Timit Onboard Report 2016
Timit Onboard Report 2016
(Onboard Report)
TIMIT 2016
Kerjasama
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan
dengan
Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Tim Pusat Penelitian Oseanografi LIPI
Edi Kusmanto
Muhajirin
Daftar Isi
I. Pendahuluan............................................................................................................ 3
II. Materi dan Metode.................................................................................................. 3
III. Hasil Penelitian ................................................................................................... 5
III. 1. Selat Makassar Selat Lombok ...................................................................... 5
III. 2. 1. Kecepatan dan arah arus .......................................................................... 5
III. 2. 2. Karakteristik Massa air ............................................................................ 7
I. Pendahuluan
Studi tentang internal wave di Selat Lombok yang telah dilakukan sebelumnya
menunjukkan adanya tiga penyebab yang berbeda. Penyebab internal waves tersebut
berkaitan dengan ARLINDO, stratifikasi massa air dan pasang surut. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengukur besaran dan variabilitas transport massa air, panas dan
fluks air tawar antara Samudera Fasifik dan Samudera Hindia, mengukur internal
waves dan mixing di daerah ARLINDO dan mempelajari dampak terhadap ekosistem
laut.
Lokasi pengukuran Karakter massa air menggunakan CTD dan kecepatan dan
arah arus menggunakan ADCP mulai dari Selat Makassar Bagian Utara hingga Selat
Lombok, seperti diperlihatkan oleh Tabel 1 dan Gambar 1.
Tabel 1. Posisi Pengukuran karakter massa air menggunakan CTD di perairan Selat
Makassar hingga Selat Lombok, September 2016.
Pengukuran kecepatan dan arah arus laut dilakukan dengan Acoustic Doppler
Current Profiler (ADCP) 75 Khz yang terpasang di Kapal Riset Baruna Jaya VIII.
Pengukuran profil vertikal arus dilakukan dengan interval waktu setiap 20 detik dan
interval kedalaman setiap 5 m pada kedalaman 16 meter dari permukaan hingga
500m. Pengukuran dilakukan di sepanjang lintasan kapal yang bergerak dengan
kecepatan antara 6 - 10 knot dari satu stasiun ke stasiun berikutnya.
Pengukuran karakteristik massa air dilakukan dengan CTD 911 Plus yang
terpasang di Kapal Riset Baruna Jaya VIII. Pengukuran profil vertikal karakter massa
air dilakukan dari permukaan hingga dekat dasar pada setiap titik stasiun. Parameter
yang dikumpulkan meliputi, profil suhu, salinitas, kecerahan, turbidity, oksigen
terlarut, pH dan klorofil. Tipe peralatan pada CTD 911 plus yang digunakan sebagai
pengukur tinggi rendahnya konsentrasi klorofil adalah Fluorescence dari WET Labs
ECO-AFL/FL [mg/m3], pengukur derajat keasaman (pH) adalah SBE 18 pH sensor
(Sea-Bird Electronics, Inc.), pengukur tingkat kecerahan adalah CStar
Transmissometer dari Wet Lab, Inc., Pengukur kekeruhan adalah turbiditymeter dari
WET Labs ECO [NTU] pengukur konsentrasi oksigen terlarut adalah DO Sensor SBE
13 (Sea-Bird Electronics, Inc.). Semua sensor CTD 911 plus yang ada di Baruna Jaya
VIII dan digunakan dalam pengambilan data in situ telah terkalibrasi Tahun 2013.
Arus arus di perairan Selat Makassar menunjukkan pola arus yang berkaitan
dengan sirkulasi akibat masuknya massa air dari Samudera Fasifik. Secara umum
kecepatan arus di Selat Makassar hingga Selat Lombok di lapisan permukaan relatif
tinggi mencapai 88.9 cm/sec, sedangkan pada kedalaman 50m, 100m, 200m, dan
300m masing masing adalah 102.2 cm/sec, 118.3 cm/sec, 102.6 cm/sec dan 67.8
cm/sec.
Massa air ini masuk ke selat akibat adanya perbedaan level massa air antara
Samudera Fasifik dengan Samudera Hindia. Level massa air di Samudera Fasifik
lebih tinggi dibandingkan dengan Samudera Hindia sehingga massa air mengalir ke
selatan melalui selat ini sebagai pintasan utamanya. Kecepatan arus berkecepatan
tinggi terdeteksi di mulut selat Makassar.dan di celah Labani.
Gambar 2. Kecepatan arus sepanjang lintasan ADCP mulai dari Stasium Mooring M2
hingga SM11 di perairan Selat Makassar hingga Selat Lombok pada
Bulan September 2016.
Gambar 3. Komponen Arus Utara Selatan sepanjang lintasan ADCP mulai dari
Stasium Mooring M2 hingga SM11 di perairan Selat Makassar hingga
Selat Lombok pada Bulan September 2016
Setelah melewati celah Labani, secara spasial semakin keselatan semakin
melebar sehingga kecepatan arus yang terdeteksi semakin melemah hingga mendekati
mulut Selat Lombok, kecepatan arus menguat kembali. Kecepatan arus terdeteksi
menguat menjelang stasiun 07 hingga stasiun 09 dengan arah dominan ke selatan.
Ada dua jenis massa air yang merupakan komponen ARLlNDO yang
mengalir dari Samudera Fasifik ke Samudera Hindia melalui perairan Indonesia.
Massa air yang berasal dari Samudera Pasifik yang terdiri dari North Pacific
Subtropical Water (disingkat dengan NPSW) dan North Pacific lntemediate Water
(disingkat dengan NPIW). Menurut FFIELD & GORDON dalam HAUTALA et al.
(1994), massa air Pasifik Utara ini berasal dari sekitar (69 LU, 127 -132 BT).
Kehadiran NPSW dan NPIW di Perairan Indonesia dikenali dari nilai salinitasnya.
NPSW memiliki nilai salinitas tinggi (maksimum), dan NPIW memiliki nilai salinitas
rendah (minimum).
Gambar 4. TS Diagram Massa air di perairan Selat Makassar hingga Selat Lombok
pada Bulan September 2016
Kedua jenis massa air yang berasal dari Samudera Fasifik dan merupakan
komponen ARLlNDO ke Samudera Hindia melewati pintasan utama Selat Makassar
dan Selat Lombok. Kisaran suhu yang terukur antara 3.68 0C hingga 29.980C
sedangkan kisaran salinitasnya antara 33.57 PSU hingga 34.88 PSU.
Kehadiran massa air NPSW di Selat Makassar ditemukan pada kedalaman rata-
rata 100-150 dbar, dan massa air NPIW ditemukan pada kedalaman rata-rata 300-350
dbar (1 dbar kira-kira sama dengan 1 meter). Kedua jenis massa air ini dari Selat
Makassar sebagian langsung menuju ke Samudera Hindia lewat Selat Lombok, dan
sebagian lagi didorong ke arah Laut Flores untuk kemudian memasuki Laut Banda
(Atmadipoera et.al.,2009, Hasanudin, 1998).
Massa air NPIW melewati pintu masuk Selat Makassar yang ditandai oleh
stasiun M2 kemudian masuk ke selatan melewati celah Labani menuju ke selatan
hingga Selat Lombok. Massa air NPSW di bagian utara Selat makassar masih relatif
tinggi dengan salinitas maksimum mencapai 34.86 PSU.kemudian semakin ke selatan
makin melemah hingga 34.62 PSU. Selain itu, massa air dengan salinitas minimum
yang dikenali sebagai massa air NPIW terdeteksi di semua stasiun pada kedalaman
250m hingga 350m.
Oksigen terlarut pada air laut merupakan parameter yang terpenting karena
dapat dipakai sebagai pelacak gerakan massa air sekaligus juga merupakan indikator
yang peka bagi proses proses kimia dan biologi. Konsentasi oksigen terlarut di
perairan ini menunjukkan nilai yang tinggi dilapisan permukaan hingga pada
kedalaman 100 m terutama di bagian utara Selat Makassar, Stasiun M2 hingga SM2
mencapai 4.8 mg/L hingga 6.2 mg/L dan menipis hingga stasiun 07 selanjutnya
kembali meningkat hingga Stasiun SM10.
III.1.5. Klorofil a
DAFTAR PUSTAKA
Hasanudin, M. 1998. Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Oseana, Volume XXIII no.
2: 1-9.
Hautala, S.L.; J.L. Reid and N. Bray 1994. Water mass distribution on isopycnals in