A. Definisi
B. Penyebab
1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Aspirasi makanan
5. Pneumonia hipostatik
C. Patofisiologi
Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal
sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan
beberapa mekanisme:
D. Manifestasi klinis
Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun
bernafas, batuk produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea
sampai terjadi sianosis, penurunan kesadaran pada keadaan yang buruk atau
parah, perubahan suara nafas ralews, ronchi, wezhing, hipotensi apabila
disertai dengan bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta nadi cepat.
D. Pathway
kerusakan epitel
F. Klasifikasi
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 40,5
bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau
terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan
kecepatan yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi
dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan
kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski,
dan akan berkurang saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa
kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap
sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari
penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat,
tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan
dan menyusu pada bayi.
8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau
tahap infeksi.
9. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama faase akut.
10.Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan
per oral.
H. Faktor risiko pneumonia pada anak
Faktor risiko pneumonia yang menyertai pada anak antara lain:
1. Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko pneumonia pada
anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB.
Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik
maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta
respon imun dan reflek batuk.
2. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir
( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena pneumonia. ASI
merupakan makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung
protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung
kekebalan penyakit infeksi terutama pneumonia.
3. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem
imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas
fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan
daya tahan tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi
mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel.
4. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi campak
dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu pneumonia,
karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan
pneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus
pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi
pneumonia.
5. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit
mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas
(bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara
biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi
paru, keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak.
6. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit
infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap
penyakit infeksi termasuk pneumonia.
7. Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat
meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan penghuni sedikit. Rumah
dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan penyakit
dsaluran pernafasan.
8. Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat penghasilan
keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian pneumonia anak.
I. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan
predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang
buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm.
Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa
darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan
dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau
sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau
aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman
penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari
infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi
lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi
pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian
memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks.
Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), < 20% mengenai
kedua paru.
J. Terapi
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi
ADH juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari
atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi
komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi
ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.
Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.
Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi
jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan
dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.
pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan
pola makan, kelemahan, Penyakit respirasi sebelumnya,perawatan
dirumah, penyakit lain yangdiderita anggota keluarga di rumah
b. Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis,
penggunaan otot pernapasn tambahan, suara nafas tambahan,
rales, menaikan sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood
gas, X-Ray dada
c. Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat
perkembangan, kemampuan memahami rasionalisasi intervensi,
pengalaman berpisah denganm orang tua, mekanisme koping yang
diapkai sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak
menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek
favorit)
d. Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan
penyakit pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada
distress pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan
untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of
Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3
Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin
Infect Dis 53 (7): 617-630
Dahlan, Zul. 2007. Pneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Penerbit IDAI