,4 1,23 20%

Komposisi III 30% 40% 30%


(Sumber : Olah data penelitian Felix Ferdinand Arnoldus,2012)

Proporsi campuran di atas adalah untuk satu kali proses pengadukan yang

akan menghasilkan 3 buah benda uji. Untuk mengantisipasi adanya

kekurangan adukan beton akibat proses pemadatan saat pencetakan, maka

perhitungannya dilebihkan menjadi 3,5 dari volume cetakan.

Benda uji yang digunakan untuk tes kuat tekan adalah sebanyak 12 buah

untuk masing-masing umur beton. Pengujian kuat tekan dilakukan

sebanyak 3 kali yaitu pada umur beton 7, 14 dan 28 hari. Sehingga

dibutuhkan 36 buah benda uji untuk masing-masing komposisi. Sementara

II-37

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

untuk pengujian permeabilitas, benda uji hanya dibuat sebanyak 3 buah

untuk masing-masing komposisi.

Berikut adalah nilai rata-rata hasil uji kuat tekan dan permeabilitas dari ke

tiga variasi campuran beton berpori :

Tabel 2.3 Nilai Rata-Rata Uji Kuat Tekan dan Permeabilitas

Nilai Kuat Tekan Permeabilitas


Campuran
7 hari 14 hari 28 hari (m/s)
-3
Komposisi I 87,78 113,85 151,33 7047 x 10
-3
Komposisi II 99,70 122,15 161,11 6171 x 10
-3
Komposisi III 95,33 116,07 157,85 6714 x 10

(Sumber : Olah data penelitian Felix Ferdinand Arnoldus,2012)

Berdasarkan data hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Semakin besar nilai kuat tekan dari beton berpori maka kemampuan

resapan air dari beton tersebut cenderung akan semakin rendah. Hal ini

disebabkan oleh semakin tinggi nilai kuat tekan dari beton, maka

rongga udara pada beton tersebut akan semakin kecil dan menjadikan

beton lebih padat dengan ikatan antar agregat yang semakin besar.

b. Komposisi II merupakan komposisi yang paling baik pada penelitian

ini jika ditinjau dari nilai kuat tekan. Terlihat juga bahwa tingginya

nilai kuat tekan sudah mulai unggul sejak beton berumur 7 hari dan 14

hari.

II-38

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

2.7.2. Frandy Ferdian, 2012

Dalam penelitiannya yang berjudul Studi Penelitian Komposisi Beton

Berpori dengan Variasi Jenis dan Persentase Bahan Admixture terhadap

Nilai Kuat Tekan pada Aplikasi Sidewalk, peneliti merancang tiga variasi

campuran beton berpori dengan admixture abu sekam, fly ash dan air

entraining.

Persentase bahan tambah pada setiap campuran yaitu sebanyak 10%, 15%

dan 20% dari berat semen untuk bahan admixture abu sekam dan fly ash,

serta sebanyak 1%, 2% dan 3% dari berat air untuk bahan admixture air

entraining. Adapun rincian komposisi dari masing-masing benda uji yang

dibuat dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :

II-39

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.4 Komposisi Campuran Beton Bepori dengan Variasi Jenis dan
Persentase Admixture

Kadar Agregat Semen


Campuran Air (liter)
Additive (kg) (kg)

Tanpa
- 13,5 3,3 1,1
admixture
10% 13,5 2,97 1,3

Abu sekam 15% 13,5 2,81 1,4

20% 13,5 2,64 1,4

10% 13,5 2,97 1,1

Fly ash 15% 13,5 2,81 1,1

20% 13,5 2,64 1,1

1% 13,5 3,3 1
Air
2% 13,5 3,3 1
entraining
3% 13,5 3,3 1
(Sumber : Olah data penelitian Frandy Ferdian,2012)

Komposisi yang tertera pada tabel di atas merupakan perhitungan

komposisi material yang dibutuhkan untuk 3 buah benda uji. Penggunaan

agregat untuk seluruh komposisi yaitu sebanyak 13,5 kg, yang mana

campurannya merupakan kombinasi dari 30% agregat dengan ukuran butir

2-3 cm, 40% agregat dengan ukuran butir 1-2 cm dan sisanya adalah

agregat dengan ukiran butir lebih kecil yaitu 0,5-1 cm.

Benda uji beton berpori dibuat sebanyak 18 buah untuk pengujian kuat

tekan pada umur 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Sementara untuk pengujian

II-40

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

permeabilitas, hanya diwakili oleh 6 buah benda uji, di antaranya 2 buah

benda uji dengan campuran admixture abu sekam 10%, 2 buah benda uji

dengan campuran admixture fly ash 10%, dan 2 buah benda uji dengan

campuran air entraining Sika 3%. Berdasarkan komposisi campuran yang

direncanakan, diperoleh hasil nilai kuat tekan dan permeabilitas sebagai

berikut :

Tabel 2.5 Nilai Rata-Rata Uji Kuat Tekan dan Permeabilitas

Kuat Tekan Beton


Kuat Tekan Deviasi
Karakteristik (f'bk) Permeabilitas
Campuran Kadar Rata-Rata (fcr) Standar (s)
f'bk = fcr-1,16 x s
2 2 2
(kg/cm ) (kg/cm ) (kg/cm ) (m/s)
Tanpa
- 78,67 10,98 65,93 -
admixture
-3
10% 95,96 25,54 66,33 7044 x 10

Abu sekam 15% 101,45 39,06 56,14

20% 107,39 42,40 58,21 -

124,21 -3
10% 29,11 90,44 7166 x 10

Fly ash 15% 137,06 31,64 100,36 -

20% 152,28 18,05 131,34 -

1% 175,53 19,67 152,71 -


Air
2% 148,36 36,91 105,54 -
Entraining
-3
3% 182,47 36,00 140,71 6,57 x 10
(Sumber : Hasil olah data penelitian Frandy Ferdian,2012)

Berdasarkan hasil nilai kuat tekan dan permeabilitas dari beberapa sampel

benda uji, dapat disimpulkan sebagai berikut :

II-41

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

a. Benda uji beton berpori yang menggunakan campuran admixture

memiliki kuat tekan lebih tinggi dibandingkan tanpa menggunakan

admixture.

b. Hasil kuat tekan yang telah dikoreksi dengan perhitungan standar

deviasi beton, menyatakan bahwa sampel beton dengan campuran Sika

air entraining 1% memenuhi nilai kuat tekan beton yang direncakan

untuk perkerasan sidewalk yaitu minimal 150 kg/cm2.

c. Hasil pengujian menyatakan bahwa beton berpori yang memiliki kuat

tekan yang besar belum tentu memiliki nilai porositas yang baik.

Semakin besar nilai kuat tekan dari beton berpori maka kemampuan

resapan air dari beton berpori cenderung akan semakin rendah. Nilai

permeabilitas tertinggi pada penelitian ini, dihasilkan oleh campuran fly

ash 10%.

2.7.3. Bagus Hartanto Putra, 2011

Penelitian yang dilakukan oleh Bagus Hartanto Putra menjadi acuan bagi

banyak penelitian setelahnya khusunya mengenai perbandingan komposisi

campuran beton berpori. Peneliti melakukan studi analisa campuran beton

berpori sebagai material ramah lingkungan berdasarkan nilai kuat tekan

dan tingkat peresapan air.

Untuk mendapatkan komposisi campuran yang ideal antara agregat kasar,

air, dan semen yang digunakan, peneliti melakukan uji pendahuluan

terhadap empat komposisi yang berbeda dan dibuat ke dalam 3 buah benda

uji berbentuk kubus untuk masing-masing komposisi. Komposisi


II-42

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

campuran tersebut nantinya akan dijadikan sebagai acuan komposisi beton

berpori dengan rencana nilai kuat tekan untuk perkerasan sidewalk, jalan

lokal, area parkir terbuka dan area taman perumahan. Adapun komposisi

material yang dibutuhkan untuk membuat 3 buah benda uji untuk setiap

komposi pada uji pendahuluan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.6 Komposisi Campuran Beton Bepori pada Uji Pendahuluan

Agregat Semen Admixture


Campuran Air (liter)
(kg) (kg) fly ash
Komposisi I 12,3 3 1,1 1%

Komposisi II 13,3 3 1 1%

Komposisi III 12,3 3 0,8 1%

Komposisi IV 13,3 3 0,75 1%

(Sumber : Hasil olah data penelitian Bagus Hartanto Putra,2011)

Tes kuat tekan beton pada uji pendahuluan dilakukan pada umur 7 hari.

Hal tersebut bertujuan untuk mencari komposisi campuran dengan nilai

kuat tekan tertinggi. Berdasarkan hasil pengujian, campuran komposisi IV

merupakan campuran beton berpori dengan nilai kuat tertinggi yaitu

sebesar 58,67 kg/cm2 pada umur 7 hari dan perkiraan kuat tekan pada umur

28 hari sebesar 90,26 kg/cm2.

Setelah mendapatkan acuan komposisi, pengujian selanjutnya ialah

mengkombinasikan bahan campuran beton berpori agar hasil kuat

tekannya dapat meningkat. Dalam hal ini, peneliti menggunakan dua jenis

ukuran butir agregat yang berbeda dan variasi persentase admixture.

Ukuran agregat yang digunakan yaitu yang lolos saringan 38 mm dan


II-43

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

tertahan saringan 19 mm serta agregat kasar yang lolos saringan 12,5 mm

dan tertahan saringan 9,5 mm. Sedangkan persentase admixture yang

semula 1%, ditingkatkan menjadi 2%.

Komposisi campuran yang digunakan pada uji lanjutan, disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 2.7 Komposisi Campuran Beton Bepori pada Uji Lanjutan


Agregat Semen Air Admixture
Campuran
Ukuran (mm) Berat (kg) (kg) (liter) fly ash
Percobaan I 20-30 13,3 3 0,75 1%

Percobaan II 20-30 13,3 3 0,75 2%

Percobaan III 12-9 13,3 3 0,75 1%

Percobaan IV 12-9 13,3 3 0,75 2%


gabungan
Percobaan V 13,3 3 0,75 2%
(1:1)
(Sumber : Hasil olah data penelitian Bagus Hartanto Putra,2011)

Komposisi di atas didasarkan pada perhitungan untuk 3 buah benda uji,

yaitu jumlah yang digunakan untuk setiap pengujian kuat tekan beton

berpori pada umur tertentu. Tes kuat tekan beton berpori pada penelitian

lanjutan dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada umur beton 7, 14, 21 dan 28

hari. Sehingga jumlah benda uji yang dibutuhkan untuk pengujian kuat

tekan beton berpori yaitu sebanyak 12 buah untuk setiap komposisi.

Sementara untuk pengujian kecepatan penyerapan air atau uji

permeabilitas, dilakukan dengan membuat 6 buah benda uji di antaranya :

2 buah benda uji dengan komposisi campuran percobaan II

2 buah benda uji dengan komposisi campuran percobaan IV


II-44

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

2 buah benda uji dengan komposisi campuran percobaan V

Penentuan komposisi benda uji diseleksi berdasakan nilai kuat tekan rata-

rata tertinggi dari 5 komposisi campuran pada uji lanjutan. Nilai rata-rata

dari pengujian kuat tekan beton berpori dan permeabilitas, disajikan pada

tabel berikut ini :

Tabel 2.8 Nilai Rata-Rata Uji Kuat Tekan dan Permeabilitas


Nilai Kuat Tekan Permeabilitas Kandungan
Campuran Udara
7 hari 14 hari 21 hari 28 hari (liter/menit)/m2
(%)
Percobaan I 66,96 82,07 107,56 115,56 - -

Percobaan II 73,78 93,63 113,19 126,22 113 7,2%

Percobaan III 70,22 93,33 113,48 121,48 - -

Percobaan IV 74,96 103,11 124,15 138,67 84 6%

Percobaan V 99,56 120,59 145,48 153,78 69 5,2%

(Sumber : Hasil olah data penelitian Bagus Hartanto Putra,2011)

Dari hasil nilai rata-rata uji kuat tekan dan permeabilitas, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Penggunaan bahan tambah atau admixture dalam campuran, akan

membuat ikatan antar pasta semen dan agregat menjadi lebih kuat,

sehingga nilai kuat tekan beton semakin meningkat. Hasil nilai kuat

tekan pada tabel di atas menunjukkan bahwa penambahan kadar

admixture dalam campuran semakin meningkatkan nilai kuat tekan

beton berpori.

II-45

http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka

b. Kepadatan beton berpori dipengaruhi oleh ukuran agregat. Semakin

kecil ukuran agregat, maka kepadatan beton berpori meningkat,

sehingga nilai kuat tekan juga semakin meningkat. Kepadatan beton

berpori berbanding lurus dengan tingginya nilai kuat tekan.

c. Kandungan udara dalam campuran beton berpori berpengaruh terhadap

workabilitas. Akan tetapi, kemudahan pengerjaan pengadukan tidak

memberikan hasil yang memuaskan terhadap nilai kuat tekan. Beton

berpori yang memiliki kandungan udara cukup banyak, cenderung

memiliki nilai kuat tekan yang rendah.

d. Kecepatan peresapan air berbanding terbalik dengan tingginya nilai

kuat tekan beton berpori. Semakin tinggi kuat tekannya, maka

peresapan air semakin rendah.

II-46

http://digilib.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai